Part 3. Sebuah Misi

Seorang gadis memakai seragam sekolah menengah atas, tengah berlari beberapa kali mengelilingi lapangan sekolah yang cukup luas. Gadis itu tengah di hukum oleh guru piket di sekolahnya karena terlambat datang, meski hanya rentan 15 menit saja dari jadwal gerbang tutup. 

Di belakangnya, terdapat seorang lelaki berparas tampan yang juga satu kelas dengannya, ikut bergabung, berlari mengekori gadis itu dengan kecepatan lari yang menyamai gadis di depannya. 

"Darren, kamu ngapain sih ikutan lari? Kamu kan nggak terlambat datang, sana pergi. Nanti pak Joy marah loh sama kamu karena tidak masuk kelas," ucap Alena yang tidak ingin kekasihnya itu ikut di hukum demi menemaninya menerima hukuman.

"Nggak apa-apa kok cantik. Aku cuma ingin nemani wanita yang aku cintai ini saja, biar tidak kesepian. Lagian, lihat ke sana, banyak yang lihatin kamu loh, makanya, aku ikut keliling sekalian jagain kamu dari mereka si hidung belang," ucapnya dan tersenyum lebar, terus melambatkan larinya demi menyamai kecepatan lari Alena yang memang sangat lamban. 

"Ada-ada saja kamu ini, Ren."

Alena pun ikut tersenyum, sembari menggelengkan kepalanya pelan. Dia tersipu malu dengan perhatian dari kekasihnya itu, yang juga baru berhubungan 3 bulan belakangan ini. 

Tanpa keduanya sadari, keromantisan mereka itu tengah menjadi tontonan oleh 2 pasang mata dengan pandangan berbeda. Kedua manusia itu, sama-sama tengah mengawasi mereka dari posisi yang tidak sama. 

"Apa benar Darren dan Alena berpacaran? Hahhh, itu kah alasan dia tidak pernah tertarik padaku," gumam seorang lelaki yang berdiri tegap di sisi kiri lapangan, menatap ke arah mereka. Alis matanya terangkat, merasa penasaran dengan hubungan keduanya yang entah kapan mulai terjalin. 

Di sisi lain, seorang gadis juga mengamati keduanya dengan tatapan kebencian. 

"Apa istimewanya kamu, Len? Sampai-sampai semua lelaki seolah-olah tunduk kepadamu. Heeh, kita lihat, apa kamu bisa terus berada di posisi pertama itu? Apa, kamu masih bisa tertawa seperti sekarang? Aku pastikan kamu tidak akan pernah tersenyum lagi setelah ini," ujarnya dengan tersenyum sinis. Tangannya meremas kuat, menahan gejolak emosi yang membara dalam dada.

Victoria memarkirkan mobilnya di depan sebuah gedung bertingkat yang terlihat sederhana dari luar. Dia berniat untuk keluar dari markas mister B dan pindah ke rumah yang di sewanya sendiri. Dia ingin memulai petualangannya, berniat mencari keluarganya yang terpisah dengannya beberapa tahun. 

Victoria alias Alea ingin mencari mereka, untuk balas dendam sekaligus membuktikan bahwa tanpa mereka pun dia bisa bertahan hidup. Maka dari itu, dengan tinggal sendiri, Victoria akan lebih leluasa untuk bertindak tanpa takut diketahui oleh mister B. 

"Permisi," panggil seseorang, membuat Victoria menoleh. 

"Apa, anda ini yang berniat menyewa rumah di gedung sini?" tanya seorang wanita yang kisaran berumur 45- 50 tahunan. 

"Ya. Ibu pemiliknya?" tanyanya singkat.

"Iya. Saya yang punya tempat ini. Ayo, mari masuk untuk melihat-lihat dulu, mana kamar yang cocok."

Keduanya pun menaiki anak tangga menuju lantai 3 untuk melihat-lihat kamar yang kosong. Namun, sepertinya Victoria sama sekali tidak tertarik untuk tinggal di lantai 3. Hingga di lantai 5, barulah dia memutuskan untuk memilih lantai itu. Di mana hanya ada satu kamar di bagian atap. 

"Saya sewa 1 tahun," ucapnya dan langsung menyerahkan uang tunai pada si pemilik yang memang mata duitan. 

"Baik lah. Tanda tangan di sini yah, bukti kalau kamu salah satu penyewa di gedung ini," ucap wanita paruh baya itu tersenyum lebar. 

Setelahnya wanita bernama Gusti itu hendak pergi. Namun, Victoria mencegahnya. 

"Apa kamar saya bisa di isi?" tanyanya. 

Victoria menatap wanita di depannya itu. Dia meminta untuk kamarnya yang kosong itu, di hias lebih bagus dengan warna maskulin. Dia pun juga meminta ibu itu untuk mengisi perabot dan apapun yang diperlukan seperti tempat tidur dan kasurnya, lemari pakaian, lemari pendingin, kompor, tikar dan lainnya. 

"Boleh sih saya mengisi semuanya dengan lengkap asalkan ka ...."

Belum juga Gusti menyelesaikan ucapannya, Victoria telah mengeluarkan uang dengan jumlah cukup banyak, dan meminta wanita itu mengurusi semua keperluannya. 

Tentu saja, melihat uang yang banyak, mata Gusti silau karenanya, dia pun setuju. Dia berjanji pada Victoria akan mencarikan perabotan rumah yang berkualitas untuk penyewanya itu. 

Setelah dari gedung itu, Victoria pun memilih pulang ke markas mister B. Victoria akan berkemas barang-barangnya di sana, karena dia akan menempati tempat barunya itu setelah job barunya dari tuannya itu selesai. Dan dia juga memperkirakan tepat bersamaan dengan perlengkapan rumahnya yang dijanjikan sang pemilik siap dalam 3 hari saja.

2 hari berlalu, pagi itu, Victoria dan seorang gadis yang seumuran dengannya baru saja keluar dari markas mister B mengenakan pakaian serba hitam. Keduanya diminta oleh lelaki tua itu untuk menyelesaikan misi mereka selanjutnya. Di mana misi kali ini cukup berbahaya, karena target keduanya kali ini ialah ayah dari seorang mafia ternama di Asia. 

Mafia yang dikenal kekejaman dan keganasannya di dunia gelap. Dan jika saja Victoria juga gadis itu, meninggalkan jejak sedikit saja tentang diri mereka. Maka, nyawa mereka berdua lah yang jadi ancamannya. 

Dengan mengendarai mobil khusus pemberian mister B pada mereka, kedua gadis cantik itu telah tiba di sekitar rumah mewah, rumah dari target mereka.

Victoria turun lebih dulu dari mobil untuk melihat sekitar. Sementara Alnata, dia memarkirkan mobilnya lebih dulu di dekat deretan mobil di lapangan. 

Victoria lama berdiri menatap rumah yang banyak orang berdiri di depan pagarnya, dia meneliti seluk beluk rumah itu. 

"Tampaknya pengawasan di rumah itu cukup ketat yah, Vic. Apa kali ini kita bisa melakukannya?" tanyanya Al yang muncul dari belakang Victoria. Terlihat di wajah cantiknya ada sedikit keraguan untuk melakukan tugas dari mister B. 

"Bisa. Dan sepertinya kita harus memiliki strategi khusus untuk bertindak. Jangan gegabah," balas Victoria datar lalu membalikkan tubuhnya, hendak kembali ke mobil untuk merencanakan sesuatu. 

Alnata pun mengangguk saja, dia mengekor di belakang Victoria, keduanya kembali memasuki mobil untuk merencanakan sesuatu.

Beberapa menit, Victoria juga Alnata saling diam. Mereka larut dalam pikiran masing-masing. 

"Rumah ini berada di dekat pemukiman warga. Jadi, pasti banyak orang yang berlalu lalang bukan," ujar Victoria menatap jalanan yang memang ada orang yang lewat, meski tidak ramai. 

"Iya sih. Aku lihat ada beberapa orang melintas. Lalu, kamu punya rencana apa?" 

Victoria pun menoleh pada Alnata dan tersenyum. 

"Tentu, aku punya rencana spesial dan rencanaku yang ... terbaik," gumamnya dengan penuh percaya diri, membuat Alnata yang disebelahnya penasaran. 

"Apa?" tanya gadis itu kemudian. 

Victoria pun mendekat pada rekannya, membisikkan sesuatu.