Share

BR ~ 74

Penulis: Kanietha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Pasti kamu pelakunya, kan!” Regan membentak ketika baru sampai di depan kamar yang ditempati April. Menunjuk Anggun dengan geram dan tidak peduli dengan situasi di sekitarnya. “Kamu sengaja bikin April jatuh dari tangga.”

Saat ini, Anggun menunggu di luar seorang diri. Sementara di dalam, sudah ada Wahyu yang menemani April. Mereka bertiga pergi ke rumah sakit bersama-sama, karena Wahyu saat ini masih berada di Kalingga Tower.

“Kalau aku bilang nggak, apa Om percaya?” Anggun bersedekap dan bersandar pada kursi tunggu menatap Regan. Sebentar lagi, keluarga lainnya pasti akan datang dan mereka pasti memiliki opini seperti Regan.

Namun, Anggun sudah tidak peduli dengan semua itu.

“Kalau sampai April kenapa-napa, kamu—” Kalimat Regan terputus ketika mendengar suara pintu kamar yang terbuka. Ia melihat Wahyu keluar bersama seorang dokter dan perawat, lalu segera menghampiri. “Bagaimana anak saya, Dok?”

“Pasien mengalami cedera ringan akibat jatuh, dan kondisi kandungannya lemah,” jelas do
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (26)
goodnovel comment avatar
App Putri Chinar
sedih....suami juga ga percaya
goodnovel comment avatar
wa giati
ah sab kamu..ah sudahlaaahhh...
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
kenapa Sabda malah ikut²an nuduh Anggun.. tanya dulu kek atau gimana.. udah tahu April itu licik..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 75

    Anggun tersenyum tipis ketika membaca pesan yang dikirimkan Kimmy padanya. Ternyata, Kimmy dengan cepat mencari informasi mengenai jatuhnya April di salah satu kafe di Kalingga Tower dan memberitakannya. Yang tidak Anggun sangka-sangka ialah, berita tersebut naik malam itu juga.Namun, Kimmy tidak menyertakan nama Anggun sebagai penyebab jatuhnya April karena belum mendapatkan informasi lebih lanjut. Saat ini, Anggun tinggal menunggu keterangan dari keluarga Regan yang pastinya akan diburu media terkait kejadian tersebut.“Sepagi ini, tapi kamu sudah mau pergi?” Sabda baru keluar kamar, tetapi sudah menjumpai sang istri berpakaian rapi dengan membawa tas ransel.Semalam, Anggun tidur di kamar yang dulu ditempatinya dan wanita itu menguncinya dari dalam. Karena itulah, ketika Sabda kembali pulang ke apartemen di malam hari, ia tidak bisa menemui istrinya sendiri.“Aku ada urusan,” ujar Anggun buru-buru berjalan menuju foyer dan menekan tombol lift. “Sarapan sudah aku siapin. Tinggal ma

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 76

    Tanpa mengetuk lebih dulu, Anggun membuka pintu kamar VVIP yang ditempati oleh April. Di dalam sana, Wahyu yang sedang menunggu April dan langsung memberinya tatapan datar.“Nggak usah pura-pura simpati dan berempati,” ucap Wahyu datar, ketika melihat Anggun masuk ke dalam ruangan tersebut tanpa memberi ekspresi apa pun.“Aku nggak bersimpati sama sekali,” ucap Anggun tenang, menghampiri ranjang pasien dan berhenti di sudut yang berseberangan dengan Wahyu. “Apalagi berempati. Nggak akan.”“Tunggu sampai kamu ada di posisiku!” April mendesis, suaranya bergetar menahan emosi yang mulai meluap. Matanya membara, seiring dengan napasnya yang semakin cepat.“Aku juga menunggumu ada di posisiku,” balas Anggun dingin saat memotong ucapan April dan menatap tajam. “Apa bisa kamu bertahan, saat semua yang kamu miliki dirampas dan dibuang tanpa perasaan.”“Sialan!” maki April. Tangannya mencengkeram selimut, berusaha meredam amarah dan kesedihan yang menghancurkannya dari dalam. Wanita itu seolah

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 77

    “Apa diperbolehkan menjenguk orang sakit sampai sebanyak ini?” Syifa terkejut ketika baru memasuki ruang rawat inap April, setelah berbicara dengan menantunya. Di dalam kamar VVIP tersebut, ternyata sudah ada Budiman dan Darwin yang sepertinya datang ketika Syifa sedang berada di kafetaria.“Nggak papa,” jawab Darwin yang duduk pada sofa panjang di samping jendela kaca bersama Budiman. “Kita juga cuma sebentar, mumpung ada waktu.”“Tapi ke mana Elsa?” tanya Syifa terus melangkah menghampiri ranjang pasien, lalu duduk di sebelah kaki April. Di ujung tempat tidur.“Mama sakit kepala,” ujar April berbaring lemah ditemani Desty yang duduk di sampingnya. “Nanti kalau mendingan baru ke sini, karena tadi pagi sempat nggak bisa bangun.”“Kenapa nggak dibawa ke rumah sakit sekalian, Pak Regan?” Syifa menatap regan yang berada di ujung sofa L di dekat pintu. Pria itu duduk bersama Wahyu, yang berada di tengah-tengah. “Biar diperiksa dokter.”“Dokternya sudah ke rumah,” terang Regan. “Mamanya Ap

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 78

    “Pagi, Sayangku,” sapa Sabda segera menghampiri Anggun yang sudah berada di dapur. Memeluknya dari belakang, lalu memberi ciuman berkali-kali pada sisi leher sang istri.Sabda berharap, hubungan mereka akan selalu hangat seperti sekarang dan Anggun bisa terus melunak seperti tadi malam.Karena setelah bicara dengan Syifa, Sabda ternyata harus mengubah gaya bicaranya pada Anggun. Istrinya itu, sepertinya memang tidak bisa disudutkan dan Sabda harus pintar-pintar mencari kalimat yang tepat, serta menjaga intonasi bicaranya.“Pagi,” balas Anggun tidak protes dengan sikap Sabda, yang sebenarnya sudah membuat tubuhnya meremang. Anggun tidak berniat memberi respons, karena tidak ingin berakhir di kamar mandi karena ia sudah mandi sejak subuh tadi. “Sarapan dulu.”“Sarapan kamu.”“Nggak.”Sabda semakin mengeratkan pelukannya dan terkekeh mendengar penolakan tegas sang istri. “Mau ke Puncak minggu depan? Kita berangkat sabtu siang, pulangnya minggu malam atau senin pagi juga nggak papa.”“Berd

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 79

    “Sab, kita serah terima jabatan senin depan,” ujar Budiman setelah memasuki ruangan Sabda. “Pagi, jam sembilan dan setelah itu kamu sah jadi CEO Warta.”“Ahh!” Sabda menepuk pelan kepalanya. “Berarti aku harus pulang hari minggu.”“Mau ke mana?” tanya Budiman menarik kursi di hadapan meja putranya.“Mau ke Puncak,” jawabnya segera men-sleep komputernya. “Rencana berangkat sabtu pagi atau siang, terus pulang senin pagi.”“Pergilah jumat sore.”“Macet, Pa.” Sabda melirik ponselnya yang menyala dan melihat notifikasi pesan yang dikirimkan oleh sang istri. “Anggun di bawah. Aku mau ngopi di atas bentar.”“April keluar besok,” celetuk Budiman ketika Sabda menyebut nama istrinya. “Dan dia tetap bilang kalau Anggun yang dorong dia dari tangga. Ahh, anak itu.”“Papa percaya?”Budiman menggaruk pelipisnya sebentar, sembari tertawa remeh. “Kalau Anggun mau mencelakakan April, dia nggak akan melakukannya secara frontal,” terang Budiman. “Itu riskan, Sab, karena nama baiknya pasti jadi taruhan.”

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 80

    “Sudah lihat pesan yang aku kirim?” April menatap berang pada Wahyu yang baru memasuki kamar. Pria itu berpamitan pergi ke kafetaria dan baru kembali 30 menit kemudian.“Pesan?” Wahyu langsung merebahkan tubuh pada sofa di samping pintu dengan perlahan, sembari mengeluarkan ponsel dari saku celana. Ponselnya memang kerap bergetar karena urusan pekerjaan. Namun, jika hanya getaran singkat maka Wahyu akan mengeceknya belakangan, karena hal tersebut menurutnya tidaklah urgen.“Sudah buka?” tanya April tidak sabar.“Sebentar.” Setelah berbaring, barulah Wahyu membuka pesan yang dikirimkan sang istri. Wahyu menatap beberapa foto yang dikirim April ke ponselnya, tanpa memberi reaksi yang berarti. Ternyata, reporter yang mengambil fotonya dengan Anggun, langsung mengirimkan hasil gambarnya pada April. “Memang kenapa dengan foto-foto ini? Nggak ada yang salah. Aku duduk di kafetaria dengan sepupumu. Ada meja di antara kami dan bukan duduk—”“Jadi kamu keluar nemui dia!”“Iya.”“Mau apa!” Kedu

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 81

    “Kamu bodoh, atau apa?”April mendesah dan memunggungi Wahyu yang baru memasuki kamar dan langsung melempar protesnya. Entah tidur di mana pria itu semalam, karena Wahyu tidak ada di sampingnya, dari April menutup mata hingga terbangun di pagi hari.“Aku masih harus istirahat.” April menarik selimut dan menutup seluruh tubuhnya. Yang ingin ia dapatkan saat ini hanyalah ketenangan dan beristirahat memulihkan kesehatannya. Karena itulah, sejak semalam April menonaktifkan ponselnya, karena tidak ingin lagi menerima panggilan dari reporter yang ingin wawancara dengannya.“Kamu sudah lihat berita dari, ha!” Wahyu menarik selimut yang digunakan April dan melemparnya dengan asal.April membuka mata dan melihat Wahyu sudah berdiri menjulang tinggi di hadapannya.“Memangnya ada yang salah?” tanya April bangkit perlahan lalu menghela panjang sambil memijat kepalanya. “Apa ada yang merugikan kita? Nggak ada, kan?”“Masalah receh seperti ini nggak seharusnya naik ke media.”“Receh katamu!” April

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 82

    “Akhirnya, Papa muncul di kantor.” Sabda memasuki ruangan Budiman, begitu mendapat kabar pria itu berada di ruangan.“Papa sibuk, banyak kerjaan.”“Termasuk sibuk mengurusi hasil tes DNA?” Sabda duduk perlahan di hadapan Budiman.“Termasuk itu,” jawab Budiman tanpa ragu sembari membuka laci meja kerjanya dan mencari sesuatu. “Dan Papa yakin, Anggun ada di balik semua ini.”“Om Regan yang ada di balik semua ini.”Budiman menutup lacinya dengan keras, lalu menatap Sabda dengan wajah serius. “Andai Papa dan om Darwin tahu Regan yang mengusir Anggun 15 tahun yang lalu, kami nggak akan pernah mau bantu dia.”“Tapi itu sudah terjadi,” ujar Sabda dengan mengangkat kedua bahu. “Papa dan om Darwin sudah menolong ular itu. Dan, apa yang didapat sekarang? Kalian bertiga pasti akan terjerat kasus hukum dan terimalah itu, Pa.”“Kamu mau Papamu—”“Ya,” sela Sabda dengan suara tegas. “Coba bayangkan kalau aku yang ada di posisi Anggun. Diusir dari rumah dan sendirian di tempat asing? Anggun masih 12

Bab terbaru

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 166

    “Sepertinya, kasur di kamar atas harus dibawa ke kamarmu,” ujar Wahyu setelah memberi kecupan pada bahu terbuka Anggun. Ia memeluk sang istri dari belakang, setelah melewati momen yang membuat keduanya lelah dalam kehangatan.“Hm.” Anggun menarik napas panjang. Masih menenangkan detak jantungnya yang berpacu kencang. Menunggu dengan sabar, hingga tubuhnya kembali tenang dari luapan dopamin yang baru saja menyergap.“Tapi, aku rasa kita harus cepat-cepat pindah dari sini.” Wahyu menyandarkan dagunya pada bahu Anggun dan semakin memeluk erat. “Kamar Putra ini terlalu kecil. Apalagi tempat tidurnya cuma ukuran single. Terlalu sempit.”“Hm.” Anggun kembali menggumam, masih sibuk menenangkan gejolak yang baru saja menguasai tubuhnya. Sesaat, ia menutup mata, merasakan dekapan Wahyu yang hangat dan nyaman di punggungnya.“Aku serius, tapi cuma dijawab ham hem ham hem.” Wahyu berdecak lalu menggigit pelan daun telinga Anggun dan wanita itu langsung menyikut pelan perutnya.“Mas,” desis Anggu

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 165

    “Pagi Papa Wahyu,” sapa Anggun ketika melihat pria itu membuka mata. “Gimana tidurnya? Nyenyak?” tanyanya dengan nada meledek.Wahyu hanya membuka mata. Melihat Anggun yang tampak sudah segar dan baru saja duduk di depan meja rias. Ia masih mengumpulkan kesadaran dan tidak bergerak karena kedua kaki Putra melintang di dadanya.Tidak hanya itu, Wahyu bahkan beberapa kali merasakan tendangan dari kaki mungil itu ketika tidur tadi malam. Putranya itu, ternyata tidak bisa tidur dengan anteng dan terus bergerak ke mana-mana.Jadi, bagaimana bisa Wahyu tidur nyenyak tadi malam, jika wajah, dada, perut, dan bagian tubuh lain kerap mendapatkan tendangan dengan tiba-tiba.“Apa dia selalu mutar-mutar begini kalau tidur?” tanya Wahyu dengan suara berat.“Sudah ngerasain tendangan Putra belum.” Anggun terkekeh sembari memakai pelembabnya. “Pasti sudah, kan?”Wahyu ikut terkekeh. Menyingkirkan kedua kaki mungil itu dengan perlahan, lalu meregangkan tubuh dan menatap langit-langit kamar Anggun.“Har

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 164

    “Mas! Kamu itu nggak ada kerjaan apa?” desis Anggun melotot pada Wahyu yang selalu mengekorinya sejak tadi.“Nggak ada,” jawab Wahyu cuek dan terus berada di sisi Anggun yang sedang membuka lemari pendingin.Ia memang sengaja mengikuti sang istri sejak tadi, karena masih saja kesal dengan ulah Anggun yang menutup pintu pintu kamar dan mengunci Wahyu dari dalam.“Apa kamu lupa kalau aku lagi cuti, jadi memang nggak ada kerjaan,” lanjut Wahyu menambahkan. “Maunya ngerjain kamu. Apalagi Putra lagi sama oma opanya. Sepertinya, mereka memang ngasih kita waktu buat berdua.”Setelah meletakkan kantung ASI-nya di freezer dan menutup pintunya, Anggun bersedekap. “Apa kamu lupa, aku juga lagi ‘cuti’?” ucap Anggun mengingatkan perkataannya siang tadi. “Jadi—”“Banyak jalan menuju Roma,” putus Wahyu tetap tenang. “Di mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan. Setiap ada masalah, pasti ada solusinya. Masa’ yang begitu aja nggak tahu. Apa perlu aku ajari? Kalau perlu bilang, karena aku bisa jadi gu

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 163

    Sah.Akhirnya, penantian Wahyu selama ini berbuah manis. Setelah melewati berbagai rintangan terutama ketidakpastian, akhirnya hari ini datang juga. Hari dimana ia mengucapkan ikrar suci pernikahan, dengan wanita yang selama ini telah menjadi ratu di hatinya.“Sekarang, manggilnya juga harus mama sama papa,” ucap Desty ketika mereka sudah berada di parkiran Lembaga Pemasyarakatan. “Nggak usah sungkan. Kalau Wahyu macam-macam, kamu tinggal adukan sama Mama.”“Makasih, Ma.” Anggun mengangguk. Merasa sedikit aneh, karena panggilannya pada Desty harus berubah.“Sekali lagi selamat, ya,” ujar Darwin menepuk bahu Anggun dua kali. “Semoga Wahyu nggak bikin ulah lagi. Dan tolong sabar ngadapin dia yang suka seenaknya. Tapi kalau dia sampai kelewatan, langsung telpon Papa.”“Iya, Pa.” Anggun kembali mengangguk. “Makasih juga.”“Kami balik duluan, ya,” pamit Desty sembari memeluk Anggun dengan singkat, pun dengan Wahyu. “Jaga Anggun dan nggak usah lagi macam-macam.”“Memangnya kapan aku pernah

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 162

    “Mau apa kamu ke sini?” Regan hanya bisa diam di kursi roda. Menatap mantan menantu yang tiba-tiba datang menjenguknya di penjara. “Kita sudah nggak punya urusan lagi.”Wahyu bersandar pada kursi besi lalu menyilang kaki. Mereka tidak bertemu di tempat para pengunjung biasa bertemu, karena itu ia bisa dengan bebas menatap dan menelisik penampilan Regan yang sangat jauh berbeda.Tubuh Regan tampak semakin kurus dengan cekungan mata hitam yang semakin membuat raganya terlihat renta. Rambut putih yang sudah menghiasi kepala, semakin menegaskan tanda-tanda penuaan yang tidak lagi bisa disembunyikan.Semua sudah berubah. Tidak ada lagi Regan yang selalu tampil rapi dan bugar di setiap kesempatan. Semua telah musnah, termakan usia dan karma yang didapat di dalam penjara.“Aku mau menikah dengan Anggun,” jawab Wahyu tidak mau berputar-putar. “Dan aku butuh pak Regan untuk jadi walinya,” ucapnya berusaha menjaga kesopanan di depan Regan.Regan menghela pelan dan memejam sejenak. “Apa kamu ngg

  • Bittersweet Revenge   BR~161

    “Lamaran apa ini!” Anggun melihat cincin yang tersemat di jari manisnya dengan mencebik. Mengingat kembali, momen tidak terduga yang terjadi sore tadi. Yakni ketika Wahyu melamarnya di sela-sela ulang tahun Putra yang terjeda. “Ck! Ada orang ngelamar mode maksa begitu.”“Ada,” jawab Wahyu santai, sekaligus lega karena sudah menyematkan sebuah cincin di jari wanita itu.Mungkin caranya tidak biasa dan jauh dari kata romantis. Namun, hal itu akan menjadi momen yang tidak akan terlupakan dalam perjalanan mereka di masa depan nanti.“Ah!” Anggun masih saja kesal karena lamaran Wahyu sungguh berada di luar ekspektasinya. Meskipun begitu, ia tetap menerima lamaran tersebut karena tidak bisa memungkiri rasa nyaman yang ada ketika berada bersama Wahyu.Entah apa itu cinta dan bagaimana cara menjelaskannya. Yang Anggun tahu hanyalah, ada perasaan hangat yang tidak biasa jika pria itu ada bersamanya. Terlebih ketika melihat interaksi Wahyu dengan Putra. Semua itu mampu meruntuhkan kebekuan yang

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 160

    Sebenarnya, sejak kepindahannya ke Bali, Anggun sudah dua kali pergi ke Jakarta bersama Syifa dan Budiman. Mereka bergantian mengunjungi makam Sabda, lalu kembali lagi ke Bali.Namun, kali ini berbeda. Seluruh keluarga besar pergi ke Jakarta karena Budiman dan Darwin akan menghadiri rapat pemegang saham di Warta. Satu-satunya perusahaan keluarga yang tersisa dan Budiman masih menjadi pemegang saham mayoritas di sana.“Harusnya Ken juga disuruh ke Jakarta,” ujar Anggun sembari menempelkan balon-balon yang sudah diberi double-tape ke dinding. Ia sedang membuat dekorasi sederhana, di salah satu dinding ruang keluarga untuk merayakan hari ulang tahun Putra yang pertama.“Dia lagi sibuk ngurusin resor,” ucap Wahyu yang hanya berbaring di karpet menemani Putra bermain dengan balon-balon kecil yang baru ditiupnya. “Memangnya kenapa Ken disuruh ke Jakarta juga?” tanya Desty yang juga ikut sibuk menempel bendera kertas berbentuk segitiga warna warni di dinding.“Anggun dari dulu mau jodohin

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 159

    “Masih panas?” tanya Wahyu ketika Anggun baru saja membuka pintu kamar. Belum sempat Anggun menjawab, ia langsung merangsek masuk dan mendapati Putra masih terlelap di tempat tidur. “Rewel nggak?”“Nggak terlalu.” Anggun berbalik dan berjalan lesu menuju tempat tidurnya. “Titip bentar, ya, Mas. Aku mau mandi.”“Mandilah dulu.” Melihat Putra masih anteng di tempatnya, Wahyu mematikan pendingin ruangan dan beralih menuju jendela. Menarik tirainya, lalu membuka daun jendela lebar-lebar. Membiarkan udara pagi nan segar masuk ke dalam kamar.Sembari menunggu Anggun, Wahyu duduk bersandar pada bingkai jendela, menekuk satu kakinya. Menikmati embusan udara pagi dengan senyum lebar yang tersemat bahagia. Hati Anggun yang selama ini membatu, akhirnya menunjukkan retakan-retakan kecil yang memberi harapan. Wahyu tahu, semua itu bukanlah proses yang mudah. Namun, ini adalah sebuah langkah kecil yang membawa mereka lebih dekat pada kebahagiaan yang baru.“Udah gila, Mas?” tanya Anggun sembari kel

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 158

    “Mama, bisa bicara sebentar,” pinta Anggun mendatangi Syifa yang berada di kamar, ketika keluarga Sadhana sudah kembali ke rumahnya. Hanya Wahyu yang menetap dan akan menginap, karena ingin memantau perkembangan Putra.“Masuk sini,” ucap Syifa pada Anggun yang berdiri di bibir pintu. Ia tahu, Anggun pasti sedang mengalami kegundahan, akibat pertemuan keluarga yang terjadi beberapa waktu lalu. “Putra sama Wahyu?”“Iya.” Anggun mengangguk sembari melangkah masuk. Ia duduk pada sofa panjang yang baru ditunjuk Syifa. Sementara, wanita itu sedang duduk di depan meja rias dan melakukan ritual malamnya sebelum tidur. “Mereka di kamar.”“Sebentar, ya.” Syifa buru-buru meratakan pelembab di wajahnya dengan gerakan cepat, lalu beranjak menghampiri Anggun. Setelah duduk di samping sang menantu, barulah Syifa mempersilakan Anggun bicara lebih dulu dengan lembut. “Silakan, kamu pasti mau bicara masalah pertemuan tadi, kan?”Lagi-lagi Anggun mengangguk. Tanpa mau membuang waktu, ia lantas mengeluar

DMCA.com Protection Status