Share

BR ~ 121

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
“A-Anggun.” Dengan mengumpulkan keberaniannya, Elsa menghampiri Syifa dan Desty yang baru memasuki lobi pengadilan. Jika bukan karena penasaran dengan Anggun, Elsa pasti masih memilih menjauh karena sangat merasa bersalah akibat ulah suaminya. “Kamu ... hamil?”

“Tujuh bulan,” jawab Desty masih bisa memberi senyum pada Elsa. Bagaimanapun juga, wanita itu pernah menjadi teman sekaligus besan yang baik bagi Desty.

Sebenarnya, selama ini Regan pun selalu bersikap baik di depan semua orang. Namun, tidak ada yang pernah menduga jika pria itu menyimpan sisi gelapnya rapat-rapat demi bisa mendapatkan banyak hal.

“April nggak ikut?” tanya Desty melirik pada Syifa yang hanya menatap datar.

Ia memaklumi sikap iparnya itu, karena Sabda tidak lagi ada di dunia karena ulah suami Elsa. Jadi, wajar jika Syifa memendam luka dan belum bisa bersikap ramah seperti dahulu kala.

“April lagi bicara sama papanya,” jawab Elsa masih memperhatikan Anggun. “Sehat, Nggun?”

“Sehat, Tante.” Anggun mengangguk dan men
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (23)
goodnovel comment avatar
Siti Juli
ikuti alurnya mba beb aja deh. no komen
goodnovel comment avatar
Ninda Nur Farida
mudah2an april berhenti dan menemukan kebahagian baru.. dan wahyu aihhh.. mudah²an pas pak budiman keluar semua bisa lebih relax, mama syifa bisa legowo.. bahagia buat semua
goodnovel comment avatar
purie ekao
ga sabar pengen liat wahyu sama anggun bersama.......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 122

    “Ke mana Anggun?” tanya Wahyu langsung pergi menuju dapur ketika datang ke kediaman Wisesa.Syifa menoleh sebentar pada Wahyu yang berdiri di sudut kitchen island. “Lagi jalan-jalan di samping sama mamamu.”Wahyu mendesah pelan. “Aku disuruh datang pagi-pagi, tapi dia masih—”“Sstt!” Syifa berbalik setelah melepas celemeknya. Meletakkan pada gantungan yang ada di samping lemari pendingin, lalu menghampiri Wahyu. “Jadwalnya bumil, kalau pagi itu harus jalan-jalan dulu. Oia, sarapan dulu sebelum pergi.” Syifa menoleh pada asisten rumah tangganya yang masih berada di depan kompor. “Bik, nanti tolong buatin kopi buat Wahyu, ya. Langsung taroh di meja makan.”“Baik, Bu.”Syifa lantas menarik Wahyu menuju teras dapur. “Tolong pastikan betul-betul keamanan Anggun waktu ketemu dengan Regan,” pinta Syifa masih saja khawatir. “Tante sebenarnya nggak setuju dia mau ketemu Regan, tapi, karena ada alasan personal dan Anggun bilang ini juga untuk yang terakhir kalinya, makanya Tante izinin. Tante t

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 123

    “Ini ... pengharum ruangan.” Wahyu protes dengan kedua mata yang melebar. Menatap satu buah pengharum ruangan yang berbentuk standing pouch, yang sudah berada di tangannya. “Anggun—”“Enak itu, Mas.” Setelah menyerahkan satu buah pengharum ruangan di tangan Wahyu, Anggun segera bergeser menuju etalase khusus perlengkapan bayi. “Aroma teh yang lagi viral. Tadinya mau cari kopi, tapi nggak ada.”Wahyu menarik napas panjang. Menahanya sejenak, lalu kembali mengikuti Anggun. Ia tidak akan membiarkan wanita itu berjalan seorang diri, meskipun di tempat umum seperti sekarang.“Anggun, pengharum mobilku—”“Mas, cobain ini.” Anggun menyodorkan botol parfum yang tutupnya sudah dibuka ke arah Wahyu, tepat di depan wajah pria itu. “Ini seger! Seperti strawberry, coba cium.”“Ini.” Wahyu mengambil alih botol parfum tersebut dari tangan Anggun lalu melihat kemasan dan membacanya. “Anggun ini untuk bayi. Aku—”“Yang ini juga enak.” Anggun kembali menyodorkan botol parfum lainnya ke wajah Wahyu. “Se

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 124

    Desahan lega langsung berembus dari mulut Wahyu, ketika melihat Anggun telah siuman. Beruntung ada tenaga medis yang sigap dan segera memberi pertolongan pertama ketika Anggun mendadak pingsan, sehingga hal tersebut tidak berlangsung lama.“Kami baru mau bawa kamu ke rumah sakit pake ambulans,” ujar Wahyu sembari menyentuh dahi Anggun, untuk merasakan suhu tubuh wanita itu. “Tekanan darahmu rendah, jadi—”“Aku nggak papa,” sela Anggun dengan suara serak dan berbaring miring menatap Wahyu. “Kita masih di Lapas?”“Masih.” Wahyu segera berdiri. “Aku panggilkan—”“Mas.” Anggun mencekal pergelangan tangan Wahyu, lalu berusaha bangkit perlahan. “Aku nggak papa, kita pulang aja.”Wahyu buru-buru membantu Anggun untuk bangkit. Masih khawatir, jika terjadi sesuatu pada kandungannya. “Kita harus ke rumah sakit dulu, periksa—”“Pulang aja, aku nggak papa,” sela Anggun mengulang ucapannya. Dengan masih berpegangan pada Wahyu, ia turun dari ranjang lalu memakai flat shoes. “Tasku—”“Anggun, kita m

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 125

    Syifa tersenyum lembut ketika melihat Budiman berjalan pelan menghampiri, lalu duduk pada kursi yang berseberangan dengannya. Suaminya itu memang tampak agak kurusan dan tidak terlalu merawat penampilannya selama berada di penjara. Namun, Syifa bersyukur karena Budiman masih diberi kesehatan dan tetap memiliki semangat dalam hidupnya.“Dua minggu lagi aku keluar,” ucap Budiman tidak sabar. Kedua tangannya terulur melewati jeruji besi dan langsung disambut hangat oleh sang istri. “Sabar, ya.”Syifa masih saja tersenyum, kemudian mengangguk. “Wahyu ... mau pergi.”“Wahyu mau pergi?” ulang Budiman tidak mengerti.“Tolong jangan bilang ke Darwin dulu,” jawab Syifa mengangguk, lalu menceritakan obrolan antara Desty dan Wahyu yang sempat didengarnya di dapur.Tidak hanya itu, Syifa juga menceritakan perbincangan singkatnya dengan Desty, pada Budiman tempo hari. Di mana sedikit ketegangan sempat menengahi pembicaraan mereka dan membuat Syifa banyak berpikir.“Aku nggak pernah bermaksud menem

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 126

    Tatapan Desty bertemu dengan Syifa yang baru keluar dari kamarnya. Ia berada di belakang Darwin, yang sedang menyeret satu buah koper besar yang berisi pakaian mereka berdua.Setelah pembicaraan yang sedikit panas di meja makan tadi malam, mereka semua segera pergi ke kamar masing-masing. Tidak ada lagi obrolan hangat, mengingat ada ego yang masih dipertahankan.“Mas Bud di mana, Mbak?” tanya Darwin pada Syifa yang menghampirinya. “Di kamar atau di bawah?”“Di bawah sama Anggun. Main catur di samping,” ujar Syifa lalu berhenti di hadapan sepasang suami istri tersebut. “Hati-hati di jalan. Save flight,” sambung Syifa lalu menghabiskan jarak dengan Desty dan memeluknya. Mungkin akan terasa sedikit canggung, tetapi Syifa tidak ingin melepas kepergian keluarganya dengan situasi yang masih berjarak. “Kabari kalau sudah sampai Raja Ampat.”“Makasih, Mbak.” Desty membalas pelukan tersebut, meski masih ada sedikit kesal. “Kalau mau pergi juga, nanti biar kami yang jagain Anggun.”Sembari ters

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 127

    “Ma, di luar ada mobil boks yang bawa perlengkapan bayi.” Setelah pergi ke depan untuk memastikan, Anggun segera mendatangi Syifa yang sedang berada di dapur.“Mobil boks bawa perlengkapan bayi?” Syifa mengulang ucapan Anggun, lalu berbalik setelah mengeluarkan ayam panggang dari oven. “Nggak salah alamat? Mungkin buat tetangga atau blok sebelah.”“Alamatnya benar, ke sini dan buat aku,” ucap Anggun masih berdiri di sisi kitchen island yang berseberangan dengan Syifa. “Padahal kita baru besok mau pergi beli, kan? Jadi, nggak mungkin papa.”“Sudah tanya siapa pengirimnya?”“Pengirimnya sama penerimanya namaku, Ma.”Syifa menarik napas panjang. Terbersit sebuah nama di kepala, tetapi Syifa harus memastikannya terlebih dahulu.Karena itu, Syifa mengambil ponselnya yang tergeletak di kitchen island lalu menelepon seseorang di depan Anggun.“Halo, Yu, apa kamu yang kirim perlengkapan bayi ke rumah?” Syifa meninggalkan ayam panggangnya, lalu pergi beranjak keluar untuk melihat barang-barang

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 128

    “Pas waktunya!” Wahyu memasuki ruang makan, ketika Syifa baru duduk di kursinya. “Aku datang pas makan malam.”Senyum yang sejak tadi disematkan Anggun tiba-tiba memudar. Perasaannya mendadak kesal, ketika melihat Wahyu muncul di kediaman Wisesa. Apalagi, pria itu sekonyong-konyong duduk di samping Budiman, lalu memberi senyum pada Anggun tanpa ada rasa bersalah sama sekali.Selera makannya mendadak hilang dan perutnya pun mual seketika. Ada perasaan yang bercampur aduk tidak jelas, sehingga membuatnya segera beranjak dari ruang makan menuju dapur. Berjalan cepat menuju wastafel, lalu memuntahkan isi perutnya di sana.“Anggun.” Syifa bergegas menyusul. Segera memijat tengkuk menantunya yang sedang tertunduk di wastafel. “Nggak enak badan?” tanyanya khawatir. “Tisu, tolong tisu.” Syifa menunjuk tisu di tengah kitchen island saat menatap Wahyu.“Kenapa mendadak muntah-muntah?” tanya Budiman ikut khawatir sembari menghampiri Anggun dan menerima tisu dari Wahyu. “Bik, tolong air hangat,”

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 129

    Sambil berdecak, Wahyu kembali ke mobilnya setelah makan malam. Mengambil parfum dengan aroma bubble gum yang masih tersimpan di mobilnya, lalu membawanya ke dalam rumah.Sambil berjalan masuk, ia menyemprotkan parfum tersebut ke bagian leher, pergelangan tangan, pun dengan kemeja hitam yang dikenakannya. Sampai detik ini, Wahyu masih merasa jika Anggun hanya mengerjainya saja.“Anggun nunggu di samping,” ujar Syifa berusaha bersikap seperti biasanya di depan Wahyu. “Jangan lama-lama, karena bumil harus istirahat,” pintanya sembari menutup hidung dengan telunjuknya. Menahan tawa, karena aroma parfum yang terpaksa digunakan oleh Wahyu.Wahyu menggeleng ketika melihat ekspresi Syifa. Tidak hanya Syifa, tetapi Budiman juga memasang ekspresi yang sama sembari melihat botol parfum yang masih dipegang olehnya.“Nggak usah ditahan ketawanya.” Wahyu kembali berdecak dan segera meninggalkan om dan tantenya menuju ke teras samping. Saat melihat Anggun sudah duduk di tempat biasa yang digunakan u

Latest chapter

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 166

    “Sepertinya, kasur di kamar atas harus dibawa ke kamarmu,” ujar Wahyu setelah memberi kecupan pada bahu terbuka Anggun. Ia memeluk sang istri dari belakang, setelah melewati momen yang membuat keduanya lelah dalam kehangatan.“Hm.” Anggun menarik napas panjang. Masih menenangkan detak jantungnya yang berpacu kencang. Menunggu dengan sabar, hingga tubuhnya kembali tenang dari luapan dopamin yang baru saja menyergap.“Tapi, aku rasa kita harus cepat-cepat pindah dari sini.” Wahyu menyandarkan dagunya pada bahu Anggun dan semakin memeluk erat. “Kamar Putra ini terlalu kecil. Apalagi tempat tidurnya cuma ukuran single. Terlalu sempit.”“Hm.” Anggun kembali menggumam, masih sibuk menenangkan gejolak yang baru saja menguasai tubuhnya. Sesaat, ia menutup mata, merasakan dekapan Wahyu yang hangat dan nyaman di punggungnya.“Aku serius, tapi cuma dijawab ham hem ham hem.” Wahyu berdecak lalu menggigit pelan daun telinga Anggun dan wanita itu langsung menyikut pelan perutnya.“Mas,” desis Anggu

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 165

    “Pagi Papa Wahyu,” sapa Anggun ketika melihat pria itu membuka mata. “Gimana tidurnya? Nyenyak?” tanyanya dengan nada meledek.Wahyu hanya membuka mata. Melihat Anggun yang tampak sudah segar dan baru saja duduk di depan meja rias. Ia masih mengumpulkan kesadaran dan tidak bergerak karena kedua kaki Putra melintang di dadanya.Tidak hanya itu, Wahyu bahkan beberapa kali merasakan tendangan dari kaki mungil itu ketika tidur tadi malam. Putranya itu, ternyata tidak bisa tidur dengan anteng dan terus bergerak ke mana-mana.Jadi, bagaimana bisa Wahyu tidur nyenyak tadi malam, jika wajah, dada, perut, dan bagian tubuh lain kerap mendapatkan tendangan dengan tiba-tiba.“Apa dia selalu mutar-mutar begini kalau tidur?” tanya Wahyu dengan suara berat.“Sudah ngerasain tendangan Putra belum.” Anggun terkekeh sembari memakai pelembabnya. “Pasti sudah, kan?”Wahyu ikut terkekeh. Menyingkirkan kedua kaki mungil itu dengan perlahan, lalu meregangkan tubuh dan menatap langit-langit kamar Anggun.“Har

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 164

    “Mas! Kamu itu nggak ada kerjaan apa?” desis Anggun melotot pada Wahyu yang selalu mengekorinya sejak tadi.“Nggak ada,” jawab Wahyu cuek dan terus berada di sisi Anggun yang sedang membuka lemari pendingin.Ia memang sengaja mengikuti sang istri sejak tadi, karena masih saja kesal dengan ulah Anggun yang menutup pintu pintu kamar dan mengunci Wahyu dari dalam.“Apa kamu lupa kalau aku lagi cuti, jadi memang nggak ada kerjaan,” lanjut Wahyu menambahkan. “Maunya ngerjain kamu. Apalagi Putra lagi sama oma opanya. Sepertinya, mereka memang ngasih kita waktu buat berdua.”Setelah meletakkan kantung ASI-nya di freezer dan menutup pintunya, Anggun bersedekap. “Apa kamu lupa, aku juga lagi ‘cuti’?” ucap Anggun mengingatkan perkataannya siang tadi. “Jadi—”“Banyak jalan menuju Roma,” putus Wahyu tetap tenang. “Di mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan. Setiap ada masalah, pasti ada solusinya. Masa’ yang begitu aja nggak tahu. Apa perlu aku ajari? Kalau perlu bilang, karena aku bisa jadi gu

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 163

    Sah.Akhirnya, penantian Wahyu selama ini berbuah manis. Setelah melewati berbagai rintangan terutama ketidakpastian, akhirnya hari ini datang juga. Hari dimana ia mengucapkan ikrar suci pernikahan, dengan wanita yang selama ini telah menjadi ratu di hatinya.“Sekarang, manggilnya juga harus mama sama papa,” ucap Desty ketika mereka sudah berada di parkiran Lembaga Pemasyarakatan. “Nggak usah sungkan. Kalau Wahyu macam-macam, kamu tinggal adukan sama Mama.”“Makasih, Ma.” Anggun mengangguk. Merasa sedikit aneh, karena panggilannya pada Desty harus berubah.“Sekali lagi selamat, ya,” ujar Darwin menepuk bahu Anggun dua kali. “Semoga Wahyu nggak bikin ulah lagi. Dan tolong sabar ngadapin dia yang suka seenaknya. Tapi kalau dia sampai kelewatan, langsung telpon Papa.”“Iya, Pa.” Anggun kembali mengangguk. “Makasih juga.”“Kami balik duluan, ya,” pamit Desty sembari memeluk Anggun dengan singkat, pun dengan Wahyu. “Jaga Anggun dan nggak usah lagi macam-macam.”“Memangnya kapan aku pernah

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 162

    “Mau apa kamu ke sini?” Regan hanya bisa diam di kursi roda. Menatap mantan menantu yang tiba-tiba datang menjenguknya di penjara. “Kita sudah nggak punya urusan lagi.”Wahyu bersandar pada kursi besi lalu menyilang kaki. Mereka tidak bertemu di tempat para pengunjung biasa bertemu, karena itu ia bisa dengan bebas menatap dan menelisik penampilan Regan yang sangat jauh berbeda.Tubuh Regan tampak semakin kurus dengan cekungan mata hitam yang semakin membuat raganya terlihat renta. Rambut putih yang sudah menghiasi kepala, semakin menegaskan tanda-tanda penuaan yang tidak lagi bisa disembunyikan.Semua sudah berubah. Tidak ada lagi Regan yang selalu tampil rapi dan bugar di setiap kesempatan. Semua telah musnah, termakan usia dan karma yang didapat di dalam penjara.“Aku mau menikah dengan Anggun,” jawab Wahyu tidak mau berputar-putar. “Dan aku butuh pak Regan untuk jadi walinya,” ucapnya berusaha menjaga kesopanan di depan Regan.Regan menghela pelan dan memejam sejenak. “Apa kamu ngg

  • Bittersweet Revenge   BR~161

    “Lamaran apa ini!” Anggun melihat cincin yang tersemat di jari manisnya dengan mencebik. Mengingat kembali, momen tidak terduga yang terjadi sore tadi. Yakni ketika Wahyu melamarnya di sela-sela ulang tahun Putra yang terjeda. “Ck! Ada orang ngelamar mode maksa begitu.”“Ada,” jawab Wahyu santai, sekaligus lega karena sudah menyematkan sebuah cincin di jari wanita itu.Mungkin caranya tidak biasa dan jauh dari kata romantis. Namun, hal itu akan menjadi momen yang tidak akan terlupakan dalam perjalanan mereka di masa depan nanti.“Ah!” Anggun masih saja kesal karena lamaran Wahyu sungguh berada di luar ekspektasinya. Meskipun begitu, ia tetap menerima lamaran tersebut karena tidak bisa memungkiri rasa nyaman yang ada ketika berada bersama Wahyu.Entah apa itu cinta dan bagaimana cara menjelaskannya. Yang Anggun tahu hanyalah, ada perasaan hangat yang tidak biasa jika pria itu ada bersamanya. Terlebih ketika melihat interaksi Wahyu dengan Putra. Semua itu mampu meruntuhkan kebekuan yang

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 160

    Sebenarnya, sejak kepindahannya ke Bali, Anggun sudah dua kali pergi ke Jakarta bersama Syifa dan Budiman. Mereka bergantian mengunjungi makam Sabda, lalu kembali lagi ke Bali.Namun, kali ini berbeda. Seluruh keluarga besar pergi ke Jakarta karena Budiman dan Darwin akan menghadiri rapat pemegang saham di Warta. Satu-satunya perusahaan keluarga yang tersisa dan Budiman masih menjadi pemegang saham mayoritas di sana.“Harusnya Ken juga disuruh ke Jakarta,” ujar Anggun sembari menempelkan balon-balon yang sudah diberi double-tape ke dinding. Ia sedang membuat dekorasi sederhana, di salah satu dinding ruang keluarga untuk merayakan hari ulang tahun Putra yang pertama.“Dia lagi sibuk ngurusin resor,” ucap Wahyu yang hanya berbaring di karpet menemani Putra bermain dengan balon-balon kecil yang baru ditiupnya. “Memangnya kenapa Ken disuruh ke Jakarta juga?” tanya Desty yang juga ikut sibuk menempel bendera kertas berbentuk segitiga warna warni di dinding.“Anggun dari dulu mau jodohin

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 159

    “Masih panas?” tanya Wahyu ketika Anggun baru saja membuka pintu kamar. Belum sempat Anggun menjawab, ia langsung merangsek masuk dan mendapati Putra masih terlelap di tempat tidur. “Rewel nggak?”“Nggak terlalu.” Anggun berbalik dan berjalan lesu menuju tempat tidurnya. “Titip bentar, ya, Mas. Aku mau mandi.”“Mandilah dulu.” Melihat Putra masih anteng di tempatnya, Wahyu mematikan pendingin ruangan dan beralih menuju jendela. Menarik tirainya, lalu membuka daun jendela lebar-lebar. Membiarkan udara pagi nan segar masuk ke dalam kamar.Sembari menunggu Anggun, Wahyu duduk bersandar pada bingkai jendela, menekuk satu kakinya. Menikmati embusan udara pagi dengan senyum lebar yang tersemat bahagia. Hati Anggun yang selama ini membatu, akhirnya menunjukkan retakan-retakan kecil yang memberi harapan. Wahyu tahu, semua itu bukanlah proses yang mudah. Namun, ini adalah sebuah langkah kecil yang membawa mereka lebih dekat pada kebahagiaan yang baru.“Udah gila, Mas?” tanya Anggun sembari kel

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 158

    “Mama, bisa bicara sebentar,” pinta Anggun mendatangi Syifa yang berada di kamar, ketika keluarga Sadhana sudah kembali ke rumahnya. Hanya Wahyu yang menetap dan akan menginap, karena ingin memantau perkembangan Putra.“Masuk sini,” ucap Syifa pada Anggun yang berdiri di bibir pintu. Ia tahu, Anggun pasti sedang mengalami kegundahan, akibat pertemuan keluarga yang terjadi beberapa waktu lalu. “Putra sama Wahyu?”“Iya.” Anggun mengangguk sembari melangkah masuk. Ia duduk pada sofa panjang yang baru ditunjuk Syifa. Sementara, wanita itu sedang duduk di depan meja rias dan melakukan ritual malamnya sebelum tidur. “Mereka di kamar.”“Sebentar, ya.” Syifa buru-buru meratakan pelembab di wajahnya dengan gerakan cepat, lalu beranjak menghampiri Anggun. Setelah duduk di samping sang menantu, barulah Syifa mempersilakan Anggun bicara lebih dulu dengan lembut. “Silakan, kamu pasti mau bicara masalah pertemuan tadi, kan?”Lagi-lagi Anggun mengangguk. Tanpa mau membuang waktu, ia lantas mengeluar

DMCA.com Protection Status