Share

BR ~ 124

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2024-10-16 22:54:52

Desahan lega langsung berembus dari mulut Wahyu, ketika melihat Anggun telah siuman. Beruntung ada tenaga medis yang sigap dan segera memberi pertolongan pertama ketika Anggun mendadak pingsan, sehingga hal tersebut tidak berlangsung lama.

“Kami baru mau bawa kamu ke rumah sakit pake ambulans,” ujar Wahyu sembari menyentuh dahi Anggun, untuk merasakan suhu tubuh wanita itu. “Tekanan darahmu rendah, jadi—”

“Aku nggak papa,” sela Anggun dengan suara serak dan berbaring miring menatap Wahyu. “Kita masih di Lapas?”

“Masih.” Wahyu segera berdiri. “Aku panggilkan—”

“Mas.” Anggun mencekal pergelangan tangan Wahyu, lalu berusaha bangkit perlahan. “Aku nggak papa, kita pulang aja.”

Wahyu buru-buru membantu Anggun untuk bangkit. Masih khawatir, jika terjadi sesuatu pada kandungannya. “Kita harus ke rumah sakit dulu, periksa—”

“Pulang aja, aku nggak papa,” sela Anggun mengulang ucapannya. Dengan masih berpegangan pada Wahyu, ia turun dari ranjang lalu memakai flat shoes. “Tasku—”

“Anggun, kita m
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (41)
goodnovel comment avatar
Kurniawanty Amy
Dari awal ktemu memang hati Anggun udah terpaut pd Wahyu
goodnovel comment avatar
Mrs A
nungguin update
goodnovel comment avatar
Iwan Susy 13
blm up beb
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 125

    Syifa tersenyum lembut ketika melihat Budiman berjalan pelan menghampiri, lalu duduk pada kursi yang berseberangan dengannya. Suaminya itu memang tampak agak kurusan dan tidak terlalu merawat penampilannya selama berada di penjara. Namun, Syifa bersyukur karena Budiman masih diberi kesehatan dan tetap memiliki semangat dalam hidupnya.“Dua minggu lagi aku keluar,” ucap Budiman tidak sabar. Kedua tangannya terulur melewati jeruji besi dan langsung disambut hangat oleh sang istri. “Sabar, ya.”Syifa masih saja tersenyum, kemudian mengangguk. “Wahyu ... mau pergi.”“Wahyu mau pergi?” ulang Budiman tidak mengerti.“Tolong jangan bilang ke Darwin dulu,” jawab Syifa mengangguk, lalu menceritakan obrolan antara Desty dan Wahyu yang sempat didengarnya di dapur.Tidak hanya itu, Syifa juga menceritakan perbincangan singkatnya dengan Desty, pada Budiman tempo hari. Di mana sedikit ketegangan sempat menengahi pembicaraan mereka dan membuat Syifa banyak berpikir.“Aku nggak pernah bermaksud menem

    Last Updated : 2024-10-17
  • Bittersweet Revenge   BR ~ 126

    Tatapan Desty bertemu dengan Syifa yang baru keluar dari kamarnya. Ia berada di belakang Darwin, yang sedang menyeret satu buah koper besar yang berisi pakaian mereka berdua.Setelah pembicaraan yang sedikit panas di meja makan tadi malam, mereka semua segera pergi ke kamar masing-masing. Tidak ada lagi obrolan hangat, mengingat ada ego yang masih dipertahankan.“Mas Bud di mana, Mbak?” tanya Darwin pada Syifa yang menghampirinya. “Di kamar atau di bawah?”“Di bawah sama Anggun. Main catur di samping,” ujar Syifa lalu berhenti di hadapan sepasang suami istri tersebut. “Hati-hati di jalan. Save flight,” sambung Syifa lalu menghabiskan jarak dengan Desty dan memeluknya. Mungkin akan terasa sedikit canggung, tetapi Syifa tidak ingin melepas kepergian keluarganya dengan situasi yang masih berjarak. “Kabari kalau sudah sampai Raja Ampat.”“Makasih, Mbak.” Desty membalas pelukan tersebut, meski masih ada sedikit kesal. “Kalau mau pergi juga, nanti biar kami yang jagain Anggun.”Sembari ters

    Last Updated : 2024-10-18
  • Bittersweet Revenge   BR ~ 127

    “Ma, di luar ada mobil boks yang bawa perlengkapan bayi.” Setelah pergi ke depan untuk memastikan, Anggun segera mendatangi Syifa yang sedang berada di dapur.“Mobil boks bawa perlengkapan bayi?” Syifa mengulang ucapan Anggun, lalu berbalik setelah mengeluarkan ayam panggang dari oven. “Nggak salah alamat? Mungkin buat tetangga atau blok sebelah.”“Alamatnya benar, ke sini dan buat aku,” ucap Anggun masih berdiri di sisi kitchen island yang berseberangan dengan Syifa. “Padahal kita baru besok mau pergi beli, kan? Jadi, nggak mungkin papa.”“Sudah tanya siapa pengirimnya?”“Pengirimnya sama penerimanya namaku, Ma.”Syifa menarik napas panjang. Terbersit sebuah nama di kepala, tetapi Syifa harus memastikannya terlebih dahulu.Karena itu, Syifa mengambil ponselnya yang tergeletak di kitchen island lalu menelepon seseorang di depan Anggun.“Halo, Yu, apa kamu yang kirim perlengkapan bayi ke rumah?” Syifa meninggalkan ayam panggangnya, lalu pergi beranjak keluar untuk melihat barang-barang

    Last Updated : 2024-10-18
  • Bittersweet Revenge   BR ~ 128

    “Pas waktunya!” Wahyu memasuki ruang makan, ketika Syifa baru duduk di kursinya. “Aku datang pas makan malam.”Senyum yang sejak tadi disematkan Anggun tiba-tiba memudar. Perasaannya mendadak kesal, ketika melihat Wahyu muncul di kediaman Wisesa. Apalagi, pria itu sekonyong-konyong duduk di samping Budiman, lalu memberi senyum pada Anggun tanpa ada rasa bersalah sama sekali.Selera makannya mendadak hilang dan perutnya pun mual seketika. Ada perasaan yang bercampur aduk tidak jelas, sehingga membuatnya segera beranjak dari ruang makan menuju dapur. Berjalan cepat menuju wastafel, lalu memuntahkan isi perutnya di sana.“Anggun.” Syifa bergegas menyusul. Segera memijat tengkuk menantunya yang sedang tertunduk di wastafel. “Nggak enak badan?” tanyanya khawatir. “Tisu, tolong tisu.” Syifa menunjuk tisu di tengah kitchen island saat menatap Wahyu.“Kenapa mendadak muntah-muntah?” tanya Budiman ikut khawatir sembari menghampiri Anggun dan menerima tisu dari Wahyu. “Bik, tolong air hangat,”

    Last Updated : 2024-10-19
  • Bittersweet Revenge   BR ~ 129

    Sambil berdecak, Wahyu kembali ke mobilnya setelah makan malam. Mengambil parfum dengan aroma bubble gum yang masih tersimpan di mobilnya, lalu membawanya ke dalam rumah.Sambil berjalan masuk, ia menyemprotkan parfum tersebut ke bagian leher, pergelangan tangan, pun dengan kemeja hitam yang dikenakannya. Sampai detik ini, Wahyu masih merasa jika Anggun hanya mengerjainya saja.“Anggun nunggu di samping,” ujar Syifa berusaha bersikap seperti biasanya di depan Wahyu. “Jangan lama-lama, karena bumil harus istirahat,” pintanya sembari menutup hidung dengan telunjuknya. Menahan tawa, karena aroma parfum yang terpaksa digunakan oleh Wahyu.Wahyu menggeleng ketika melihat ekspresi Syifa. Tidak hanya Syifa, tetapi Budiman juga memasang ekspresi yang sama sembari melihat botol parfum yang masih dipegang olehnya.“Nggak usah ditahan ketawanya.” Wahyu kembali berdecak dan segera meninggalkan om dan tantenya menuju ke teras samping. Saat melihat Anggun sudah duduk di tempat biasa yang digunakan u

    Last Updated : 2024-10-19
  • Bittersweet Revenge   BR ~ 130

    “Kenapa ada di lobi dan nggak nunggu di ruanganku?” April menghempas tubuh di sofa tunggal di samping Wahyu.“Aku nggak lama.” Wahyu sedikit bergeser, agar bisa melihat April. Ia memang sengaja menunggu April di lobi, karena tidak ingin bicara terlalu lama dengan wanita itu.“Mau ngapain?” tanya April sedikit ketus. Ia masih saja tidak terima, karena Wahyu benar-benar menceraikannya. Pengorbanannya selama bertahun-tahun, ternyata tidak dianggap sama sekali oleh pria itu.“Mau pamit.”“Pamit?” Dahi April mengerut, bergeser mendekat ke arah Wahyu. “Emang kamu ke mana?”“Aku mau ke Bali.” Wahyu kemudian berdiri dan mengulurkan tangan pada April. “Mulai besok, aku pindah dan tinggal di sana karena Jakarta sudah terlalu sesak.”April mendongak setelah melihat uluran tangan Wahyu. Ia tidak berniat menyambut, karena masih memendam begitu banyak pertanyaan di dalam kepala.“Jadi, karena ini kamu ngasih kuasa sama Ken buat ngurus sahammu di Kalingga?”“Iya.” Wahyu menarik kembali tangannya, kar

    Last Updated : 2024-10-21
  • Bittersweet Revenge   BR ~ 131

    “Tante bingung mau ngasih apa lagi, karena Wahyu sudah beliin kamu semuanya.” Desty menyerahkan tiga buah paper bag pada Anggun lalu duduk di sebelah wanita itu. “Kamu juga sudah beli baju-baju bayi sama mamamu, jadi, Tante beliin buat keperluanmu setelah lahiran.”“Nggak usah repot-repot, Tan.” Anggun meletakkan satu paper bag di pangkuan dan meletakkan dua lagi di samping kakinya. Melihat ke dalamnya, lalu mengeluarkannya isinya.“Nggak repot.” Desty tersenyum lebar pada Syifa yang sedang menyirami tanaman yang ada di tepi teras samping. “Nggak kepikiran beli, kan, Mbak?”“Makasih, Tan.” Anggun terkekeh kecil dan mengeluarkan satu per satu pakaian yang ada di dalam sana.“Ada pompa ASI,” ujar Desty menunjuk salah satu paper bag yang Anggun letakkan di sampingnya. “Bra menyusui sama apronnya sekalian.”“Harusnya beli penghangat ASI, sama sterilizernya juga,” celetuk Syifa tanpa menoleh lagi pada Desty dan sibuk menyirami tanamannya. “Botol, dot, sama kantong ASI-nya sudah dibelikan

    Last Updated : 2024-10-21
  • Bittersweet Revenge   BR ~ 132

    “Sabar, ya.” Syifa kembali memberi semangat, sambil meraih tangan Anggun dan menggenggamnya erat. Menatap sang menantu yang sedang merintih, menahan rasa nyeri karena kontraksi yang datang kembali.Anggun hanya bisa mengangguk. Mengatupkan geligi dan menahan rasa nyeri yang kembali merayap di sekujur tubuh. Anggun mengerang, memejamkan mata, dan harus mengatur napas.“Kita bisa caesar kalau memang sudah nggak tahan,” ujar Syifa merasa nyeri sendiri melihat kondisi Anggun. “Kita konsul dulu, biar kamu nggak kesakitan seperti ini.”Anggun menggeleng. Menarik napas panjang lalu berujar, “nanggung ... Ma.”“Bukan masalah nanggung, tapi Mama takut kalau kamu nanti kehabisan tenaga.”Di titik ini, Syifa benar-benar takut dan tidak ingin membayangkan hal buruk apa pun. Ia sudah kehilangan Sabda dan itu sudah cukup membuatnya terpuruk. Andai tidak ada satu nyawa yang bersemayam di rahim Anggun, Syifa pasti sudah jatuh dalam kubangan depresi karena putra satu-satunya telah pergi dan takkan kem

    Last Updated : 2024-10-22

Latest chapter

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 175 (FIN)

    “Tarik napas.”“Aku tahu, aku dengeerr,” rintih Anggun di sela-sela proses persalinannya. Tatapan kesalnya ia tujukan pada Wahyu, karena suaminya selalu mengulang perintah dari dokter.Padahal, Anggun juga mendengar semua perkataan dokter, tetapi Wahyu tetap saja tidak mau menutup mulutnya. Kalau tahu begini, lebih baik Syifa saja yang menemaninya melahirkan seperti dahulu kala, karena wanita itu begitu sabar ketika menemani Anggun. Tidak seperti Wahyu yang hanya bisa memberi perintah padanya.“Sedikit lagi, Bu,” ujar sang dokter yang sejak tadi tetap sabar menghadapi pasien dan suaminya.“Sedikit lagi, Sweet—”“Dieeem kamu, Mas!” Anggun menggenggam tangan Wahyu dengan kekuatan yang cukup membuat pria itu meringis kesakitan. Dengan sengaja, ia menancapkan kuku-kukunya agar Wahyu juga merasakan nyeri yang kini dirasakan Anggun.Meskipun sakit yang dirasakan Wahyu mungkin tidak seberapa, tetapi Anggun cukup merasa senang ketika melihat pria itu meringis menatapnya. Penderitaan Wahyu saat

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 174

    “Papa ...” Putra berseru girang, berlari kecil ke arah Wahyu yang baru saja melangkah masuk ke ruang keluarga. Tanpa menunggu aba-aba, bocah kecil itu melompat ke dalam gendongan Wahyu, tangannya yang mungil menunjuk ke arah mainan barunya dengan semangat yang menggebu.“Boana banak!” Putra mengoceh tanpa jeda, menunjuk tenda bermotif Cars, dengan terowongan yang mengarah ke bak besar penuh bola.“Dibeliin eyangnya,” ujar Anggun yang hanya duduk di sofa sambil menyelonjorkan kedua kaki. Kehamilan keduanya hampir-hampir tidak ada keluhan, karena semua rasa tidak nyaman di kala kehamilan diambil alih oleh Wahyu. Dan ya, Anggun tetap mengatakan jika semua itu adalah karma yang harus diterima. “Mereka baru pulang sejam yang lalu.”“Sudah kubilang, kan, kalau kita memang harus beli rumah di sebelah.” Wahyu menurunkan Putra di dalam kubangan bola kecilnya, lalu menghampiri Anggun. Berlutut di samping sofa lalu meletakkan telinganya di perut yang sudah cukup besar itu. Saat merasakan pergerak

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 173

    “Ssshh ...” Anggun meletakkan telunjuk di bibirnya sambil menunduk. Memberi isyarat pada Putra, agar tidak membuat keributan setelah membuka pintu kamar. “Papa bobok, nggak boleh ribut.”Putra geleng-geleng, sambil menirukan sikap Anggun. Ikut meletakkan telunjuk kecilnya di bibir. “Papa bobok.”“Iya,” ucap Anggun lalu membuka pintu dengan perlahan dan membiarkan Putra masuk lebih dulu. Hanya lampu tidur yang menyala di dalam sana, memancarkan cahaya redup yang membuat suasana kamar terasa tenang dan hangat.Namun, perintah Anggun ternyata tidak berjalan sesuai rencana. Putra memang tidak mengeluarkan sepatah kata dari mulutnya, tetapi balita itu justru berlari menuju tempat tidur dan berbaring di samping Wahyu. Memeluk sang papa.“Mas, ayo bobok di kasur bawah sama Mama,” ujar Anggun dengan suara yang sangat pelan. “Papa—”“Nggak papa,” sela Wahyu tanpa membuka mata dan membalas pelukan Putra. “Dia mau tidur sama papanya. Lagian baunya Putra enak, bau minyak telon.”Anggun tertawa de

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 172

    Wahyu memeluk Anggun begitu erat. Tangannya masih menggenggam tespek yang baru saja ditunjukkan oleh sang istri. Menatap dua garis merah yang muncul di sana, walaupun salah satunya masih tampak samar.“Sepertinya rumah sebelah bakal aku beli.” Wahyu tersenyum lebar. “Kita jebol temboknya supaya makin luas dan bisa dipake anak-anak main.”Anggun memutar bola matanya. “Mas, Putra masih kecil dan—”“Sebentar lagi dia punya adek,” sela Wahyu sembari mengurai pelukannya dan mengangkup kedua bahu Anggun. Tangan kanannya masih memegang sebuah tespek, seolah tidak ingin melepas benda itu dari genggaman. “Gimana kalau oma sama eyangnya mau nginap di sini? Rumahnya jadi kurang luas.”“Papa!” Putra mulai menarik-narik jemari Wahyu dengan tidak sabar. “Ayok, ayok”“Mas—”“Nggak papa.” Wahyu kembali menyela, lalu menunduk dan menggendong Putra. “Nanti aku langsung hubungi pak Johan biar urusan cepat.”“Dengerin aku dulu.” Nada bicara Anggun mulai meninggi. Ia kesal karena Wahyu selalu memutus ucap

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 171

    Pagi itu, tawa kecil dan suara decitan sandal karet Putra yang berbunyi khas, terdengar sejak tadi dari area depan rumah. Bocah yang sebentar lagi berusia dua tahun itu sedang menyibukkan diri dengan bermain bola bersama Wahyu, sembari menunggu Desty yang akan menjemput.“Yayaaa ...” Putra segera bangkit ketika melihat Desty memasuki pagar. Berlari kecil menghampiri, tetapi tubuhnya langsung ditangkap oleh Darwin dan membawa ke dalam gendongannya.“Sudah siap?” tanya Darwin pada Putra.“Iaap!” jawab Putra bersemangat.“Dia sudah nunggu dari tadi,” ujar Anggun menghampiri sambil membawa tas ransel kecil milik Putra. “Kacamata sama topi kesayangannya ada di dalam,” ucapnya sambil menyerahkan tas kecil tersebut pada sang mama mertua.Desty terkekeh saat membuka tas ransel Putra dan melihat topi merah dengan tiga tanduk kuning yang warnanya sudah memudar. Topi yang akan selalu dipakai Putra, ketika berpergian ke mana pun.Desty kemudian mengeluarkan topi tersebut, beserta kacamata berwarn

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 170

    “Ayo, Ma,” ajak Wahyu dengan senyuman penuh semangat.Anggun hanya menggeleng pelan sambil memegang gelas susunya. “Aku nggak ikut. Capek.” jawabnya tegas. Menolak ajakan Wahyu bersepeda pagi di hari libur, seperti yang biasa pria itu.Anggun hanya ingin menikmati harinya dengan bersantai, karena Putra biasanya akan pergi berkeliling bersama Wahyu dengan sepedenya. Putra akan duduk di depan dengan helm kecilnya, lengkap dengan kacamata mungil yang membuat balita itu semakin menggemaskan.“Me time, aku mau rebahan aja di rumah,”“Oke.” Wahyu menatap Putra yang berada di gendongannya sambil tersenyum. “Nanti kita ke pantai dan main bola sama tante-tante bule di sana!”“Ohhh ... jadi itu kegiatan kalian berdua kalau jalan-jalan pagi?” Anggun meletakkan gelas susunya dengan perlahan. Namun, tatapannya tertuju tajam pada Wahyu. Kemudian, ia menunjuk ke arah tanah kosong yang berada di sebelah dapur. Tepatnya berada setelah kolam renang. “Kalau mau main bola, main bola di sana.”“No,” ucap W

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 169

    “Aku deja vu,” ujar Anggun setelah berpamitan pada tamu yang menghampirinya. “Jadi ingat nikahanmu sama April waktu itu.” Anggun menatap Wahyu yang berjalan di sebelahnya. “Konsepnya sama, kan?”Wahyu memaksakan senyumnya ketika menatap Anggun. “Dari dulu, kamu itu memang suka cari gara-gara.” Sebenarnya, hanya konsep pernikahannya yang sama. Selain itu, menurut Wahyu semuanya jelas berbeda. Dari dekorasi, gaun, suasana, bahkan perasaan yang menyelubungi hatinya saat ini juga jauh berbeda. Pernikahan sebelumnya terasa seperti formalitas dan prosesi yang dijalaninya terasa tanpa makna. Namun, kali ini, setiap detail memancarkan kehangatan dan memiliki arti yang mendalam.“Aku bicara fakta.” Anggun kembali tersenyum saat tatapannya bertemu dengan seorang tamu.“Nggak usah merusak suasana,” kata Wahyu berbisik tepat di telinga Anggun. “Nikmati aja yang ada sekarang dan nggak usah bahas masa lalu.”“Aku tahu.”“Aku tahu, tapi masih aja dibahas,” sindir Wahyu.“Kamu mau kita ribut?”“Ngg

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 168

    “Kenapa harus pindah?” Syifa menekuk wajah ketika Wahyu menyampaikan maksudnya. Sudah terbiasa tinggal bersama Anggun dan Putra, membuatnya berat untuk melepas kedua orang itu.Syifa bukannya tidak paham dengan keputusan yang disampaikan Wahyu. Namun, ia pasti akan merasa sangat kehilangan jika Anggun dan Putra benar-benar pindah dari kediaman Wisesa.“Ma, rumahnya dekat,” ujar Wahyu harus memberi pemahaman. “Jalan kaki cuma 10 menit. Cuma nyebrang jalan ke kompleks depan. Kalau mau naik motor lebih cepat lagi.”“Kamu setuju, Nggun?” tanya Syifa beralih pada Anggun.“A—”“Anggun setuju, Ma.” Wahyu segera menyerobot, karena melihat sang istri masih ragu untuk pindah rumah. “Tadi sudah cocok juga dengan rumahnya karena ada kolam renang. Jadi, Putra bisa sekalian belajar berenang juga.”“Mama tanya Anggun.” Syifa memutar bola matanya. Kalau sudah ada maunya, Wahyu memang sering bersikap seperti itu.“Cuma 10 menit dari sini, Ma,” sambar Budiman sudah paham dengan keinginan Wahyu. Mereka

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 167

    “Aku punya tiga pilihan.” Wahyu menyerahkan sebuah brosur yang sudah diterima dari Farhat pada Anggun. “Resepsi di ruang tertutup, terbuka dengan view pantai, atau terbuka dengan view alam. Kamu yang pilih karena buatku di semua sama aja.”“Aku terserah aja,” ujar Anggun sembari membuka brosur yang baru diterimanya. “Lihat undangannya dulu, ada berapa orang terus disesuaikan aja tempatnya.”“25 orang.”“Katanya 50?”“Kalau 25 orang datang bawa pasangan, jumlahnya jadi 50.”“Iya, sih.” Anggun jadi merasa bodoh sendiri karena tidak memikirkan hal tersebut. “Jangan di pantai deh, aku nggak mau Putra masuk angin karena acaranya biasanya sore jelang malam gitu, kan? Jadi, view pantai dicoret dari list.”“View alam juga nggak jauh beda.” Wahyu dengan sigap menangkap Putra yang melepas baby walker dan berjalan ke arahnya. “Anginnya lumayan.”“Kalau gitu indoor aja.” Karena sudah memutuskan, Anggun meletakkan brosurnya di lantai begitu saja.“Kenapa kamu nggak tidur-tidur hem?” Wahyu merebahk

DMCA.com Protection Status