Marcel meloloskan umpatan kasar di kala dia melihat seorang wanita tersungkur di tanah. Ini bukanlah salahnya. Dia sama sekali tidak bersalah. Posisinya dia berada di jalur yang benar dan wanita asing itu menyebrang sembarangan tanpa melihat rambu lalu lintas dengan baik.Marcel malas harus mengurus masalah batu-batu kecil seperti ini. Dia ingin bersikap acuh tak peduli, namun dia tidak bisa melakukan itu. Dia akan dibilang tetap tidak bertanggung jawab, meskipun itu bukanlah kesalahannya. Dengan terpaksa, Marcel turun dari mobil dan menghampiri wanita yang tersungkur di tanah. Pria itu melihat lutut wanita itu terluka sampai mengeluarkan darah. Meski wanita itu ceroboh, tapi hati kecil Marcel sedikit iba. “Are you oke?” Marcel menundukan tubuhnya, ingin membantu wanita itu.“Yes, I’m okay. Sorry, aku menyeberang sembarangan. Aku terburu—” Wanita itu menyibak rambutnya ke punggungnya, karena rambut panjangnya itu menutupi paras cantiknya. Namun, ketika dia mengalihkan pandangannya—
Joice berhasil menidurkan Janita yang tadi sempat mengamuk tak bisa berhenti. Tak mudah perjuangan Joice membuat Janita untuk diam. Berbagai cara dia lakukan mulai dari menggendong sambil jalan-jalan, lalu menyusui, mengajak bicara putrinya, dan terakhir cara yang Joice lakukan adalah menunjukkan foto Marcel.Ya, ini memang sudah gila. Cara jitu Joice membuat Janita berhenti menangis adalah mengajak bicara sambil menunjukkan foto Marcel pada Janita. Cara yang sebenarnya tak logis tapi sangat ampuh membuat Janita diam tak lagi rewel.Janita masih bayi, namun bayi perempuan cantik itu sudah mengerti siapa ayah kandungnya. Tentu itu membuat hati Joice sangatlah tersentuh, namun itu juga yang membuat Joice kesal luar biasa pada Marcel.Sampai detik ini, Marcel belum juga muncul. Entah, Joice tak tahu ke mana pria itu. Yang pasti kali ini Joice benar-benar sangat marah. Jika Marcel muncul, Joice berjanji akan mengusir pria itu. Joice mengatur napasnya ketika membayangkan wajah Marcel. Dia
“Jadi Joice menghubungimu?”Pertanyaan terucap di bibir Marcel ketika dia melakukan panggilan telepon pada asistennya. Dia ingin tahu alasan kuat kenapa Joice sampai marah padanya. Dia menduga kalau Joice pasti menghubungi Hendy—dan ternyata apa yang menjadi dugaannya benar.“Iya, Tuan. Nyonya Joice menghubungi saya mencari Anda. Saya mengatakan pada beliau kalau saya sedang tidak bersama dengan Anda. Saya juga bilang kalau meeting Anda ditunda. Tapi saya tidak memberi tahu Nyonya Joice kalau Anda baru saja menabrak seorang wanita. Saya takut kalau saya salah bicara, Tuan.” Hendy menjelaskan dengan sopan dari seberang sana. Marcel tersenyum samar. Pantas saja kalau Joice berpikiran macam-macam. Hendy mengatakan pada Joice kalau meeting-nya ditunda. Otomatis yang Marcel pikirkan adalah Joice berpikran aneh-aneh karena cemburu.“Alright, nanti aku akan menjelaskan sendiri pada Joice. Thanks, Hendy.”“Dengan senang hati, Tuan.” Panggilan tertutup. Marcel menurunkan ponselnya dari teli
Ancaman yang lolos di bibir Marcel seketika itu juga membuat tubuh Joice membeku. Pancaran manik mata abu-abunya menunjukan rasa takut. Gelenyar kekhawatiran menelusup ke dalam diri seolah menusuk hingga ke tulang.Joice sangat mengenal sifat Marcel. Pria itu tak pernah main-main dengan apa yang telah diucapkan olehnya. Joice harus waspada! Salah bertindak, maka kesialan akan menimpanya lagi.Sejenak, Joice mengatur napasnya agar tetap bisa setenang mungkin. Wanita itu tak mau sampai kembali terjebak di lubang yang sama. Joice bukanlah orang bodoh, tapi sialnya cinta yang dia miliki kerap membuat kebodohan dalam otaknya muncul. “Aku mencintaimu, Joice. Kau sangat tahu itu.” Kalimat terucap di bibir Marcel, ketika pria itu melihat sekarang Joice sudah jauh lebih tenang.Joice menyeka air matanya, menatap dingin dan tajam Marcel. “Jangan mengatakan omong kosong padaku! Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah percaya dengan ucapanmu.”Bagi Joice, kata-kata cinta yang terucap di bibir Ma
“Joice ada di mana?” Hana yang baru saja tiba di mansion Joice, langsung menanyakan keberadaan Joice pada sang pelayan. Biasanya, Hana memang tinggal di mansion ini, tapi karena ada Marcel terpaksa dia memutuskan tinggal di apartemennya sendiri. Hana tidak enak kalau tinggal di mansion Joice, jika ada Marcel di sana.Sang pelayan kikuk. “Hm, itu…” Kening Hana mengerut dalam. “Itu apa?” tanyanya tak mengerti.Sang pelayan menggaruk tengkuk lehernya tidak gatal. “N-Nyonya Joice berada di kamar bersama Tuan Marcel, Nona.”Mata Hana melebar. “Bersama Marcel?”Sang pelayan mengangguk. “I-iya, tapi mereka akan segera ke kamar Tuan Muda Marvel dan Nona Janita. Tuan Muda Marvel menangis karena ingin minum susu secara langsung. Tidak melalui botol.”Hana menghela napas dalam. Jutaan pertanyaan muncul di dalam benaknya saat ini. Akan tetapi, Hana tidak akan mungkin bertanya detai pada sang pelayan. “Katakan pada Joice aku ke sini. Aku akan datang lagi nanti. Sepertinya kalau sekarang aku datan
“Kau mau ke mana, Joice?” Kalimat pertama yang diucapkan Marcel, ketika melihat Joice tengah bersiap-siap seakan ingin pergi ke suatu tempat. Pria itu mendekat, menginterogasi Joice.“Aku ingin bertemu Hana.” Joice memoleskan lipstick berwarna peach di bibirnya. Ya, dia memang belum memberi tahukan pada Marcel kalau dia akan bertemu dengan Hana. “Aku sudah memompa ASI-ku. Marvel dan Janita memiliki stock susu yang banyak. Aku tidak akan lama. Aku meninggalkan Marvel dan Janita hanya sebentar saja.” Lanjutnya memberi tahu.Marcel semakin mendekat ke arah Joice. “Jika kau ingin bertemu dengan Hana, kenapa tidak Hana datang ke sini saja? Marvel dan Janita sering menangis menyusui di botol. Kau tahu kalau Marvel dan Janita sangat menempel padamu, kan?”Marcel kurang setuju Joice bertemu dengan Hana di luar rumah. Pria itu lebih memilih agar Hana datang ke rumah, karena dengan begitu Joice tetap bisa berdekatan dengan Marvel dan Janita walaupun tengah bertemu temannya. Yang Marcel paling u
Marcel melirik jam dinding—waktu menunjukkan pukul lima sore. Namun, Joice belum juga pulang. Decakan lolos di bibirnya. Joice tadi bilang padanya kalau akan pulang cepat, tapi kenapa sampai jam segini wanita itu belum juga pulang?Marcel mengambil ponselnya dan hendak menghubungi Joice, namun ketika dia hendak menghubungi Joice—tiba-tiba terlihat di layar ponselnya terpampang nomor asing menghubunginya.Kening Marcel mengerut dalam menatap nomor ponsel asing terpampang di layar ponselnya. Dia tak mengenal nomor itu, dan memutuskan untuk menolak panggilan telepon tersebut, namun nomor asing itu kembali menghubunginya.Marcel berdecak kesal karena nomor asing itu terus menghubunginya. Dia ingin kembali menolak, tapi dia khawatir kalau orang tersebut ada berita ataupun ada informasi penting. Kemungkinan buruk bisa saja terjadi kapan pun, dan di mana pun. Marcel memutuskan untuk menjawab panggilan telepon itu.“Hallo?” sapa Marcel dingin kala panggilan terhubung. “Marcel? Apa aku meng
“Tuan Marcel, di depan ada Tuan Hendy mencari Anda.” Pelayan menghampiri Marcel yang tengah menyesap wine dan berdiri di balkon. Malam hari seperti ini, dia bermaksud ingin bersantai sejenak, tapi sayang niatnya harus terkubur karena asistennya ternyata datang menemuinya.Marcel sedikit kesal. “Ck! Kenapa dia datang malam-malam seperti ini?”Pelayan itu menunduk. “Tuan, mungkin saja ada hal penting yang Tuan Hendy ingin sampaikan pada Anda.”Marcel mengembuskan napas panjang. “Apa Marvel dan Janita rewel?”Pelayan itu menggeleng sopan. “Tidak, Tuan. Tuan Muda Marvel dan Nona Janita tidak rewel sama sekali.”“Sekarang di mana, Joice? Apa dia sudah tidur?” tanya Marcel lagi yang ingin tahu apa yang dilakukan oleh Joice.“Nyonya Joice ada di kamar. Terakhir saya lihat beliau sedang membaca buku,” jawab sang pelayan lagi.Marcel terdiam sebentar. “Alright, aku akan ke depan menemui Hendy.”“Baik, Tuan.” Pelayan itu menundukkan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Marcel. Pun Marc