Sejak kehadiran Marcel ke London, harus Joice akui Marvel dan Janita tidak serewel biasanya. Jika rewel, dalam sekejap bisa tenang karena Marcel akan langsung membantu menenangkan Marvel dan Janita. Dua bayi kembar itu seolah sangat tahu bahwa ayah mereka datang.Terkadang, biasanya Marvel dan Janita sangatlah rewel. Bahkan Joice harus membutuhkan extra kerja keras demi menenangkan Marvel dan juga Janita. Akan tetapi, sekarang Joice sudah benar-benar terbantu.Tapi … itu yang membuat Joice merasa hatinya dilanda kebingungan. Di sisi lain, tentunya Joice senang karena Marvel dan Janita bisa dekat dengan ayah mereka. Namun, di sisi lainnya lagi—dia merasa tersiksa berada di dekat Marcel.Hal paling tergila adalah Marcel selalu memperilakukan Joice seolah mereka masih memiliki ikatan suami istri. Padahal seharusnya Marcel sudah menjaga jarak dengan Joice. Tapi kenapa malah pria itu menjadi tak waras?Joice hendak masuk ke dalam kamar ketika dia melihat Marvel dan Janita terlelap dan dija
Albern harus menelan kekecewaan karena kerap mendapatkan penolakan dari Joice. Telepon darinya bahkan pesan darinya belakangan ini diabaikan Joice. Berbeda dari sebelumnya. Ya, Albern mulai merasakan Joice menghindar darinya sejak di mana dirinya secara langsung melamar Joice.Akan tetapi, Albern tetap tidak akan menyerah meskipun mendapatkan penolakan dari Joice. Baginya, dia akan terus berjuang meskipun Joice masih tetap mengabaikannya.Albern memiliki keyakinan bahwa Joice cepat atau lambat akan luluh padanya. Mungkin sekarang memang Joice tidak akan langsung menerimanya. Karena bagaimanapun, Joice pasti membutuhkan waktu untuk bisa berpikir dengan baik. Yang penting adalah Albern terus berjuang untuk mendapatkan Joice.Albern tak pernah peduli dengan ancaman Marcel. Pria itu bahkan tak merasakan takut sedikit pun pada Marcel. Segala ancaman Marcel hanya masuk telinga kanan, dan keluar telinga kiri.Albern menatap layar ponselnya. Pesan terakhirnya untuk Joice masih belum dibalas.
“Wanita cantik, tidak baik memasang wajah kesal seperti itu.” Suara berat menghampiri Joice yang nampak mendumel kesal. Refleks, Joice pun mengalihkan pandangannya pada sosok pria yang menghampirinya.“Albern?” Joice cukup terkejut melihat Albern ternyata juga ada di pesta. Ya, tadi dia sama sekali tidak melihat kalau Albern ternyata Hadir di pesta. Wajar saja kalau Joice tak menyadari, karena sejak tadi Marcel terus membuntutinya, membuatnya kesulitan untuk bergerak.Albern mendekat sambil melukiskan senyuman di wajahnya. “Kau terlihat sangat cantik malam ini. Gaun yang kau pakai sangat indah,” pujinya tulus tanpa berlebihan sama sekali. Apa yang dipakai Joice malam ini, memang sangatlah cantik.Joice tersenyum sedikit canggung karena mendapatkan pujian dari Albern. “Terima kasih, Albern. Gaun ini dipilihkan ibuku. Dia memiliki selera yang bagus.”Albern mengangguk setuju. “Kau benar. Ibumu memiliki selera yang luar biasa bagus. Terbukti gaun yang dipilihnya sangat cocok dan bagus di
Joice menyusui kedua anaknya secara langsung tak menggunakan botol. Untungnya, dia melahirkan dua bayi kembar, bukan tiga bayi kembar. Kalau sampai tiga, dan mereka semua ingin menyusui secara langsung, mana mungkin hal tersebut bisa terjadi. Sungguh, Joice terkadang sampai menggeleng-gelengkan kepala pada dua anaknya yang sangatlah manja.Joice baru saja meninggalkan sebentar dua bayi kembarnya, dan ternyata dua bayi kembarnya itu sudah langsung membuat keributan. Mereka tidak ada yang mau minum ASI melalui botol.Bersyukur, Joice membawa dua bayi kembarnya ke pesta. Jika saja tidak, maka pasti dua bayi kembarnya akan mengamuk di rumah. Membayangkan itu membuat Joice sampai mengembuskan napas panjang.“Sayang, minumlah susu yang banyak agar kalian tumbuh sehat dan kuat.” Joice membelai pipi bulat Marvel dan Janita. Melihat dua bayi kembarnya menyusu dengan lahap membuat Joice sangat senang. Sebagai seorang ibu, tentunya Joice ingin anaknya tumbuh dengan sehat.Ceklek! Pintu kamar t
Asap rokok memenuhi balkon ruangan di mana Marcel berada. Aura kemarahan begitu terlihat jelas. Benaknya memikirkan perkataan Joice tadi. Yang membuat emosi Marcel terpancing adalah Joice berpikir ingin menerima lamaran pria lain, agar dirinya menjauh.Jelas saja emosi Marcel terpancing! Marcel tidak akan pernah membiarkan Joice untuk menerima lamaran dari pria lain. Dia mengakui dirinya terlalu terlambat menyadari akan perasaannya pada Joice.Jika saja waktu bisa diputar, maka pasti Marcel tidak akan pernah menyia-nyiakan Joice. Awalnya, Marcel pikir berpisah dengan Joice adalah hal yang terbaik. Dia mungkin bisa menjadi lega.Akan tetapi ternyata apa yang dipikirkan Marcel salah besar. Dia sangat tersiksa tanpa ada Joice di sisinya. Dia menyadari hidupnya hampa dan kosong tanpa ada Joice di sisinya.Napas Marcel berembus kasar seraya memejamkan mata meredamkan kemarahan yang bergejolak. Tadi dia memberikan hukuman kecil untuk Joice, bermaksud memberikan sedikit pelajaran pada Joice
“Nyonya, ada telepon dari Tuan Oliver Maxton.”Pelayan menyerahkan telepon rumah yang ada di tangannya pada Joice, tepat ketika Joice sudah berhasil membuat Marvel serta Janita tenang. Tadi dua bayi kembarnya sempat rewel. Itu yang membuat Joice sekarang berada di kamar dua anaknya.“Oliver menghubungiku?” tanya Joice memastikan sambil menerima telepon dari pelayan.Sang pelayan mengangguk. “Iya, Nyonya. Tuan Oliver Maxton menghubungi Anda.”“Baiklah, aku akan menjawab telepon Oliver dulu. Tolong kau jaga Marvel dan Janita,” jawab Joice memberikan perintah.“Baik, Nyonya,” balas sang pelayan sopan.Joice melangkah keluar meninggalkan kamar dua bayi kembarnya, dan menjawab telepon dari sepupunya itu.“Hallo, Oliver?” sapa Joice dari seberang sana.“Joice, kau di mana?” ujar Oliver bertanya dari seberang sana. “Aku di rumah, Oliver. Kenapa?”“Apa kau bersama dengan Marcel?” Pertanyaan Oliver membuat raut wajah Joice berubah. Apalagi dia sekarang melihat Marcel sudah melangkah mendekat
Marcel meloloskan umpatan kasar di kala dia melihat seorang wanita tersungkur di tanah. Ini bukanlah salahnya. Dia sama sekali tidak bersalah. Posisinya dia berada di jalur yang benar dan wanita asing itu menyebrang sembarangan tanpa melihat rambu lalu lintas dengan baik.Marcel malas harus mengurus masalah batu-batu kecil seperti ini. Dia ingin bersikap acuh tak peduli, namun dia tidak bisa melakukan itu. Dia akan dibilang tetap tidak bertanggung jawab, meskipun itu bukanlah kesalahannya. Dengan terpaksa, Marcel turun dari mobil dan menghampiri wanita yang tersungkur di tanah. Pria itu melihat lutut wanita itu terluka sampai mengeluarkan darah. Meski wanita itu ceroboh, tapi hati kecil Marcel sedikit iba. “Are you oke?” Marcel menundukan tubuhnya, ingin membantu wanita itu.“Yes, I’m okay. Sorry, aku menyeberang sembarangan. Aku terburu—” Wanita itu menyibak rambutnya ke punggungnya, karena rambut panjangnya itu menutupi paras cantiknya. Namun, ketika dia mengalihkan pandangannya—
Joice berhasil menidurkan Janita yang tadi sempat mengamuk tak bisa berhenti. Tak mudah perjuangan Joice membuat Janita untuk diam. Berbagai cara dia lakukan mulai dari menggendong sambil jalan-jalan, lalu menyusui, mengajak bicara putrinya, dan terakhir cara yang Joice lakukan adalah menunjukkan foto Marcel.Ya, ini memang sudah gila. Cara jitu Joice membuat Janita berhenti menangis adalah mengajak bicara sambil menunjukkan foto Marcel pada Janita. Cara yang sebenarnya tak logis tapi sangat ampuh membuat Janita diam tak lagi rewel.Janita masih bayi, namun bayi perempuan cantik itu sudah mengerti siapa ayah kandungnya. Tentu itu membuat hati Joice sangatlah tersentuh, namun itu juga yang membuat Joice kesal luar biasa pada Marcel.Sampai detik ini, Marcel belum juga muncul. Entah, Joice tak tahu ke mana pria itu. Yang pasti kali ini Joice benar-benar sangat marah. Jika Marcel muncul, Joice berjanji akan mengusir pria itu. Joice mengatur napasnya ketika membayangkan wajah Marcel. Dia