“Aku berhutang budi padamu, Albern.” Joice melangkah masuk ke dalam sebuah kamar hotel megah, yang dipesan oleh Albern. Dia tidak tahu harus meminta bantuan siapa lagi. Nama yang muncul di dalam benaknya adalah nama Albern. Kalau saja Albern tidak bersedia menolongnya, entah bagaimana nasibnya.Albern tersenyum samar. “Jangan katakan seperti itu. Aku senang bisa menolongmu, Joice.”Joice pun tersenyum membalas senyuman Albern. Dia melangkah masuk ke dalam hotel bersamaan dengan Albern. Hotel yang dipilih oleh Albern adalah hotel mewah. Desain menakjubkan memberikan ketenangan jiwa.Joice sangat beruntung mendapatkan pertolongan Albern, di kala dirinya merasa sudah buntu. Joice tidak mau meminta tolong pada Shawn karena dia tidak ingin menyusahkan Shawn. Bagaimanapun Shawn adalah sepupu kandung Marcel. Pun dia tidak ingin sampai hubungan Shawn dan Marcel renggang.Selain itu, Joice tidak bisa meminta tolong pada Hana, karena dia tidak ingin membuat Hana berada dalam masalah. Sedangkan
BrakkMarcel menggebrak meja ketika mendapatkan informasi dari penjaga bahwa Joice mampu mengelabui penjaga dan pelayan di mansion-nya. Apa-apaan ini? Begitu banyak penjaga dan pelayan, tapi Joice mampu mengelabui? Itu membuat emosi Marcel memuncak. Bisa-bisanya penjaga dan pelayan dikelabui oleh satu orang.“Kenapa kalian bisa begitu bodoh!” bentak Marcel dengan nada tinggi.Para penjaga menundukkan kepalanya tidak ada yang berani menatap Marcel. “M-maaf, Tuan. K-kami akan segera menemukan keberadaan Nyonya Joice.”Mata Marcel menyalang tajam penuh amarah yang membakarnya. “Kalian begitu percaya diri bisa menemukan Joice, sekarang aku tanya apa kalian sudah menemukan tanda keberadaan istriku?!” teriaknya menggelegar.Para penjaga itu tidak bisa berkutik sedikit pun di kala mendengar apa yang Marcel katakan. Mereka semua diam seribu bahasa, menunduk. Pasalnya sampai detik ini mereka pun masih dalam tahap pencarian istri dari Tuan mereka. Itu yang membuat mereka tidak bisa berkutik sed
Joice menyudahi makan soup yang diberikan oleh Albern. Dia tidak lapar, tapi Albern terus memaksanya untuk makan. Terpaksa, akhirnya Joice memutuskan untuk makan, karena memang yang harus Joice pentingkan adalah anak yang ada di kandungannya. Dia tidak peduli dengan dirinya sendiri. Satu-satunya yang dia pedulikan adalah anak yang ada di kandungannya.“Joice, kau baru makan sedikit. Habiskanlah makananmu.” Albern menatap Joice yang nampak lesu, tidak lagi bersemangat seperti biasanya.Joice menghela napas dalam. “Nanti saja aku makan lagi. Kalau sekarang aku paksa makan, takutnya aku malah mual hebat.”Albern mengangguk mengerti. “Baiklah. Tidak usah dipaksa. Kau bisa makan lagi nanti.”Joice terdiam sebentar di kala dirinya teringat akan sesuatu. “Albern, boleh aku pinjam ponselmu? Aku ingin menghubungi seseorang.” Terpaksa, Joice harus meminjam ponsel Albern. Pasalnya, dia telah menonaktifkan ponselnya, agar tidak bisa dilacak oleh Marcel. “Kau ingin menghubungi siapa, Joice?” tany
Oliver tidak tenang saat ponsel Joice tidak aktif. Sudah berkali-kali dia menghubungi Joice, tapi nyatanya tetap tidaklah bisa. Baru saja mendarat ke Milan bersama dengan sang istri untuk menemui Joice, namun sayangnya Joice tidak bisa dihubungi.“Ck! Ke mana dia itu!” geram Oliver kesal karena Joice tidak bisa dihubungi.“Sayang, tenanglah. Mungkin Joice sedang sibuk.” Nicole membelai lengan Oliver berusaha menenangkan Oliver.Ya, Oliver mendatangi Milan bersama dengan Nicole, karena mendengar Joice dan Marcel berpisah. Kedua orang tuanya akan tiba di Milan pada esok hari. Sedangkan Oliver sengaja datang sekarang karena dia ingin mencari tahu tentang apa yang terjadi. Jika dirinya masih di London, dan mengharapkan anak buahnya mencari tahu, makan hatinya tidaklah puas. Dia tidak mau menunda-nunda.“Sesibuk apa pun Joice, dia tidak pernah menonaktifkan ponselnya,” ucap Oliver dingin dengan napas yang memburu serta tangan yang terkepal kuat.Nicole terdiam sebentar mendengar apa yang O
Tiga hari sudah Joice melarikan diri dari Marcel. Meskipun dia terus bersembunyi berkat bantuan Albern, tetap Joice meminta pengacaranya untuk meneruskan proses perceraiannya. Hati kerap masih takut, tapi logika Joice menekankan bahwa perpisahannya dengan Marcel adalah yang paling terbaik.Joice sudah tidak mau lagi terus menerus menjadi wanita yang bodoh. Mencintai secara sepihak adalah hal yang menyakitkan. Terlalu banyak pengorbanan yang telah Joice lakukan agar Marcel luluh. Alhasil yang dia dapatkan adalah kekecewaan, bukanlah sebuah kebahagiaan.Sampai detik ini, Joice tidak berhasil ditemukan tentunya berkat bantuan Albern. Dengan segala koneksi dan kemampuan, Albern menutup rapat keberadaan Joice. Hal tersebut yang membuat Joice sedikit tenang.Joice belum mengaktifkan ponselnya. Dia sengaja belum mengatifkan ponselnya, karena dia tidak ingin diganggu oleh siapa pun. Untungnya kedua orang tuanya sekarang masih berada di Singapore. Hal tersebut yang membuat Joice menjadi lega.
“Albern, kau tunggulah di parkiran. Aku ingin ke toilet sebentar. Nanti aku akan menyusulmu ke parkiran.” Joice berucap dengan nada pelan dan lembut pada Albern. Rencananya siang itu, dia akan pergi dengan Albern ke supermarket.Joice beruntung karena Albern mau menemaninya. Tinggal beberapa hari di hotel hanya seorang diri, tentu saja membosankan. Pun hanya Albern yang tahu kalau Joice tinggal di hotel. Baik Hana ataupun keluarganya masih belum ada yang tahu.“Kau tidak ingin aku temani?” Albern menawarkan.Joice menggeleng. “Tidak usah, Albern. Aku bisa sendiri.”“Baiklah. Aku akan menunggu di parkiran,” balas Albern hangat.Joice tersenyum merespon ucapan Albern. Detik selanjutnya, dia melangkah pergi menuju ke toilet yang ada di lobby hotel. Tepat di kala Joice sudah pergi—Albern pun memilih untuk segera menuju ke halaman parkir.Di toilet, Joice buang air kecil serta membasuh wajahnya dengan air bersih. Tidak ada riasan apa pun yang menempel di wajah Joice. Hanya lip balm agar un
Kalimat yang terucap di bibir Hendy seketika itu juga membuat Marcel bingung sekaligus terkejut. Begitu juga dengan Albern yang menunjukkan perasaan terkejut serta khawatir.“Joice dibawa Paige? Bagaimana maksudmu?!” Marcel menuntut Hendy untuk menjelaskan secara detail. Tidak setengah-setengah dan menimbulkan kebingungan.Hendy segera memberikan ponsel di tangannya pada Marcel. Anak buah Albern yang ingin memberikan informasi memutuskan untuk diam, karena Hendy sudah mewakili mereka dalam melaporkan.Marcel mengambil ponsel Hendy, dan segera mengalihkan pandangannya menatap layar ponsel—di mana rekaman CCTV telah terputar. Bukan hanya Marcel saja yang melihat rekaman CCTV tersebut, tapi Albern juga menatap lekat rekaman CCTV itu.Tampak sorot mata Marcel serta Albern menatap lekat di mana CCTV yang terputar. Di sana terlihat jelas Paige mencengkram kuat pergelangan Joice, membawa Joice paksa masuk ke dalam mobilnya. Melihat rekaman CCTV itu, membuat Albern langsung berlari meningg
Mobil Marcel membalap mobil Albern yang ada di depannya. Pria itu tidak terima karena Albern berani mendahuluinya mengejar Joice. Jelas saja Marcel sangat marah. Bisa-bisanya Albern ingin menjadi pahlawan kesiangan. Padahal Joice adalah istrinya. Hati Marcel tidak rela kalau sampai Joice ditolong oleh orang lain.Mobil Marcel bersamaan dengan mobil Albern tiba di tepi jurang sesuai dengan titik GPS keberadaan mobil Paige. Ya, baik Marcel ataupun Albern meminta anak buah mereka masing-masing untuk segera menemukan keberadaan keberadaan Joice dan Paige. Mereka sama sekali tidak mau menunda-nunda. Untungnya anak buah Marcel dan anak buah Albern bergerak sangat cepat dalam menemukan keberadaan Joice dan Paige.Setibanya Marcel dan Albern, betapa terkejutnya mereka melihat Joice dan Paige tengah bertengkar di tepi jurang. Tampak mata mereka membulat terkejut melihat Joice dan Paige kini terjatuh ke jurang.“Joiceeee!!!” Marcel dan Albern sama-sama berteriak keras melihat Joice dan Paige te