“Albern, kau tunggulah di parkiran. Aku ingin ke toilet sebentar. Nanti aku akan menyusulmu ke parkiran.” Joice berucap dengan nada pelan dan lembut pada Albern. Rencananya siang itu, dia akan pergi dengan Albern ke supermarket.Joice beruntung karena Albern mau menemaninya. Tinggal beberapa hari di hotel hanya seorang diri, tentu saja membosankan. Pun hanya Albern yang tahu kalau Joice tinggal di hotel. Baik Hana ataupun keluarganya masih belum ada yang tahu.“Kau tidak ingin aku temani?” Albern menawarkan.Joice menggeleng. “Tidak usah, Albern. Aku bisa sendiri.”“Baiklah. Aku akan menunggu di parkiran,” balas Albern hangat.Joice tersenyum merespon ucapan Albern. Detik selanjutnya, dia melangkah pergi menuju ke toilet yang ada di lobby hotel. Tepat di kala Joice sudah pergi—Albern pun memilih untuk segera menuju ke halaman parkir.Di toilet, Joice buang air kecil serta membasuh wajahnya dengan air bersih. Tidak ada riasan apa pun yang menempel di wajah Joice. Hanya lip balm agar un
Kalimat yang terucap di bibir Hendy seketika itu juga membuat Marcel bingung sekaligus terkejut. Begitu juga dengan Albern yang menunjukkan perasaan terkejut serta khawatir.“Joice dibawa Paige? Bagaimana maksudmu?!” Marcel menuntut Hendy untuk menjelaskan secara detail. Tidak setengah-setengah dan menimbulkan kebingungan.Hendy segera memberikan ponsel di tangannya pada Marcel. Anak buah Albern yang ingin memberikan informasi memutuskan untuk diam, karena Hendy sudah mewakili mereka dalam melaporkan.Marcel mengambil ponsel Hendy, dan segera mengalihkan pandangannya menatap layar ponsel—di mana rekaman CCTV telah terputar. Bukan hanya Marcel saja yang melihat rekaman CCTV tersebut, tapi Albern juga menatap lekat rekaman CCTV itu.Tampak sorot mata Marcel serta Albern menatap lekat di mana CCTV yang terputar. Di sana terlihat jelas Paige mencengkram kuat pergelangan Joice, membawa Joice paksa masuk ke dalam mobilnya. Melihat rekaman CCTV itu, membuat Albern langsung berlari meningg
Mobil Marcel membalap mobil Albern yang ada di depannya. Pria itu tidak terima karena Albern berani mendahuluinya mengejar Joice. Jelas saja Marcel sangat marah. Bisa-bisanya Albern ingin menjadi pahlawan kesiangan. Padahal Joice adalah istrinya. Hati Marcel tidak rela kalau sampai Joice ditolong oleh orang lain.Mobil Marcel bersamaan dengan mobil Albern tiba di tepi jurang sesuai dengan titik GPS keberadaan mobil Paige. Ya, baik Marcel ataupun Albern meminta anak buah mereka masing-masing untuk segera menemukan keberadaan keberadaan Joice dan Paige. Mereka sama sekali tidak mau menunda-nunda. Untungnya anak buah Marcel dan anak buah Albern bergerak sangat cepat dalam menemukan keberadaan Joice dan Paige.Setibanya Marcel dan Albern, betapa terkejutnya mereka melihat Joice dan Paige tengah bertengkar di tepi jurang. Tampak mata mereka membulat terkejut melihat Joice dan Paige kini terjatuh ke jurang.“Joiceeee!!!” Marcel dan Albern sama-sama berteriak keras melihat Joice dan Paige te
Tubuh Marcel membeku melihat hasil rekaman CCTV yang diberikan asistennya. CCTV tersebut adalah rekaman CCTV dari acara fashion show tempo hari. Raut wajah pria itu menunjukkan keterkejutan dan rasa tak percaya.Dalang di balik kecelakaan Joice saat acara fashion show tiba adala Paige. Marcel berkali-kali memperbesar layar, memastikan apa yang dia lihat ini—dan terbukti benar bahwa Paige sebagai dalang utama.Selain itu, Marcel pun dibuat terkejut melihat rekaman CCTV di jalan—di mana mobil Paige membawa Joice dalam keadaan tidak beraturan. Menandakan bahwa memang Paige sangat sengaja ingin mencelakai Joice.“Shit!” Marcel mengumpat kasar mendapatkan hasil laporan dari asistennya.Sekarang yang ada di dalam benak Marcel adalah kata-kata Albern. Harusnya dirinya yang mengetahui segalanya lebih dulu, tapi sialnya malah Albern yang lebih dulu tahu. Itu yang membuat Marcel emosi luar biasa. Bisa-bisanya Albern tahu sedangkan dirinya seperti sapi bodoh yang tak tahu apa pun.“Berengsek!” M
“Lepaskan aku! Lepas! Kalian tidak mengenalku, hah?!” Paige mengamuk di kala dua polisi menarik kasar tangannya. Wanita itu tidak terima ketika ditangkap oleh kepolisian. Dia berontak sekuat mungkin.“Nona Sevim, Anda bisa memberikan keterangan langsung di kantor polisi. Anda juga bisa menghubungi pengacara Anda, untuk membantu Anda dalam masalah yang menimpa Anda.” Salah satu polisi berbicara pada Paige yang sejak tadi berontak sekuat mungkin. “Shit! Apa alasan kalian menahanku, hah?!” bentak Paige keras.“Nona, kami mendapatkan bukti kalau Anda melakukan pembunuhan berencana pada Nyonya Joice De Luca,” jawab salah satu polisi.Raut wajah Paige berubah. “Tidak! Aku tidak pernah berniat ingin membunuh Joice. Aku ini juga korban. Aku juga jatuh ke dalam jurang bersamaan dengan Joice. Kalian tidak bisa menahanku!”“Kau berhak ditahan bukan hanya tentang kau mendorong Joice ke jurang, tapi juga karena kau berniat mencelakai Joice saat acara fashion show.” Marcel menginterupsi percakapa
Marcel menenggak vodka di tangannya. Pikiran pria itu benar-benar kacau, karena tidak bisa berpikir jernih. Sekarang Joice sudah siuman, namun sayangnya Joice tidak mau bertemu dengannya.Ingin sekali Marcel memaksa ingin bertemu dengan Joice, tapi sayangnya dia tidak bisa melakukan itu. Yang Marcel bisa lakukan hanyalah menunggu sejenak, sampai suasana menjadi sedikit lebih tenang.Asap rokok mengepul ke udara. Marcel berdiri di halaman belakang rumah sakit yang diizinkan merokok. Sudah tidak lagi terhitung berapa kali Marcel merokok. Tekanan masalah yang muncul membuat pikirannya sangatlah kacau.“Jadi kau di sini?” Suara berat menghampiri Marcel.Marcel mengalihkan pandangannya, menatap Albern yang ternyata ada di hadapannya. Raut wajah Marcel berubah. Sepasang iris mata Marcel berkilat tajam, memancarkan kemarahan yang tak terkira.“Ada apa kau ke sini?” seru Marcel dengan rahang mengetat dan tangan mengepal begitu kuat. Jika bukan di rumah sakit, sudah pasti Marcel akan menghajar
Marcel meloloskan umpatan kasar mendengar laporan dari Hendy kalau benar Albern mengunjungi Joice sambil membawakan pizza. Itu yang membuat emosi dalam diri Marcel tidak bisa terkendali.Ingin sekali Marcel melenyapkan Albern dengan kedua tangannya, tapi dia harus menahan diri karena tidak ingin membuat Marcel murka. Mati-matian, dia menekan amarah yang bergejolak di dalam dirinya.“Tuan, apa Anda ingin menemui Nyonya Joice sekarang?” tanya Hendy hati-hati.“Apa Albern sudah pulang?” Marcel menanyakan ini seraya mengepalkan satu tangannya dengan kuat.Hendy mengangguk sopan. “Sudah, Tuan. Tuan Albern Wren sudah pulang. Beliau sudah tidak ada lagi di ruang rawat Nyonya Joice.”“Aku akan menemui istriku.” Marcel langsung berjalan pergi meninggalkan Hendy. Tampak Hendy segera menundukkan kepalanya melihat Marcel sudah pergi.Sudah cukup Marcel menunggu. Dia tidak mau lagi menunda-nunda. Dia harus segera menemui Joice. Tidak peduli sekalipun Joice menolak. Yang pasti dirinya akan tetap ne
“Shit!” Marcel mencengkram kuat gelas berkaki tinggi yang ada di tangannya. Pikirannya benar-benar kacau di kala mengingat perdebatannya dengan Joice kemarin.Marcel tetap menolak dengan tegas perceraian itu. Dia tidak mau sampai berpisah dengan Joice. Jika ditanya apa alasannya, maka dia pun tak mengerti kenapa hatinya tidak bisa menerima itu. Otak Marcel seakan terekam bahwa Joice akan bersama pria lain jika sampai perpisahan terjadi. Hal tersebut yang membuat Marcel benar-benar tidak bisa menerima! Dia tidak akan membiarkan Joice bersama dengan pria lain.Egois. Marcel memang terdengar sangat egois. Akan tetapi, yang paling utama adalah dirinya tidak bisa melepas Joice. Dia memilih diam, bukan karena menyetujui keinginan Joice, melainkan karena dia tahu bahwa Joice membutuhkan waktu untuk menenangkan diri.Tiba-tiba terdengar langkah kaki menerobos ruang kerjanya. Sontak, Marcel mengalihkan pandangannya—menatap ternyata Samuel dan Selena datang. Embusan napas Marcel terdengar kas