Beranda / Romansa / Bittersweet Passion / Bab 6. Beraninya Kau!

Share

Bab 6. Beraninya Kau!

Penulis: Abigail Kusuma
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-27 08:48:36

Kilat mata Joice menajam mendengar apa yang Marcel katakan. Tatapan yang tersirat seperti laser membunuh lawan. Rahang Marcel mengetat. Tangannya mengepal begitu kuat.

Kemarahan dan emosi menyelimuti Marcel di kala mendengar apa yang Joice katakan. Seakan perkataan Joice telah memancing amarahnya seperti ada bara api yang berada di atas kepalanya.

How dare you, Joice,” geram Marcel dengan sorot mata kian tajam. Kepala Marcel seakan dipenuhi bara api.

Joice tersenyum patah melihat kemarahan Marcel. “Kenapa kau harus marah, Marcel? Anak yang aku kandung adalah anak yang tidak sama sekali kau inginkan. Harusnya kau setuju dengan apa yang telah aku putuskan.”

Joice merasa dirinya sudah gila karena mengambil sebuah keputusan di mana dirinya harus membunuh. Tapi, dirinya tidak memiliki pilihan lain. Apa yang diputuskannya adalah yang terbaik.

Joice menyadari bahwa anak yang ada di kandungannya adalah yang tak diinginkan Marcel. Sekalipun jauh dari dalam lubuk hati Joice terdalam, dia bahagia dengan hadirnya anak yang ada di kandungannya, tapi tetap saja Joice tidak mau meminta pertanggung jawaban Marcel.

Jika dirinya mempertahankan kandungannya, maka pasti Marcel akan mengatakan dirinya hanya ingin membuat Marcel merasa terikat. Nantinya di masa depan, anak ini pun akan menanyakan siapa ayahnya.

Joice tak sanggup untuk menjelaskan pada anaknya tentang apa yang terjadi. Bahkan jika sampai anaknya mendapatkan perilaku buruk dari ayahnya, pasti Joice tak akan sanggup untuk melihat kekecewaan anaknya.

Hal tersebut yang akhirnya membuat Joice mengambil sebuah keputusan besar. Bagi Joice, lebih baik anaknya tidak perlu hadir di dunia. Dia tidak ingin melihat penderitaan anaknya. Tak dianggap dan diabaikan adalah hal yang menyakitkan.

“Sekalipun aku tidak menginginkan anak itu, tapi anak yang kau kandung memiliki darah De Luca! Bagaimana bisa kau berpikir untuk membunuhnya!” bentak Marcel emosi.

Marcel tidak pernah sama sekali mengira kegilaan Joice yang ingin membunuh darah dagingnya. Marcel tidak pernah sedikit pun berpikir bahwa dirinya untuk meminta Joice menggugurkan anak yang ada di kandungan wanita itu. Cara berpikir Joice benar-benar seperti orang yang sudah kehilangan akal sehat.

Joice menatap rapuh Marcel. Wanita itu menyeka air mata yang sejak tadi bercucuran menyentuh pipinya. “Kau masih memikirkan darah De Luca mengalir di tubuh anak ini? Kau pikir setelah anak ini lahir, dia tidak akan menderita?!” serunya dengan nada cukup tinggi bercampur dengan isak tangis.

“Anak itu tetap memiliki kehidupan, Joice! Kau jangan gila! Sekalipun aku tidak menginginkannya tetap dia darah dagingku, Sialan!” teriak Marcel terpancing emosi. Setiap ucapan yang lolos di bibir Joice, selalu membuatnya terpancing. Itu yang membuat Marcel seperti ada bara api di atas kepalanya.  

Joice terisak pilu. “Lalu apa maumu, Marcel?! Apaa?!” 

Marcel terdiam sebentar seraya memejamkan mata dan mengatur emosi dalam dirinya. Dia berusaha untuk tetap tenang karena bagaimanapun kondisi Joice masih belum sepenuhnya pulih. Kalau saja Joice tak mengandung anaknya, maka tidak mungkin Marcel peduli.

“Kita akan menikah sampai anak itu lahir. Setelah anak itu lahir, kita akan bercerai,” ucap Marcel yang sontak membuat raut wajah Joice terkejut.

“Tidak! Aku tidak mau! Kau sudah gila, Marcel!” bentak Joice emosi.

“Terserah. Apa yang sudah aku putuskan sudah final. Kita akan bercerai setelah anak itu lahir,” jawab Marcel tegas penuh penekanan.

“Marcel, kau tidak bisa—” Seketika ucapan Joice terpotong di kala wanita itu merasakan sakit luar biasa di perut bagian bawahnya. “Akhh!” Joice menjerit kesakitan sambil menyentuh perutnya.

“Joice?” Marcel panik melihat Joice menjerit.

“M-Marcel perutku! Akhh!” Joice menjerit kesakitan.

Marcel langsung menekan tombol darurat meminta untuk dokter datang. Tampak kepanikan di wajah Marcel begitu terlihat jelas. Terlebih Joice terus menjerit kesakitan.

Tak selang lama, dokter masuk ke dalam ruang rawat Joice. Sang dokter yang melihat Joice menjerit kesakitan langsung mengambil tindakan pertolongan pertama. Tepat di kala dokter datang—Marcel menjauh membiarkan dokter untuk memeriksa keadaan Joice. 

Jantung Marcel berdebar tak karuan. Perasaan khawatir, takut, dan cemas melebur menjadi satu. Entah kenapa jantungnya terus berdebar. Apalagi ketika dirinya mendengar suara jeritan Joice yang kesakitan.

Marcel mengembuskan napas kasar dan mengumpat dalam hati. Belum pernah dia merasa khawatir dan takut ini. Padahal dirinya saja tak pernah menginginkan anak dari Joice. Anak itu bisa hadir karena sebuah kesalahan yang sama sekali tak pernah disengaja.  

“Bagaimana keadaan Joice?” tanya Marcel seraya menatap sang dokter yang tengah memeriksa keadaan Joice.

Sang dokter menatap Marcel serius. “Tuan, kandungan Nona Joice sangat lemah. Tolong jangan bebani beliau dengan pikiran berat. Itu akan berdampak buruk untuk kandungan beliau, Tuan.”

Marcel terdiam mendengar ucapan sang dokter. Pria itu menatap Joice yang sekarang sudah memejamkan mata. “Aku mengerti,” jawabnya singkat.

“Baik, Tuan. Kalau begitu saya permisi.” Sang dokter bersama dengan dua perawat pamit undur diri dari hadapan Marcel.

Marcel masih bergeming di tempatnya, menatap Joice yang memejamkan mata dengan wajah yang nampak sangat pucat. Perasaan yang dia rasakan saat ini begitu campur aduk. Semuanya menjadi rumit. Tapi, bagaimanapun dia tidak akan mungkin membiarkan Joice membunuh anak yang ada di kandungan wanita itu.

***

“Marcel, bagaimana keadaan Joice?” Hana yang sejak tadi berdiri di depan ruang rawat Joice, meminta Marcel untuk menjawab pertanyaannya. Dia melihat para petugas medis berhamburan datang ke ruang rawat Joice. Itu menandakan ada terjadi sesuatu pada Joice.

“Joice butuh istirahat,” jawab Marcel dingin dan datar.

Hana menghela napas dalam. “Marcel, tadi ibu Joice meneleponku. Aku tidak berani menjawab. Lalu aku sekarang harus apa? Kedua orang tua Joice berhak tahu tentang keadaan Joice sekarang. Aku tidak bisa terus menerus menutupi keadaan Joice.”

“Jawab saja. Kau katakan padanya untuk datang ke rumah sakit. Tidak usah menjelaskan tentang Joice sedang hamil. Aku yang akan bicara pada kedua orang tuanya,” jawab Marcel dingin dan tegas.

Hana menggigit bibir bawahnya semakin bingung. “Marcel, a-apa kau ayah dari bayi yang ada di kandungan Joice sekarang?” tanyanya memberanikan diri.

“Pertanyaan bodoh. Sejak tadi aku masih ada di sini. Apa menurutmu aku mau mengurusi Joice kalau bukan dia mengandung anakku?!” seru Marcel terpancing emosi.

Hana menelan saliva-nya susah payah. Rasa takut, bingung, dan terkejut melebur menjadi satu. “J-jadi kau dan Joice—”

“Berhenti ikut campur! Joice memang mengandung anakku, tapi aku tidak memiliki hubungan apa pun dengannya! Cepat kau hubungi kedua orang tuanya untuk datang ke Milan!” seru Marcel dengan nada cukup tinggi—dan langsung melangkah pergi meninggalkan Hana yang masih bergeming di tempatnya.

Hana menatap gelisah dan cemas punggung Marcel yang mulai lenyap dari pandangannya. “Bagaimana sekarang? Ya Tuhan, rumit sekali,” gumamnya ketakutan dan penuh khawatir.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Fitri Mulyanto
tor sekedar saran sebaiknya kata beliau di ganti menjadi nona jois karna mereka tingal d itali,sesuaikan dengan lingkungan...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bittersweet Passion    Bab 7. Kedatangan Orang Tua Joice

    Pelupuk mata Joice terbuka secara perlahan. Object pertama yang Joice lihat adalah Hana. Manager-nya itu duduk di tepi ranjang dan terus menatapnya. Dia sedikit memijat kepalanya di kala merasakan sedikit pusing.“Joice, minumlah.” Hana segera memberikan segelas air putih untuk Joice, dan juga membantu Joice untuk sedikit bangun.“Thanks, Hana.” Joice meminum perlahan air putih itu.Hana meletakan secangkir gelas yang berisikan air putih ke atas meja. “Aku senang kau sudah siuman, Joice.” Joice duduk dibantu Hana. Wanita itu bersandar di kepala ranjang dalam posisi ada bantal yang bisa membuat punggungnya merasa empuk dan nyaman. Tampak raut wajah Joice menjadi muram. Kepingan memori ingatannya mengingat semuanya. Kehamilan yang sama sekali tidak pernah dia sangka. Joice tak mengira hubungan satu malamnya dengan Marcel berakibat membuat dirinya sampai harus mengandung benih pria itu. Jika saja Joice bisa bertindak untuk mencegah kehamilan, maka dia akan melakukan hal tersebut. Di

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-27
  • Bittersweet Passion    Bab 8. Perdebatan

    “Marcel? Kau di sini?” Brianna berucap seraya menatap Marcel. Dia sedikit tak mengira Marcel mengunjungi Joice. Pasalnya Brianna tahu sejak dulu Marcel paling tidak suka berada di dekat putrinya.“Apa yang membawamu ke sini, Marcel?” Dean sedikit tak ramah melihat kehadiran Marcel. Pria paruh baya yang masih sangat tampan itu, tak bisa ramah dengan Marcel karena selama ini dia tahu Marcel selalu bersikap dingin pada putrinya. Bahkan di masa lalu, Marcel menjauhi Joice seperti Joice adalah virus paling menjijikkan di muka bumi ini. Joice mengembuskan napas gelisah melihat kehadiran Marcel. Dia belum siap orang tuanya tahu, tapi kenapa malah pria itu muncul secepat ini? Sungguh, Joice membenci situasi yang membuatnya tersulut seperti ini.Marcel melangkah mendekat ke arah Brianna dan Dean. “Aku yang membawa Joice ke rumah sakit.”“Kau yang membawa Joice ke rumah sakit?” Mata Brianna sedikit melebar. Dia tak percaya mendengar apa yang Marcel katakan. Rasanya itu semua sangatlah tidak m

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-27
  • Bittersweet Passion    Bab 9. Perseteruan Dean dan Marcel

    Brianna panik luar biasa di kala Joice pingsan. Kepanikan dan rasa takut dalam dirinya sudah tidak bisa lagi tertahankan. Air mata wanita paruh baya yang masih sangat cantik itu berlinang deras.Dean memeluk Brianna berusaha menenangkan istrinya itu dari kepanikan. Meskipun khawatir dan juga panik, tapi Dean berusaha untuk tenang. Pasalnya jika dia tak bisa mengendalikan rasa panik, maka istrinya akan jauh lebih parah lagi.Marcel sejak tadi berdiri berjarak dari Dean dan Brianna. Raut wajah pria itu dingin dan sorot mata tegas. Meskipun dia sejak tadi hanya diam, nyatanya pancaran matanya menunjukkan rasa cemas.Saat ini dokter tengah memeriksa keadaan Joice. Brianna, Dean, dan Marcel terus menatap dokter yang memeriksa keadaan Joice. Sampai detik ini, Joice belum siuman. Itu yang membuat Brianna terus menangis. Sekalipun Dean sudah menenangkan Brianna, tapi tetap saja Brianna tak bisa berhenti ketakutan.“Brianna, jangan menangis terus. Tenanglah.” Dean mengusap-usap punggung istrin

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-27
  • Bittersweet Passion    Bab 10. Pemaksa

    “M-mengandung anakmu?” Tubuh Miracle nyaris tumbang mendengar apa yang dikatakan oleh Marcel. Beruntung, Mateo segera merengkuh bahu sang istri agar tetap bisa berdiri tegak.“Marcel, jelaskan semua ini dan bicara yang benar!” Mateo memberikan tatapan tajam pada putranya. Tatapan yang tak main-main pada putranya itu. Dia tak suka putranya berbicara sesuatu hal yang tidak bisa dipertanggung jawabkan.“Nak, tolong bicara yang benar.” Miracle meminta Marcel untuk berbicara dengan benar.Marcel sudah menduga pasti kedua orang tuanya tidak akan langsung memercayai apa yang dirinya katakan. Karena memang apa yang terjadi dikatakan hal yang benar-benar tidak mungkin terjadi.“Aku dan Joice terjebak di sebuah kesalahan. Sekarang Joice mengandung anakku. Aku harus bertanggung jawab. Aku tidak ingin anak itu lahir dalam posisi tidak memiliki status ayah kandung,” ucap Marcel yang seketika itu juga membuat Miracle dan Marcel terkejut.“Berani sekali kau membuat masalah seperti ini, Marcel!” bent

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-27
  • Bittersweet Passion    Bab 11. Permasalahan Keluarga yang Rumit  

    Marcel membubuhkan tanda tangan di dokumen yang diberikan oleh sang asisten. “Apa jadwalku hari ini, Hendy?” tanyanya dingin.“Sore ini Anda harus bertemu dengan salah satu client kita dari Dubai, Tuan,” jawab Hendy sopan memberi tahu.Marcel melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya—waktu menunjukkan pukul satu siang. Itu menandakan dirinya masih memiliki waktu untuk bersantai sejenak.“Kosongkan jadwalku dua jam ke depan. Aku tidak ingin diganggu siapa pun,” ucap Marcel dingin memberi perintah.Hendy mengangguk sopan. “Baik, Tuan. Kalau begitu saya permisi.” Lalu, dia segera pamit undur diri dari hadapan Marcel.Namun di saat Hendy pergi, tiba-tiba terdengar suara keributan—hingga suara dobrakan pintu keras—dan sontak membuat Marcel mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu.“Berengsek!” Seorang pria paruh baya tampan melangkah maju, menarik kerah kemeja Marcel, dan langsung melayangkan pukulan keras di wajah Marcel.BUGHMarcel tak sempat menghindar, karena pukula

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-28
  • Bittersweet Passion    Bab 12. Keputusan yang Tidak Bisa Diganggu Gugat

    Sudah lima hari Joice berada di rumah sakit. Selama berada di rumah sakit, para media tidak bisa sama sekali meliput Joice. Kabar tentang Joice di rumah sakit sangatlah dirahasiakan.Joice libur dari dunia modelling karena memang kondisinya tidak memungkinkan untuk tetap terjun di dunia modelling. Dokter meminta Joice untuk istirahat total agar segera pulih.Dean dan Brianna sekarang lebih banyak mengerti. Pun Joice cenderung lebih banyak diam. Bahkan makan saja kalau tidak dipaksa, Joice tidak akan pernah mungkin mau makan.Dean dan Brianna masih berada di Milan. Mereka tentu tidak akan mungkin meninggalkan Milan, karena masalah Joice dan Marcel masih menggantung. Belum ada titik keputusan yang harus dipatuhi.Samuel, Selena, Mateo, dan Miracle sudah menjenguk Joice. Tapi mereka tidak ada yang mengungkit-ungkit tentang kehamilan Joice. Raut wajah Joice yang muram dan tidak lagi ada kecerian di wajah Joice—membuat Samuel, Selena, Mateo, ataupun Miracle tidak ingin membahas tentang keh

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-28
  • Bittersweet Passion    Bab 13. Menjelang Pernikahan

    Joice tak mengira kalau ayahnya akan menyetujui pernikahannya dengan Marcel. Padahal sebelumnya ayahnya melarang keras ide konyol Marcel yang ingin menikahinya. Entah, apa yang membuat ayahnya itu berubah pikiran.Joice telah keluar dari rumah sakit. Akan tetapi, dia masih berada di Milan. Dia tinggal di kediaman keluarganya yang ada di Milan. Tentu dia tidak mungkin meninggalkan Milan dalam kondisi seperti ini.Joice bingung dengan segala kerumitan yang ada di hidupnya. Hingga detik ini, dia tidak mengatakan pada siapa pun tentang niat Marcel yang ingin menceraikannya saat anak yang ada di kandungannya sudah lahir.Seburuk-buruknya Marcel, tetap tidak bisa membuat lidah Joice menjelek-jelekkan pria itu. Anggaplah Joice bodoh. Wanita itu memang mengakui akan kebodohannya. Bertahun-tahun mencintai pria yang tak pernah mencintainya sama sekali.Joice menatap cermin melihat penampilannya. Perutnya masih rata belum sama sekali membuncit. Malah tubuh Joice jauh lebih kurus dari sebelumnya.

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-28
  • Bittersweet Passion    Bab 14. Tiba Waktunya

    Butuh waktu yang tak sebentar untuk Samuel akhirnya membiarkan rencana pernikahan Joice dan Marcel. Tidak mudah memang karena Samuel sampai berdebat dengan Dean tentang pernikahan Joice dan Marcel.Bagi Samuel, tetap saja Marcel tidak layak untuk Joice. Namun, sifat saklak Samuel tidak berdaya di kala Dean mengungkit kondisi Joice yang saat ini tengah berbadan dua. Jika sebelumnya cara pikir Dean masih memiliki ego yang besar, kali ini Dean bisa jauh lebih berpikir secara terbuka dan juga bijak. Pernikahan Joice dan Marcel sudah di depan mata. Hanya satu langkah lagi dua insan yang dipersatukan semesta akan segera resmi menjadi suami istri. Selama menjelang pernikahan, Joice dilarang untuk bekerja. Kondisi kehamilan Joice yang sempat lemah membuat Joice banyak sekali aturan.Sedangkan Marcel, jangan ditanya. Menjelang pernikahan malah pria itu sangat sibuk. Marcel bahkan tidak mau terlibat sama sekali dalam hal mengurus pernikahan. Pria itu lebih memercayakan pada asistennya untuk p

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-28

Bab terbaru

  • Bittersweet Passion    Bab 158. Ending Scene (TAMAT)

    Lombok, Indonesia. Menepuh perjalanan jauh dari London ke Lombok adalah hal yang tak pernah Joice sangka-sangka. Saat usia Janita dan Marvel dua tahun, Joice pernah diajak Marcel ke Bali dan Jakarta. Hanya saja dia belum pernah ke Lombok. Wanita cantik itu takjub, di kala Marcel membawanya benar-benar berkeliling pedesaan.Joice tak pernah mengira Marcel akan membawanya serta tiga anaknya berlibur ke Lombok. Liburan di benua Eropa dan Amerika adalah hal biasa untuk Joice bersama keluarga. Akan tetapi, liburan ke Asia benar-benar sangat menakjubkan!“Sayang, ini indah sekali. Terima kasih sudah membawaku ke sini.” Mata Joice berkaca-kaca menatap Marcel dengan haru.Marcel mengecup kening Joice. “Aku sudah yakin kau akan menyukai tempat ini.”Joice tersenyum lembut seraya menatap tiga anaknya yang sedang berlari-larian. “Waktu terasa sangatlah cepat. Dulu, aku selalu hidup berdua dengan Hana. Ke mana pun aku pergi, maka Hana akan ikut denganku. Tapi sekarang semua berubah di kala takdi

  • Bittersweet Passion    Bab 157. Extra Part X

    London, UK. Janji suci pernikahan yang terucap secara bergantian di bibir Landon dan Anya—wanita yang menikah dengan Landon—nampak membuat Joice sejak tadi tersenyum penuh haru bahagia. Sepasang iris mata Joice menunjukkan betapa dia bahagia. Kepingan memori teringat akan masa kecilnya bersama dengan sang adik, membuat Joice meneteskan air mata haru.Landon bertemu dengan Anya saat adiknya itu tengah berlibur ke Singapore. Singkat cerita, mereka hanya berawal berkencan biasa, namun ternyata berujung pada pernikahan. Tentunya perjalanan mereka tak selalu mulus. Ada kalanya naik turun. Tapi Joice selalu memberikan nasihat terbaik untuk adiknya, di kala adiknya mengalami masalah hubungan percintaan.Joice menetap tinggal di Milan, karena ikut dengan sang suami. Jarak tinggalnya dengan orang tua serta adiknya memang jauh, tapi Joice sering sekali mengunjungi London. Banyak keluarga yang tinggal di London, tentunya membuat Joice wajib mengunjungi kota indah itu.Selama proses upacara pern

  • Bittersweet Passion    Bab 156. Extra Part IX

    *Dua minggu lagi hari pernikahanku. Kau pasti akan ke London, kan? Jangan bilang kau sibuk. Aku tidak akan lagi menganggapmu, jika kau sampai tidak datang di hari pernikahanku.* Pesan singkat dari Landon membuat Joice mengulumkan senyumannya. Wanita berparas cantik itu terlihat gemas akan pesan yang dia baca ini. Well, Joice tak akan mungkin hari pernikahan adiknya yang akan diadakan dua minggu lagi.Singkat cerita, beberapa bulan lalu Landon mendatangi Milan, memperkenalkan seseorang wanita cantik yang merupakan calon istri adiknya itu. Joice tentu saja bahagia mendengar kabar Landon akan segera menikah.Sudah sejak lama Joice meminta Landon untuk segera menikah. Karena bagaimanapun, Joice tahu bahwa kedua orang tuanya menginginkan Landon memiliki keluarga seperti dirinya dan Marcel. Doa Joice selama ini terjawab. Adiknya akhirnya dipertemukan dengan takdirnya.“Kenapa kau senyum-senyum seperti itu, Sayang?” Marcel mendekat, menghampiri sang istri. Joice mengalihkan pandangannya,

  • Bittersweet Passion    Bab 155. Extra Part VIII

    “Mommy, Daddy, kami pulang.”Marvel, Janita, dan si bungsu—Maxime—menghamburkan tubuh mereka pada kedua orang tua mereka. Pun tentu Joice dan Marcel membalas pelukan tiga anak mereka dengan lembut dan penuh kasih sayang.Kemarin, kedua orang tua Marcel sudah kembali ke Milan. Namun, mereka tidak langsung mengembalikan Maxime. Yang mereka lakukan malah menjemput Marvel dan Janita untuk berjalan-jalan. Weekend terakhir, tak ingin diasia-siakan oleh kedua orang tua Marcel itu.Sekarang Marvel, Janita, dan Maxime dipulangkan, karena Marvel dan Janita akan masuk sekolah. Maxime juga dipulangkan, karena pastinya Marcel dan Joice sangatlah merindukan putra bungsu mereka.“Sayang Mommy. Ah, kalian baru pulang jalan-jalan. Pasti kalian happy.” Joice menciumi ketiga anaknya itu. Bergantian dengan Marcel yang kini menciumi tiga anaknya. “Mommy kami senang sekali diajak jalan-jalan Grandpa Mateo dan Grandma Miracle,” ucap Janita dengan riang gembira.Joice tersenyum mendengar apa yang dikatakan

  • Bittersweet Passion    Bab 154. Extra Part VII

    Joice turun dari mobil, dan melangkah terburu-buru masuk ke dalam mansion menuju kamar. Tentu saja, Marcel segera menyusul Joice yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar mereka. Sejak di mana bertemu dengan Poppy—Joice memang terlihat masih marah. Padahal seharusnya Joice sudah tidak lagi marah padanya.“Joice, kau masih mendiamiku setelah aku memberikan penjelasan padamu?” Marcel masuk ke dalam kamar, mendekat pada Joice.“Aku ingin istirahat, Marcel. Tolong kau keluar.” Joice tetap bersikap dingin, dan acuh, meminta Marcel untuk keluar. Dia masih enggan untuk bicara dengan suaminya. Sekalipun, tadi dia sudah bertemu dengan Poppy—tetap saja dia masih kesal dan marah.Marcel berusaha bersabar menghadapi sang istri yang cemburu buta. Dia menarik tangan Joice—membuat tubuh istrinya itu masuk ke dalam dekapannya. Tampak Joice berontak di kala Marcel memeluknya dengan erat.“Marcel, lepaskan aku! Lepas!” Joice mendorong dada bidang Marcel.“Jika kau berontak, maka aku akan benar-benar b

  • Bittersweet Passion    Bab 153. Extra Part VI

    Mobil sport milik Marcel terhenti di sebuah restoran ternama di Milan. Detik itu juga raut wajah Joice berubah menunjukkan jelas kebingungannya. Dia sedang marah, tapi kenapa malah diajak ke restoran? Apa-apaan ini? Sungguh! Joice menjadi semakin kesal pada Marcel.“Marcel, kau kenapa mengajakku ke sini?” seru Joice kesal pada Marcel.“Kita akan bertemu dengan seseorang.” Marcel membuka seat belt-nya, turun dari mobil—dan membukakan pintu mobil untuk istri tercintanya itu.“Bertemu siapa?!” Joice enggan untuk bertemu siapa pun. Dalam kondisi raut wajah yang sedang marah, menunjukkan jelas rasa tak suka jika harus bertemu dengan orang. Entah siapa yang ingin ditunjukkan oleh suaminya itu. Marcel menunduk, membuka seat belt sang istri. “Kau akan tahu, jika kau sudah turun.” Lalu, pria itu menarik tangan istrinya—memaksa untuk turun dari mobil. Joice mendesah kasar ketika tangannya ditarik sang suami masuk ke dalam restoran. Dia tidak memiliki pilihan lain untuk mengikuti suaminya it

  • Bittersweet Passion    Bab 152. Extra Part V

    “Mom, kenapa kau tidur di kamarku? Nanti Daddy kesepian. Kasihan Daddy, Mom. Daddy bilang padaku, dia tidak akan bisa tidur nyenyak, jika tanpa Mommy.” Janita menatap Joice yang tidur di kamarnya. Biasanya ibunya itu akan menemaninya tidur, jika dia tengah sakit. Tapi dia sehat dan baik-baik saja. Itu yang membuat gadis kecil itu bingung.Joice memeluk Janita dan mengecupi pipi bulat putrinya itu. “Mommy sangat merindukanmu. Itu kenapa Mommy tidur denganmu. Memangnya kau tidak suka tidur bersama Mommy?”Janita tersenyum lembut dan manis. “Tentu saja aku suka, Mommy. Aku suka tidur bersama Mommy. Tapi, aku kasihan pada Daddy tidur sendiri. Nanti Daddy kesepian. Bagaimana kalau Daddy diajak tidur bersama kita saja?” Gadis kecil itu memberikan ide luar biasa.“Tidak!” tolak Joice tegas, dengan raut wajah jengkel.“Kenapa tidak, Mommy? Kasihan Daddy tidur sendiri.” Raut wajah Janita muram.“Daddy tidak tidur sendiri. Malam ini Daddy tidur bersama Marvel, Little Girl.” Marcel melangkah men

  • Bittersweet Passion    Bab 151. Extra Part IV

    Weekend tiba. Marvel dan Janita bersorak riang gembira. Dua anak kembar itu libur. Mereka sekarang asik berkutat pada dengan iPad mereka masing-masing. Mereka tenang tak memiliki gangguan. Pasalnya Maxime masih bersama dengan kakek dan nenek mereka. Jika Maxime ada di rumah, sudah pasti adiknya itu akan mengganggu dengan membuat kekacauan. Marvel asik bermain game mobil balap. Janita asik bermain game barbie. Akan tetapi tentu Janita bermain game sambil mengemil cake yang dibuatkan pelayan. Gadis kecil itu memang terkenal sangat menyukai cake manis.“Marvel, Janita. Kalian mendapatkan video call Grandpa Dean dan Grandma Brianna. Ayo jawab telepon kakek kalian dulu.” Joice menghampiri dua anak kembarnya yang tengah asik bermain dengan iPad.“Yes, Mommy.” Marvel dan Janita menjawab dengan patuh. Mereka langsung berlari menghampiri pengasuh mereka—yang tengah memegang ponsel. Dua bocah itu bahagia mendengar kakek dan nenek mereka video call.Joice tersenyum sambil menggeleng-gelengkan k

  • Bittersweet Passion    Bab 150. Extra Part III

    Janita tersenyum-senyum seraya melangkah masuk ke dalam rumah. Gadis kecil cantik itu baru saja pulang sekolah—dengan wajah yang riang gembira. Sayangnya tidak dengan Marvel yang pulang dalam keadaan menekuk bibirnya.“Mommy, aku dan Kak Marvel sudah pulang.” Janita berseru dengan suara cempreng dan nyaring—membuat Marvel harus menutup kedua telinganya.“Anak-anak Mommy sudah pulang.” Joice tersenyum menyambut dua anak kembarnya yang sudah pulang. “Ayo ganti pakaian kalian dulu. Cuci tangan bersih, lalu kita makan siang bersama.”Janita dan Marvel sama-sama mengangguk patuh. Mereka menuju ke kamar mereka masing-masing bersamaan dengan para pengasuh mereka. Tepat di kala Janita dan Marvel sudah masuk ke dalam kamar—Joice bersenandung sambil menyiapkan makanan lezat yang sudah dia siapkan untuk dua anak kembarnya. Joice telah mengurangi pekerjaannya yang bergelut di dunia model. Bukan berhenti, tapi hanya mengurangi porsi pekerjaan. Bisa dikatakan fokus utama Joice adalah mengurus suam

DMCA.com Protection Status