Share

4: Ruang Bawah Tanah

Pasar pagi itu begitu ramai. Dena menggandeng tangan kedua anaknya sambil menawar harga sayur dan membeli sembako. Saat semua sudah terbeli, giliran Aurora yang sibuk menggandeng adiknya, karena ibu mereka sedang kesulitan membawa dua kantong besar belanjaan.

"Kita naik taksi, Bu?" Tanya Aurora dengan ceria.

"Tidak, kita jalan saja."

"Jauh!" Aurora mulai cemberut, tetapi Dena terus melangkah. Dia merasa wajib untuk sangat ketat berhemat. Keuangan mulai menipis, dan dia belum selesai merajut syal pesanan teman sekampusnya dulu, jadi pemasukan memang belum ada.

Pernikahan dengan Hendra selama 8 tahun memang tidak menghasilkan harta gono gini. Rumah yang mereka tempati baru dicicil belum genap setahun, dan kini dikuasai Hendra. Perabot rumah juga tak ada yang mewah. Mobil yang dipakai Hendra juga milik kantor. Apa yang harus diperebutkan?

Soal anak saja, Hendra menyerahkan pada Dena. Sebab Lolita katanya juga sedang bunting, jadi khawatir keguguran jika dipaksa mengurus anak tiri yang masih kecil-kecil.

Akhirnya Dena hanya bisa menjual cincin dan kalung emas warisan almarhumah ibunya, agar dapat terus melanjutkan kehidupan bersama kedua anaknya.

"Ibu, kapan rumah baru kita ada listriknya?"

Dena melirik Aurora yang memegang permen lolipop sambil terus menggandeng Axio yang memeluk mobil kecil murah yang baru saja di beli di pasar.

"Ibu juga tidak tahu," jawab Dena, saat mereka berdiri di depan rumah sewaan mereka.

"Hei, ayo kita bermain!"

Sesosok anak lelaki tiba-tiba meloncati pagar rumahnya yang pendek, sambil membawa sebuah helikopter kayu. Dia berlari ke sana kemari sambil membawa mainan itu, seakan terbang melaju. Aurora dan Axio menjerit-jerit mengikutinya dengan senang. Dena kebingungan melihat ketiga bocah itu berlari-lari dengan riang, seakan mereka telah lama mengenal.

"Biarkan mereka bermain dengan Darren. Kau kan jadi bisa memasak dan membereskan rumah," teriak Maria, sambil duduk di teras rumahnya.

"Terima kasih Bu," sahut Dena sambil tersenyum.

Rasanya begitu lega ketika bisa memasak dan merapihkan rumah, saat anak-anak ada yang menjaga. Pak Samiran mengatakan, di lantai dasar rumahnya ada banyak stok minyak tanah. Jadi soal penerangan dan kompor, Dena tidak perlu khawatir. Dia tinggal rajin menambahkan minyak ke kompor dan lampu-lampu setiap hari. Maka usai memasak nasi, sayur dan menggoreng ayam, Dena bergegas membawa 3 lampu sambil menuruni tangga di bawah dapur untuk menambahkan minyak tanah, sesuai saran Pak Samiran.

Ruangan lantai dasar yang gelap itu, diisi begitu banyak perabotan tua dan stok minyak tanah dalam drum-drum besar berkarat.

Dena menyalakan salah satu lampu, sehingga bisa menuruni tangga dengan tenang. Lampu-lampu yang dipegangnya adalah lampu kuno. Berbentuk agak besar dengan beling yang menutupi api jika menyala. Lampu itu memiliki penutup seperti topi, juga memiliki pegangan sehingga mudah untuk tergantung saat dibawa.

Bersama Pak Samiran, Dena pernah menuju bagian lantai dasar rumah itu. Saat itu, dia tak merasa begitu takut. Tetapi siang itu, dia sendirian. Jantungnya berdegup kencang saat melihat kondisi lantai dasar yang begitu gelap. Dena lalu meletakkan lampunya, untuk mulai mengisi minyak tanah dari sebuah tanki drum minyak tua. Ada banyak drum di sana, kata Pak Samiran, itu memang stok minyak semua.

"Minyak dari kakek moyang dulu masih tersimpan dalam drum-drum tua yang bisa mengalir pada tangki. Kami tak pernah kesulitan penerangan meski tanpa listrik. Jadi jika PLN tidak bisa memasang listrik, rumah ini tak bakal pernah gelap," jelas Samiran.

"Tapi mengapa rumah ini tak ikut terbakar saat itu, meski ada minyak tanah di lantai dasarnya? Bukankah seluruh rumah lain di sini pada saat itu musnah terbakar?"

Pak Samiran mengangkat bahunya,"Mungkin keberuntungan saja. Namanya juga takdir."

Kreeeekkkkk.......

Dena mendadak menoleh. Lampu kemudian dia arahkan pada suara itu. Ternyata, ada sebuah lemari yang pintunya tiba-tiba terbuka. Dena tergesa mendekat, memperhatikan begitu banyak gaun-gaun indah tergantung di sana. Tapi seperti gaun-gaun bergaya Eropa lama, jadi mirip gaun-gaun pengantin jika dikenakan zaman kini. Dena hampir menutup kembali lemari itu, ketika dia tak sengaja melihat sesuatu yang tergeletak di bagian dasar lemari.

Tangan Dena bergetar menarik bingkai besar panjang itu, dan lebih bergetar lagi saat dia mengarahkan lampu ke benda itu. Ternyata sebuah lukisan! Dena mengarahkan lampu minyak ke lukisan tersebut.

"Oh, Tuhan!"

Dena tiba-tiba melempar lukisan mengerikan itu. Gambar seorang wanita telanjang! Betul-betul seperti asli. Sehingga cukup memualkan untuk dipandang. Sungguh tak dibayangkannya ada wanita yang sudi dilukis dalam keadan tanpa busana.

"Sakit jiwa! Itu yang melukis lebih sakit lagi, " gerutu Dena kesal, sebelum membawa semua lampu minyak tanah dan bergegas meninggalkan tempat itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status