Share

2: Tak Perawan

"Ah, halusinasi!"

Dena memegangi kepalanya yang sakit, lalu jatuh terduduk di lantai. Sejak gejolak rumah tangganya, dia mulai selalu merasa mudah pusing. Terkadang dia sulit membedakan tentang segala sesuatu, apakah itu nyata atau cuma mimpinya.

Dia pernah sempat bekerja sebagai salah satu staf administrasi pada sebuah kantor notaris pasca sebulan bercerai, tetapi tak lama malah diberhentikan. Rekan sekantornya menganggap dia sedikit tidak normal, dia dituduh kerap berhalusinasi dan sering tiba-tiba seperti kebingungan sendiri.

"Kau mestinya harus cepat ke Psikiater. Sesuatu terjadi padamu, Dena. Kau seperti tidak normal," kata mantan bosnya, saat melihat perilaku aneh Dena.

Dena menatap bosnya itu dengan lesu. Hatinya remuk. Dia seperti orang gila setelah diselingkuhi Hendra. Rasa sakit hati itu, seakan sulit untuk dilupakan begitu saja.

"Kalau sudah tak cinta, ngomong Mas! Kalau sudah tak mau setia, mohon bicara! Bukan malah mengajak pelacur itu tidur di ranjangku," teriak Dena.

"Ini bukan masalah cinta atau tidak cinta, Dena. Juga bukan karena urusan setia dan tidak setia. Ini soal takdir. Aku tak sengaja bertemu Lolita. Lalu semuanya terjadi," kata Hendra, mencoba membela perilaku sesatnya.

"Maksud Mas Hendra, sengaja meniduri wanita lain itu adalah takdir?"

"Ya, awalnya kekhilafan. Tetapi ternyata, aku benar mencintainya!"

Dena menggigit bibirnya. Dia coba menahan marah, meski kenyataan itu begitu pahit terasa. Mana dia tahu jika perselingkuhan itu ternyata telah lama? Dena hanya tahu, suaminya sering menyuruhnya dan kedua anaknya untuk pulang ke rumah ibu mertuanya tiap akhir pekan untuk mudik ke Jawa. Dengan alasan dia sedang lembur sehingga tak bisa menemani istri dan anaknya liburan. Ternyata, itu semua demi untuk bisa menggeluti tubuh seorang gadis remaja!

Hendra mengenal Lolita dari sosial media. Berawal dari curhat gadis itu soal pacarnya, membuat hubungan mereka malah terus beranjak mesra. Lolita yang baru berusia 15 tahun, bergetar hebat saat digerayangi Hendra usai nonton konser musik.

Di dalam mobil inventaris kantornya, Hendra melahap habis setiap inchi tubuh gadis yang itu. Lolita cuma bisa merintih kesakitan saat selaput daranya robek dan meninggalkan jejak merah di atas selimut putih yang digelar pada jok mobil. Membuat Hendra terpaksa mencuci selimut itu tengah malam serta membuang selimut itu, agar Dena tidak mengetahui kelakuan bejatnya di mobil.

Padahal, itu mobil kantor yang kadang dipinjamkan bosnya, Madam Sesco sesekali, biar Hendra bisa membawa keluarganya berjalan-jalan. Bahkan diberi bekal selimut pula untuk anak-anaknya biar tidak kedinginan. Tapi malah digunakan untuk mesum.

Selanjutnya, pergumulan penuh gelora beralih ke hotel-hotel murah usai Lolita pulang sekolah. Baru kemudian Hendra berani menyeret gadis itu ke rumahnya, bercinta di atas ranjang tempat tidur Dena dan dirinya.

Tak ada paksaan bagi Lolita. Dia tak ingin melepas Hendra. Semenjak lubang vaginanya melebar akibat rutin berhubungan intim tak kenal waktu, gairah gadis itu melaju tak terkendali bak sepeda lepas rantai.

Tak ada rasa sakit lagi. Justru yang ada hanyalah kenikmatan. Tak puas hanya digilir diam-diam berbatas waktu, Lolita lalu menuntut hubungan yang resmi. Dia rela meninggalkan sekolah demi Hendra yang bisa memuaskan dahaganya soal kebutuhan seksual. Meski itu berarti, harus tega membuat pria itu mampu melupakan istri dan kedua anaknya.

"Jadi selama delapan tahun pernikahan ini tak membekas lagi diotakmu, Mas? Hanya karena bertemu seorang anak  SMA?"

Hendra tertawa, dia lalu menoleh pada istrinya dengan angkuh.

"Apa yang kau inginkan dariku, Dena? Aku sudah katakan, bahwa semua telah berakhir. Pernikahan ini sudah hampa. Tak baik jika diteruskan!"

"Apa kelebihan gadis itu dariku Mas?"

Hendra menatap tajam ke mata istrinya yang telah banjir air mata itu. Emosinya mendadak membara. Kini mereka tak lagi seperti suami istri. Namun malah seperti lawan tanding yang siap saling gempur di ring tinju.

"Apa yang ada padanya, tidak ada saat pertama kali kau kutiduri..."

"Apa? Keperawanan?"

Hendra membuang muka. Membiarkan Dena menangis keras, memuaskan rasa sedihnya. Dia tahu Dena pasti terluka, tapi mau bilang apa? Ternyata memerawani seorang perempuan itu begitu kuat sensasi dan kenangannya. Karena setiap memasukkan penisnya ke lubang kemaluan istrinya yang kendur lebar, Hendra tak terlalu merasakan adanya keterikatan yang besar. Malah setiap bercinta, dia terbayang-bayang wajah istrinya yang penuh nafsu karena sedang digauli Jeffry mantan pacar Dena dengan buas. Membuat syahwatnya terkadang mendadak tuntas.

Sementara bagi Dena, perbuatan Hendra itu kejam. Masa karena lubang vagina kendur sejak awal menikah itu, malah dijadikan alasan untuk jadi predator perawan? Dulu dia yang menggoda Dena untuk meninggalkan Jeffry. Dengan bertingkah bak Pahlawan kesiangan, Hendra merayu Dena agar yakin menerima pinangannya.

"Tetapi aku sudah tak perawan, Mas" kata Dena, mengakui telah berhubungan seks bebas dengan Jeffry bahkan sejak tahun pertama kuliah. Saat itu Dena baru menginjak semester 4, sama seperti Jeffry. Sementara Hendra sedang menanti masa wisuda.

"Tak masalah, Dena. Mas pria moderen yang tak ingin konyol berurusan dengan selaput dara. Mas mencintaimu tulus dari hati. Lupakan Jeffry yang badung dan tak punya masa depan itu..."

Rayuan itu akhirnya sanggup membuat Dena meninggalkan bangku kuliah demi menikah dengan Hendra. Apalagi, perutnya sudah buncit besar yang kelak bakal lahir puteri cantik yang diberinya nama Princess Aurora.

Selama pernikahan, Hendra memang terlihat seperti pria yang luar biasa mencintainya. Siapa sangka, jika pernikahan itu bakal diserang godaan seorang gadis belia gatal, yang sengaja meninggalkan celana dalamnya yang berwarna hitam di atas ranjang mereka?

Dena trauma melihat itu. Dia mengamuk sejadi-jadinya dengan penuh amarah. Semua mendadak terlihat berubah menjadi berwarna hitam seperti celana dalam Lolita. Sehingga dia depresi, makin sering berhalusinasi.

"Kau pantas untuk diceraikan! Keluargamu semua gila, kau juga sama!"

Dena menutup kedua telinganya. Suara Hendra seakan masih bergema hingga detik itu.

"Hoom..."

Suara itu. Dena makin gemetar. Tiba-tiba dia teringat kedua anaknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status