“Pertama kali melihatnya, dia begitu cantik. Jujur saja, aku langsung jatuh cinta. Namun, belakangan kutahu ternyata dia adalah kekasih Grayson, adikku,” tutur Justin, dengan tatapan menerawang. Justin ingat betul pada malam pertama kali bertemu dengan Agatha, di sebuah pesta yang diselenggarakan salah seorang temannya.“Aku sengaja mengundang banyak wanita ke pesta ini,” ucap Brant, sang penyelenggara pesta. “Menyenangkan. Tapi, aku tidak bisa lama di sini,” ucap Justin menanggapi, lalu meneguk minuman dalam gelas. Iseng, pria tampan bermata abu-abu itu mengedarkan pandangan ke sekitar area pesta yang cukup ramai. Dalam hiruk-pikuk pria dan wanita yang tengah asyik menikmati pesta, tatapan pria itu terkunci pada seraut wajah cantik beberapa langkah di depannya. Justin yang awalnya merasa bosan dan memutuskan pulang lebih cepat, tanpa sadar tersenyum kecil. “Hm,” gumamnya pelan, sambil berjalan menghampiri wanita yang tengah menikmati musik sambil menari. Dari jarak hanya beberapa
Justin menatap aneh Helena, lalu tersenyum kecil. “Apa yang kau harapkan?” tanyanya.Helena menggeleng pelan. “Lupakan,” ujarnya, seraya menarik selimut. “Sebaiknya, kita tidur saja.” Dia memposisikan diri di sebelah Justin, yang masih duduk bersandar pada kepala tempat tidur.Helena mulai terpejam. Namun, sesaat kemudian wanita itu kembali membuka mata, lalu menatap Justin yang ternyata tengah memperhatikannya.Mereka saling pandang, sebelum Justin ikut berbaring dengan posisi menyamping.“Kau yakin tidak ada pria yang menyukaimu?” tanya Justin, seraya menyentuh lembut pipi Helena.Helena tersenyum kecil. Dia tak sempat menjawab karena Justin lebih dulu mengecup
“Ada urusan yang harus kuselesaikan,” ucap Justin, bersamaan dengan pintu lift yang tertutup sempurna. Helena tak menanggapi. Dia tahu Justin pasti akan pulang dan menemui Agatha. Sesuatu yang membuatnya tak mengerti. Hingga lift tiba di lantai bawah, tak ada perbincangan antara Helena dan Justin. Sikap diam wanita muda itu menimbulkan pemikiran lain, di benak sang pemimpin redaksi GP Enterprise. “Kau kenapa?” tanya Justin datar, sebelum mengenakan helm. Dia menatap aneh Helena, sambil duduk di motor. “Tidak apa-apa,” jawab Helena singkat. “Apanya yang ‘tidak apa-apa’? Kau diam dan cemberut sejak tadi. Apa karena aku tidak jadi mengantarmu pulang?” Helena menggeleng pelan. “Tidak masalah. Lagi pula, aku bisa pulang sendiri,” ujarnya pelan. Justin terus menatap Helena, yang menghindari bertatapan langsung dengannya. Sebagai pria dewasa, dia tahu ada sesuatu yang tak beres dengan wanita itu. “Naiklah,” suruh Justin, yang kemudian memakai helm. Dia menyalakan mesin motor, menungg
Justin langsung menoleh. Dia tak menyangka Grayson ada di sana. Sudah dipastikan sang adik melihat semuanya. Walaupun ada sedikit rasa tak nyaman, tapi Justin berusaha menutupi dengan tetap terlihat tenang. “Sedang apa kau di sini?” tanya pria itu dingin. “Mengawasimu,” jawab Grayson enteng, seraya mendekat ke hadapan Justin yang menatapnya tak bersahabat. “Inikah yang kau lakukan terhadap Agatha?” Nada bicaranya mulai terdengar serius. “Bukan urusanmu,” balas Justin tak acuh. Dia bahkan hendak berlalu dari hadapan sang adik. Namun, Grayson segera menahan gerak Justin. Dia tak membiarkan pria itu pergi, tanpa memberikan penjelasan. “Menyingkirlah, G! Aku tidak ingin membuat keributan di sini,” ucap Justin pelan, tapi penuh penekanan. “Siapa yang berniat membuat keributan?” “Kau adalah pengacau sialan, G. Aku malas menghadapimu,” balas Justin dingin.“Dan kau adalah pengkhianat brengsek, Justin. Kau pikir aku menyukai dan kagum dengan segala prestasi kerjamu? Cih!”“Aku tidak ped
“Kau pikir Grayson sedang merencanakan sesuatu?” Justin menatap serius sang istri.“Kita tidak tahu seperti apa perasaannya saat pergi. Dia pasti sangat marah dan terkhianati. Bukan tak mungkin jika adikmu … sudahlah. Anggap saja pikiranku terlalu jauh.” Agatha menggeleng pelan.“Aku mengenal Grayson. Apa pun yang dia lakukan, tak akan terlalu berpengaruh. Biarkan saja,” ujar Justin tak acuh, seraya beranjak dari duduk. Dia berbalik ke pintu.“Mau ke mana?” tanya Agatha, seakan mencegah pria itu agar tidak pergi.Justin yang sudah siap membuka pintu langsung tertegun, lalu menoleh. Dia menatap heran sang istri.“Apa kau akan pergi lagi? Kenapa tida
Pria petugas lobi itu mengamati foto di ponsel Grayson. Dia tahu betul dan pernah melihat sosok wanita yang tak lain adalah Helena. Namun, si pria memilih menggeleng, sebagai tanda tidak mengetahui. “Maafkan aku, Tuan,” ucapnya kemudian. “Anda yakin tidak pernah melihat wanita ini?” tanya Grayson dengan sorot tak percaya.“Meskipun aku mengetahui, tapi tidak akan memberikan laporan apa pun karena itu merupakan privasi penghuni apartemen ini. Lagi pula, aku tidak tahu siapa dan apa kewenangan Anda, mengorek informasi tentang Tuan Justin Cuthbert. Tanpa alasan jelas, itu sangat tidak dibenarkan.”“Ah, yang benar saja.” Grayson tertawa pelan. “Aku ….” Pria itu mendekat, lalu berbicara dengan setengah berbisik. “Ini akan jadi rahasia kita berdua.”Petugas lobi menatap dengan sorot aneh dan tak mengerti. Namun, sepertinya dia bingung harus berkata apa. “Namaku Grayson Cuthbert. Aku adalah adik kandung Justin Cuthbert,” bisiknya. “Anda boleh tidak percaya, tapi —”“Aku belum pernah meliha
"Hentikan." Helena berusaha melepaskan pertautan itu.Akan tetapi, Justin tak membiarkan. Dia menangkup wajah Helena, menahannya agar tak bergerak. Pria tampan tersebut kembali melumat mesra bibir wanita muda itu, sambil mendorongnya perlahan ke dinding. Justin menyandarkan Helena, yang lama-kelamaan menerima dan justru menikmati adegan tadi."Kau mulai memberontak," ucap Justin pelan dan dalam, tanpa menjauhkan paras tampannya dari wajah Helena. "Aku tidak suka jika kau banyak protes."Helena tidak menanggapi. Awalnya, dia membalas tatapan Justin. Namun, sesaat kemudian wanita berkacamata itu memalingkan muka."Tatap aku."Helena tak menurut. Dia tetap mengarahkan perhatian ke arah lain."Seperti inikah saat kau marah?" Justin mencoba bersikap manis, dengan cara membelai lembut pipi Helena. "Tatap aku.""Untuk apa?""Mungkin, kau ingin melihat sesuatu."Helena menggeleng pelan, lalu mengembuskan napas pelan bernada keluhan."Aku tidak ingin menyimpulkan terlalu cepat," ucap Justin la
Helena tidak menjawab. Dalam hati, dia merasakan ada jutaaan kupu-kupu yang beterbangan ke sana kemari hingga membuatnya geli. Wanita muda itu tersipu, meskipun berusaha keras menyembunyikan apa yang tengah melandanya kini. Melihat perubahan air muka Helena, membuat Justin ingin menggoda wanita itu. Dia mengubah posisi tidur jadi menghadap Helena. Tatapannya pun terlihat sangat nakal. “Kemarilah.” Justin menarik Helena, agar menghadap padanya. “Apa kau percaya pada cinta?” tanyanya.“Memangnya kenapa?” Helena balik bertanya. “Kau pernah jatuh cinta sebelumnya?” tanya Justin lagi, seraya membelai lembut pipi Helena, menggunakan punggung tangan. Helena tidak segera menjawab. Wanita muda bermata biru itu tampak berpikir, lalu tiba-tiba tersenyum geli.“Kenapa?” tanya Justin penasaran. “Aku pernah menyukai seseorang. Dia adalah teman sekelasku di sekolah lanjutan. Anda tahu siapa nama pemuda itu?” Justin mengernyitkan kening, mendengar pertanyaan aneh Helena. “Mana kutahu,” jawabnya