Salah satu ketua dari silmuan harimau itu berdiri sambil menatap Bimantara. Sementara Bimantara, Bahari dan Raja Dawuh saling memunggungi sembari awas dengan pedang masing-masing.“Siapa kalian?” tanya Ketua Siluman harimau itu pada Bimantara. “Kenapa kalian memasuki wilayah kami? Kami sudah lama menetap di sini dan tidak mengganggu manusia di bawah sana. Sesuai dengan perjanjian leluhur kami dahulu. Kini kalian dengan beraninya memasuki wilayah kami!”“Kami datang dari jauh untuk mencari seseorang,” jawab Bimantara. “Kami mendarat di bukit ini tidak bermaksud untuk mengganggu kehidupan kalian.”Ketua Siluman harimau itu tampak tidak percaya.“Begitulah manusia, tidak pernah menepati janjinya. Tidak seperti bangsa kami yang begitu setia memegang janji!” ucap Ketua Siluman itu.“Biarkan kami pergi dari sini,” pinta Bahari. “Kami bukan musuh kalian.”Ketua Siluman harimau tampak marah.“Seraaang!” teriak Ketua Siluman Harimau itu pada pengikutnya.Seketika harimau-harimau yang sudah ber
“Lama setelah itu, penculik anak harimau itu meninggal. Setelah tiga hari dimakamkan, ternyata kuburan penculik anak harimau itu seperti ada yang membongkar. Penduduk di sana heran. Mereka akhirnya menemukan jejak kaki harimau di sekitar kuburan penculik anak harimau itu. Setelah diperiksa mayat penculik itu, ternyata mayatnya masih utuh, tidak dimakan harimau yang membongkar kuburannya. Warga yang dahulu pernah bicara dengan harimau itu teringat kalau harimau itu ingin melihat wajah penculiknya, dia yakin yang membongkar kuburan itu adalah harimau yang dahulu anaknya diculik itu, hanya ingin memenuhi sumpah dan janjinya untuk melihat penculik anaknya itu,” ucap Bimantara.Bahari dan Raja Dawuh tercengang mendengarnya.“Berarti mereka benar-benar setia pada sumpah dan janji mereka,” celetuk Bahari.“Ya, makanya mereka sangat membenci kedatangan kita,” sahut Bimantara.Anak rusa yang mereka bakar sudah matang. Mereka pun menikmati daging rusa itu dengan lahap. Sambil memakan daging an
Malam kian larut. Bimantara, Raja Dawuh dan Bahari mengiringi langkah Pendekar Perempuan itu. Seketika Bahari mempercepat langkahnya biar sejajar dengan Pendekar Perempuan itu.“Boleh kah aku tahu namamu?” tanya Bahari sambil tersenyum genit padanya.Raja Dawuh tampak tidak senang melihatnya. Bimantara hanya diam. Dia sedikit khawatir pada Bahari yang seperti belum pernah mengenal cinta dalam seumur hidupnya. Bimantara pun heran melihat sikap Raja Dawuh yang tampak jatuh cinta dengan gadis itu.“Panggil aku Ratna,” jawab Pendekar Perempuan itu.“Ratna?”“Memangnya terdengar aneh?” jawab Pendekar Perempuan itu yang ternyata memiliki nama Ratna.“Aku baru ini mendengar nama itu,” jawab Bahari.Tak lama kemudian Raja Dawuh mempercepat langkahnya untuk berjalan sejajar dengan mereka. Kini gadis itu diapit oleh dua perjaka tampan. Bimantara geleng-geleng melihatnya.“Ingat tujuan kalian!” ucap Bimantara.Ratna tampak tersenyum mendengar itu. Sementara Bahari dan Raja Dawuh tampak ciut lalu
“Kenapa mereka berani menginjak wilayah manusia?” tanya Pendekar Sungai Panjang dengan heran.Ratna yang baru datang membawa jamuan untuk tamunya, heran. “Kenapa, Ayah?”“Harimau-harimau penunggu bukit mengelilingi rumah ini!”Ratna terkejut mendengarnya. Bimantara yakin, itu karena mereka mendarat di atas bukit itu.“Biar aku yang menghadapinya,” pinta Bimantara.“Dia akan membunuhmu dan jika kau akan membunuhnya, maka selamanya mereka akan mencarimu dan memburumu. Mereka tak akan berhenti sampai berhasil mencabik-cabik kulitmu,” ucap Pendekar Sungai Panjang dengan cemas.“Serahkan ini padaku,” pinta Bimantara.Pendekar Sungai Panjang tampak pasrah.“Izinkan kami menemanimu, Bimantara,” pinta Raja Dawuh.“Tak perlu,” jawab Bimantara. “Ini salahku yang telah mendaratkan nagaku di atas bukit mereka.”Pendekar Sungai Panjang tak percaya mendengar itu. Rupanya itu ulah Bimantara dan dua pendekar yang dibawanya. Bimantara pun keluar dari rumah itu untuk menemui bangsa harimau itu.Raja Ha
Ratna tampak tidak tenang di dalam ruang tamu rumahnya. Dia berjalan mondar mandir dengan gelisah. Dia memikirkan nasib ayahnya yang dibawa Raja Harimau bersama pasukannya ke wilayah mereka. Raja Dawuh dan Bahari yang duduk di sana sambil menghadap hidangan dan minuman yang belum mereka sentuh, tampak khawatir pada Ratna, juga khawatir akan nasib Pendekar Sungai Panjang.Raja Dawuh menatap Ratna untuk menenangkannya.“Tenang saja, Ratna. Ayahmu bersama Bimantara. Aku sudah mengenal Bimantara sejak dahulu. Dia hebat, penuh taktik, dan aku yakin dia mampu menjaga ayahmu dengan baik,” ujar Raja Dawuh pada Ratna.“Aku percaya dengan kehebatan Chandaka Uddhiharta itu. Kisah perjalanannya dipilih para Dewa telah tersebar ke negeri ini,” ujar Ratna, “Pasukan Raja Harimau sangat banyak, Bimantara mungkin akan selamat, tapi ayahku... bangsa siluman harimau terkenal kejam dan penuh taktik jika ayah tak mampu menyelamatkan istri dari Raja Harimau itu.”“Apa kau ingin menyusul ayahmu?” tanya Baha
Raja Harimau pun mendekati Pendekar Sungai Panjang dengan lega. “Terima kasih telah mengobati istriku,” ucap Raja Harimau itu. Lalu dia memandangi Bimantara yang berdiri di samping Pendekar Sungai Panjang. “Maafkan atas kemarahanku. Sekarang kalian boleh pergi dari sini.”Bimantara dan Pendekar Sungai Panjang tampak lega mendengarnya.“Tapi sebelum pergi, ada satu hal yang ingin aku serahkan padamu, Tuan Tabib,” ucap Raja Harimau itu.Pendekar Sungai Panjang pun heran.“Apa itu?” tanya Pendekar Sungai Panjang dengan heran.“Tunggu sebentar,” jawab Raja Harimau itu lalu menoleh pada bangsanya. Salah satu siluman harimau itu pergi, tak lama kemudian dia datang kembali membawa sebuah kitab. Dia menyerahkan kitab itu pada Raja Harimau. Raja Harimau mendekat ke pendekar sungai panjang.“Aku tahu, kami sangat menjunjung tinggi perjanjian para leluhur kami dengan bangsamu. Bahkan kita hidup berdampingan di tanah yang sama. Para leluhur kami melarang manusia menginjak bukit ini karena tidak m
Bimantara dan Pendekar Sungai Panjang pun berhasil keluar dari gerbang perbatasan itu. Mereka pun melanjutkan perjalanan menuju kediamannya. Pendekar Sungai Panjang menoleh pada Bimantara. Dia masih sangat penasaran dengan kitab yang diterimanya.“Sepertinya Maha Dewa telah banyak mengajarkanmu,” ucap Pendekar Sungai Panjang penasaran. “Kau lebih tahu tentang kitab dari para leluhur itu.”“Aku tidak tahu mengenai kekuatan apa yang ada di dalam kitab itu,” sahut Bimantara. “Di dalam kitab petunjuk tentang para panglima pun tidak dijelaskan kau memiliki kekuatan selain ahli dalam seni pengobatan.”“Aku sungguh penasaran. Rasanya tidak mungkin aku tidak belajar ilmu bela diri secara langsung, tapi dengan aliran cahaya itu aku akan menguasai semuanya,” ucap Pendekar Sungai Panjang.Bimantara pun berhenti berjalan. Pendekar Sungai Panjang pun berhenti dengan heran. Seketika Bimantara mengarahkan pukulannya ke dada Pendekar Sungai Panjang, lalu dengan sigap pendekar itu menangkis pukulannya
Naga itu mendarat di sebuah negeri berkabut. Bimantara turun bersama Raja Dawuh, Bahari dan Pendekar Sungai Panjang dari punggung naga. Setelah itu, naga yang membawa mereka ke sana kembali terbang meninggalkan tempat itu. Bimantara mengitari sekitar. Tak ada yang bisa mereka lihat di tempat itu kecuali kabut putih. Negeri itu begitu dingin. Hawa dinginnya terasa menusuk tulang. Sesekali terdengar suara burung gagak di kejauhan.“Di mana kita, Bimantara?” tanya Raja Dawuh heran.“Inilah sebuah negeri di mana Pendekar Dua Alam tinggal,” jawab Bimantara.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang tampak penasaran.“Apakah dia dari golongan bangsa roh?” tanya Bahari.“Dia manusia biasa,” jawab Bimantara. “Dia disebut para dewa sebagai pendekar dua alam karena mampu membangkitkan roh-roh baik nan sakti untuk kembali hidup.”Pendekar Sungai Panjang semakin penasaran mendengar itu.“Membangkitkan orang mati?”“Ya,” jawab Bimantara. “Sepertinya para Dewa menghendakinya bergabung denganku hanya karen