“Besok aku tunggu di arena pertarungan!” ucap Bahari lalu meninggalkan Bimantara, Raja Dawuh dan Kakeknya di sana.Saat Bahari sudah menghilang dari pandangan mereka, Raja Dawuh menatap Bimantara dengan khawatirnya. “Kenapa kau terima tawaran itu? Bukan kah itu akan menghambat kita untuk segera pergi ke negeri salju?”“Tidak ada cara lain selain menerima tawarannya,” jawab Bimantara.Raja Dawuh terpaksa mengalah. Kakek Tua itu menatap mereka dengan bingung. Untuk mengajaknya kembali ke rumahnya, jaraknya sangat jauh. Jika harus menunggu di sana, mereka terpaksa harus bermalam.“Apa kita cari penginapan saja untuk menunggu hari esok?” tawar kakek itu.“Apakah di sini ada penginapan?” tanya Raja Dawuh.“Ini negeri damai dan tentram,” jawab Kakek Tua itu. “Meski banyak pendekar, tidak ada penjahat di negeri ini. Makanya Yang Mulia Raja mengadakan arena pertarungan untuk menunjukkan kekuatan mereka dan menunjukkan keberadaan para pendekar terbaik di negeri ini.”“Memangnya kemana cucumu?”
Para prajurit itupun mengulurkan tombak ke arah kakek Tua itu. Tak lama kemudian seorang Panglima datang dari belakang para prajurit itu.“Di mana kau sembunyikan para penyusup itu?” tanya Sang Panglima.Kakek Tua itu tampak gemetar. Dia menoleh pada perempuan yang tampak menatapnya sambil tersenyum sinis. Dia yakin perempuan itulah yang melaporkannya pada para prajurit itu.“Mereka bukan penyusup,” jawab Kakek Tua itu.Sang Panglima itu mencabut pedangnya lalu mengarahkannya pada leher Kakek Tua itu. “Kau tahu hukumannya jika bekerjasama dengan penyusup? Kau akan dihukum penjara selama-lamanya.”Kakek Tua itu semakin gemetar mendengarnya. “Mereka ada di dalam kamar sana!” jawab Kakek Tua itu.Tak lama kemudian muncul Raja Dawuh keluar dari dalam kamar penginapan itu. Raja Dawuh tampak terkejut melihat para prajurit itu hendak menghunuskan pedang pada Kakek Tua itu.“Tangkaaap!” teriak Sang Panglima.Para prajurit itu pun langsung menyerang Raja Dawuh. Dengan kekuatannya, Raja Dawuh m
Pendekar Tombak Angin tampak tertawa puas melihat mayat-mayat manusia bergelimpangan di hadapannya. Sebuah desa baru saja habis terbakar olehnya. Dia telah membunuh banyak manusia di negeri itu. Tiga makhluk hitam berdiri di belakangnya dengan senang.“Kita telah mengembalikan keturunan berharga Yang Mulia,” bisik makhluk hitam itu pada temannya.“Aku rasa sebentar lagi kita bisa membangkitkan kembali Yang Mulia Bubungkala dan yang lainnya,” jawab Makhluk hitam lainnya.Pendekar Tombak Angin menoleh pada mereka bertiga.“Aku telah puas membunuh semuanya di negeri ini!” teriak Pendekar Tombak Angin. “Sekarang apa yang harus aku lakukan untuk menyelamatkan paman-pamanku?”“Kita harus pergi ke sebuah pulau, Tuanku. Kau harus membangkitkan para prajurit dari bangsa roh di sana dan kembali mengasah kemampuanmu untuk pergi ke negeri salju,” jawab makhluk hitam itu.“Kenapa tidak sekarang saja kita selamatkan paman-pamanku?” tanya Pendekar Tombak Angin dengan tidak sabarnya.“Negeri itu nege
Naga itu terbang di langit, melintasi awan-awan putih yang tampak indah. Bahari yang berada di belakang Bimantara tampak tercengang melihatnya, sementara Raja Dawuh tampak diam yang duduk paling belakang di punggung naga itu. Bimantara terus saja mengendalikan naga itu menuju sebuah negeri tempat Pendekar Sungai Panjang berada. Entah akan berapa lama lagi mereka akan melintasi langit. Bimantara menggunakan penerawangannya untuk mengendalikan naganya.“Apakah aku juga bisa memiliki naga sepertimu, Bimantara?” tanya Bahari dengan penasarannya.“Hanya manusia yang dipilih naga saja yang bisa menungganginya,” jawab Bimantara.“Apakah naga ini akan cukup membawa semua panglimamu?” tanya Bahari lagi.“Jangankan cuman berenam, seratus manusia pun akan sanggup dibawanya terbang,” jawab Bimantara sambil terkekeh.Bahari tercengang mendengarnya.“Tapi setelah semua pendekar yang dipilih para Dewa terkumpul nanti, kalian semua akan aku bawa ke negeri para naga, untuk memilih diantara mereka yang
Salah satu ketua dari silmuan harimau itu berdiri sambil menatap Bimantara. Sementara Bimantara, Bahari dan Raja Dawuh saling memunggungi sembari awas dengan pedang masing-masing.“Siapa kalian?” tanya Ketua Siluman harimau itu pada Bimantara. “Kenapa kalian memasuki wilayah kami? Kami sudah lama menetap di sini dan tidak mengganggu manusia di bawah sana. Sesuai dengan perjanjian leluhur kami dahulu. Kini kalian dengan beraninya memasuki wilayah kami!”“Kami datang dari jauh untuk mencari seseorang,” jawab Bimantara. “Kami mendarat di bukit ini tidak bermaksud untuk mengganggu kehidupan kalian.”Ketua Siluman harimau itu tampak tidak percaya.“Begitulah manusia, tidak pernah menepati janjinya. Tidak seperti bangsa kami yang begitu setia memegang janji!” ucap Ketua Siluman itu.“Biarkan kami pergi dari sini,” pinta Bahari. “Kami bukan musuh kalian.”Ketua Siluman harimau tampak marah.“Seraaang!” teriak Ketua Siluman Harimau itu pada pengikutnya.Seketika harimau-harimau yang sudah ber
“Lama setelah itu, penculik anak harimau itu meninggal. Setelah tiga hari dimakamkan, ternyata kuburan penculik anak harimau itu seperti ada yang membongkar. Penduduk di sana heran. Mereka akhirnya menemukan jejak kaki harimau di sekitar kuburan penculik anak harimau itu. Setelah diperiksa mayat penculik itu, ternyata mayatnya masih utuh, tidak dimakan harimau yang membongkar kuburannya. Warga yang dahulu pernah bicara dengan harimau itu teringat kalau harimau itu ingin melihat wajah penculiknya, dia yakin yang membongkar kuburan itu adalah harimau yang dahulu anaknya diculik itu, hanya ingin memenuhi sumpah dan janjinya untuk melihat penculik anaknya itu,” ucap Bimantara.Bahari dan Raja Dawuh tercengang mendengarnya.“Berarti mereka benar-benar setia pada sumpah dan janji mereka,” celetuk Bahari.“Ya, makanya mereka sangat membenci kedatangan kita,” sahut Bimantara.Anak rusa yang mereka bakar sudah matang. Mereka pun menikmati daging rusa itu dengan lahap. Sambil memakan daging an
Malam kian larut. Bimantara, Raja Dawuh dan Bahari mengiringi langkah Pendekar Perempuan itu. Seketika Bahari mempercepat langkahnya biar sejajar dengan Pendekar Perempuan itu.“Boleh kah aku tahu namamu?” tanya Bahari sambil tersenyum genit padanya.Raja Dawuh tampak tidak senang melihatnya. Bimantara hanya diam. Dia sedikit khawatir pada Bahari yang seperti belum pernah mengenal cinta dalam seumur hidupnya. Bimantara pun heran melihat sikap Raja Dawuh yang tampak jatuh cinta dengan gadis itu.“Panggil aku Ratna,” jawab Pendekar Perempuan itu.“Ratna?”“Memangnya terdengar aneh?” jawab Pendekar Perempuan itu yang ternyata memiliki nama Ratna.“Aku baru ini mendengar nama itu,” jawab Bahari.Tak lama kemudian Raja Dawuh mempercepat langkahnya untuk berjalan sejajar dengan mereka. Kini gadis itu diapit oleh dua perjaka tampan. Bimantara geleng-geleng melihatnya.“Ingat tujuan kalian!” ucap Bimantara.Ratna tampak tersenyum mendengar itu. Sementara Bahari dan Raja Dawuh tampak ciut lalu
“Kenapa mereka berani menginjak wilayah manusia?” tanya Pendekar Sungai Panjang dengan heran.Ratna yang baru datang membawa jamuan untuk tamunya, heran. “Kenapa, Ayah?”“Harimau-harimau penunggu bukit mengelilingi rumah ini!”Ratna terkejut mendengarnya. Bimantara yakin, itu karena mereka mendarat di atas bukit itu.“Biar aku yang menghadapinya,” pinta Bimantara.“Dia akan membunuhmu dan jika kau akan membunuhnya, maka selamanya mereka akan mencarimu dan memburumu. Mereka tak akan berhenti sampai berhasil mencabik-cabik kulitmu,” ucap Pendekar Sungai Panjang dengan cemas.“Serahkan ini padaku,” pinta Bimantara.Pendekar Sungai Panjang tampak pasrah.“Izinkan kami menemanimu, Bimantara,” pinta Raja Dawuh.“Tak perlu,” jawab Bimantara. “Ini salahku yang telah mendaratkan nagaku di atas bukit mereka.”Pendekar Sungai Panjang tak percaya mendengar itu. Rupanya itu ulah Bimantara dan dua pendekar yang dibawanya. Bimantara pun keluar dari rumah itu untuk menemui bangsa harimau itu.Raja Ha