Beranda / Pendekar / Bimantara Pendekar Kaki Satu / 527. Dibalik Hukum Gantung Itu

Share

527. Dibalik Hukum Gantung Itu

Penulis: Hakayi
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-15 18:10:31

Amita terbelalak melihat kehadiran Bimantara.

“Rupanya kau cahaya itu?!” ucap Amita dengan sorot mata penuh amarahnya. “Kau pikir aku takut denganmu?!”

“Bangunkan semua yang telah kau bacakan mantra tidur itu! Dan pergilah dari sini! Bawa pasukanmu! Sebelum aku melakukan hal yang tidak Nenek pikirkan sebelumnya!” ancam Bimantara, mengabaikan Raja Dawuh yang masih berada di dalam kereta kencana.

Amita semakin geram mendengarnya.

“Kau pikir aku diam saja melihat kedua cucuku yang sekarang tengah dikurung Yang Mulia Raja?! Setelah Raja kejam itu membunuh kedua orang tuanya, kini dia malah ingin menghukum mati kedua cucu kesayangku!” teriak Amita tidak menerima.

“Kedua anakmu mati karena mereka bersalah! Bukan karena kekejaman Yang Mulia Raja!” tegas Bimantara.

“Mereka dihukum gantung tanpa salah!” bela Amita.

“Mereka berkhianat pada Sang Raja. Namun karena nama baik mereka, Yang Mulia Raja tidak mengumumkan kesalahan mereka dan hukuman gantung itupun tidak disaksikan oleh banyak orang!”

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   528. Derap Kuda Pangeran Kedua

    “Sekarang mari kita bawa Yang Mulia Raja Dawuh menghadap Yang Mulia Raja,” pinta Bimantara.Pendekar Burung Merpati dan Pendekar Bunga Teratai mengangguk. Raja Dawuh pun kembali menaiki kereta kencananya. Bimantara pun bersiul, kuda putihnya datang. Bimantara pun bergegas menaiki kudanya. Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan menuju istana kerajaan Warih, dikawal Bimantara, Pendekar Burung Merpati dan Pendekar Bunga Teratai. Para prajurit yang tersisa pun mengiringi mereka dari belakang.“Aku benar-benar tidak percaya bisa bertemu dengan Bimantara kembali ke negeri ini,” ucap Raja Dawuh pada Panglima Adhira yang duduk di dekatnya di dalam kereta kencana itu.“Mungkin karena itulah Yang Mulia Raja sangat ingin memenuhi undangan Yang Mulia Raja di kerajaan ini,” sahut Panglima Adhihra.“Ya, mungkin Dewata telah menakdirkan kami untuk bertemu kembali,” ucap Raja Dawuh dengan tenang dan leganya.Sementara itu, Bimantara terus saja memacukan kudanya berada paling depan. Di belakang ker

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-15
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   529. Tongkat Pusaka

    Putra Mahkota dan pasukannya tiba di depan gerbang pertama pendakian gunung Nun bersama Pasukannya. Pendekar Gunung Nun yang tengah berjaga di sana tampak heran dan langsung menghadap Putra Mahkota. “Ampun, Yang Mulia. Ada apa gerangan Yang Mulia ke gunung ini?” tanya Pendekar Gunung Nun dengan heran. “Apakah kau melihat Pangeran Kedua datang ke sini?” tanya Putra Mahkota. “Hamba tidak melihatnya, Yang Mulia. Memangnya kenapa?” tanya Pendekar Gunung Nun dengan heran. “Dia telah membawa tongkat hitam miliki Bimantara. Dia ingin membangunkan Bubungkala di dalam gunung ini,” jawab Putra Mahkota. Pendekar Gunung Nun tampak terkejut mendengarnya. “Ampun, Yang Mulia. Kami tidak melihatnya. Jika dia memang ingin membawa tongkat hitam milik Bimantara itu ke gunung ini, dia pasti tidak akan bisa melewati kami,” ucap Pendekar Gunung Nun. Putra Mahkota pun tampak bingung. “Sekarang tolong periksa di setiap penjagaan di kaki gunung ini!” perintah Putra Mahkota. “Jangan sampai dia memasuki

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-15
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   530. Kembalinya Sang Naga

    “Kau harus kesana, Bimantara. Kau harus merebut kembali tongkat hitammu,” pinta Tuan Putri.Bimantara mengangguk.“Temuilah Ayahmu di acara penyambutan Yang Mulia Raja Dawuh,” pinta Bimantara. “Raja itu sahabatku di Nusantara. Katakan pada Ayahmu, aku tidak bisa turut hadir dalam acara itu karena harus merebut kembali tongkat hitamku. Dan mohonlah pada Ayahmu untuk membebaskan Gavin dan Gala, mereka sekarang sudah berpihak padaku. Jika Yang Mulia Raja sudah membebaskan mereka, pintalah kepada Gavin dan Gala agar segera menemui Neneknya Amita. Jika mereka tidak menemui Neneknya, aku khawatir Amita akan berbuat yang tidak-tidak lagi.”Sang Putri pun mengangguk.Bimantara pun berjalan ke teras kediaman Sang Putri. Dia memandang langit.“Maha Dewa, aku meminta izin padamu untuk memanggil nagaku! Agar aku bisa mencari tongkat hitamku dengan mudah,” gumam Bimantara. Kemudian dia membaca mantra.Sang Putri mendekatinya. Dia menatap Bimantara dengan heran. Dia tidak tahu apa yang sedang dilak

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-16
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   531. Raja Harimau

    Raja berhenti saat mendengar panggilan dari Putri.“Ada apa?” tanya Raja Abinawa dengan heran.“Bimantara memohon pada Ayah untuk melepaskan Gavin dan Gala,” ucap Sang Putri. “Bimantara bilang mereka sudah patuh pada Bimantara. Mereka sudah bisa dipercaya bahwa sudah berpihak pada kita.”“Kalau begitu, temui penjaga penjara setelah acara penyambutan ini selesai. Kau minta mereka untuk melepaskan dua pendekar kembar itu,” jawab Raja Abinawa.“Terima kasih, Ayah.” Putri tampak lega mendengar itu. Dia pun kembali ke Sang Ratu yang tengah menemani Raja Dawuh bersama Panglima Adhira.***Sementara itu, Pangeran Padama yang hampir tiba ke atas puncak sana tampak terkejut mendengar suara naga di kejauhan sana. Dia menghentikan kudanya yang tertatih menanjaki gunung Nun itu. Para Tetua di belakangnya pun turut menghentikan kuda masing-masing. Mereka pun heran mendengar suara Naga di langit sana.Pangeran Padama pun mendongak ke sumber suara. Di kejauhan sana dia melihat Sang Naga sedang berus

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-16
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   532. Lima Panglima

    Empat Panglima dari bangsa dedemit itu datang menghadap Bubungkala yang tengah terikat oleh rantai besi di dalam perut gunung itu. Bubungkala membuka mata dengan heran ketika melihat empat panglimanya datang.“Apakah utusan yang hendak menyelamatkanku telah datang?” tanya Bubungkala dengan suara bergemanya.“Saat ini Panglima kelima telah menuntunya melewati jalan rahasia menuju puncak gunung sana, Yang Mulia,” ucap Ratu Peri pada Bubungkala.Bubungkala tampak senang mendengarnya. Dia tertawa yang terdengar begitu menyeramkan dan membuat gunung itu bergetar.“Sebentar lagi aku akan keluar dari penjara ini!” teriak Bubungkala dengan senangnya. “Sebentar lagi aku akan dapat membalaskan dendamku pada manusia yang telah membunuh Ayahku!”Keempat Panglima itu saling menatap dengan heran. Siluman ular lalu menatap Bubungkala dengan gemetar. “Bukankah Manusia Buruk Rupa itu telah tiada, Yang Mulia? Dia telah mati.”Bubunglala tertawa.“Dia belum mati! Para Dewa telah menjadikannya sebuah pat

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-16
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   533. Cahaya Merah

    Bimantara memacukan kuda putihnya bersama Putra Mahkota dan Pendekar Gunung Nun. Para Prajurit mengiringi mereka dari belakang. Saat mereka tiba di depan mulut gua itu, mereka turun dari kuda masing-masing. Bimantara terbelalak ketika melihat batu penutup gua itu tampak pecah dan ada bekas telapak kaki kuda di tanah yang berlumpur di hadapan mulut gua itu. Bimantara menatap rongga gua dari celah batu pecah itu. Di dalam sana tampak begitu gelap.“Mungkin Pangeran Kedua memasuki rongga gua ini!” ucap Bimantara.Putra Mahkota dan Pendekar Gunung Nun terbelalak mendengarnya.“Bagaimana bisa dia tahu gua ini? Sementara Pendekar Gunung Nun saja tidak pernah mengetahuinya?” tanya Putra Mahkota dengan herannya.“Aku rasa ada yang membantunya,” tebak Bimantara. “Sepertinya ada dua kuda yang memasuki gua itu! Putra Mahkota mungkin dibantu seseorang untuk mendapatkan jalan rahasia ini. Aku yakin yang membantunya dari bangsa dedemit.”Putra Mahkota dan Pendekar Gunung Nun tampak terkejut tak per

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-19
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   534. Kekhawatiran Para Dewa

    Saat Bimantara hampir tiba di puncak gunung Nun itu dengan menaiki Naga-nya bersama Pendekar Burung Merpati, seketika naga itu terhalang cahaya merah. Begitupun Pendekar Burung Merpati. Bimantara terpaksa membelokkan naganya untuk mundur ke belakang. Pendekar Burung Merpatipun mengikuti hal yang sama.“Ada apa, Panglimaku?” tanya Pendekar Burung Merpati dengan heran.“Bubungkala telah mengeluarkan kekuatannya untuk membuat dinding pembatasnya sendiri!” jawab Bimantara.Pendekar Burung Merpati terkejut mendengarnya.“Sekarang apa yang harus kita lakukan?”“Kita harus turun dan terpaksa menggunakan kuda untuk menaiki puncak gunung itu,” jawab Bimantara. “Kita tak dapat menembus cahaya merah itu, kecuali tongkat hitamku berada di tanganku.”Pendekar Burung Merpati terpaksa mengiyakannya. Mereka pun lalu turun dan mendarat di batas cahaya merah itu. Bimantara mengelus kepala naganya dengan lembut.“Pergilah!” pinta Bimantara.Naga itu bersuara lalu kembali terbang meninggalkan Bimantara.

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-19
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   535. Serangan Siluman Ular

    Pangeran Kedua masih memacukan kudanya diikuti oleh Kakek Tua dan ketiga Panglima Bubungkala dari bangsa dedemit itu. Sesaat kemudian Kakek Tua itu mendengar suara langkah kuda di belakang mereka. Dia menghentikan kudanya, diikuti Pangeran Kedua dan yang lainnya.“Kenapa kita berhenti?” tanya Pangeran Kedua sambil memegang tongkat hitam itu dengan erat.“Sepertinya ada yang mengikuti kita!” jawab Kakek Tua itu.Pangeran Kedua dan Tiga Panglima Bubungkala itu tampak terkejut mendengarnya. Mereka menoleh ke belakang. Samar, suara langkah kuda-kuda itu terdengar di telinga mereka. Siluman Ular pun menatap Kakek Tua itu.“Lanjutkan perjalanan kalian! Biar aku yang menghadapi mereka!” pinta Siluman Ular itu.Kakek Tua mengangguk. Dia pun mengajak Pangeran Kedua dan Dua Panglima Bubungkala lainnya untuk melanjutkan perjalanan. Sebentar lagi mereka akan tiba ke puncak gunung sana melalui jalan rahasia itu.Saat Mereka sudah tidak terlihat di mata Siluman Ular itu, dia menatap ke rongga gua d

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-19

Bab terbaru

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   582. ENDING : Pertemuan di Nusantara

    Bimantara berjalan dengan tongkat hitamnya di pedesaan pinggir laut itu. Dia sudah tidak lagi menggunakan kaki cahaya naganya. Dia melihat di pulau seberang sudah tidak ada lagi bangunan tinggi yang memiliki menara yang menjulang. Bagunan Perguruan Matarhari telah lenyap di sana. Perkampungannya tampak sunyi. Beberapa rumah tampak sudah hancur berkeping-keping. Hanya ada beberapa rumah yang tampak baik-baik saja.Bimantara tidak tahu siapa yang masih hidup di negeri itu. Setelah dia memeriksa tiga kerajaan Nusantara yang hancur berkeping-keping, dia mengendalikan naganya untuk kembali ke kampung halamanannya.Bimantara berdiri di sisi tebing itu. Dia teringat saat menemui Dahayu di sana dahulu."Tahun depan aku akan menjadi murid di sana!" ucap Bimantara tiba-tiba. Memecah lamunan tiga remaja di hadapannya itu. Seolah ingin menunjukkan pada Dahayu bahwa tanpa kaki satu, dia masih layak mengejar impiannya. Tiga remaja itu menoleh ke arah Bimantara bersamaan. Saat menyadari yang bicara

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   581. Perang Besar Terakhir 8

    Setelah itu keadaan menjadi hening. Putra Mahkota Iblis dan keempat saudaranya benar-benar sudah mati. Bahari tersenyum.“Sekarang aku bisa mati dengan tenang,” ucap Bahari.Bahari pun memejamkan matanya. Kini Bimantara, Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang kembali merasakan dingin.Sementara Bimantara langsung berlari menuju Raja Dawuh yang tidak lagi bernyawa itu. Dia memeriksa tubuhnya. Denyut nadinya sudah berhenti. Bimantara menangis sambil memeluk mayatnya.“Maafkan aku yang tidak bisa menjagamu!” isak Bimantara.Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang berjalan mendekat ke arahnya.“Kita sudah berhasil Bimantara,” ucap Tanaka.Bimantara pun menutup mata Raja Dawuh lalu berdiri di hadapan ketiga Panglimanya yang tersisa itu.“Tapi kita tidak berhasil mencegah mereka menghancurkan setiap kerajaan di atas muka bumi ini,” ucap Bimantara menyayangkannya. “Dan aku tidak berhasil menjaga Bahari dan Raja Dawuh.”“Aku yakin mereka akan tenang di nirwana kar

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   580. Perang Besar Terakhir 7

    “Aku bisa melakukannya tanpa harus membangkitkan Dahayu kembali,” ucap Bimantara.Pendekar Dua Alam mengernyit mendengarnya.“Cahaya di tubuh Dahayu sangat berguna untukmu, Bimantara. Jika cahaya kalian menyatu maka tidak ada satupun yang bisa melawan kalian, termasuk para Iblis itu,” protes Pendekar Dua Alam.“Dahayu telah mengalirkan cahayanya kepadaku,” ujar Bimantara.“Tapi cahayanya telah menyusut di tubuhmu,” protes Pendekar Dua Alam.Raja Dawuh pun bangkit.“Jika kau menolaknya karena sudah mengkhianatinya, aku rasa Dahayu akan mengerti, Bimantara. Kita tidak memiliki cara lain untuk membunuh mereka!” tambah Raja Dawuh.“Jangan paksa aku!” teriak Bimantara.Bimantara pun mengeluarkan tenaga dalamnya, dia pun langsung mengalirkannya pada Pendekar Dua Alam, Raja Dawuh, Bahari, Pendekar Sungai Panjang dan Tanaka.“Jangan lakukan itu, jika tidak tenagamu akan habis!” protes Tanaka yang menerima aliran tenaga dalam dari Bimantara.Bimantara tidak menggubris perkataan Tanaka. Tenaga

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   579. Perang Besar Terakhir 6

    “Jangan menangis,” pinta Ki Walang.“Aku tidak berhasil menjadi Chandaka Uddhiharata, Tuan Guru,” isak Bimantara. “Dunia sudah dihancurkan anak-anak iblis itu. Tiga kerajaan Nusantara telah habis terbakar, juga istana-istana di kerajaan lain. Sebentar lagi semua manusia akan mati. Mungkin aku juga akan mati. Padahal aku sudah membawa kelima Panglima terbaik di dunia ini.”“Apakah seperti ini akhirnya seorang murid yang sangat aku banggakan itu?” ucap Ki Walang sedikit marah. “Dahulu aku kagum padanya karena keterbatasannya dia memiliki cita-cita begitu agung untuk menjadi seorang pendekar yang berguna bagi sesama. Pahadal dia hanya memiliki kaki satu, tapi dia ingin memiliki jurus tendangan seribu.”Bimantara terdiam mendengar itu.“Hal yang tidak mungkin. Siapapun yang mendengarnya pasti akan tertawa karena ketidakpercayaannya. Tapi aku percaya akan itu. Akhirnya aku ajarkan semua ilmuku padamu. Dan kini, kau mengeluh disaat nyawa masih berada di dalam ragamu?!” teriak Ki Walang.“Ap

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   578. Perang Besar Terakhir 5

    Bimantara kembali menyerang Putra Mahkota Iblis yang tampak geram. Dia menggunakan segala jurus yang dia punya untuk melawannya. Sekuat tega Bimantara lakukan sendirian untuk melawannya. Berbagai serangan yang dilakukan Bimantara berhasil dilawannya dengan baik. Bimantara tampak kewalahan dan hampir saja kehilangan tenaga.“Kita harus membantunya,” pinta Raja Dawuh yang tampak khawatir pada Bimantara.“Aku tahu kau seorang raja,” sahut Tanaka. “Tapi yang paling penting dari sebuah tim adalah mengikuti arahan Pimpinannya. Sekarang kau bukan seorang raja lagi. Kau harus mengikuti permintaan Bimantara yang meminta kita menjaga Pendekar Dua Alam sampai dia selesai melakukan ritualnya. Nyawa kita sekarang untuk Pendekar Dua Alam.”“Tapi dia bisa mati melawan Putra Mahkota Iblis itu sendirian,” ucap Raja Dawuh semakin khawatir.“Percaya saja,” pinta Tanaka menenangkannya.Sementara Pendekar Sungai Panjang masih berusaha menggunakan tenaga dalamnya untuk mengembalikan tulang-tulang yang pata

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   577. Perang Besar Terakhir 4

    Bimantara terbang ke atas langit. Tubuhnya mengeluarkan cahaya. Sesaat kemudian dia meluncur ke bawah lalu menggunakan jurus tendangan seribunya untuk menghalau roh-roh hitam yang menyerang mereka. Satu persatu dari roh-roh hitam itu terpelanting jauh dan terbakar.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang terngaga melihatnya. Bimantara pun kembali mendarat di dekat mereka dengan sorot mata yang masih menyala. Putra Mahkota Iblis di dalam benteng itu tampak geram. Dia berteriak lalu mengeluarkan cahaya di tubuhnya. Gemanya hampir saja memecahkan dinding pembatas tak terlihat.“Sekarang saatnya kau harus memecahkan dinding pembatas tak terlihat itu,” pinta Bahari.Bimantara mengangguk.“Semuanya segera bersiap!” pinta Bimantara pada kedua Panglima yang menemaninya itu.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang mengangguk. Mereka pun sudah bersiap dengan jurus masing-masing.Bimantara menoleh pada Tanaka dan Raja Dawuh yang masih menjaga Pendekar Dua Alam yang sedang membangkitkan para pendekar sakti

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   576. Perang Besar Terakhir 3

    Putra Mahkota Iblis itu berhenti berlari menuju benteng yang terbuka itu. Iblis itu menatap kepada empat saudaranya yang ikut berhenti.“Berpencarlah kalian semuanya,” pinta Putra Mahkota Iblis. “Hancurkan semua kerajaan di muka bumi ini! Biar aku saja yang menghadapi musuh kita di depan benteng sana!”“Tapi mereka telah membunuh adik bungsu kita,” protes salah satu dari mereka. “Kita harus bersama-sama membunuh mereka sebelum kita keluar dari negeri ini dan menghancurkan semua kerajaan di atas muka bumi ini!”“Diriku sendiri sudah cukup untuk membunuh semuanya! Ikuti perintahku jika kalian masih menganggapku sebagai pengganti Raja!” teriak Putra Mahkota Iblis itu pada adik-adiknya.“Baiklah,” jawab salah satu dari mereka.Empat anak-anak Iblis yang perkasa itu pun langsung melompati benteng yang luas nan tinggi itu. Mereka berpencar ke empat penjuru untuk menghancurkan kerajaan-kerajaan di berbagai wilayah.Sementara Bimantara di luar benteng itu tampak terkejut melihat para Iblis it

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   575. Perang Besar Terakhir 2

    “Biar aku saja yang menghadapinya,” ucap Tanaka pada Bimantara.Bimantara mengangguk. Tanaka pun langsung melompat dari punggung naga lalu terbang melawan Pendekar Tombak Angin. Tanaka mengeluarkan golok hitamnya, sementara Pendekar Tombak Angin mengeluarkan pedangnya. Mereka berdua bertarung di atas langit.Bimantara menoleh pada Bahari, Pendekar Sungai Panjang, Pendekar Dua Alam dan Raja Dawuh.“Kalian serang prajurit mereka!” perintah Bimantara.Keempat Panglimanya itu mengangguk. Mereka langsung mengendalikan naga masing-masing lalu naga-naga yang ditunggangi mereka itu menghembuskan api dari mulut mereka untuk membakar ribuan prajurit yang berusaha memecahkan benteng tinggi itu. Sebagian prajuritnya mati terbakar karenanya. Para prajurit yang lain berusaha menyerang mereka dengan senjata masing-masing.Dengan sigap Raja Dawuh menggunakan kekuatannya untuk melelehkan pedang dan senjata lainnya yang digunakan para prajurit itu. Seketika senjata mereka meleleh.Sementara Bimantara l

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   574. Perang Besar Terakhir 1

    Ribuan burung besar yang membawa Pendekar Tombak Angin dan pasukan roh-nya telah tiba di daratan negeri salju itu. Angin dingin berhembus menusuk tulang. Pendekar Tombak angin yang berada paling depan di punggung burung besar itu tampak menggigil. Ribuan tentaranya pun tampak kedinginan. Burung-burung besar itu pun tampak sudah lemah memasuki negeri salju itu, mereka tidak kuat akan dinginnya negeri itu.Pendekar Tombak Angin melihat patung es raksasa yang sedang memegang tongkat di hadapan benteng tinggi yang memutih. Ribuan prajurit di dekatnya pun mematung, mereka bagai patung es yang dipahat oleh seorang seniman yang masyhur.“Apakah dia Bubungkala?” tanya Pendekar Tombak Angin pada tiga makhluk hitam yang kedinginan di dekatnya. Tiga makhluk hitam itu terbang mengikutinya.“Benar, Tuanku,” jawab Makhluk hitam itu. “Dia yang paling bungsu dari ke enam saudara Iblismu.”Pendekar Tombak Angin tampak tidak kuat lagi karena dinginnya tempat itu.“Sekarang keluarkan batu dari neraka it

DMCA.com Protection Status