Sementara masih menunggu pertarungan selanjutnya dimulai, Panglima indra menyepi bersama kelima pendekar terbaiknya. Dia menatap dua wajah pendekar yang kalah melawan Bimantara dengan heran. Pendekar Pasir Putih dan Bunga Teratai tampak menunduk dengan malu dan menyimpan dendam pada Bimantara. Sementara Pendekar Tersembunyi, Pendekar Gunung Nun dan Pendekar Merpati tampak diam. Mereka masih memikirkan apa kelemahan Pemuda Pincang itu.“Kenapa kalian berdua bisa kalah oleh anak ingusan itu?” tanya Panglima Indra dengan geram.“Aku sendiri tidak menyangka kalau pemuda pincang itu bisa sehebat itu,” ujar Pendekar Pasir Putih.Panglima Indra geram mendengar jawabannya.“Yang Mulia Raja dan para Pejabat Istana bisa saja menurunkanmu dari penjaga garis pantai kerajaan kita karena kau kalah dengan pemuda pincang itu! Masyarakat pasti tidak akan percaya padamu lagi untuk bisa menjaga kedaulatan negeri ini karena penjaga garis pantainya saja kalah dalam bertarung, bagaimana dia bisa menjaga ne
Dua prajurit itu berlari mencari Pangeran Kedua sambil membawa tongkat hitam milik Bimantara. Mereka mencari-cari keberadaan Pangeran Kedua.“Pangeran! Pangeran!” teriak dua prajurit itu memanggil Tuannya.Tak lama kemudian Pangeran Kedua yang menunggu di sana tampak datang dengan lega.“Kalian berhasil?” tanya Pangeran Kedua tak percaya.“Kami berhasil Yang Mulia,” ucap Prajurit itu langsung menyerahkan tongkat hitam milik Bimantara itu padanya.Pangeran Kedua pun meraih tongkat hitam itu dan menatapnya dengan lekat.“Kekuatan Pemuda Pincang itu ada di tongkat ini,” ucap Pangeran Kedua dengan senyum liciknya. “Pertarungan selanjutnya dia tak akan menang melawan ketiga pendekar dan Panglima Indra.”Dua Prajurit turut senang mendengarnya.“Ikut aku! Kita harus sembunyikan tongkat hitam ini. Jangan sampai Bimantara dan Putri tahu,” pinta Pangeran Kedua.“Baik, Yang Mulia,” ucap kedua prajurit itu secara bersamaan.Mereka pun pergi dari sana untuk menyembunyikan tongkat itu.Sementara it
Bimantara langsung terbang dan menyerang Pendekar Burung Merpati dengan menggunakan jurus kaki seribunya. Namun dengan cepat Pendekar Burung Merpati menghilang dari hadapannya, lalu dia tampak seperti mengepak dan dengan cepat berpindah-pindah tempat. Bimantara tampak berkonsentrasi untuk mencari keberadaan Pendekar itu, dan saat dia lengah, Pendekar Burung Merpati berhasil menendang perut Bimantara hingga dia tersungkur ke atas panggung. Kaki cahayanya menghilang tiba-tiba.Putri Kidung Putih tampak panik melihatnya. Pendekar Burung Merpati mendarat ke atas panggung dengan wajah penuh kemenangannya. Sementara Bimantara berusaha bangkit dengan kaki satunya.Para penonton tampak tenang. Pangeran Kedua tampak tersenyum licik. Usahanya menyembunyikan tongkat hitam milik Bimantara telah berhasil. Dia yakin, sekali serangan lagi, Pemuda Pincang itu akan tumbang. Pikirnya.Panglima Indra tampak senang melihat Bimantara terkena serangan Pendekar terbaiknya. Dia menatap Kedua Pendekar yang te
“Berdililah dan lawan aku!” teriak Pendekar Burung Merpati tampak menantangnya.Mendengar itu Bimantara berusaha bangkit kembali. Kali ini dia berhasil bangkit meski kakinya terasa sangat sakit dan darah bekas tertancapnya sayap burung dari serangan Pendekar Burung Merpati masih tampak mengucur.“Aku tak akan kalah,” ucap Bimantara semangat penuhnya.Seketika naluri penerawangannya muncul. Dia melihat tongkat hitamnya sedang berada di sebuah ruangan bawah tanah dan tengah diperebutkan oleh sekumpulan Ninja dan Prajurit Istana. Di sana dia melihat ada Pangeran Kedua yang membantu prajurti itu mempertahankan tongkat hitam itu.“Apa Pangeran Kedua yang mencuri tongkatku?” tanya Bimantara dalam hatinya.Tak lama kemudian, tangannya mengarah ke suatu tempat. Seketika dia melihat dalam bayangannya bahwa tongkat hitamnya itu melesat menjauhi para petarung yang sedang bertarung memperebutkannya. Para petarung itu tampak tak percaya melihat tongkatnya melesat meninggalkan mereka. Tak lama kemu
Pendekar Burung Merpati tampak tak percaya melihat burung besarnya telah tunduk pada Bimantara.“Apakah Pemuda Pincang itu memiliki ilmu sihir?” tanya Pendekar Burung Merpati yang berusaha bangkit sambil mengelap mulutnya yang tersisa bekas muntahan darah.Bimantara menatap burung besar itu dengan tatapan lembut. Dia mengelus kepala burung besar itu dengan penuh kasih sayang.“Kembalilah ke asalmu,” pinta Bimantara pada burung besar itu. “Setelah pertarungan selesai, kau harus kembali pada Tuanmu.”Burung besar itu bersuara lalu terbang meninggalkan arena pertarungan itu. Semua penonton tercengan melihatnya.“Kemana dia?” tanya penonton.“Pendekar itu telah kalah karena burung peliharaannya telah tunduk pada orang lain,” ucap Penonton tak percaya.Sementara Pendekar Burung Merpati tampak terkejut melihat burung besarnya telah terbang jauh meninggalkannya.“Sakti! Sakti! Kembali kau ke sini!” panggil Pendekar Burung Merpati pada burung besar itu. Namun burung itu kian menghilang dari m
Cahaya Naga dan Cahaya Burung Besar masih bertarung di atas langit sana. Pertarungan itu tampak begitu sengit hingga membuat penonton di bawahnya terlihat tegang. Pangeran Padama sudah kembali di tempat duduknya bersama para Tetua. Dia menyimpan kesal karena tidak dapat merebut tongkat hitam milik Bimantara. Tadi dia sudah memakai pakaian Ninja dibantu para Tetua saat tahu bahwa Panglima Kedua telah berhasil diam-diam merebut tongkat itu dari Bimantara.Sementara Pangeran Kedua pun sudah duduk di tempatnya dengan raut kesalnya. Dia tidak percaya kalau tongkat itu akan melesat dan kembali pada Tuannya. Dia mendongak ke atas langit. Dua cahaya masih bertarung sengit di atas sana.“Siapa dia sebenarnya?” tanya Pangeran Kedua tak percaya. “Kenapa dia begitu hebat dan mampu mengalahkan beberapa Pendekar terbaik milik istana?”Akhirnya, ekor cahaya Naga itu melilit cahaya burung besar itu hingga menghempaskannya ke bawah. Seketika cahaya burung besar itu kembali berubah menjadi Pendekar Bur
Putri Kidung Putih panik melihat Bimantara terhimpit batu besar itu. “Ayo, Bimantara!” teriak Putri Kidung Putih. Mendengar itu semangat Bimantara mulai tumbuh. Para penonton tampak tegang melihatnya. Sementara Panglima Indra seakan memiliki harapan saat melihat Bimantara kesusahan mendorong himpitan batu besar itu. “Sepertinya dia sudah lelah,” ucap Gavin yang ikut tegang melihat Bimantara yang masih berusaha selamat dari himpitan batu besar itu. “Harusnya pertarungan ini dijeda,” protes Gala. Namun Gavin dan Gala tidak bisa berbuat apa-apa. Putra Mahkota berdiri. Entah kenapa saat melihat kehebatan Bimantara melawan tiga pendekar sebelumnya, dia mulai simpati padanya. Dia merasakan tidak ada aura jahat pada diri Lelaki Pincang itu. Bimantara masih berusaha mengeluarkan tenaga dalamnya untuk bebas dari himpitan batu besar itu. “Kenapa susah sekali?” tanya Bimantara pada dirinya sendiri. “Sebelumnya aku telah berhasil saat Kakek Gentar mengajariku untuk melawan pendekar itu.” S
Tanah di bawah panggung yang dipijak Bimantara tiba-tiba terbelah. Bimantara tahu akan hal itu. Kakek Gentar pernah mengujinya dengan jurus itu. Bimantara pun masuk ke dalam lubang tanah yang membuka itu. Semua penonton yang mendukung Bimantara tampak panik. Begitupun dengan Putri Kidung Putih.Seketika Bimantara berhasil terbang dan keluar dari himpitan tanah itu. Kini dia terbang di atas panggung itu. Semua penonton yang mendukung Bimantara tampak lega. Pendekar Gunung Nun semakin kesal melihat Bimantara telah berhasil melewati semua jurus-jurus yang dia gunakan untuk melawannya.“Dia selalu punya cara untuk melawan setiap jurus yang digunakan para pendekarku,” ucap Panglima Indra pada Pendekar Tersembunyi di sebelahnya.Pendekar Tersembunyi hanya diam. Dia malah berharap Pendekar Gunung Nun segera kalah hingga dia bisa membantu Panglima Padama untuk membunuh Bimantara dan merebut tongkat hitamnya.“Jika dia kalah,” ucap Panglima Indra. “Harapanku satu-satunya hanya kamu.”Pendekar