Bimantara langsung terbang dan menyerang Pendekar Burung Merpati dengan menggunakan jurus kaki seribunya. Namun dengan cepat Pendekar Burung Merpati menghilang dari hadapannya, lalu dia tampak seperti mengepak dan dengan cepat berpindah-pindah tempat. Bimantara tampak berkonsentrasi untuk mencari keberadaan Pendekar itu, dan saat dia lengah, Pendekar Burung Merpati berhasil menendang perut Bimantara hingga dia tersungkur ke atas panggung. Kaki cahayanya menghilang tiba-tiba.Putri Kidung Putih tampak panik melihatnya. Pendekar Burung Merpati mendarat ke atas panggung dengan wajah penuh kemenangannya. Sementara Bimantara berusaha bangkit dengan kaki satunya.Para penonton tampak tenang. Pangeran Kedua tampak tersenyum licik. Usahanya menyembunyikan tongkat hitam milik Bimantara telah berhasil. Dia yakin, sekali serangan lagi, Pemuda Pincang itu akan tumbang. Pikirnya.Panglima Indra tampak senang melihat Bimantara terkena serangan Pendekar terbaiknya. Dia menatap Kedua Pendekar yang te
“Berdililah dan lawan aku!” teriak Pendekar Burung Merpati tampak menantangnya.Mendengar itu Bimantara berusaha bangkit kembali. Kali ini dia berhasil bangkit meski kakinya terasa sangat sakit dan darah bekas tertancapnya sayap burung dari serangan Pendekar Burung Merpati masih tampak mengucur.“Aku tak akan kalah,” ucap Bimantara semangat penuhnya.Seketika naluri penerawangannya muncul. Dia melihat tongkat hitamnya sedang berada di sebuah ruangan bawah tanah dan tengah diperebutkan oleh sekumpulan Ninja dan Prajurit Istana. Di sana dia melihat ada Pangeran Kedua yang membantu prajurti itu mempertahankan tongkat hitam itu.“Apa Pangeran Kedua yang mencuri tongkatku?” tanya Bimantara dalam hatinya.Tak lama kemudian, tangannya mengarah ke suatu tempat. Seketika dia melihat dalam bayangannya bahwa tongkat hitamnya itu melesat menjauhi para petarung yang sedang bertarung memperebutkannya. Para petarung itu tampak tak percaya melihat tongkatnya melesat meninggalkan mereka. Tak lama kemu
Pendekar Burung Merpati tampak tak percaya melihat burung besarnya telah tunduk pada Bimantara.“Apakah Pemuda Pincang itu memiliki ilmu sihir?” tanya Pendekar Burung Merpati yang berusaha bangkit sambil mengelap mulutnya yang tersisa bekas muntahan darah.Bimantara menatap burung besar itu dengan tatapan lembut. Dia mengelus kepala burung besar itu dengan penuh kasih sayang.“Kembalilah ke asalmu,” pinta Bimantara pada burung besar itu. “Setelah pertarungan selesai, kau harus kembali pada Tuanmu.”Burung besar itu bersuara lalu terbang meninggalkan arena pertarungan itu. Semua penonton tercengan melihatnya.“Kemana dia?” tanya penonton.“Pendekar itu telah kalah karena burung peliharaannya telah tunduk pada orang lain,” ucap Penonton tak percaya.Sementara Pendekar Burung Merpati tampak terkejut melihat burung besarnya telah terbang jauh meninggalkannya.“Sakti! Sakti! Kembali kau ke sini!” panggil Pendekar Burung Merpati pada burung besar itu. Namun burung itu kian menghilang dari m
Cahaya Naga dan Cahaya Burung Besar masih bertarung di atas langit sana. Pertarungan itu tampak begitu sengit hingga membuat penonton di bawahnya terlihat tegang. Pangeran Padama sudah kembali di tempat duduknya bersama para Tetua. Dia menyimpan kesal karena tidak dapat merebut tongkat hitam milik Bimantara. Tadi dia sudah memakai pakaian Ninja dibantu para Tetua saat tahu bahwa Panglima Kedua telah berhasil diam-diam merebut tongkat itu dari Bimantara.Sementara Pangeran Kedua pun sudah duduk di tempatnya dengan raut kesalnya. Dia tidak percaya kalau tongkat itu akan melesat dan kembali pada Tuannya. Dia mendongak ke atas langit. Dua cahaya masih bertarung sengit di atas sana.“Siapa dia sebenarnya?” tanya Pangeran Kedua tak percaya. “Kenapa dia begitu hebat dan mampu mengalahkan beberapa Pendekar terbaik milik istana?”Akhirnya, ekor cahaya Naga itu melilit cahaya burung besar itu hingga menghempaskannya ke bawah. Seketika cahaya burung besar itu kembali berubah menjadi Pendekar Bur
Putri Kidung Putih panik melihat Bimantara terhimpit batu besar itu. “Ayo, Bimantara!” teriak Putri Kidung Putih. Mendengar itu semangat Bimantara mulai tumbuh. Para penonton tampak tegang melihatnya. Sementara Panglima Indra seakan memiliki harapan saat melihat Bimantara kesusahan mendorong himpitan batu besar itu. “Sepertinya dia sudah lelah,” ucap Gavin yang ikut tegang melihat Bimantara yang masih berusaha selamat dari himpitan batu besar itu. “Harusnya pertarungan ini dijeda,” protes Gala. Namun Gavin dan Gala tidak bisa berbuat apa-apa. Putra Mahkota berdiri. Entah kenapa saat melihat kehebatan Bimantara melawan tiga pendekar sebelumnya, dia mulai simpati padanya. Dia merasakan tidak ada aura jahat pada diri Lelaki Pincang itu. Bimantara masih berusaha mengeluarkan tenaga dalamnya untuk bebas dari himpitan batu besar itu. “Kenapa susah sekali?” tanya Bimantara pada dirinya sendiri. “Sebelumnya aku telah berhasil saat Kakek Gentar mengajariku untuk melawan pendekar itu.” S
Tanah di bawah panggung yang dipijak Bimantara tiba-tiba terbelah. Bimantara tahu akan hal itu. Kakek Gentar pernah mengujinya dengan jurus itu. Bimantara pun masuk ke dalam lubang tanah yang membuka itu. Semua penonton yang mendukung Bimantara tampak panik. Begitupun dengan Putri Kidung Putih.Seketika Bimantara berhasil terbang dan keluar dari himpitan tanah itu. Kini dia terbang di atas panggung itu. Semua penonton yang mendukung Bimantara tampak lega. Pendekar Gunung Nun semakin kesal melihat Bimantara telah berhasil melewati semua jurus-jurus yang dia gunakan untuk melawannya.“Dia selalu punya cara untuk melawan setiap jurus yang digunakan para pendekarku,” ucap Panglima Indra pada Pendekar Tersembunyi di sebelahnya.Pendekar Tersembunyi hanya diam. Dia malah berharap Pendekar Gunung Nun segera kalah hingga dia bisa membantu Panglima Padama untuk membunuh Bimantara dan merebut tongkat hitamnya.“Jika dia kalah,” ucap Panglima Indra. “Harapanku satu-satunya hanya kamu.”Pendekar
Pendekar Gunung Nun kini kehilangan tenaganya. Dia tak bisa lagi mengendalikan bebatuan disaat basah kuyup begitu. Dia lupa menggunakan pakaian khusus agar tubuhnya tidak terkena air saat bertarung. Dia pikir hujan tak akan turun. Dia menatap tajam wajah Bimantara yang masih berdiri di hadapannya.“Aku tak akan menyerah!” teriak Pendekar Gunung Nun.Bimantara pun bersiap menggunakan jurus-jurus berikutnya. Sementara penonton yang tampak kebasahan terlihat semakin tegang. Sementara Pangeran Padama tampak menggunakan penutup kepala dari anyaman bambu yang disediakan para Tetuanya. Gavin dan Gala yang kebasahan pun tampak tak peduli akan hujan yang semakin deras.Seketika Pendekar Gunun Nun kembali menyerang Bimantara dengan jurus yang dia punya. Tanpa tenaga dalamnya yang membuat tubuhnya keras seperti batu. Bimantara pun berusaha melawan setiap serangan yang dilakukan Pendekar itu.Saat Pendekar Gunung Nun hendak menendang Bimantara. Pemuda Pincang itu segera menangkap kakinya dan memb
Tubuh Bimantara tengah dilap para pelayan di kediaman itu. Dua Tabib yang dibawa Putri Kidung Putih pun bersiap memeriksa tubuh Bimantara dan akan memberikannya ramuan. Sementara Putri Kidung Putih tampak duduk penuh khawatir di hadapannya.“Aku baik-baik saja. Harusnya tak perlu memperlakukan aku seperti ini,” ucap Bimantara pada Putri Kidung Putih.“Tubuhmu harus dibersihkan agar luka-luka di tubuhmu tidak menimbulkan nanah. Dan Tabib-Tabib ini akan memeriksa bagian tubuhmu yang cedera agar esok kau dapat bertarung dengan tubuh sehat,” ucap Putri Kidung Putih.Seketika Bimantara tersenyum. Dia tampak terharu melihat perhatian Putri Kidung Putih yang begitu mendalam.“Terima kasih,” ucap Bimantara.“Terima kasih untuk apa?” tanya Putri Kidung Putih dengan heran.“Kau telah memberikan semua ilmu terhebatmu padaku,” ucap Bimantara.Putri Kidung Putih terdiam. Dia sadar bahwa semua itu bukan darinya. Jika bertarung pun, sudah pasti Sang Putri akan kalah.“Tak perlu mengatakan itu padaku