Pangeran Kedua datang ke kediaman Sang Ratu. Wajahnya tampak masam, banyak menyimpan kekecewaan. Sang Ratu tahu, jika anak keduanya itu datang dengan wajah begitu, pasti dia ingin mengadu sesuatu.“Ada apa anakku?” tanya Sang Ratu heran.“Kenapa ayah melakukan ini semua?” tanya Pangeran Kedua terheran-heran.Sang Ratu menghela napas mendengarnya.“Setiap Lelaki sejati pasti tak akan keras kepala,” jawab Sang Ratu.“Aku bukannya keras kepala, Bu. Aku hanya tidak mau adikku jatuh ke tangan orang yang salah,” protes Pangeran Kedua.“Ayahmu sedang mencoba menjadi lelaki yang tidak keras kepala. Dia tidak mau memaksakan anak-anaknya seperti keinginannya. Ayahmu berusaha untuk tidak egois. Ayahmu ingin bersikpa adil terhadap anak-anaknya. Makanya dia melakukan tantangan arena pertarungan itu kepada Lelaki yang dicintai adikmu. Dengan begitu, Putri pasti akan menerima jika Bimantara kalah melawan kelima pendekar terbaik penjaga ayahmu. Lagi pula, memangnya kau percaya jika lelaki itu bisa me
Bimantara datang menghadap Sang Ratu yang sedari tadi menungguinya di ruang tengah kediaman itu. Dia langsung bersimpuh di hadapan Sang Ratu.“Ampun, Yang Mulia. Maaf telah membuat Yang Mulia menunggu,” ucap Bimantara.Sang Ratu memandangi tubuh Bimantara dari ujung rambut hingga ujung kaki.“Sejak kapan kau menjadi pincang begini?” tanya Sang Ratu tiba-tiba.Bimantara tidak tahu bagaimana kakinya bisa pincang begitu. Dia tidak ingat apapun lagi.“Aku pincang sedari kecil, Yang Mulia. Aku tidak tahu kenapa karena ketika aku masih kecil, kedua orang tuaku telah meninggal,” jawab Bimantara.Sang Ratu tampak tersentuh mendengarnya.“Malang sekali,” ucap Sang Ratu dalam hatinya. Dia pun menatap Bimantara yang masih bersimpuh di hadapannya. “Bagaimana kau bisa mencintai anak perempuanku?”Bimantara pun bingung untuk menjawabnya. Dia teringat akan perkataan Tuan Putri tentang bagaimana mereka bisa saling jatuh cinta dulu. Tuan Putri menceritakannya saat mereka melakukan perjalanan menuju is
Keesokan harinya, Bimantara kembali berlatih dengan Kakek Gentar di dalam gua. Setelah lama berlatih, akhirnya Bimantara berhasil mengalahkan Kakek Gentar yang menggunakan kelima jurus pendekar terbaik di kerajaan itu.“Kau telah berhasil melawan kelima jurus yang digunakan kelima pendekar terbaik itu,” ucap Kakek Gentar. “Sekarang tugasku sudah selesai.”“Terima kasih Tuan Guru,” ucap Bimantara.“Aku harap kau bisa mengalahkan mereka, karena sebenarnya ilmu yang kau kuasai lebih mumpuni dari mereka.”“Siap, Tuan Guru,” ucap Bimantara dengan semangatnya.Tak lama kemudian, Putri Kidung Putih datang bersama para pengawalnya melalui jalan rahasia.“Bagaimana Bimantara?” tanya Putri Kidung Putih pada Kakek Gentar.“Dia sudah berhasil mengalahkanku,” jawab Kakek Gentar.Putri Kidung Putih tampak senang mendengarnya. Dia pun menatap Bimantara dengan wajah senangnya.“Semoga kau berhasil mengalahkan mereka,” ucap Tuan Putri.“Aku harap begitu,” jawab Bimantara.Setelah itu, Kakek Gentar pam
Panglima Indra kembali berkumpul dengan Pendekar Gunung Nun, Pendekar Pasir Putih, Pendekar Bunga Teratai, Pendekar Burung Merpati dan Pendekar Tersembunyi di ruangan rahasia mereka.“Yang Mulia Raja telah mengumumkan hari pertarungan itu untuk kita,” ucap Panglima Indra sambil menatap wajah mereka satu persatu. “Pertarungan itu akan dihadairi oleh para penduduk di negeri ini. Mereka akan menyaksikan langsung. Jangan sampai status kita yang selama ini diagung-agungkan penduduk, menjadi berbalik mencemooh kita hanya gara-gara kita kalah dengan Pemuda Pincang itu.”“Kau tenang saja,” sahut Pendekar Tersembunyi yang menampakkan wajah aslinya. “Kau jangan takut. Jika aku yang terpilih pertama kali untuk bertarung dengannya, sudah pasti dia akan kalah di tanganku.”“Tapi katanya diam-diam Tuan Putri telah mendatangkan seorang guru pada Pemuda Pincing itu,” ujar Pendekar Burung Merpati.Panglima Indra terkejut mendengarnya.“Siapa guru yang didatangkan Tuan Putri untuk pemuda pincang itu?”
“Sekarang, kita sambut para pendekar terbaik kita untuk naik ke atas panggung!” teriak Pejabat Istana itu.Riuh kembali terdengar dari para penonton. Pejabat Istana pun memanggil satu persatu para pendekar terbaik miliki istana itu dan Panglima Indra untuk naik ke atas panggung. Saat kelima pendekar dan Panglima Indra sudah berdiri di atas panggung, tepuk tangan terdengar bergema. Tanpa disadari para penonton, Pendekar Tersembunyi menatap sebentar Pangeran Padama yang duduk di tempat penonton. Pangeran Padama tampak mengangguk sedikit pada Pendekar Tersembunyi. Pendekar Tersembunyi pun tersenyum sedikit padanya.Rupanya Gavin dan Gala yang menyadari itu. Gavin dan Gala saling menatap dengan terkejut.“Apakah yang menjadi mata-mata Pangeran Padama itu Pendekar Tersembunyi?” bisik Gavin pada Gala.“Sepertinya begitu,” jawab Gala.Sementara itu, Bimantara duduk di belakang singgasana Raja dan Ratu. Dia menunggu dipanggil Pejabat Istana untuk maju ke atas panggung. Tuan Putri duduk di seb
Pendekar Pasir Putih pun bangkit. Kali ini dia menggunakan teknik ilmu bela dirinya untuk menyerang Bimantara. Dia menggunakan kaki dan tangannya untuk meninju dan menendang pemuda pincang itu. Namun dengan piawai Bimantara menggunakan jurus-jurusnya untuk melakukan pertahanan.Saat pukulan Pendekar Pasir Putih hendak mengenai perut Bimantara. Bimantara dengan sigap memukul tangan Pendekar Pasir Putih dengan tongkatnya. Lalu Pendekar Pasir Putih kembali berputar untuk mengarahkan tendangannya ke kepala Bimantara. Dia ingin membalas apa yang dilakukan Bimantara yang telah mempermalukannya. Akan tetapi Bimantara mampu mengelaknya hingga tendangan putaran itu tidak berhasil mengenai kepalanya.Penonton tampak tegang menyaksikan pertarungan yang kini tampak imbang itu. Sementara Pangeran Kedua yang menyaksikan tampak geram dengan Pendekar Pasir Putih. Dia kesal karena Pendekar itu belum berhasil menumbangkan Bimantara.Kini Bimantara berdiri dengan tongkatnya saling menghadap dengan Pende
Semua penonton tampak menunggu apa yang akan dilakukan Bimantara untuk menyelamatkan diri dari pasir yang hampir menenggelamkannya itu. Saat pasir itu hampir saja menelannya hingga bagian leher, mata Bimantara tiba-tiba menyala. Lalu cahaya itu mengaliri tubuhnya. Bimantara berteriak sekuat tenaga hingga akhirnya cahaya itu menyala terang lalu menghempas pasir yang menelannya hingga berhampuran mengotori panggung. Bimantara selamat dari pasir yang menelan itu. Dia berdiri dengan tongkatnya. Cahanya itu seketika padam di tubuhnya. Kini dahinya dibanjiri keringat. Napasnya memburu. Pendekar Pasir Putih tampak muncul terkulai lemas di atas panggung. Dia masih bernapas namun dia tak dapat lagi menggerakkan tubuhnya saking lemasnya.Pendekar Pasir Putih perlahan mengangkat tangannya. Pertanda dia tak sanggup lagi melawan Bimantara. Lonceng kemenangan Bimantara pun bergema. Semua penonton yang mendukung Bimantara tampak bertepuk tangan. Putri Kidung Putih tampak lega dan tersenyum haru meli
Pendekar Teratai Putih tak mau kalah. Dia kesal karena dua jurus andalannya telah berhasil dikalahkan Bimantara. Kini Teratai Putih langsung menyerang Bimantara dengan jurus-jurus bela dirinya. Bimantara pun mencoba menahannya. Berkali-kali Pendekar Perempuan itu hendak menyerang pukulan dan tendangannya, Bimantara selalu berhasil menahannya.Kali ini Bimantara hendak mengarahkan tendangannya pada Pendekar Perempuan itu, namun karena tidak tega melihat dia seorang perempuan, Bimantara urung melakukannya hingga kesempatan itu digunakan Pendekar itu untuk melancarkan aksi tendangannya. Bimantara terdorong ke belakang terkena tendangan Pendekar Putih itu. Lalu saat Bimantara mencoba bertahan agar tubuhnya tetap tegak karena dorongan itu, Pendekar Perempuan itu langsung meniupkan satu jarum bambu hingga berhasil mengenai lengan Bimantara.“Aaaakh!” Bimantara tampak kesakitan karenanya.Putri Kidung Putri tampak langsung berdiri dengan paniknya. Penonton yang mendukungnya tampak ternganga