Share

28. Surat dari Merpati

Penulis: Hakayi
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-27 19:25:02

Malam itu Bimantara dan Pangeran Sakai berdiri di hadapan Adji Darma dan para Guru Utama serta para Guru Pembantu. Ratusan murid berbaris rapih di belakang mereka. Kepala Asrama sedang memegang dua burung merpati. Burung yang akan menerbangkan secarik kain yang bertuliskan sebuah surat yang akan dikirimkan kepada keluarga yang sudah resmi menjadi murid di Perguruan Matahari. Ya, siapapun yang sudah lulus mengikuti tes pelatihan fisik di hutan terlarang, pihak perguruan akan mengirimkan surat pada keluarga mereka melalui merpati. Surat berisi pemberitahuan bahwa anaknya sudah resmi menjadi murid di Perguruan Matahari.

Adji Darma menatap wajah Bimantara dan Pangeran Sakai dengan serius.

“Mulai hari ini, kalian akan menjadi murid guru utama yang memilih kalian! Mereka akan mengajari kalian ilmu bela diri sampai ke tingkat tujuh! Jika kalian cepat menguasai apa yang akan mereka ajarkan, maka kalian akan cepat juga lulus dari sini! Tugas kalian nanti adalah menjaga bu

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Hakayi
Ada bab yang nggak ada kah?
goodnovel comment avatar
Hakayi
Tidak ada, semua sudah lengkap sampai bab 28. Hehe
goodnovel comment avatar
Hafiza Putri
ini ada bab yang hilang thor.....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   29. Mendung

    Awan di atas bangunan Perguruan Matahari tampak mendung. Di sore hari, Pangeran Sakai berdiri di hadapan Rajo, Wira, Welas dan Sanum di wilayah barat – di balik pagar bambu bangunan Perguruan Matahari.“Kita harus membuktikan kalau Bimantara bekerjasama dengan siluman! Kita harus membuktikan kalau Bimantara memang utusan dari Perguruan Tengkorak!”Wira menatap Pangeran Sakai dengan bingung, “Bagaimana membuktikannya, Pangeran?”Pangeran Sakai berjalan ke arah Wira dengan marah, “Bagaimana kau bilang?! Justru aku mengumpulkan kalian di sini untuk berembuk agar kita bisa menemukan cara agar pemuda pincang itu bisa dikeluarkan dari sini! Aku tidak terima menjadi olok-olokan murid senior karena luka-luka di tubuhku saat menembus hutan terlarang itu, sementera dia tidak memiliki luka apapun!”“Maaf, Pangeran,” ucap Wira gemetar dan ketakutan.Rajo berpikir sesaat lalu menoleh pada Pangeran Sakai. Sep

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-01
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   30. Ajian Adji Darma

    Bimantara tiba di dalam gua. Dia berhenti melangkah dengan tongkatnya lalu memandangi Ki Walang yang sedang duduk di atas batu sambil memegangi kakinya. Mungkin dia baru merasakan kesakitan setelah bertarung dengan Pendekar Pedang Emas tadi, pikir Bimantara.“Guru,” panggil Bimantara.Ki Walang mendongak padanya dengan heran. “Ada apa?” tanyanya.“Apalagi selanjutnya? Malam ini juga saya siap melanjutkan pelajaran!” ucap Bimantara dengan penuh semangat.Ki Walang tertawa. “Semangatmu memang besar, anak muda! Tapi kau butuh istirahat untuk memulihkan kembali tenagamu yang habis hari ini,” pinta Ki Walang.“Baik, Tuan Guru,” jawab Bimantara.Ki Walang berdiri lalu mendekatinya dan berhenti di hadapannya. “Sekarang kembalilah ke asramamu. Temuilah teman-temanmu. Kau butuh semangat dari mereka. Esok aku akan membawamu keluar dari pulai ini,” ucap Ki Walang.Bimantara

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-02
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   31. Kepada Laut

    Bimantara berdiri. Kancil heran. “Kau mau kemana?” tanya Kancil.“Aku ingin menemui Dahayu,” jawab Bimantara. Dia berjalan ke arah pintu. Tak lama kemudian langkah Bimantara terhenti, dia menoleh pada Kancil. “Aku mungkin akan lama tidak menemui kamu lagi. Aku akan serius belajar bersama Ki Walang. Jaga dirimu baik-baik,” pinta Bimantara kemudian.“Semoga berhasil,” ucap Kancil.Bimantara pergi keluar. Kancil duduk sedih di pinggir kasurnya. Namun dia senang dan bangga kepada sahabatnya itu. Dia berharap Bimantara mencapai segala impiannya di perguruan itu.Bimantara melangkah menuju gedung asrama tempat Dahayu. Sesaat kemudian dia melihat Dahayu berjalan ke arahnya. Langkah Dahayu terhenti saat mendapati Bimantara ada di hadapannya. Dia heran mau kemana Bimantara.“Bimantara?”Bimantara tersenyum bahagia melihat Dahyu. “Baru saja aku mau menemuimu,” ucap Dahayu.

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-03
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   32. Senja

    Awan di atas Istana Kerajaan Nusantara tampak cerah. Seekor burung merpati berputar-putar di atasnya. Sudah berhari-hari dia ia di sana. Surat yang terkait di kakinya masih tergantung. Ia baru tiba setelah menempuh jarak yang sangat jauh dari pulau Perguruan Matahari. Tak lama kemudian seorang Panglima bernama Cakara berjalan dengan tegap hendak menuju ruangan tempat Raja dirawat. Tak lama kemudian merpati itu terbang ke atas kepalanya lalu menjatuhkan surat itu padanya. Panglima Cakara terkejut mendapati sebuah surat dari gulungan kain terjatuh di atas tanah di hadapannya. Dia meraih gulungan kain itu lalu membukanya.“Pangeran Sakai resmi diterima di Perguruan Matahari?” gumamnya. Panglima Cakara tersenyum senang mendengarnya. Dia pun kembali melangkah. Saat dia tiba di ruangan Raja yang sedang terbaring lemah. Dia langsung duduk penuh hormat di hadapannya.“Ampun, Yang Mulia Raja,” ucap Panglima Cakara penuh hormat.Raja Adiwilaga yang

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-04
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   33. Surat Perintah

    Hampir tengah malam. Langit di atas laut tak ada bulan dan bintang. Awan gelap telah menutupinya. Laut tampak tenang. Ki Walang dan Bimantara memperhatikan apa yang ada di hadapan mereka dengan heran. Di hadapan mereka terlihat begitu gelap. Tak lama kemudian ombak perlahan membesar. Perahu yang mereka naiki mulai bergoyang. Bimantara ketakutan. Dia memiliki firasat buruk.“Apa yang ada di hadapan kita, Tuan Guru?” tanya Bimantara pada Ki Walang dengan khawatir.Ki Walang malah tertawa. “Di hadapan kita adalah hujan badai. Sebentar lagi perahu ini akan menembusnya. Di balik hujan badai itu adalah pulau yang akan kita tuju. Kita sudah hampir sampai, Bimantara. Kau jangan takut!”Bimantara mengangguk. Tak lama kemudian ombak semakin besar. Perahu yang mereka naiki semakin bergoyang. Ki Walang memainkan dayungnya untuk mendapatkan keseimbangan agar perahunya tidak terbalik. Bimantara berpengangan erat pada perahunya. Jantungnya memompa

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-05
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   34. Mencari Suara dalam Gua

    Saat Matahari mulai bersinar terang, Ki Walang membangunkan Bimantara yang tertidur lelap di dalam gubuk tua.“Bangun, anak muda!” teriak Ki Walang.Bimantara terbangun dalam keadaan napas terengah-engah. Dia bangkit dengan wajah pucat dipenuhi ketakutan.Ki Walang heran. “Apa kau bermimpi buruk?” tanya Ki Walang.Keringat mengucur di dahi Bimantara. Dia mengangguk pada Ki Walang. “Aku bermimpi melihat tiga kerajaan Nusantara saling memerangi karena ulah Perguruan Tengkorak, Tuan Guru,” jawab Bimantara.Ki Walang tertawa. “Itu tidak akan terjadi. Arti mimpi adalah kebalikan dari apa yang kau mimpikan. Sudah, jangan kau pikirkan. Tiga kerajaan Nusantara akan tetap bersatu. Bersiaplah untuk latihan hari ini.”“Siap, Tuan Guru!”Di saat matahari sudah mulai meninggi. Ki Walang dan Bimantara duduk bersila saling menghadap di depan gubuk tua. Mereka menduduki tanah basah yan

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-06
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   35. Suara Hentakan Kuda

    Keesolan harinya, Bimantara masih terbaring lemah di atas jerami. Wajahnya terlihat pucat.“Apa hari ini aku sudah bisa berlatih denganmu, Tuan Guru?” tanya Bimantara lemah.“Kau masih lemah. Tunggu tubuhmu pulih dengan sempurna dulu,” jawab Ki Walang.Bimantara terdiam. Dia sudah tidak sabar mengikuti segala ajaran Ki Walang. Ki Walang mencampurkan ramuan yang baru saja ditumbuknya ke dalam gelas bambu lalu mengulurkannya pada Bimantara.“Minum ini,” pinta Ki Walang.Bimantara mencoba bangkit. Kali ini tenaganya sudah mulai terkumpul hingga dia berhasil duduk. Bimantara meraih gelas bambu yang diulurkan Ki Walang. “Terima kasih, Tuan Guru,” ucap Bimantara. Dia pun langsung meminum ramuan itu. Meski pahit dia mencoba untuk menghabiskannya. Hampir saja dia muntah, namun akhirnya seluruh air ramuan itu berhasil diminumnya sampai habis.Tak lama kemudian Ki Walang menoleh ke atas langit-langit gub

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-06
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   36. Selendang Merah

    Adji Darma berdiri gagah di hadapan gerbang keluar hutan terlarang itu. Di sebalahnya Pendekar Tangan Besi berdiri sambil menatap gerbang dengan penasaran. Para guru utama berada di belakang mereka. Pangeran Sakai berdiri di dekat Pendekar Pedang Emas. Ratusan murid lainnya juga sedang menunggu dengan rasa penasaran. Siapakah yang akan keluar duluan dari gerbang keluar hutan terlarang itu?Adji Darma menoleh pada Pendekar Tangan Besi. “Kenapa sampai detik ini Ki Walang dan muridnya belum menampakkan batang hidungnya?” tanya Adji Darma pada Pendekar Tangan Besi dengan heran.“Ampun, Tuan Guru. Tadi hamba sudah memeriksa ke sana, namun pintu gua tertutup oleh batu, hanya Ki Walang yang bisa membukanya. Saya tidak tahu kenapa mereka tak hadir di sini,” jawab Pendekar Tangan Besi.Adji Darma terdiam sesaat. Dia curiga ada sesuatu yang disimpan Ki Walang padanya. Sesaat dia menoleh lagi pada Pendekar Tangan Besi. “Apakah kapal layar suda

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-06

Bab terbaru

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   582. ENDING : Pertemuan di Nusantara

    Bimantara berjalan dengan tongkat hitamnya di pedesaan pinggir laut itu. Dia sudah tidak lagi menggunakan kaki cahaya naganya. Dia melihat di pulau seberang sudah tidak ada lagi bangunan tinggi yang memiliki menara yang menjulang. Bagunan Perguruan Matarhari telah lenyap di sana. Perkampungannya tampak sunyi. Beberapa rumah tampak sudah hancur berkeping-keping. Hanya ada beberapa rumah yang tampak baik-baik saja.Bimantara tidak tahu siapa yang masih hidup di negeri itu. Setelah dia memeriksa tiga kerajaan Nusantara yang hancur berkeping-keping, dia mengendalikan naganya untuk kembali ke kampung halamanannya.Bimantara berdiri di sisi tebing itu. Dia teringat saat menemui Dahayu di sana dahulu."Tahun depan aku akan menjadi murid di sana!" ucap Bimantara tiba-tiba. Memecah lamunan tiga remaja di hadapannya itu. Seolah ingin menunjukkan pada Dahayu bahwa tanpa kaki satu, dia masih layak mengejar impiannya. Tiga remaja itu menoleh ke arah Bimantara bersamaan. Saat menyadari yang bicara

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   581. Perang Besar Terakhir 8

    Setelah itu keadaan menjadi hening. Putra Mahkota Iblis dan keempat saudaranya benar-benar sudah mati. Bahari tersenyum.“Sekarang aku bisa mati dengan tenang,” ucap Bahari.Bahari pun memejamkan matanya. Kini Bimantara, Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang kembali merasakan dingin.Sementara Bimantara langsung berlari menuju Raja Dawuh yang tidak lagi bernyawa itu. Dia memeriksa tubuhnya. Denyut nadinya sudah berhenti. Bimantara menangis sambil memeluk mayatnya.“Maafkan aku yang tidak bisa menjagamu!” isak Bimantara.Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang berjalan mendekat ke arahnya.“Kita sudah berhasil Bimantara,” ucap Tanaka.Bimantara pun menutup mata Raja Dawuh lalu berdiri di hadapan ketiga Panglimanya yang tersisa itu.“Tapi kita tidak berhasil mencegah mereka menghancurkan setiap kerajaan di atas muka bumi ini,” ucap Bimantara menyayangkannya. “Dan aku tidak berhasil menjaga Bahari dan Raja Dawuh.”“Aku yakin mereka akan tenang di nirwana kar

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   580. Perang Besar Terakhir 7

    “Aku bisa melakukannya tanpa harus membangkitkan Dahayu kembali,” ucap Bimantara.Pendekar Dua Alam mengernyit mendengarnya.“Cahaya di tubuh Dahayu sangat berguna untukmu, Bimantara. Jika cahaya kalian menyatu maka tidak ada satupun yang bisa melawan kalian, termasuk para Iblis itu,” protes Pendekar Dua Alam.“Dahayu telah mengalirkan cahayanya kepadaku,” ujar Bimantara.“Tapi cahayanya telah menyusut di tubuhmu,” protes Pendekar Dua Alam.Raja Dawuh pun bangkit.“Jika kau menolaknya karena sudah mengkhianatinya, aku rasa Dahayu akan mengerti, Bimantara. Kita tidak memiliki cara lain untuk membunuh mereka!” tambah Raja Dawuh.“Jangan paksa aku!” teriak Bimantara.Bimantara pun mengeluarkan tenaga dalamnya, dia pun langsung mengalirkannya pada Pendekar Dua Alam, Raja Dawuh, Bahari, Pendekar Sungai Panjang dan Tanaka.“Jangan lakukan itu, jika tidak tenagamu akan habis!” protes Tanaka yang menerima aliran tenaga dalam dari Bimantara.Bimantara tidak menggubris perkataan Tanaka. Tenaga

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   579. Perang Besar Terakhir 6

    “Jangan menangis,” pinta Ki Walang.“Aku tidak berhasil menjadi Chandaka Uddhiharata, Tuan Guru,” isak Bimantara. “Dunia sudah dihancurkan anak-anak iblis itu. Tiga kerajaan Nusantara telah habis terbakar, juga istana-istana di kerajaan lain. Sebentar lagi semua manusia akan mati. Mungkin aku juga akan mati. Padahal aku sudah membawa kelima Panglima terbaik di dunia ini.”“Apakah seperti ini akhirnya seorang murid yang sangat aku banggakan itu?” ucap Ki Walang sedikit marah. “Dahulu aku kagum padanya karena keterbatasannya dia memiliki cita-cita begitu agung untuk menjadi seorang pendekar yang berguna bagi sesama. Pahadal dia hanya memiliki kaki satu, tapi dia ingin memiliki jurus tendangan seribu.”Bimantara terdiam mendengar itu.“Hal yang tidak mungkin. Siapapun yang mendengarnya pasti akan tertawa karena ketidakpercayaannya. Tapi aku percaya akan itu. Akhirnya aku ajarkan semua ilmuku padamu. Dan kini, kau mengeluh disaat nyawa masih berada di dalam ragamu?!” teriak Ki Walang.“Ap

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   578. Perang Besar Terakhir 5

    Bimantara kembali menyerang Putra Mahkota Iblis yang tampak geram. Dia menggunakan segala jurus yang dia punya untuk melawannya. Sekuat tega Bimantara lakukan sendirian untuk melawannya. Berbagai serangan yang dilakukan Bimantara berhasil dilawannya dengan baik. Bimantara tampak kewalahan dan hampir saja kehilangan tenaga.“Kita harus membantunya,” pinta Raja Dawuh yang tampak khawatir pada Bimantara.“Aku tahu kau seorang raja,” sahut Tanaka. “Tapi yang paling penting dari sebuah tim adalah mengikuti arahan Pimpinannya. Sekarang kau bukan seorang raja lagi. Kau harus mengikuti permintaan Bimantara yang meminta kita menjaga Pendekar Dua Alam sampai dia selesai melakukan ritualnya. Nyawa kita sekarang untuk Pendekar Dua Alam.”“Tapi dia bisa mati melawan Putra Mahkota Iblis itu sendirian,” ucap Raja Dawuh semakin khawatir.“Percaya saja,” pinta Tanaka menenangkannya.Sementara Pendekar Sungai Panjang masih berusaha menggunakan tenaga dalamnya untuk mengembalikan tulang-tulang yang pata

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   577. Perang Besar Terakhir 4

    Bimantara terbang ke atas langit. Tubuhnya mengeluarkan cahaya. Sesaat kemudian dia meluncur ke bawah lalu menggunakan jurus tendangan seribunya untuk menghalau roh-roh hitam yang menyerang mereka. Satu persatu dari roh-roh hitam itu terpelanting jauh dan terbakar.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang terngaga melihatnya. Bimantara pun kembali mendarat di dekat mereka dengan sorot mata yang masih menyala. Putra Mahkota Iblis di dalam benteng itu tampak geram. Dia berteriak lalu mengeluarkan cahaya di tubuhnya. Gemanya hampir saja memecahkan dinding pembatas tak terlihat.“Sekarang saatnya kau harus memecahkan dinding pembatas tak terlihat itu,” pinta Bahari.Bimantara mengangguk.“Semuanya segera bersiap!” pinta Bimantara pada kedua Panglima yang menemaninya itu.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang mengangguk. Mereka pun sudah bersiap dengan jurus masing-masing.Bimantara menoleh pada Tanaka dan Raja Dawuh yang masih menjaga Pendekar Dua Alam yang sedang membangkitkan para pendekar sakti

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   576. Perang Besar Terakhir 3

    Putra Mahkota Iblis itu berhenti berlari menuju benteng yang terbuka itu. Iblis itu menatap kepada empat saudaranya yang ikut berhenti.“Berpencarlah kalian semuanya,” pinta Putra Mahkota Iblis. “Hancurkan semua kerajaan di muka bumi ini! Biar aku saja yang menghadapi musuh kita di depan benteng sana!”“Tapi mereka telah membunuh adik bungsu kita,” protes salah satu dari mereka. “Kita harus bersama-sama membunuh mereka sebelum kita keluar dari negeri ini dan menghancurkan semua kerajaan di atas muka bumi ini!”“Diriku sendiri sudah cukup untuk membunuh semuanya! Ikuti perintahku jika kalian masih menganggapku sebagai pengganti Raja!” teriak Putra Mahkota Iblis itu pada adik-adiknya.“Baiklah,” jawab salah satu dari mereka.Empat anak-anak Iblis yang perkasa itu pun langsung melompati benteng yang luas nan tinggi itu. Mereka berpencar ke empat penjuru untuk menghancurkan kerajaan-kerajaan di berbagai wilayah.Sementara Bimantara di luar benteng itu tampak terkejut melihat para Iblis it

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   575. Perang Besar Terakhir 2

    “Biar aku saja yang menghadapinya,” ucap Tanaka pada Bimantara.Bimantara mengangguk. Tanaka pun langsung melompat dari punggung naga lalu terbang melawan Pendekar Tombak Angin. Tanaka mengeluarkan golok hitamnya, sementara Pendekar Tombak Angin mengeluarkan pedangnya. Mereka berdua bertarung di atas langit.Bimantara menoleh pada Bahari, Pendekar Sungai Panjang, Pendekar Dua Alam dan Raja Dawuh.“Kalian serang prajurit mereka!” perintah Bimantara.Keempat Panglimanya itu mengangguk. Mereka langsung mengendalikan naga masing-masing lalu naga-naga yang ditunggangi mereka itu menghembuskan api dari mulut mereka untuk membakar ribuan prajurit yang berusaha memecahkan benteng tinggi itu. Sebagian prajuritnya mati terbakar karenanya. Para prajurit yang lain berusaha menyerang mereka dengan senjata masing-masing.Dengan sigap Raja Dawuh menggunakan kekuatannya untuk melelehkan pedang dan senjata lainnya yang digunakan para prajurit itu. Seketika senjata mereka meleleh.Sementara Bimantara l

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   574. Perang Besar Terakhir 1

    Ribuan burung besar yang membawa Pendekar Tombak Angin dan pasukan roh-nya telah tiba di daratan negeri salju itu. Angin dingin berhembus menusuk tulang. Pendekar Tombak angin yang berada paling depan di punggung burung besar itu tampak menggigil. Ribuan tentaranya pun tampak kedinginan. Burung-burung besar itu pun tampak sudah lemah memasuki negeri salju itu, mereka tidak kuat akan dinginnya negeri itu.Pendekar Tombak Angin melihat patung es raksasa yang sedang memegang tongkat di hadapan benteng tinggi yang memutih. Ribuan prajurit di dekatnya pun mematung, mereka bagai patung es yang dipahat oleh seorang seniman yang masyhur.“Apakah dia Bubungkala?” tanya Pendekar Tombak Angin pada tiga makhluk hitam yang kedinginan di dekatnya. Tiga makhluk hitam itu terbang mengikutinya.“Benar, Tuanku,” jawab Makhluk hitam itu. “Dia yang paling bungsu dari ke enam saudara Iblismu.”Pendekar Tombak Angin tampak tidak kuat lagi karena dinginnya tempat itu.“Sekarang keluarkan batu dari neraka it

DMCA.com Protection Status