Panglima Adhira dari kerajaan Nusantara Tengah berdiri di atas kapal layar bersama para prajuritnya. Dia masih melakukan pelayaran atas perintah Raja Dawuh untuk mencari Bimantara agar mereka membantu Bimantara mencari bunga raksasa merah di Suwarnadwipa.Parjurit itu mendekat pada Panglima Adhira yang tengah menatap lautan.“Kenapa yang mulia Raja begitu peduli dan baiknya kepada pendekar dari Perguruan Matahari itu, Panglima?” tanya prajurit itu dengan heran.Panglima Adhira menatap prajurit itu. “Pemuda itu telah menyelamatkan nyawa yang mulia raja,” jawabnya.Prajurit tampak penasaran.“Menyelamatkan nyawa yang mulia raja?”“Iya, bahkan pemuda itulah yang menyebabkan yang mulia raja memiliki kekuatan dari kitab sakti tiada tanding dan mendapatkan pedang pusaka,” jawab Panglima Adhira.“Pantas saja yang mulia raja Dawuh kini tampak hebat dan gagah. Aku melihatnya ketika yang mulia melawan para mayat hidup dengan tangan kosongnya,” ucap Prajurit itu yang baru tahu asal muasal rajany
Seruni pun memeluk Bimantara sambil memejamkan mata. Bimantara memeluknya dengan erat. Kaki cahaya naganya menyala. Tongkat di tangannya dia angkat. Tak lama kemudian dengan satu lompatan Bimantara membawa gadis itu terbang menuju tebing di seberang. Seruni memejamkan matanya dengan takut di pelukan Bimantara, dia khawatir akan terjatuh ke bawah jurang sana. Tak lama kemudian Bimantara berhasil mendaratkan kakinya ke tebing seberang dengan sempurna.“Kita sudah sampai,” ucap Bimantara.Seruni membuka matanya lalu melepas pelukannya pada Bimantara. Dia tak percaya mereka sudah tiba di seberang sana.“Bagaimana kau melakukannya, Bimantara?” tanya Seruni tak percaya.“Aku sudah bilang aku memiliki ajiannya,” jawab Bimantara yang kini sudah berdiri tegak dengan tongkatnya.Seruni masih menunjukkan wajah tidak percayanya.“Ayo kita lanjutkan perjalanan,” pinta Bimantara.“Rumah penduduk masih sangat jauh dari sini,” jawab Seruni. “Mungkin bisa sehari perjalanan lagi.”“Kalau begitu tunjuka
Angin berembus pelan dari luar jendela kediaman Tabib Perguruan. Kepala Perguruan duduk di sisi ranjang sambil menatap Pendekar Pedang Emas yang tampak semakin lemah. Tabib Perguruan tengah menumbuk ramuan obat-obatan di dekatnya.“Kabarnya para pendekar dari Tala yang tidak berhasil ditangkap pihak istana sudah menghilang dari bumi Nusantara,” ucap Tabib Perguruan.“Itu karena mereka sudah tahu kalau Candaka Uddhiharta yang mereka cari sedang tidak berada di Nusantara ini,” jawab Kepala Perguruan.“Apa yang dilakukan pihak kerajaan terhadap para pendekar dari Tala yang ditawan, Tuan Guru?” tanya Tabib penasaran.“Mereka sudah mengirim surat ke kerajaan Tala, namun hingga kini belum ada tanggapan dari sana. Kabarnya para tawanan itu akan tetap dikurung dalam penjara selama tidak ada tanggapan dari kerajaan Tala.”“Jika mereka menanggapi surat itu dan berhenti mencari Candaka Uddhiharta bagaimana?” tanya Tabib itu lagi.“Pihak kerajaan akan mengembalikan para pendekar tawanan itu ke Ta
“Siapa yang memberitahumu?” tanya Dahayu heran.Sanum tertawa.“Aku heran kenapa Guru Besar tidak mengajarimu ajian tak terlihat. Pendekar Rambut Emas telah mengajariku ajian itu dan dia meminta agar jangan memberitahumu. Aku menggunakan ajian itu untuk mencuri dengar pembicaraanmu dengan Welas saat itu,” jawab Sanum.Dahayu terkejut mendengarnya.“Lepaskan aku! Kau bisa dikutuk oleh leluhur jika mencelakai aku!” teriak Dahayu.Sanum pun tertawa.“Aku tak akan membiarkanmu mendapatkan Pangeran Sakai! Meski aku tidak yakin dia cinta sejatimu karena di hatimu ada Bimantara, tapi bagaimana jika cinta sejatimu adalah Pangeran Sakai dan bukan Bimantara? Maka agar aku tidak perlu lagi khawatir dan bertanya-tanya. Aku akan meminta diantara tiga nelayan itu untuk menciummu agar selamanya kau kembali ke alam peri,” ucap Sanum.Dahayu terkejut mendengarnya. Dia berusaha menggerak-gerakkan tubuhnya agar bisa terlepas dari ikatannya. Namun sekuat tenaga dia mencoba, ikatan yang melilitnya ke bata
“Pergi kalian dari sini!” teriak Bimantara.Akhirnya lelaki itu bisa mendengar suara Bimantara dengan ketakutan. Dia pun langsung berlari menuju teman-temannya dan melepas ikatan yang masih mengikat mereka. Saat ketiga lelaki itu hendak berlari ke dalam hutan, Sanum kembali menarik ketika lelaki itu dengan selendangnya hingga mereka kembali terikat sempurna.Sukma Bimantara melihatnya dengan geram.“Tuan Naga, tolong lah,” guman Bimantara.Tak lama kemudian seekor naga datang menyemburkan air ke atas langit. Sanum dan ketiga lelaki itu tampak terkejut melihatnya. Dahayu tampak terharu melihatnya. Dia yakin Bimantara telah memintanya datang untuk menyelamatkannya.Naga itu pun langsung menyemburkan api ke Sanum dan ketiga lelaki itu. Sanum menghindar darinya. Sanum pun mencabut pedangnya lalu mengarahkannya pada Naga itu. Naga itu pun menggigit pakaian di punggung Sanum lalu membawanya terbang ke langit. Entah kenama Tuan Naga itu akan membawanya pergi.Saat Sanum sudah menghilang ber
Bimantara melawan sekuat tenaga aliran cahaya yang disalurkan oleh sukma Pendekar Pedang Emas. Tak lama kemudian Bimantara berteriak sekecangnya hingga dia mendorong aliran cahaya itu dan tiba-tiba sukma Pendekar Pedang Emas menghilang darinya, sementara Bimantara ambruk ke atas tanah.Seruni panik melihatnya.“Bimantara!” teriak Seruni.Seruni mencoba membantu Bimantara untuk duduk kembali. Saat Bimantara sudah duduk. Seruni mentapnya dengan khawatir.“Apa yang terjadi, Bimantara?” tanya Seruni.“Tuan Guruku yang sekarang tengah sekarat hendak mengalirkan semua ilmunya padaku,” jawab Bimantara. “Jika itu aku lakukan, maka Tuan Guruku akan mati dan percuma aku melakukan pengembaraan sejauh ini.”Seruni terkejut mendengarnya.“Jadi yang kau panggil Tuan Guru tadi adalah sukma Tuan Guru besarmu?” tanya Seruni memastikan.Bimantara mengangguk. Seruni tampak terdiam bingung.“Kita lanjutkan saja perjalanan,” pinta Bimantara.“Tapi tenagamu belum pulih,” ujar Seruni khawatir.“Kita istirah
Bimantara dan Seruni tiba di sebuah perkampungan. Mereka mengawasi sekitar, khawatir para prajurit istana berjaga di sana untuk mencari Bimantara. Setelah mereka tidak mendapati para prajurit di sana, Seruni mengajak Bimantara untuk pergi ke sebuah rumah. Rumah sederhana itu adalah rumah adik neneknya. Seruni mengetuk pintu rumah itu.“Kek! Kakek!” teriak Seruni.Tak lama kemudian pintu rumah itu terbuka. Kakek itu terbelalak melihat kedatangan Seruni bersama seorang lelaki muda.“Seruni?!” panggil kakek itu tak percaya. “Ada apa gerangan kau ke sini sampai sejauh ini?”“Aku ceritakan di dalam saja, Kek,” jawab Seruni.Kakek itu pun menatap Bimantara dengan heran. Bimantara tersenyum padanya.“Dia temanku kek, namanya Bimantara,” jawab Seruni.Kakek itu mengangguk lalu meminta mereka untuk masuk. Saat semua sudah berada di dalam sana, mereka duduk bersila saling menghadap. Seruni menceritakan semuanya kenapa dia sampai ke sana membawa Bimantara. Kakek itu angguk-angguk saja.“Kau mema
Subuh-subuh itu kakek membangunkan Bimantara dengan Seruni. Di luar sana sudah terdengar suara kuda. Bimantara dan Seruni terbangun dengan terkejut.“Kalian harus cepat-cepat pergi sebelum matahari datang,” pinta kakek itu.Bimantara dan Seruni saling menatap. Mereka heran, sepertinya kakek itu sudah mengetahui kalau Bimantara sedang dicari-cari para prajurit kerajaan.“Kudanya bagaimana kek?” tanya Seruni.“Kudanya sudah ada di depan rumah,” jawab Kakek itu.Bimantara terkejut mendengarnya.“Berapa haraganya kek? Ini saya memiliki koin emas yang lumayan,” jawab Bimantara sambil mengeluarkan kantong kain berisi koin emas.“Tidak usah! Kudanya kalian bawa saja,” pinta kakek itu.“Tapi...”“Pergilah sekarang juga!” sela kakek itu.Bimantara dan Seruni pun mengangguk. Mereka pun pamit lalu pergi keluar. Di depan rumah sudah terlihat dua kuda yang gagah. Bimantara dan Seruni menaiki kuda itu sambil menatap ke arah kakek yang tampak sedih akan ditinggalkan Seruni, padahal dia masih rindu d