Matahari sudah tenggelam. Bimantara dan Kancil berjalan melewati koridor menuju asramanya. Di hadapannya dia melihat ada Rajo dan Wira yang sedang berbincang seru. Entah apa yang sedang diperbincangkan oleh mereka. Saat Bimantara dan Kancil melewati mereka, Rajo memanggilnya.
“Bimantara!”
Bimantara dan Kancil terhenti. Mereka menoleh pada Rajo.
“Aku sudah bilang, kau tak layak berada di sini,” ucap Rajo sambil cengengesan.
Bimantara mengatur napasnya untuk menahan kesabarannya. Kancil malah emosi mendengarnya. “Bukan kamu yang menilai layak atau tidaknya seseorang berada di sini, tapi para Tuan Guru,” ucap Kancil dengan emosinya.
Bimantara menyentuh bahu Kancil agar dia tidak emosi menghadapi mereka. Kancil terdiam. Rajo dan Wira tertawa. Mereka mendekat pada Bimantara.
“Kalau kau memang pantas, nanti malam temui kami di belakang pagar dekat batu karang. Aku ingin tahu apakah kau sama seperti Dahayu
Bulan purnama bersinar terang di atas bangunan Perguruan Matahari yang megah. Penduduk Perguruan Matahari sepertinya sudah terlelap semuanya. Dahayu duduk di atas batu sambil memandangi bulan dan bintang-bintang di atas sana. Dia rindu dengan ayah ibunya. Dia khawatir ayah ibunya akan sedih di seberang pulau sana. Mereka pasti tidak tahu bahwa saat ini dirinya sudah resmi menjadi murid di Perguruan Matahari. Dahayu bingung, apa yang akan dilakukan kedua orang tuanya ketika mereka tahu kalau kini Dahayu berada di sana.Tak lama kemuidan Pangeran Sakai datang lalu duduk di sebelahnya. Dahayu kaget lalu berdiri sambil ancang-ancang menggunakan jurusnya. Pangeran Sakai tertawa.“Santai saja. Aku tak akan mengujimu lagi,” ucap Pangeran Sakai.“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Dahayu heran.Pangeran Sakai berdiri. “Aku ingin meminta maaf padamu,” ucap Pangeran Sakai dengan tulus.Dahayu mengernyit. “Meminta
Malam itu, Bimanatara sedang tertidur lelap. Tiba-tiba ada yang membekap mulutnya lalu membawanya pergi dari sana. Bimantara mencoba meronta tapi tubuhnya tidak kuat untuk melawan orang yang membawanya itu. Apalagi tongkatnya tertinggal di kamarnya. Dia melihat orang itu memakai penutup kepala seperti ninja. Tak lama kemudian tubuh Bimantara di lempar di atas jerami di sebuah ruangan yang pesing dan bau. Bimantara terkejut saat melihat ada tiga lelaki yang berpakaian seperti ninja di sana.“Siapa kalian?” tanya Bimantara dengan heran.Seorang lelaki membuka penutup kepalanya. Bimantara terkejut ketika melihat lelaki itu adalah Pangeran Sakai. Lalu dua lelaki lainnya juga membuka penutup kepalanya. Ternyata mereka adalah Rajo dan Wira.“Kenapa kalian membawa aku ke sini?” tanya Bimantara yang tidak bisa berdiri karena tongkatnya tertinggal di kamarnya.Pangeran Sakai mendekat padanya dengan wajah marah. “Kami ingin memba
Gelembung-gelembung air keluar dari mulut Bimantara. Dia menelan sedikit air. Sekarang dia sudah tidak bisa menahan napas lagi. Entah kenapa air di dalam kolam itu mendadak dingin. Bimantara mulai menggigil sambil menanah napasnya. Seketika dia lemas. Sementara itu, Ki Walang Sang Pendekar Tendangan Seribu duduk bersila di sisi kolam sambil memandanginya dengan khawatir.“Bertahanlah, Bimantara!” teriak Ki Walang padanya.Bimantara mendengar dengan jelas suara Ki Walang. Dia heran, biasanya kalau sedang berenang di dalam air, dia tak akan bisa mendengar suara apapun di atas permukaan sana, tapi kenapa suara Ki Walang mampu didengarnya dengan jelas?Tak lama kemudian tubuh Bimantara semakin lemas. Air sudah banyak dia telan.“Apa aku akan mati?” bisik Bimantara dengan lemasnya. Dia masih berusaha menahan napas sebisanya.“Tidak! Kau tidak akan mati!” teriak Ki Walang padanya.Bimantara tak mengerti, kehebat
Adji Darma duduk menunggu di ruangannya. Tak lama kemudian Ki Walang dan Pendekar Tangan Besi datang.“Ada apa gerangan Tuan Guru Besar memanggil saya?” tanya Ki Walang dengan penuh hormat.Adji Darma berdiri dengan marah.“Apa alasanmu memilih Bimantara sebagai muridmu?” tanya Adji Darma heran.“Intuisiku mengatakan dia sudah pantas menjadi muridku, Tuan Guru Besar. Bukankah salah satu cara memilih murid tetap adalah dengan intuisi? Panggilan alam seperti yang sering Tuan Guru Besar katakan?” jawab Ki Walang.“Tapi intuisi saya mengatakan dia masih belum pantas untuk dipilih! Saya tidak ingin lagi ada murid yang mati di tanganmu!” tegas Adji Darma.“Dia tak akan mati. Dia akan berhasil mengikuti saya sampai tingkat ke tujuh. Percayalah pada saya Tuan Guru,” ucap Ki Walang penuh hormat.“Jika memang benar begitu, dia harus memasuki hutan terlarang di pulau ini. Dia haru
Pangeran Sakai terduduk di atas batu sambil memegang pedangnya. Dahinya dipenuhi keringat karena sehabis berlatih. Para murid dari berbagai tingkatan sudah bubar di tempat itu. Pendekar Pedang Emas datang mendekatinya.“Pangeran,” sapa Pendekar Pedang Emas.Pangeran Sakai berdiri saat melihat guru besarnya datang.“Iya, Tuan Guru,” sahut Pangeran Sakai dengan heran.“Sesuatu telah terjadi. Tuan Guru Besar Adji Darma menghendakimu untuk mengikuti ujian akhir Pelatihan fisik bersama Bimantara di hutan terlarang esok pagi,” ucap Pendekar Pedang Emas dengan serius.Pangeran Sakai terbelalak mendengarnya, “Kenapa harus bersama Bimantara, Tuan Guru?”“Tuan Guru Besar Adji Darma tidak sejutu melihat Pendekar Tendangan Seribu langsung memilih Bimantara sebagai muridnya,” jawab Pendekar Pedang Emas padanya.“Saya siap melakukan apapun itu, Tuan Guru,” ucap Pangeran Sakai t
Malam itu Pendekar Pedang Emas sedang beradu pedang dengan Pangeran Sakai di halaman kediaman Pendekar Emas di atas bukit. Dari sana terlihat jelas banguan Perguruan Matahari yang megah. Menara yang menjulang tinggi menuju langit pun terlihat berkilau. Pangeran Sakai terus menangkis serangan pedang dari Guru Utamanya dengan wajah penuh dendam dan kesal. Dendam pada para pembunuh adiknya. Kesal karena Dahayu meremehkannya. “Hilangkan semua amarah dan dendam di hatimu!” tegas Pendekar Pedang Emas pada Sakai yang tengah menahan serangan pedang darinya. Sakai mengerahkan tenaganya sekuat tenaga agar tubuhnya tidak terdorong ke belakang. “Jika pedang ditanganku sedang beradu, semua yang membuat aku marah dan kesal tiba-tiba teringat kembali, Tuan Guru!” sahut Pangeran Sakai. “Jika amarah dan dendam tak bisa kau usir dari dada dan kepalamu, maka kau tak akan bisa menguasai ilmu kesadaran yang aku berikan! Kau harus konsentrasi saat bertarung. Kau harus jeli pada se
Bimantara dan Pangeran Sakai berdiri di depan gerbang hutan terlarang. Semua murid berkumpul di belakang mereka. Para guru utama dan guru pembantu sudah hadir di sana. Dahayu menyembulkan kepala bersama Kancil di tengah kerumunan yang menunggu aksi Bimantara dan Pangeran Sakai melakukan tes terakhir pelatihan fisik. Tes yang akan mengantar mereka pada pelajaran tingkat satu yang akan mulai mempelajari teknik dasar ilmu bela diri.Adji Darma maju ke hadapan di tengah-tengah kerumunan. “Hari ini, akan ada dua murid baru yang akan mengikuti tes terakhir pelatihan fisik! Sementara murid baru yang lainnya masih akan menunggu karena masih ada tahapan yang harus mereka lewati! Jika kedua murid baru di hadapan kalian ini berhasil melewati tes terakhir ini, mereka akan dinilai sah untuk melanjutkan pelajaran tingkat satu! Namun jika mereka semua gagal, maka mereka akan kembali pada guru pembantu dan kembali mengikuti tahapan pelatihan yang diajarkan guru pembantu!” teriak
Bimantara berhasil menepi ke pinggir sungai. Buaya-buaya yang mengejarkanya tiba-tiba kembali menyelam lalu menghilang dari permukaan air. Kini pakaiannya yang basah itu semakin membuatnya menggigil. Dia terlentang menghadap langit. Mencoba berjemur dari sinar matahari yang mulai meninggi. Agar pakaiannya kering dan gigilnya menghilang. Dia penu menoleh pada hilir sungai. Sekarang tongkatnya sudah hanyut. Dia bingung bagaimana harus kembali berjalan? Akhirnya dia pasrah menunggu sampai pakaiannya kering.Bimantara duduk. Dia mengitari sekitar. Mencoba untuk berkonsentrasi lagi untuk mendengarkan suara-suara di dalam hutan rimba itu.“Hutan apa ini?” gumamnya. “Apakah ini hutan buatan? Atau mataku saja yang menganggap ini hutan padahal bukan? Tapi jika ini tidak nyata, kenapa semuanya terasa nyata?”Tiba-tiba Bimantara teringat Pangeran Sakai. Dia tidak tahu kemana Pangeran itu sekarang.“Apa mungkin Pangeran Sakai sudah menem