“Saya tahu siapa saja yang menjadi mata-mata perguruan tengkorak,” jawab Pendekar Pedang Emas. “Ki Walang adalah utusan Perguruan Tengkorak dari kepala perguruannya yang lama yang telah digantikan dengan kepala perguruan yang baru.”
Kepala perguruan tergugu mendengarnya.
Pendekar Pedang Emas kembali melanjutkan kata-katanya. “Kau mungkin tahu, kenapa banyak muridnya yang mati di dalam gua? Itu bukan karena mereka tidak bisa menerima ilmu dari Ki Walang, melainkan Ki Walang sendiri yang membunuhnya untuk menambah kekuatannya! Saya sengaja memfitnahnya karena tidak ada jalan untuk membuktikan kepada semuanya kalau Ki Walang ada hubungannya dengan Perguruan Tengkorak. Dia masih menjalankan misi dari kepala perguruan lamanya.”
Kepala Perguruan masih diam mendengarkannya.
“Akan tetapi saya tidak tahu jika Ki Walang sudah kembali ke jalan yang benar,” ucap Pendekar Pedang Emas melanjutkan. “Saya mengira beli
“Iya, dia sudah tahu kalau engkau adalah jelmaan dari Ratu Peri Mata Air Abadi yang menikah dengan ayahnya,” jawab Bimantara.Arwah perempuan itu tampak gusar mendengarnya. “Apakah dia menerima semuanya?”Bimantara tersenyum padanya. “Dia sangat menyayangimu. Bahkan dia ingin sekali membalaskan dendam pada orang-orang yang dahulu membunuhmu.”Arwah perempuan itu kini bersedih. Bimantara turun dari kuda menggunakan tongkatnya lalu mendekati arwah perempuan itu.“Aku mencintai anak gadismu dan dia pun mencintaiku,” ucap Bimantara dengan malu.Arwah perempuan itu kembali tersenyum. “Tolong jaga baik-baik anak gadisku! Hidupnya banyak menderita gara-gara aku,” pintanya.“Aku akan menjaganya,” ucap Bimantara. “Dan aku akan membawanya ke pantai pulau seberang untuk bertemu denganmu! Tunggulah sampai aku kembali ke Perguruan Matahari.”“Baiklah!”
Naga itu mengantarkan Bimantara ke batu karang depan mulut gua. Dia langsung melompat dari punggung naga ke batu karang. Naga langsung menyelam lalu menghilang dari pandangannya. Bimantara berteriak padanya.“Terima kasih, Tuan Naga!”Bimantara berjalan menuju gerbang perguruan dengan dengan tongkatnya. Saat tiba di depan gerbang, Bimantara heran melihat banyak prajurit istana menjaga gerbang. Kancil yang hendak berlatih melihat Bimantara dengan girang. Dia langsung berlari ke arah Bimantara sambil berteriak memanggilnya.“Bimantaraa!!!” teriak Kancil.Bimantara berhenti melangkah sambil tersenyum menatap Kancil yang berlari ke arahnya. Saat Kancil tiba di hadapannya, Pangeran muda itu langsung memeluk tubuhnya dengan haru.“Apa kau berhasil mendapatkan kitab sakti tiada tanding itu?” tanya Kancil penasaran sambil melepas pelukannya.“Aku sudah berhasil, Kancil. Aku juga sudah berhasil mempelajari se
“Apakah kami semua harus menjadi pejabat istana?” tanya Bimantara heran.“Iya, itulah kenapa Perguruan Matahari Berdiri. Para pendekar akan diakui dan akan menjadi penjaga Nusantara dengan penuh hormat. Seperti itulah para pendekar pendahulu kalian. Sekarang semuanya sudah menyebar di tiga kerajaan Nusantara. Ada yang menjadi kepala wilayah. Ada yang dipilih menjadi Panglima dan ada yang dipilih menjadi pejabat-pejabat istana yang mengurus para prajurit di istana,” jawab Kepala Perguruan.Tiba-tiba Bimantara teringat akan upacara ikrar yang akan diadakan Yang Mulia Raja untuk Pangeran Sakai dan Dahayu. Jika Bimantara tak berhasil mencegahnya, dia pasti tak akan sanggup berada di dalam kerajaan Nusantara Timur. Karena di sana nanti dia akan melihat Dahayu dan Pangeran Sakai hidup bersama.“Sekarang kembalilah ke asrmamu. Nusantara sedang terancam bahaya. Akan berat untuk kalian menghadapinya. Saya berharap kalian bisa bergabung denga
“Berarti para arwah leluhur juga telah bangkit kembali karena ajian pembangkit kematian itu,” ucap Pendekar Pedang Emas dengan terkejut.“Iya. Sekarang kita lanjutkan saja pengajaran pada murid-murid. Biarlah mayat-mayat hidup itu ditangangi oleh para lulusan perguruan matahari. Mayat-mayat hidup itu tak akan bisa sampai ke sini.”“Baik, Tuan Guru Besar,” ucap Pendekar Pedang Emas.***Bimantara memasuki gua sambil membawa obor dengan sedih. Setiba di rongga gua besar tempatnya biasa berlatih dengan Ki Walang, dia duduk sambil merenung. Di pikirannya masih tentang Dahyu dan Pangeran Sakai yang akan dinikahkan oleh Yang Mulia Raja. Tak lama kemudian cahaya putih datang ke hadapannya.Bimantara tampak tersenyum senang ketika mendapati cahaya putih itu berubah menjadi arwah Ki Walang.“Tuan Guru!” teriak Bimantara dengan bahagia.“Apa kau sedang bersedih?” tanya Ki Walang
Sebuah perkampungan tampak sunyi. Suara burung hantu terdengar di salah satu batang pohon. Tak lama kemudian sekawanan burung gagak berdatangan lalu hinggap di atas pohon besar di tengah-tengah kampung itu.Di sebuah rumah, bayi tiba-tiba menangis. Ibunya terbangun lalu segera menggendong bayi itu. Bayinya terus saja menangis. Suaminya datang dengan heran.“Di atas pohon kudengar suara-suara burung gagak, istriku. Aku khawatir akan terjadi sesuatu! Sepertinya kita harus pergi malam ini juga meninggalkan kampung,” ajak suaminya dengan khawatir.“Bukankah sudah biasa burung gagak hinggap di salah satu batang pohon di kampung kita, suamiku?” tanya istrinya sambil menenangkan bayinya yang masih menangis. Istrinya menyusui bayinya, namun bayinya tampak enggan. Istrinya heran.“Kenapa dia tidak mau menyusu, suamiku?” tanya istrinya heran. “Ayo, Nak. Ini sudah larut malam! Kamu harus tidur!” pinta sang istri
“Dari pakaiannya sepertinya dia adalah sang kesatria baja yang bangkit dari tidurnya!”Bimnatar pun langsung memasuki kampung dan menghubuskan pedangnya pada leher-leher mayat-mayat hidup yang sedang berlarian mengejar warga. Para prajurit bercahaya di belakangnya pun membantunya menebas leher para mayat-mayat itu.Seorang pendekar bertopeng berdiri menghadang Bimantara sambil membacakan mantra. Tak lama kemudian para prajurit cahaya itu langsung menghilang dari sana. Bimantara heran. Kini dia sendirian dari sana. Namun dia tidak takut. Dua pendekar yang masih mengintip di dalam semak-semak tampak terbelalak melihat para prajurit bercahaya itu tiba-tiba lenyap dari pandangan mereka.“Dasar penjahaaat!” teriak Bimantara lalu melompat dari kudanya dan langsung mengarahkan pedangnya pada pendekar bertopeng itu.Bimantara pun mengeluarkan jurus-jurusnya untuk melawan pendekar bertopeng itu. Pendekar bertopeng tampak piawai mengel
“Iya! Mereka menggunakannya untuk ritual penambah kekuatan mereka,” jawab Ki Walang. Bimantara terdiam mendengarnya. “Istirahatlah! Aku harus pergi, nanti aku akan kembali lagi dan nanti malam kau harus kembali ke pulau seberang untuk membasmi para mayat hidup yang akan didatangkan kembali oleh perguruan tengkorak!” ucap Ki Walang. “Baik, Tuan Guru!” “Jadilah murid terbaikku!” Ki Walang tiba-tiba menghilang dari pandangannya. Bimantara melepas pelindung kepalanya dan melepas satu persatu pakaian bajanya. Setelah itu dia duduk tampak menerawang jauh. “Jaga dirimu baik-baik, Kek. Semoga kau aman di sana,” ucap Bimantara dalam hatinya. *** Panglima Sada datang menghadap Raja Dwilaga di singgasananya. “Ampun, Yang Mulia. Mayat-mayat hidup kabarnya telah berhasil menyerang sebuah desa, namun seorang kesatria memakai pakaian baja telah berhasil membasmi semuanya. Saat ini hamba telah memerintahkan seluruh pasukan untu
“Kau tidak berhak melarangku menemui Dahayu,” tegas Bimantara.Pangeran Sakai mendekat padanya.“Tak pantas lelaki lain mendekati calon ratu dari seorang Pangeran,” ucap Pangeran Sakai dengan amarah.“Sebagai lelaki kau tidak punya harga diri,” ucap Bimantara sambil tersenyum sinis. “Harusnya kau tidak memaksakan diri untuk menikah dengan gadis yang tidak mencintaimu!”Pangeran Sakai geram mendengarnya. Dia pun langsung mengeluarkan jurusnya. Bimantara pun bersiap melawannya. Sesaat kemudian Pendekar Rambut Emas datang dengan melompat dan mendarat di hadapan mereka berdua. Pendekar Rambut Emas melilitkan selendang merahnya ke tubuh Bimantara dan Pangeran Sakai hinggu dua tubuh itu tergulung menjadi satu. Tubuh mereka berdua berputar-putar terikat gulungan selendang merah itu.“Silakan kalau kalian mau bertarung!” teriak Pendekar Rambut Emas dengan marah kepada mereka berdua.Bimanta