Setelah berhari-hari Bimantara dan Pangeran Dawuh berlatih dengan Lelaki Tua berjubah putih. Akhirnya di hari itu pintu gua terbuka. Lelaki Tua memberikan tongkat kepada Bimantara, sementara Pangeran Dawuh dihadiahi pedang yang tersimpan lama dalam peti.
Bimantara menatap wajah lelaki tua itu dengan lekat saat dia dan Pangeran Dawuh hendak keluar dari dalam gua itu.
“Apakah kita bisa bertemu lagi?” tanya Bimantara.
Lelaki tua itu tertawa. “Ini untuk terakhir kalinya kita bertemu,” ucap lelaki tua itu.
“Apakah kau mengenal Tuan Guruku?” tanya Bimantara kemudian.
“Sudah berpuluh-puluh tahun tak ada satupun utusan dari Perguruan Matahari untuk mempelajari kitab sakti ini. Kabarnya jurus tendangan seribu tak banyak peminat atau mungkin tak ada sanggup untuk mempelajarinya. Hingga Ki Walang harus bersabar menunggu murid yang akan diajarinya. Kalian berdua adalah utusan alam, meski Pangeran pada awalnya tidak dit
Pangeran Sakai tampak duduk termenung di pinggir pantai. Wira dan Rajo duduk menemaninya dengan bingung. Sejak pengakuan Dahayu padanya, Pangeran Sakai tidak seperti dahulu. Kini semangatnya menurun dan setiap hari tampak selalu murung.“Bukankah Yang Mulia Raja akan mengadakan upacara ikrarmu bersama Dahayu, Pangeran? Kenapa kau bersedih? Toh nanti Dahayu juga akan menjadi milikmu?” tanya Rajo heran.“Aku tidak tahu, apakah Dahayu akan pasrah pada semua ini atau dia akan membangkang lalu pergi meninggalkanku. Itulah yang aku takutkan saat ini. Dan meskipun dia menerima keputusan ayahku, akan sulit bagiku hidup bersama Dahayu yang tidak mencintaiku,” jawab Pangeran Sakai.“Aku yakin Dahayu akan mencintaimu juga ketika dia sudah menjadi istrimu, Pangeran,” ucap Wira.“Aku harap begitu,” ucap Pangeran Sakai sambil memandang lautan di hadapannya dengan nanar.***Sementara itu, Gajendra telah berh
“Tuan Guru?” panggil Bimantara tak percaya. Sesaat kemudian dia mencubit lengannya. Dia ingin memastikan apakah dia sedang bermimpi atau memang sudah benar-benar terbangun? Saat merasakan sakit di lengannya, barulah dia yakin bahwa saat itu dia benar-benar sudah terbangun. Tak lama kemudian muncul sosok cahaya putih yang begitu terang. Bimantara tampak silau menatapnya. Seketika cahaya putih itu menjelma menjadi wujud Ki Walang. Bimantara terbelalak melihatnya. “Tuan Guruuu!” teriaknya haru. Namun dia masih tidak percaya kalau yang dilihatnya itu benar-benar mendiang Tuan Gurunya. Ki Walang tertawa. Bimantara mendekat padanya dengan air mata yang tiba-tiba menetes ke pipinya. “Tuan Guru? Apakah engkau benar Tuan Guruku?” tanya Bimantara memastikannya sekali lagi. “Iya, aku sengaja datang menemuimu untuk menyelesaikan tugasku sebagai gurumu,” jawab Ki Walang. “Bukan kah Tuan Guru sudah meninggal? Bagaimana mungkin Tuan Guru akan mengaja
Tengah malam itu Pendekar Pedang Emas datang ke tempat pertapaan Gajendra. Gajendra heran melihat adiknya datang tiba-tiba.“Apa kau berubah pikiran ingin bergabung bersamaku?” tanya Gajendra.“Hentikan ajian pembangkit kematian itu!” pinta Pendekar Pedang Emas dengan tegas.Gajendra tertawa. “Upacara persembahan kepada para leluhur sudah aku lakukan! Tak ada yang bisa menghentikannya, adikku! Nanti bertepatan dengan malam purnama aku akan datang ketiap pekuburan di seluruh Nusantara untuk membangunkan mereka!”Pendekar Pedang Emas mengulurkan pedangnya dengan tatapan seriusnya. “Kau bukan hanya membangkitkan mayat-mayat itu menjadi hidup! Tapi kau juga akan membangkitkan para arwah leluhur! Jasad para leluhur tak akan bisa kau bangkitkan kembali, tapi arwahnya akan kembali ke dunia ini! Mereka akan memerangimu!”Gajendra tertawa lagi. “Para pendekar lulusan Perguruan Matahari dan para arwah lel
“Saya tahu siapa saja yang menjadi mata-mata perguruan tengkorak,” jawab Pendekar Pedang Emas. “Ki Walang adalah utusan Perguruan Tengkorak dari kepala perguruannya yang lama yang telah digantikan dengan kepala perguruan yang baru.”Kepala perguruan tergugu mendengarnya.Pendekar Pedang Emas kembali melanjutkan kata-katanya. “Kau mungkin tahu, kenapa banyak muridnya yang mati di dalam gua? Itu bukan karena mereka tidak bisa menerima ilmu dari Ki Walang, melainkan Ki Walang sendiri yang membunuhnya untuk menambah kekuatannya! Saya sengaja memfitnahnya karena tidak ada jalan untuk membuktikan kepada semuanya kalau Ki Walang ada hubungannya dengan Perguruan Tengkorak. Dia masih menjalankan misi dari kepala perguruan lamanya.”Kepala Perguruan masih diam mendengarkannya.“Akan tetapi saya tidak tahu jika Ki Walang sudah kembali ke jalan yang benar,” ucap Pendekar Pedang Emas melanjutkan. “Saya mengira beli
“Iya, dia sudah tahu kalau engkau adalah jelmaan dari Ratu Peri Mata Air Abadi yang menikah dengan ayahnya,” jawab Bimantara.Arwah perempuan itu tampak gusar mendengarnya. “Apakah dia menerima semuanya?”Bimantara tersenyum padanya. “Dia sangat menyayangimu. Bahkan dia ingin sekali membalaskan dendam pada orang-orang yang dahulu membunuhmu.”Arwah perempuan itu kini bersedih. Bimantara turun dari kuda menggunakan tongkatnya lalu mendekati arwah perempuan itu.“Aku mencintai anak gadismu dan dia pun mencintaiku,” ucap Bimantara dengan malu.Arwah perempuan itu kembali tersenyum. “Tolong jaga baik-baik anak gadisku! Hidupnya banyak menderita gara-gara aku,” pintanya.“Aku akan menjaganya,” ucap Bimantara. “Dan aku akan membawanya ke pantai pulau seberang untuk bertemu denganmu! Tunggulah sampai aku kembali ke Perguruan Matahari.”“Baiklah!”
Naga itu mengantarkan Bimantara ke batu karang depan mulut gua. Dia langsung melompat dari punggung naga ke batu karang. Naga langsung menyelam lalu menghilang dari pandangannya. Bimantara berteriak padanya.“Terima kasih, Tuan Naga!”Bimantara berjalan menuju gerbang perguruan dengan dengan tongkatnya. Saat tiba di depan gerbang, Bimantara heran melihat banyak prajurit istana menjaga gerbang. Kancil yang hendak berlatih melihat Bimantara dengan girang. Dia langsung berlari ke arah Bimantara sambil berteriak memanggilnya.“Bimantaraa!!!” teriak Kancil.Bimantara berhenti melangkah sambil tersenyum menatap Kancil yang berlari ke arahnya. Saat Kancil tiba di hadapannya, Pangeran muda itu langsung memeluk tubuhnya dengan haru.“Apa kau berhasil mendapatkan kitab sakti tiada tanding itu?” tanya Kancil penasaran sambil melepas pelukannya.“Aku sudah berhasil, Kancil. Aku juga sudah berhasil mempelajari se
“Apakah kami semua harus menjadi pejabat istana?” tanya Bimantara heran.“Iya, itulah kenapa Perguruan Matahari Berdiri. Para pendekar akan diakui dan akan menjadi penjaga Nusantara dengan penuh hormat. Seperti itulah para pendekar pendahulu kalian. Sekarang semuanya sudah menyebar di tiga kerajaan Nusantara. Ada yang menjadi kepala wilayah. Ada yang dipilih menjadi Panglima dan ada yang dipilih menjadi pejabat-pejabat istana yang mengurus para prajurit di istana,” jawab Kepala Perguruan.Tiba-tiba Bimantara teringat akan upacara ikrar yang akan diadakan Yang Mulia Raja untuk Pangeran Sakai dan Dahayu. Jika Bimantara tak berhasil mencegahnya, dia pasti tak akan sanggup berada di dalam kerajaan Nusantara Timur. Karena di sana nanti dia akan melihat Dahayu dan Pangeran Sakai hidup bersama.“Sekarang kembalilah ke asrmamu. Nusantara sedang terancam bahaya. Akan berat untuk kalian menghadapinya. Saya berharap kalian bisa bergabung denga
“Berarti para arwah leluhur juga telah bangkit kembali karena ajian pembangkit kematian itu,” ucap Pendekar Pedang Emas dengan terkejut.“Iya. Sekarang kita lanjutkan saja pengajaran pada murid-murid. Biarlah mayat-mayat hidup itu ditangangi oleh para lulusan perguruan matahari. Mayat-mayat hidup itu tak akan bisa sampai ke sini.”“Baik, Tuan Guru Besar,” ucap Pendekar Pedang Emas.***Bimantara memasuki gua sambil membawa obor dengan sedih. Setiba di rongga gua besar tempatnya biasa berlatih dengan Ki Walang, dia duduk sambil merenung. Di pikirannya masih tentang Dahyu dan Pangeran Sakai yang akan dinikahkan oleh Yang Mulia Raja. Tak lama kemudian cahaya putih datang ke hadapannya.Bimantara tampak tersenyum senang ketika mendapati cahaya putih itu berubah menjadi arwah Ki Walang.“Tuan Guru!” teriak Bimantara dengan bahagia.“Apa kau sedang bersedih?” tanya Ki Walang
Bimantara berjalan dengan tongkat hitamnya di pedesaan pinggir laut itu. Dia sudah tidak lagi menggunakan kaki cahaya naganya. Dia melihat di pulau seberang sudah tidak ada lagi bangunan tinggi yang memiliki menara yang menjulang. Bagunan Perguruan Matarhari telah lenyap di sana. Perkampungannya tampak sunyi. Beberapa rumah tampak sudah hancur berkeping-keping. Hanya ada beberapa rumah yang tampak baik-baik saja.Bimantara tidak tahu siapa yang masih hidup di negeri itu. Setelah dia memeriksa tiga kerajaan Nusantara yang hancur berkeping-keping, dia mengendalikan naganya untuk kembali ke kampung halamanannya.Bimantara berdiri di sisi tebing itu. Dia teringat saat menemui Dahayu di sana dahulu."Tahun depan aku akan menjadi murid di sana!" ucap Bimantara tiba-tiba. Memecah lamunan tiga remaja di hadapannya itu. Seolah ingin menunjukkan pada Dahayu bahwa tanpa kaki satu, dia masih layak mengejar impiannya. Tiga remaja itu menoleh ke arah Bimantara bersamaan. Saat menyadari yang bicara
Setelah itu keadaan menjadi hening. Putra Mahkota Iblis dan keempat saudaranya benar-benar sudah mati. Bahari tersenyum.“Sekarang aku bisa mati dengan tenang,” ucap Bahari.Bahari pun memejamkan matanya. Kini Bimantara, Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang kembali merasakan dingin.Sementara Bimantara langsung berlari menuju Raja Dawuh yang tidak lagi bernyawa itu. Dia memeriksa tubuhnya. Denyut nadinya sudah berhenti. Bimantara menangis sambil memeluk mayatnya.“Maafkan aku yang tidak bisa menjagamu!” isak Bimantara.Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang berjalan mendekat ke arahnya.“Kita sudah berhasil Bimantara,” ucap Tanaka.Bimantara pun menutup mata Raja Dawuh lalu berdiri di hadapan ketiga Panglimanya yang tersisa itu.“Tapi kita tidak berhasil mencegah mereka menghancurkan setiap kerajaan di atas muka bumi ini,” ucap Bimantara menyayangkannya. “Dan aku tidak berhasil menjaga Bahari dan Raja Dawuh.”“Aku yakin mereka akan tenang di nirwana kar
“Aku bisa melakukannya tanpa harus membangkitkan Dahayu kembali,” ucap Bimantara.Pendekar Dua Alam mengernyit mendengarnya.“Cahaya di tubuh Dahayu sangat berguna untukmu, Bimantara. Jika cahaya kalian menyatu maka tidak ada satupun yang bisa melawan kalian, termasuk para Iblis itu,” protes Pendekar Dua Alam.“Dahayu telah mengalirkan cahayanya kepadaku,” ujar Bimantara.“Tapi cahayanya telah menyusut di tubuhmu,” protes Pendekar Dua Alam.Raja Dawuh pun bangkit.“Jika kau menolaknya karena sudah mengkhianatinya, aku rasa Dahayu akan mengerti, Bimantara. Kita tidak memiliki cara lain untuk membunuh mereka!” tambah Raja Dawuh.“Jangan paksa aku!” teriak Bimantara.Bimantara pun mengeluarkan tenaga dalamnya, dia pun langsung mengalirkannya pada Pendekar Dua Alam, Raja Dawuh, Bahari, Pendekar Sungai Panjang dan Tanaka.“Jangan lakukan itu, jika tidak tenagamu akan habis!” protes Tanaka yang menerima aliran tenaga dalam dari Bimantara.Bimantara tidak menggubris perkataan Tanaka. Tenaga
“Jangan menangis,” pinta Ki Walang.“Aku tidak berhasil menjadi Chandaka Uddhiharata, Tuan Guru,” isak Bimantara. “Dunia sudah dihancurkan anak-anak iblis itu. Tiga kerajaan Nusantara telah habis terbakar, juga istana-istana di kerajaan lain. Sebentar lagi semua manusia akan mati. Mungkin aku juga akan mati. Padahal aku sudah membawa kelima Panglima terbaik di dunia ini.”“Apakah seperti ini akhirnya seorang murid yang sangat aku banggakan itu?” ucap Ki Walang sedikit marah. “Dahulu aku kagum padanya karena keterbatasannya dia memiliki cita-cita begitu agung untuk menjadi seorang pendekar yang berguna bagi sesama. Pahadal dia hanya memiliki kaki satu, tapi dia ingin memiliki jurus tendangan seribu.”Bimantara terdiam mendengar itu.“Hal yang tidak mungkin. Siapapun yang mendengarnya pasti akan tertawa karena ketidakpercayaannya. Tapi aku percaya akan itu. Akhirnya aku ajarkan semua ilmuku padamu. Dan kini, kau mengeluh disaat nyawa masih berada di dalam ragamu?!” teriak Ki Walang.“Ap
Bimantara kembali menyerang Putra Mahkota Iblis yang tampak geram. Dia menggunakan segala jurus yang dia punya untuk melawannya. Sekuat tega Bimantara lakukan sendirian untuk melawannya. Berbagai serangan yang dilakukan Bimantara berhasil dilawannya dengan baik. Bimantara tampak kewalahan dan hampir saja kehilangan tenaga.“Kita harus membantunya,” pinta Raja Dawuh yang tampak khawatir pada Bimantara.“Aku tahu kau seorang raja,” sahut Tanaka. “Tapi yang paling penting dari sebuah tim adalah mengikuti arahan Pimpinannya. Sekarang kau bukan seorang raja lagi. Kau harus mengikuti permintaan Bimantara yang meminta kita menjaga Pendekar Dua Alam sampai dia selesai melakukan ritualnya. Nyawa kita sekarang untuk Pendekar Dua Alam.”“Tapi dia bisa mati melawan Putra Mahkota Iblis itu sendirian,” ucap Raja Dawuh semakin khawatir.“Percaya saja,” pinta Tanaka menenangkannya.Sementara Pendekar Sungai Panjang masih berusaha menggunakan tenaga dalamnya untuk mengembalikan tulang-tulang yang pata
Bimantara terbang ke atas langit. Tubuhnya mengeluarkan cahaya. Sesaat kemudian dia meluncur ke bawah lalu menggunakan jurus tendangan seribunya untuk menghalau roh-roh hitam yang menyerang mereka. Satu persatu dari roh-roh hitam itu terpelanting jauh dan terbakar.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang terngaga melihatnya. Bimantara pun kembali mendarat di dekat mereka dengan sorot mata yang masih menyala. Putra Mahkota Iblis di dalam benteng itu tampak geram. Dia berteriak lalu mengeluarkan cahaya di tubuhnya. Gemanya hampir saja memecahkan dinding pembatas tak terlihat.“Sekarang saatnya kau harus memecahkan dinding pembatas tak terlihat itu,” pinta Bahari.Bimantara mengangguk.“Semuanya segera bersiap!” pinta Bimantara pada kedua Panglima yang menemaninya itu.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang mengangguk. Mereka pun sudah bersiap dengan jurus masing-masing.Bimantara menoleh pada Tanaka dan Raja Dawuh yang masih menjaga Pendekar Dua Alam yang sedang membangkitkan para pendekar sakti
Putra Mahkota Iblis itu berhenti berlari menuju benteng yang terbuka itu. Iblis itu menatap kepada empat saudaranya yang ikut berhenti.“Berpencarlah kalian semuanya,” pinta Putra Mahkota Iblis. “Hancurkan semua kerajaan di muka bumi ini! Biar aku saja yang menghadapi musuh kita di depan benteng sana!”“Tapi mereka telah membunuh adik bungsu kita,” protes salah satu dari mereka. “Kita harus bersama-sama membunuh mereka sebelum kita keluar dari negeri ini dan menghancurkan semua kerajaan di atas muka bumi ini!”“Diriku sendiri sudah cukup untuk membunuh semuanya! Ikuti perintahku jika kalian masih menganggapku sebagai pengganti Raja!” teriak Putra Mahkota Iblis itu pada adik-adiknya.“Baiklah,” jawab salah satu dari mereka.Empat anak-anak Iblis yang perkasa itu pun langsung melompati benteng yang luas nan tinggi itu. Mereka berpencar ke empat penjuru untuk menghancurkan kerajaan-kerajaan di berbagai wilayah.Sementara Bimantara di luar benteng itu tampak terkejut melihat para Iblis it
“Biar aku saja yang menghadapinya,” ucap Tanaka pada Bimantara.Bimantara mengangguk. Tanaka pun langsung melompat dari punggung naga lalu terbang melawan Pendekar Tombak Angin. Tanaka mengeluarkan golok hitamnya, sementara Pendekar Tombak Angin mengeluarkan pedangnya. Mereka berdua bertarung di atas langit.Bimantara menoleh pada Bahari, Pendekar Sungai Panjang, Pendekar Dua Alam dan Raja Dawuh.“Kalian serang prajurit mereka!” perintah Bimantara.Keempat Panglimanya itu mengangguk. Mereka langsung mengendalikan naga masing-masing lalu naga-naga yang ditunggangi mereka itu menghembuskan api dari mulut mereka untuk membakar ribuan prajurit yang berusaha memecahkan benteng tinggi itu. Sebagian prajuritnya mati terbakar karenanya. Para prajurit yang lain berusaha menyerang mereka dengan senjata masing-masing.Dengan sigap Raja Dawuh menggunakan kekuatannya untuk melelehkan pedang dan senjata lainnya yang digunakan para prajurit itu. Seketika senjata mereka meleleh.Sementara Bimantara l
Ribuan burung besar yang membawa Pendekar Tombak Angin dan pasukan roh-nya telah tiba di daratan negeri salju itu. Angin dingin berhembus menusuk tulang. Pendekar Tombak angin yang berada paling depan di punggung burung besar itu tampak menggigil. Ribuan tentaranya pun tampak kedinginan. Burung-burung besar itu pun tampak sudah lemah memasuki negeri salju itu, mereka tidak kuat akan dinginnya negeri itu.Pendekar Tombak Angin melihat patung es raksasa yang sedang memegang tongkat di hadapan benteng tinggi yang memutih. Ribuan prajurit di dekatnya pun mematung, mereka bagai patung es yang dipahat oleh seorang seniman yang masyhur.“Apakah dia Bubungkala?” tanya Pendekar Tombak Angin pada tiga makhluk hitam yang kedinginan di dekatnya. Tiga makhluk hitam itu terbang mengikutinya.“Benar, Tuanku,” jawab Makhluk hitam itu. “Dia yang paling bungsu dari ke enam saudara Iblismu.”Pendekar Tombak Angin tampak tidak kuat lagi karena dinginnya tempat itu.“Sekarang keluarkan batu dari neraka it