Home / Pendekar / Bimantara Pendekar Kaki Satu / 112. Lolongan Srigala Kembali Terdengar

Share

112. Lolongan Srigala Kembali Terdengar

Author: Hakayi
last update Last Updated: 2022-04-10 15:46:25

Suara lolongan srigala membangunkan Bimantara yang tertidur di depan tenda. Dia bangkit lalu melihat kabut sudah menyelimuti sekitar tenda. Beberapa prajurit ada yang sedang berjaga dan beberapa prajurit ada yang sedang tertidur. Pangeran Dawuh sepertinya masih tidur di dalam tenda. Panglimanya tampak berdiri menjaga pintu masuk tenda dengan mata merah dan tampak mengantuk.

Paglima menatap Bimantara heran, dia mendekat ke Bimantara.

“Ada apa, pendekar?” tanya Panglima heran.

“Apa kalian mendengar suara srigala?” tanya Bimantara.

Panglima heran. “Tidak, aku tidak mendengarnya.” Panglima menoleh ke salah satu prajurit. “Apa kalian mendengarnya?”

“Tidak, Panglima!” jawab prajurit sambil menahan kantuk. Sepertinya semalaman dia tidak tidur karena diminta berjaga.

Bimantara heran sendiri. Dia mencoba duduk bersila lalu mengatur napasnya dan fokus pada pendengarannya. Samar dari kejauhan

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Youe
next .........
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   113. Petanda Bahaya dari Leluhur

    Kelima Pendekar bertopeng datang menghadap Gajendra di kediamannya. Ganjendra berdiri heran melihat mereka.“Ada apa kalian mengganggu pertapaanku?” tanyanya heran.“Ampun, Tuan Guru,” ucap salah satu dari pendekar bertopeng itu. “Sepertinya kita tidak bisa diam. Saat ini memang cahaya merah dari pedang perak itu telah menyatu dengan Pangeran Kantata. Tapi kita harus mencari cara agar perintah leluhur kita untuk meratakan semua kerajaan Nusantara bisa tercapai.”Gajendra geram. “Siapa pemimpin di perguruan tengkorak ini?!!! Kenapa kalian yang malah memerintahkanku?!”“Ampun, Tuan Guru! Kamu tidak bermaksud memerintah Tuan Guru, kami hanya memberi saran agar kutukan dari leluhur kita tidak menimpa kita dalam waktu dekat ini. Kami khawatir karena tadi pagi ada tiga pendekar yang mendadak mati.”Gajendra terkejut mendengarnya. “Di mana mayat tiga pendekar itu?”“Ketig

    Last Updated : 2022-04-10
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   114. Pertarungan Bimantara dengan Cakara

    Bimantara beserta Pangeran Dawuh dan pasukannya kini kembali melewati lembah yang dipenuhi mayat-mayat membusuk. Bau mayat begitu menyengat. Tak lama kemudian kuda Bimantara berhenti lalu mengangkat kedua kakinya sambil bersuara.“Berhentiiiii!” teriak Bimantara.Semuanya pun berhenti. Pangeran Dawuh menoleh pada Bimantara. “Apa ada tanda buruk lagi?” tanya Pangeran Dawuh dengan heran.Tak lama kemudian seorang pendekar turun dari atas tebing lalu mendarat di tanah lembah sambil mengarahkan pedangnya ke arah Panglima yang berada paling depan.Pangeran Dawuh terbelalak melihatnya. “Balaskosaaaa?!!!”Bimantara pun terkejut saat mengetahui yang datang itu adalah mantan Panglima Cakara. Ternyata yang dimaksud Pangeran Dawuh Balakosa itu adalah mantan Panglima Kerajaan Nusantara Timur.“Nama aslinya Cakara, mantan Panglima Kerajaan Nusantara Timur,” ucap Bimantara pada Pangeran Dawuh.Pangera

    Last Updated : 2022-04-10
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   115. Tak Terkalahkan

    Bimantara masih tampak lemas. Di matanya terlihat samar Panglima dan pasukannya sedang melawan Cakara. Tak berapa lama kemudian, dia merasakan semakin tak berdaya. Energi cahaya biru itu telah melenyapkan tenaganya. Perlahan pandangan matanya menjadi kabur lalu gelap.“Bi... man... ta... ra...”Bimantara merasakan berada di tempat gelap. Dia terkejut ketika mendapati Ki Walang berdiri di hadapannya dalam wujud yang sangat terang.“Gu... ru...” ucap Bimantara tak percaya. Ketika dia pandangi di sekelilingnya, dia tak tahu sedang berada di mana.“Ilmumu belum sempurna untuk melawannya,” ucap Ki Walang di hadapannya.“Apa yang harus aku lakukan Tuan Guru agar bisa kembali sadar dan kembali melawan Cakara?” tanya Bimantara dengan lemah.“Kumpulkan tenagamu. Kelemahan Cakara berada di punggungnya. Kau harus menghantam punggungnya dengan tendangan kaki cahayamu,” pinta Ki Walang.&

    Last Updated : 2022-04-11
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   116. Gua Lembah

    “Seram melihatmu berjalan dengan kaki satu tanpa tongkat, Bimantara,” ucap Pangeran Dawuh.“Kau tidak bisa melihatnya saja. Sebenarnya aku memiliki kaki cahaya yang hanya aku sendiri yang bisa melihatnya," jawab Bimantara.“Tapi kau tidak bisa seperti itu. Kalau orang lain melihatnya, mereka akan menganggapmu sebagai siluman,” pinta Pangeran Dawuh.“Guruku juga mengatakan seperti itu,” ucap Bimantara. “Nanti setelah aku menemukan kitab itu, aku akan selalu menggunakan tongkat meski sedang bertarung sekalipun. Aku tak ingin membiarkan orang lain curiga dengan kaki cahayaku. Aku hanya ingin membiasakannya saja, kadang aku lupa kalau orang lain tidak bisa melihat kaki cahayaku.”Pangeran Dawuh tersenyum tepat saat mereka berada di hadapan mulut gua. Pangeran Dawuh heran melihat mulut gua itu tertutup sebuah batu.“Ini tempatnya, Bimantara. Di kitab yang aku baca di perpustakaan istana, lukisa

    Last Updated : 2022-04-11
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   117. Pilihan Leluhur

    “Kita lihat saja,” ucap Pangeran Dawuh. “Peti ini memang tak pernah dikunci, tapi siapapun yang bukan pilihan leluhur tak akan pernah bisa mendapatkannya.”“Coba Pangeran dahulu yang meraih kitabnya di dalam peti itu,” pinta Bimantara.Pangeran Dawuh mengernyit heran. “Kenapa? Aku pasti tidak bisa karena aku bukan seorang pendekar,” jawabnya heran.“Aku hanya ingin membuktikannya saja, apa benar hanya pilihan para leluhur yang bisa meraih isi di dalam peti itu,” jawab Bimantara penasaran.Pangeran Dawuh menarik napas berat. “Baiklah, aku akan membuktikannya,” jawab Pangeran Dawuh yang merasa tertantang.Tak lama kemudian, Pangeran Dawuh mencoba meraih kita sakti tiada banding di dalam peti itu, namun tiba-tiba tangannya seperti kena sengatan hingga dia terpental.Aaaaaaagh!Teriak Pangeran Dawuh kesatikan saat tubuhnya menghantam dasar gua penuh bebatuan kecil itu

    Last Updated : 2022-04-11
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   118. Pencarian Pangeran Dawuh

    Pejabat istana dan pasukan dari Kerajaan Nusantara tengah melewati lembah yang dipenuhi mayat-mayat. Pejabat istana menghentikan kudanya ketika melewati mayat panglima dan para prajurit yang bergelimpangan di hadapannya.Pejabat istana itu turun dari kuda lalu memperhatikan satu persatu dari mayat-mayat itu.“Panglima dan para prajurit yang membawa Pangeran Dawuh telah mati terbubuh!” teriak pejabat istana itu.Para prajurit tampak terkejut mendengarnya. Mereka pun turun dari kuda dan mempehatikan semuanya. Salah satu dari prajurit itu menangis ketika mendapati salah satu prajurit yang sudah mati.“Kakaaaang!” teriaknya sedih.Pejabat istana pun tampak sedih melihatnya. “Aku tidak menemukan Pangeran Dawuh di sini! Tolong cari Pangeran Dawuh sampai ketemu! Aku khawatir Yang Mulia Pangeran Dawuh juga ikut terbunuh!” perintah pejabat istana itu pada para prajuritnya.Semua pun mengitari tempat itu memeriksa s

    Last Updated : 2022-04-12
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   119. Tumbal Gadis Desa

    Bimantara sedang sibuk berlatih memperagakan jurus-jurus yang dia pelajari dari kitab sakti tiada tanding itu. Sementara Pangeran Dawuh sibuk membakar ikan yang dia dapatkan dari telaga yang dia temukan berada di ujung gua itu. Pangeran Dawuh tampak semangat melihat Bimantara berlatih dengan giat. Saat ikannya sudah matang, dia memanggil Bimantara untuk istirahat. Mereka pun duduk menghadap api unggun yang masih menyala terang sambil melahap ikan bakar masing-masing. “Apakah kau sudah mendapatkan seorang gadis?” tanya Pangeran Dawuh penasaran. Bimantara tiba-tiba teringat Dahayu mendengar itu. “Iya,” jawab Bimantara. Pangeran Dawuh sangat antusias mendengar jawaban Bimantara. “Bagaimana dia? Apakah secantik Dahiyangku?” tanya Pangeran Dawuh. “Aku belum pernah melihat Dahiyangmu. Bagaimana aku bisa membedakannya?” “Aku yakin gadismu pasti cantik,” tebak Pangeran Dawuh padanya. “Dia lebih cantik dari gadis manapun yang pe

    Last Updated : 2022-04-12
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   120. Kitab Sakti

    Pangeran Kantata terbangun dengan terkejut. Dhaksayini pun terbangun dengan heran.“Ada apa suamiku? Apakah kau bermimpi buruk?” tanyanya dengan heran.“Aku bermimpi melihat Panglima Cakaraku meninggal dibunuh seorang pendekar yang memiliki cahaya di kakinya,” ucap Pangeran Kantata.Dhaksayini teringat saat dia masih berwujud Ratu Peri dahulu. Seorang pemuda pernah datang bersama gurunya ke mata air abadi untuk mengembalikan pedang perak ke sana. Dia melihat ada kaki cahaya naga di kaki pemuda itu.“Mungkin itu hanya sekedar mimpi saja, suamiku,” ucap Dhaksayini menenangkannya.“Aku yakin ini bukan mimpi, istriku. Aku harus keluar dari istana untuk mencari Panglima Cakaraku. Kalau dia sampai tiada, siapa yang akan mendukungku? Sementara Perguruan Tengkorak telah memiliki rencana sendiri!”Dhaksayini tampak khawatir jika Pangeran Kantata meninggalkan istana. “Sebaiknya kau tulis surat dulu

    Last Updated : 2022-04-12

Latest chapter

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   582. ENDING : Pertemuan di Nusantara

    Bimantara berjalan dengan tongkat hitamnya di pedesaan pinggir laut itu. Dia sudah tidak lagi menggunakan kaki cahaya naganya. Dia melihat di pulau seberang sudah tidak ada lagi bangunan tinggi yang memiliki menara yang menjulang. Bagunan Perguruan Matarhari telah lenyap di sana. Perkampungannya tampak sunyi. Beberapa rumah tampak sudah hancur berkeping-keping. Hanya ada beberapa rumah yang tampak baik-baik saja.Bimantara tidak tahu siapa yang masih hidup di negeri itu. Setelah dia memeriksa tiga kerajaan Nusantara yang hancur berkeping-keping, dia mengendalikan naganya untuk kembali ke kampung halamanannya.Bimantara berdiri di sisi tebing itu. Dia teringat saat menemui Dahayu di sana dahulu."Tahun depan aku akan menjadi murid di sana!" ucap Bimantara tiba-tiba. Memecah lamunan tiga remaja di hadapannya itu. Seolah ingin menunjukkan pada Dahayu bahwa tanpa kaki satu, dia masih layak mengejar impiannya. Tiga remaja itu menoleh ke arah Bimantara bersamaan. Saat menyadari yang bicara

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   581. Perang Besar Terakhir 8

    Setelah itu keadaan menjadi hening. Putra Mahkota Iblis dan keempat saudaranya benar-benar sudah mati. Bahari tersenyum.“Sekarang aku bisa mati dengan tenang,” ucap Bahari.Bahari pun memejamkan matanya. Kini Bimantara, Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang kembali merasakan dingin.Sementara Bimantara langsung berlari menuju Raja Dawuh yang tidak lagi bernyawa itu. Dia memeriksa tubuhnya. Denyut nadinya sudah berhenti. Bimantara menangis sambil memeluk mayatnya.“Maafkan aku yang tidak bisa menjagamu!” isak Bimantara.Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang berjalan mendekat ke arahnya.“Kita sudah berhasil Bimantara,” ucap Tanaka.Bimantara pun menutup mata Raja Dawuh lalu berdiri di hadapan ketiga Panglimanya yang tersisa itu.“Tapi kita tidak berhasil mencegah mereka menghancurkan setiap kerajaan di atas muka bumi ini,” ucap Bimantara menyayangkannya. “Dan aku tidak berhasil menjaga Bahari dan Raja Dawuh.”“Aku yakin mereka akan tenang di nirwana kar

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   580. Perang Besar Terakhir 7

    “Aku bisa melakukannya tanpa harus membangkitkan Dahayu kembali,” ucap Bimantara.Pendekar Dua Alam mengernyit mendengarnya.“Cahaya di tubuh Dahayu sangat berguna untukmu, Bimantara. Jika cahaya kalian menyatu maka tidak ada satupun yang bisa melawan kalian, termasuk para Iblis itu,” protes Pendekar Dua Alam.“Dahayu telah mengalirkan cahayanya kepadaku,” ujar Bimantara.“Tapi cahayanya telah menyusut di tubuhmu,” protes Pendekar Dua Alam.Raja Dawuh pun bangkit.“Jika kau menolaknya karena sudah mengkhianatinya, aku rasa Dahayu akan mengerti, Bimantara. Kita tidak memiliki cara lain untuk membunuh mereka!” tambah Raja Dawuh.“Jangan paksa aku!” teriak Bimantara.Bimantara pun mengeluarkan tenaga dalamnya, dia pun langsung mengalirkannya pada Pendekar Dua Alam, Raja Dawuh, Bahari, Pendekar Sungai Panjang dan Tanaka.“Jangan lakukan itu, jika tidak tenagamu akan habis!” protes Tanaka yang menerima aliran tenaga dalam dari Bimantara.Bimantara tidak menggubris perkataan Tanaka. Tenaga

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   579. Perang Besar Terakhir 6

    “Jangan menangis,” pinta Ki Walang.“Aku tidak berhasil menjadi Chandaka Uddhiharata, Tuan Guru,” isak Bimantara. “Dunia sudah dihancurkan anak-anak iblis itu. Tiga kerajaan Nusantara telah habis terbakar, juga istana-istana di kerajaan lain. Sebentar lagi semua manusia akan mati. Mungkin aku juga akan mati. Padahal aku sudah membawa kelima Panglima terbaik di dunia ini.”“Apakah seperti ini akhirnya seorang murid yang sangat aku banggakan itu?” ucap Ki Walang sedikit marah. “Dahulu aku kagum padanya karena keterbatasannya dia memiliki cita-cita begitu agung untuk menjadi seorang pendekar yang berguna bagi sesama. Pahadal dia hanya memiliki kaki satu, tapi dia ingin memiliki jurus tendangan seribu.”Bimantara terdiam mendengar itu.“Hal yang tidak mungkin. Siapapun yang mendengarnya pasti akan tertawa karena ketidakpercayaannya. Tapi aku percaya akan itu. Akhirnya aku ajarkan semua ilmuku padamu. Dan kini, kau mengeluh disaat nyawa masih berada di dalam ragamu?!” teriak Ki Walang.“Ap

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   578. Perang Besar Terakhir 5

    Bimantara kembali menyerang Putra Mahkota Iblis yang tampak geram. Dia menggunakan segala jurus yang dia punya untuk melawannya. Sekuat tega Bimantara lakukan sendirian untuk melawannya. Berbagai serangan yang dilakukan Bimantara berhasil dilawannya dengan baik. Bimantara tampak kewalahan dan hampir saja kehilangan tenaga.“Kita harus membantunya,” pinta Raja Dawuh yang tampak khawatir pada Bimantara.“Aku tahu kau seorang raja,” sahut Tanaka. “Tapi yang paling penting dari sebuah tim adalah mengikuti arahan Pimpinannya. Sekarang kau bukan seorang raja lagi. Kau harus mengikuti permintaan Bimantara yang meminta kita menjaga Pendekar Dua Alam sampai dia selesai melakukan ritualnya. Nyawa kita sekarang untuk Pendekar Dua Alam.”“Tapi dia bisa mati melawan Putra Mahkota Iblis itu sendirian,” ucap Raja Dawuh semakin khawatir.“Percaya saja,” pinta Tanaka menenangkannya.Sementara Pendekar Sungai Panjang masih berusaha menggunakan tenaga dalamnya untuk mengembalikan tulang-tulang yang pata

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   577. Perang Besar Terakhir 4

    Bimantara terbang ke atas langit. Tubuhnya mengeluarkan cahaya. Sesaat kemudian dia meluncur ke bawah lalu menggunakan jurus tendangan seribunya untuk menghalau roh-roh hitam yang menyerang mereka. Satu persatu dari roh-roh hitam itu terpelanting jauh dan terbakar.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang terngaga melihatnya. Bimantara pun kembali mendarat di dekat mereka dengan sorot mata yang masih menyala. Putra Mahkota Iblis di dalam benteng itu tampak geram. Dia berteriak lalu mengeluarkan cahaya di tubuhnya. Gemanya hampir saja memecahkan dinding pembatas tak terlihat.“Sekarang saatnya kau harus memecahkan dinding pembatas tak terlihat itu,” pinta Bahari.Bimantara mengangguk.“Semuanya segera bersiap!” pinta Bimantara pada kedua Panglima yang menemaninya itu.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang mengangguk. Mereka pun sudah bersiap dengan jurus masing-masing.Bimantara menoleh pada Tanaka dan Raja Dawuh yang masih menjaga Pendekar Dua Alam yang sedang membangkitkan para pendekar sakti

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   576. Perang Besar Terakhir 3

    Putra Mahkota Iblis itu berhenti berlari menuju benteng yang terbuka itu. Iblis itu menatap kepada empat saudaranya yang ikut berhenti.“Berpencarlah kalian semuanya,” pinta Putra Mahkota Iblis. “Hancurkan semua kerajaan di muka bumi ini! Biar aku saja yang menghadapi musuh kita di depan benteng sana!”“Tapi mereka telah membunuh adik bungsu kita,” protes salah satu dari mereka. “Kita harus bersama-sama membunuh mereka sebelum kita keluar dari negeri ini dan menghancurkan semua kerajaan di atas muka bumi ini!”“Diriku sendiri sudah cukup untuk membunuh semuanya! Ikuti perintahku jika kalian masih menganggapku sebagai pengganti Raja!” teriak Putra Mahkota Iblis itu pada adik-adiknya.“Baiklah,” jawab salah satu dari mereka.Empat anak-anak Iblis yang perkasa itu pun langsung melompati benteng yang luas nan tinggi itu. Mereka berpencar ke empat penjuru untuk menghancurkan kerajaan-kerajaan di berbagai wilayah.Sementara Bimantara di luar benteng itu tampak terkejut melihat para Iblis it

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   575. Perang Besar Terakhir 2

    “Biar aku saja yang menghadapinya,” ucap Tanaka pada Bimantara.Bimantara mengangguk. Tanaka pun langsung melompat dari punggung naga lalu terbang melawan Pendekar Tombak Angin. Tanaka mengeluarkan golok hitamnya, sementara Pendekar Tombak Angin mengeluarkan pedangnya. Mereka berdua bertarung di atas langit.Bimantara menoleh pada Bahari, Pendekar Sungai Panjang, Pendekar Dua Alam dan Raja Dawuh.“Kalian serang prajurit mereka!” perintah Bimantara.Keempat Panglimanya itu mengangguk. Mereka langsung mengendalikan naga masing-masing lalu naga-naga yang ditunggangi mereka itu menghembuskan api dari mulut mereka untuk membakar ribuan prajurit yang berusaha memecahkan benteng tinggi itu. Sebagian prajuritnya mati terbakar karenanya. Para prajurit yang lain berusaha menyerang mereka dengan senjata masing-masing.Dengan sigap Raja Dawuh menggunakan kekuatannya untuk melelehkan pedang dan senjata lainnya yang digunakan para prajurit itu. Seketika senjata mereka meleleh.Sementara Bimantara l

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   574. Perang Besar Terakhir 1

    Ribuan burung besar yang membawa Pendekar Tombak Angin dan pasukan roh-nya telah tiba di daratan negeri salju itu. Angin dingin berhembus menusuk tulang. Pendekar Tombak angin yang berada paling depan di punggung burung besar itu tampak menggigil. Ribuan tentaranya pun tampak kedinginan. Burung-burung besar itu pun tampak sudah lemah memasuki negeri salju itu, mereka tidak kuat akan dinginnya negeri itu.Pendekar Tombak Angin melihat patung es raksasa yang sedang memegang tongkat di hadapan benteng tinggi yang memutih. Ribuan prajurit di dekatnya pun mematung, mereka bagai patung es yang dipahat oleh seorang seniman yang masyhur.“Apakah dia Bubungkala?” tanya Pendekar Tombak Angin pada tiga makhluk hitam yang kedinginan di dekatnya. Tiga makhluk hitam itu terbang mengikutinya.“Benar, Tuanku,” jawab Makhluk hitam itu. “Dia yang paling bungsu dari ke enam saudara Iblismu.”Pendekar Tombak Angin tampak tidak kuat lagi karena dinginnya tempat itu.“Sekarang keluarkan batu dari neraka it

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status