Ketegangan terjadi beberapa saat. Padangan mata Louise seakan membunuh. Ia menangkup kedua tangan Virgi keatas. Satu tangannya lagi mengusap tipis bibir Virgi lembut.
''Bagaimana?'' Tanya Louise sekali lagi, keheningan terpecah.
''A-aku. Ga! Ga mau!'' Teriak Virgi gugup.
''Tidak. Tidak ada yang bisa menolak kemauan ku. Jika aku ingin, pasti aku akan mendapatkannya.'' Bantah Louise dengan suara tenang.
''Bermimpilah! Aku bukan wanita murahan,'' Celetuk Virgi
Louise menciutkan alisnya. Keningnya pun ikut berkerut. Pandangan mata nya lebih tajam lagi. Kesabaran dalam dirinya sudah habis.
''Rayen! Kembali ke rumah!'' Titah Louise, suaranya begitu menggelegar. Membuat Virgi amat ketakutan.
Louise tak menghiraukan decitan sakit yang keluar dari mulut Virgi, sepanjang jalan Ia hanya mencengkeram kedua tangan Virgi erat. Hasrat nya tak tertahan lagi, Ia ingin menghabiskan wanita ini. Atau... Mencabik-cabik kulitnya.
***
Setibanya di rumah, ia menghentak kan kaki di ubin berlapis karpet abu-abu itu. Tangannya masih erat mencengkeram Virgi. Bergegas ia mengunci pintu kamar dan menutup seluruh gorden pada kamar yang luas itu.
''Hentikan!''
''Sayangnya tidak bisa.''
Badan Virgi terpental di ranjang empuk tersebut. Disusul oleh Louise yang perlahan membuka kancing kemejanya. Tubuhnya menunduk melingkupi seluruh tubuh Virgi. Sementara, bahu Virgi keram menahan rasa geli dan merinding saat Louise mulai bermain diatasnya.
Sekejap, Louise berhenti. Ia memandang mata Biru dingin milik Virgi. ''Milikku!''
Tok Tok Tok
Suara ketukan pintu terdengar nyaring di telinga keduanya. Louise pun langsung menghentikan aktivitas itu.
''Tuan! Ada kericuhan di depan gedung perusahaan HR!'' Suara Rayen terdengar panik dari sebalik pintu.
Mata Virgi kembali berbinar, berharap panggilan itu akan melepaskan dirinya dari orang jahat ini.
''Dasar b*doh. tidak mengerti situasi nya sedang gimana.'' Gumam Louise kesal. Ia berdecak kesal.
Tubuh Louise melompat dari atas kasur, bak seekor kupu-kupu yang terlepas. Begitu indah! Ia kembali mengenakan kemeja nya perlahan, kemeja putih itu berkobar sebelum menyatu dengan badannya.
''Sebentar!'' Teriak Louise kesal
Tampilannya agak berantakan, dengan kemeja bagian bawah yang menjuntai keluar. Rambutnya sedikit acak-acakan. Sementara Virgi masih senggugukan diatas ranjang.
''Ini belum berakhir.'' Ucap Louise sambil menangkup dagu Virgi yang terlihat berbinar. Ia memiringkan bibir nya dengan tatapan sinis.
Louise melangkah keluar, menatap Rayen yang kelihatan panik. Ia mengernyit meminta penjelasan singkat dari Rayen.
''Tuan, kericuhan ini terjadi karna harga pemasaran produk yang terlalu tinggi. Mereka minta untuk menurunkan harga.'' Jelas Rayen dengan suara tenang, walau wajah nya kelihatan gelisah.
''Aku akan pergi kesana. dasar manusia b*doh. Ingin mendapatkan kualitas tinggi, dengan harga murah? Lelucon macam apa itu.''
Sementara Virgi sangat ketakutan. Apakah perkataan Louise adalah ancaman?
Tubuhnya mulai lemas, pandangan nya sayu. Virgi juga tak banyak bicara sebelumnya. Ia merasakan panas yang luar biasa dalam dirinya. Perlahan, pandangannya mulai redup. matanya pun terpejam.
Beberapa jam berlalu, Louise datang dengan hasrat yang memuncak. Bagaikan singa yang sudah bersiap menyantap mangsanya. Betapa terkejutnya dia, saat mendapati Virgi yang terbaring lemah. Badannya panas seperti termos yang baru mendidih.
''Dia demam..''
Sepersekian detik, Louise kembali dengan sebuah kunci mobil. Ia mengangkat tubuh Virgi perlahan, meletakkannya erat di dekapan dada bidang miliknya.
''Enggmm...'' Virgi mengerang kesakitan, matanya enggan terbuka.
Rayen yang melihatnya pun berinisiatif membantu Louise. Ia melajukan mobil menuju Rumkit utama kota S.
Rayen memang selalu bisa diandalkan, Ia adalah tangan kanan Louise.
''Ini akan membutuhkan waktu lama. Gunakan jalan pintas saja.'' Ucap Louise dengan tenang. Namun hatinya sangat panik melihat Virgi yang sudah tak sadarkan diri.
''Tentu.'' Jawab Rayen dengan sigap
Virgi dilarikan ke UGD Rumkit kota S. Tepat dimana Victor bekerja.
1 Jam berlalu, Virgi mulai membuka matanya perlahan. Remang-remang cahaya lampu begitu menusuk bola matanya. Sementara disisi nya terlihat Louise dengan wajah penuh penantian.
''Virgi..'' Gumam Louise
''Dasar br*ngsek!'' Celetuk Virgi. Louise pikir, Virgi akan mengucapkan terima kasih atau tindakan kasih sayang karna sudah menolongnya. Namun, nyata nya tidak.
Virgi yang kesal kembali menutup matanya paksa dan mulai terlelap.
***
Aktivitas pagi hari di rumah sakit kembali dimulai, tampak Louise yang setia menjaga disisinya. Semalaman ia tak tidur demi menjaga Virgi. Namun Virgi tak terlihat luluh oleh aksinya.
''Apa ini ruang ekslusif VIP?'' Virgi menaruh tapapan ke sekitar, ruangan ini sangat luas. Sebelumnya, ia juga sering dirawat di rumah sakit. Tapi dengan ruangan kelas bawah. Dulu, kedua orangtuanya bukan lah orang mampu.
''Ada apa?'' Tanya Louise penasaran. karna sejak Virgi terbangun, Ia hanya menatap kagum ruangan itu. Padahal, Louise hanya berharap ucapan terima kasih keluar dari mulut Virgi.
Sementara, di bagian ruang administrasi tampak beberapa dokter sedang berbincang sebelum melaksanakan tugasnya masing-masing. Diantaranya, ada Victor.
''Hei, Vic. Kemarin sore, seorang wanita dilarikan ke ruang UGD dan masih dirawat disini. Kalau tidak salah, namanya adalah Virgi. Aku pikir, dia adalah gadis manis yang sering kau ceritakan.'' Seorang dokter Anastesi menyenggol sikut Victor yang tengah melamun disudut dinding.
Mendengar itu, lamunan Victor langsung buyar. Ia langsung khawatir dengan kondisi Virgi. Karna memang, Virgi menghilang tanpa jejak dan meninggalkan rumahnya sejak 2 hari yang lalu.
''Sekarang, dia dimana?'' Tanya Victor panik
''Kalau tidak salah, ada di ruang Ekslusif VIP.'' Jawab temannya singkat.
Victor seakan tak percaya dengan jawaban itu. Bagaimana mungkin, Virgi gadis biasa bisa dirawat di ruang Ekslusif seperti itu? Mungkin yang dimaksud bukan Virgi gadisnya.
Victor menaikkan alisnya satu, dan mengusap dagunya berulang kali.
''Em, aku ingin melihatnya.''
Niat Victor diurung, saat tangan besar itu mencegatnya.
''Pagi ini ada jadwal operasi. Bersiaplah, urusan teman mu bisa nanti siang.''
Suara itu membuat Victor menundukkan kepalanya, wajahnya tertahan. Kekhawatiran dalam dirinya sangat membludak.
***
''Makan siang untuk mu.'' Kata Louise dengan suara berat. Ia meletakkan bekal makanan khusus untuk Virgi.
Virgi kelihatan acuh, membuang mukanya dari hadapan Louise. Sebisa mungkin ia menghindar.
''Letakkan saja disitu. akan ku makan nanti sore.''
''Ini makan siang! Bukan sore! Cepat habiskan.'' Nada suara menggelegar itu kembali terdengar. Virgi hanya menunduk dalam dan mengangguk menjawabnya.
Louise mengambil sendok makan yang berbahan plastik itu. Perlahan menangkup sebuah bubur, dan melahap di mulutnya. Namun ia tahan.
''Aneh, katanya tadi ingin memberikannya padaku. Tapi sekarang, dia malah memakannya.'' Gerutu Virgi dalam hatinya.
Louise mencengkeram dagu Virgi hingga wajahnya terangkat, keduanya saling bertatapan. Tampak, mulut Louise yang penuh. Ia memindahkan bubur dari mulutnya ke satu mulut Virgi dengan sebuah ciuman. Virgi yang terkejut melihat tindakan Louise hanya bisa terpaku.
''Buburnya enak 'kan?'' Louise berbisik sembari menghela nafas hangat tepat ditelinga Virgi.
Virgi belum menelan bubur nya. Ia hanya terdiam dengan pandangan kosong. namun jantungnya berdebar kencang. Di sela itu juga terdengar seseorang yang mengetuk pintu ruangannya.
''Permisi...'' Terdengar suara Victor lirih.
Tentu saja, Virgi amat sangat terkejut mendengar suara itu. Ia baru ingat, kalau Victor juga bekerja disini.
''Aku harus bagaimana?! jangan sampai Victor tahu lelaki ini'' Batin Virgi panik.
''Masuk!''
Knop pintu hampir terputar. Disaat bersamaan, Virgi loncat ke badan bidang Louise yang tengah berdiri tegap. Kakinya melingkar di pinggang Louise. Tangannya menjuntai di leher Pria itu.
Segera Virgi menelan bubur yang di berikan Louise. Melihat kejadian itu, Victor sangat terkejut.
''Virgi!'' Sentak Victor saat mendapati Virgi yang tengah bermesraan dengan seorang Pria. Walau tangannya masih tertancap infus.
''Kakak?''
Melihat kejadian itu, lantas Louise bingung. Namun sepertinya kedua orang ini saling mengenali, pikir Louise.
''Gadis ini benar-benar menarik. Aku akan mengikuti alur permainannya.'' Louise membatin.
''Siapa pria itu?''
''Oh, pria ini... Dia, dia... Dia adalah suamiku!'' Tanpa berfikir panjang, kebohongan itu keluar dari mulut Virgi.
''Kau menghilang dua hari. Dan sekarang, telah menikah?'' Hati Victor benar-benar hancur.
Rasanya ada perasaan bersalah dalam benak Virgi. Namun Virgi juga ingin Victor merasakan, apa yang dirasakan Virgi sebelumnya.
''Selamat memulai hidup baru.'' Ucapnya singkat, ia membalikkan badannya. Menggigit bibirnya erat, mengepal telapak tangannya hingga memerah. Belum sempat ia melihat sosok suami Virgi, karna tertutup oleh dada Virgi sendiri.
Ia kembali dengan segala luka dalam hatinya.
--
''Lepaskan.'' Celetuk Louise kesal, ia sama sekali tak berniat untuk menopang tubuh gadis itu.
''Maafkan aku...'' Ucap Virgi dengan nada suara yang gemulai.
Louise langsung membulatkan kedua bola matanya. Bola mata coklatnya berbinar mendengar ucapan Virgi barusan. Ia melepaskan Virgi perlahan dari pelukannya. Dan meletakkannya di ranjang.
''Kau menggoda ku?''
Virgi menggeleng kuat.
''Untuk apa kamu menempelkan dada tepos itu kewajah ku?'' Louise mengernyit. Tatapannya mematikan, namun seluruh wajahnya tampak memerah. Ia menyentuh dada kecil itu perlahan.
''Bukan! bukan itu maksud ku!'' Virgi memberontak
.
Bersambung
Di sebuah sudut kota, berdiri sebuah Cafe yang tak terlalu besar. Bangunannya sudah termakan umur. Cafe itu didirikan sejak 16 Tahun yang lalu. Tempat dimana sehari-harinya Gadis yang hidup sebatang kara itu, mencari nafkah. Walaupun usianya baru menginjak 18 Tahun ia harus bekerja setiap harinya disana. Mau bagaimana lagi? Kedua orang tua yang seharusnya menafkahinya telah meninggal pada 6 Tahun yang lalu. Itu menjadi luka yang tak bisa pudar dalam diri gadis itu. Meskipun begitu, Gadis yang akrab disapa Virgi ini memiliki hobi yang unik. Ia suka mempelajari budaya negri sakura. ''Mengapa dunia se absurd ini? rasanya, aku ingin pindah planet. Tempat yang jauh dari sini. Ya, aku memang Alien 'kan?'' Gadis itu terkekeh dengan isi pikirannya sendiri. Mata sayu nya memandang kosong kedepan. Punggung tangannya menopang dagunya sendiri. Tempat itu terasa hampa. Tak ada satupun pelanggan hari ini. Biasanya, cafe itu sela
''Hentikan! Menjauh dari ku..'' Virgi membentak. Louise mengangkat tubuhnya menjauh dari wanita itu. Ia masih sadar, kalau Virgi sedang sakit. ''Kata dokter, hari ini kamu sudah bisa pulang. Siang nanti kita akan pulang ke rumah.'' Ucap Louise datar. ''Ke rumah? Maksud mu rumah ku?'' Tanya Virgi penuh harapan. Ia sangat merindukan apartemennya, walaupun baru beberapa hari ditinggal. ''Jangan berharap.'' Jawab nya singkat. Virgi sangat mengerti maksud perkataan singkat nya itu. Tapi.. sampai kapan dia akan tinggal dengan pria bejat ini? *** Seperti yang dikatannya tadi, Tak lama kemudian mereka pulang menuju rumah. Rayen masih setia mendampingi mereka berdua. Setibanya dalam rumah mewah itu, Virgi hanya menaruh tatapannya kebawah. Hanya menatap ubin marmer itu. Ia mengikuti langkah kaki Louise perlahan, semua pembantu di dala
''Tenang. Aku tidak akan membuat mu pingsan, aku masih sadar kalau kondisi mu sedang tidak baik.'' Ucap nya dengan tenang. Mata pria itu melirik penuh kharisma. Virgi hampir terhanyut di dalamnya. Ia masih saja terdiam. Louise perlahan membuka kemeja yang dikenakan Virgi, ia sudah berjanji tidak akan berbuat lebih kepadanya. Kini, tubuh polos itu terendam di air. Ujung-ujung rambutnya basah terendam di dalam bath tub. Sedangkan rambut atasnya masih kering. Louise melepaskan jas nya dengan elegan. Ia biarkan jas yang sudah rapi itu tergeletak di lantai. Kaki nya mulai masuk kedalam bath tub. Kini Virgi tengah meringkuk membelakangi Louise. ''Bagaimana kemeja mu? Bagaimana kalau basah...'' Tanya nya lirih tanpa menatap wajah Louise. ''Ini sudah basah kan?'' Louise membuka kedua kakinya. Ia membiarkan Virgi duduk di kedua jenjang kaki berotot miliknya. Kakinya begitu kokoh
''Heuh!'' Virgi mendengus kesal. Ia mengerutkan keningnya, dan langsung memalingkan wajahnya dari hadapan Louise. ''Bagaimana?'' Tanya Louise sekali lagi. Telunjuk Louise langsung menunjuk ke arah luar jendela, Namun Virgi masih enggan menatapnya. Yang membuat Virgi semakin penasaran adalah suara Truk pembawa barang yang terdengar jelas di lantai bawah. ''Ambil lagi!'' Seru salah seorang Pria dari lantai bawah, yang membuat Virgi langsung menoleh ke arah Jendela. ''What?!'' Sentak Virgi. Louise tertawa kecil melihat wajah Virgi yang seketika panik. Keringat dingin terasa muncul dari pori-pori kulit Virgi. Ia gugup, apa seharusnya dia memohon pada pria ini? ''Apa yang kau lakukan!'' Teriak Virgi terkejut. Para lelaki pekerja berseragam putih itu mengangkut perabotan lama Virgi keluar dari apartemen. Louise menarik nafas panja
''Apa kau memiliki hak untuk berkata seperti itu?'' Virgi mengernyit kesal menatap Louise yang tengah sengit mengujinya.Louise menarik garis bibirnya sedikit, ia tersenyum kecil. Kemudian menghembuskan nafas hangat tepat di telinga Virgi. Begitu tenang dengan alis tebalnya.''Kau ini milikku. Kenapa aku tidak bisa mengatur boneka ku sendiri?''''Berapa kali kamu mengatakan, kalau aku ini milik mu. Lalu kau akan melemparkan mu jika kau bosan. begitu?'' Lirih Virgi sambil menundukkan wajahnya.Louise terbelalak mendengarnya. Ia menarik dagu Virgi perlahan dan mengangkat wajahnya. kedua bola mata gelap itu tertuju pada bibir tipis milik Virgi. Ia mengecupnya lembut.''Aku tak percaya, jika kau berfikir sejauh itu. Kau memang gadis yang menarik,'' Goda Louise setelah tautan itu terpisah.Virgi kembali tertunduk. Suasana kembali hening karna keduanya terdiam, tid
Virgi membuka matanya perlahan, terlihat remang remang cahaya lampu menembus bola matanya. Bayangan seorang pria yang samar samar ikut terekam dalam matanya.''Kau sudah sadar?'' Louise mencium punggung tangan Virgi. Bola mata gelapnya memancarkan aura kekhawatiran yang dalam.''Aku dimana?'' Virgi bertanya balik.Louise sedikit mendekat ke wajahnya, dan berbisik tepat ditelinga Virgi.''Kau dikamar ku. dan ini di atas ranjang ku,'' Bisik Louise sedikit menggoda.Virgi hanya memutarkan kedua bola matanya, sambil memutar otaknya kilas balik pada kejadian tadi. Sungguh, nyawanya sedikit lagi melayang karna terperosok ke masalah yang seharusnya tidak ia ikut campur.Ia bernafas lega saat ini.''Kau memang gadis pembuat masalah.'' Goda Louise.Ia merogoh saku Virgi dan menemukan secarik foto masa kecilnya. Wajah Louise me
''Nona?'' Rayen menghampiri Virgi yang terjatuh.Gadis pembuat masalah -- Louise''Seret dia keluar!'' Titah pria paruh baya itu, yang tak lain adalah Ayah Louise.''Tunggu!''Kelima Bodyguard itu menghentikan langkah nya saat mendengar suara Louise yang lantang.''Aku akan merancang kembali beberapa Mawar besi dalam satu minggu. Jangan sentuh wanita ku. dan jangan pernah ganggu kehidupan ku lagi,'' Ucap Louise dengan suara tenang.''Aku tidak yakin, anak seperti mu bisa memegang tanggung jawab penuh.''Perkataan itu tak menusuk telinga Louise. Ia hanya menghampiri Virgi dan menatap nya rendah, Jas yang di kenakan nya melayang jatuh ke tubuh Virgi yang tengah tak berdaya. Perlahan tubuh Virgi terangkat. dan jatuh ke dekapan Louise.''Dasar anak br*ngsek!'' Teriak Ayah Louise dengan suara menggelar.
"Bukan seperti itu!" Teriak Virgi yang mencoba menutupi rasa malunya. "Dia itu... adik ku, adik tiri tepatnya. Anak dari pria kejam yang kau kemarin. Kau menarik, sayang.." Goda Louise dengan sedikit penjelasan. Kedua alis Virgi kembali tenang. Dia hanya tak ingin menjadi simpanan dari tunangan orang lain, itu menjijikkan. "Nyatanya, aku punya tunangan. Ini hanya sebatas pernikahan bisnis keluarga. Orang tua tiriku yang menjodohkan ku. Tapi aku sama sekali tidak mencintainya, Dia cantik dengan perawakan dewasa," Jelas Louise panjang. Ia ingin menguji Virgi sekali lagi. Virgi menghela nafasnya panjang, sembari membalikkan posisi badannya dari hadapan Louise. "Aku penasaran dengan wanita itu. Pasti dia cantik," Batin Virgi. Louise mengernyit kan kedua alisnya melihat sikap Virgi yang acuh tak acuh. "Pria tua itu tidak berhak m
Habis kesabaran Virgi, ia memutuskan panggilan itu dan membanting gawai ke lantai tanpa ada rasa bersalah. "Kenapa tidak menyuruh rayen saja?! Kau menyusahkan ku! Arhgggg bagaimana kalau ada seseorang yang mengikuti ku, lalu aku disebut seorang wanita pelac*r," Virgi panik tak terduga. Suara nya memenuhi isi kamar. Virgi akhir nya memberani kan diri turun ke dapur. Beberapa pembantu terlihat antusias membantu menjelaskan tataan dapur, walaupun diantara nya juga ada yang menyimpan rasa benci dengan Virgi. "Begini nona, Tuan Louise lebih suka yang telur nya lebih banyak." Jelas salah seorang di antara mereka. Virgi merasa canggung, ntah berapa banyak pembantu disini. Ada pula yang berparas cantik dan bertubuh bagus. sayang sekali harus menjadi babu disini, pikir Virgi sejenak. "Ck, dia ingin membua
"Seharusnya aku yang mengatakan itu, sayang." Gumam Louise seraya mengelus pipi halus Virgi yang masih mengembang. Namun Virgi terlihat sudah memejam kan mata nya, itu tanda nya Virgi mengucapkan kata kata nya barusan dengan setengah kesadaran. Louise terpaksa menghela nafas nya kasar karna kecewa. "Ck, aku akan membuat mu mengatakan itu lagi," Louise berdecak kesal. Ia memejam kan mata nya paksa, sembari membiarkan tangan nya berada di bawah kepala Virgi. *** Tepat di saat fajar baru memunculkan diri nya, Louise sudah beranjak dari ranjang nya. Ia menembus dingin nya hawa pagi. Kucuran air hangat menyambut nya, bak di drama korea di menangis di bawah nya. Ntah mengapa, air mata nya menitik jatuh. Dia sendiri tidak tahu apa alasan nya. "Mungkin aku terlalu menaruh harapan dengan nya? Arhggg, gila. Hanya karna gadis itu, aku bisa gila!" Celetuk Louise dalam hati nya.
"Apakah pria seperti bisa memberi belas kasihan? Bahkan kau memenjarakan ku layak nya hewan," Lirih Virgi yang masih menunduk kan kepalanya. PLAAAK Hati Louise panas saat mendengar kata kata itu. Dia hanya menginginkan Virgi, tapi malah sebaliknya. Semua perlakuan nya menyiksa Virgi, dari fisik maupun mental. "Hiks," Ringis Virgi yang menahan panas di pipi nya, begitu panas saat tangan itu hinggap. "Diam!" Bisik Louise dengan nada bicara yang berburu, dia merasa ada seseorang yang memperhatikan mereka. Benar saja, ketukan langkah sepatu bergema di tanah kering itu. Terlihat seorang pria dengan tampang gagah dan dada bidang yang tak kalah jauh dari Louise. Virgi hanya menunduk tanpa melihat asal suara itu. "Virgi?" Panggil Victor dengan raut wajah kelihatan bingung saat memperhatikan Virgi yang tengah tersungkur tanpa mengangkat kepala nya.
"Helena, adalah ibuku. Ibu kandung ku, dia sosok wanita yang ramah, manis, dan ceroboh hingga menggantikan sosok ayah ku dengan si tua gila." Lirih Louise dengan pandangan datar kebawah. Virgi tertegun melihatnya, ada aura kesedihan memancar di wajah nya. Sebesar apapun Louise menutupi nya, tetap saja ia tidak bisa berbohong. "Maafkan aku, telah bertanya lancang." Virgi menunduk dalam penuh penyesalan. Louise menghela nafas sembari meletakkan cangkir kopi nya di meja. "Virgia Halena. Kau lebih cocok, dipanggil Halen. Itu nama yang indah bukan?" Tanya Louise memecah kegugupan. Kedua bola mata Virgi terbelalak dibuat nya, apa Louise benar benar mencari informasi tentang dirinya? "Emm.. anu, aku lebih suka di panggil Virgi daripada Halen. Mungkin karna masa lalu ku," Suara Virgi terbata. Tentu saja ia gugup jika menatap masa lalu nya kembali, apalagi di hadapan pri
"Gedung arena stylist. Biasanya di penghujung musim dingin, hingga musim semi. beberapa Stylist perancang busana dari keluarga bangsawan lain akan bertanding disini," Jelas Louise panjang. Virgi sama sekali tidak merespon ucapan Louise. "Itu lah mengapa, keluarga Hartley terkenal dalam bidang busana. Sepanjang sejarah, keluarga Hartley tidak pernah mencetak kekalahan. Karna satu rancangan yang terkenal. 'Mawar besi." Tambah Louise menjelaskan, namun raut wajahnya terlihat lusuh. "Kenapa? Ada yang salah?" Tanya Virgi heran melihat raut wajah Louise yang berubah drastis. "Aku akan merancang mawar besi sebagai duplikat yang hilang kemarin. Rancangan ini sangat sulit, apalagi bordiran permata mawar besi yang hanya dimiliki pewaris keluarga Hartley," Jelas Louise panjang. Virgi tak habis fikir, mengapa Louise menjelaskan semuanya. Padahal dirinya sendiri tak berminat ikut campur dengan urusan kelu
Siang hari tiba, masih dengan keadaan yang sama. Cuaca siang ini begitu menyengat karna mulai memasuki musim kemarau. Musim panas atau dingin, sifat Louise tetap dingin. Melebihi es di kutub utara, begitu ujaran para karyawan disana. "LOUISE!" Panggil seorang pria tua sembari membanting pintu ruangan pribadi Louise. Louise tak heran, jika ayah tiri nya bisa lolos di hadapan security di depan gedung. "Perlahan, pria tua." Ucap Louise tenang, kedua tangan nya masih terlipat di depan dada bidang nya. "Bagaimana dengan rancangan mawar besi?" Tanya ayah tiri Louise dengan nada bicara tak berburu. "Masih dalam progres," Jelas Louise singkat. Masih dengan nada bicara yang tenang. Ditambah lagi ekspresi wajahnya seperti tidak terjadi apa apa. "Cih, kau berjanji seminggu rancangan itu akan selesai. Aku memegang janji itu, aku bahkan tak segan segan mencici
"GILA, DIA BENAR BENAR MEMBUAT KU SEPERTI GADIS MURAHAN." Celetuk Virgu dengan kesalnya.Gaun tipis merah tanpa tali, yang berkolaborasi dengan renda di bagian dadanya. Hampir tidak menutupi area kewanitaan nya. Tentu saja itu pakaian terbuka. Ia terpaksa mengenakan gaun itu dengan pakaian dalam serba merah, yang pastinya tembus pandang di gaun saat di kenakan."GILA!" Teriak Virgi sekali lagi.Virgi menaruh tangan nya di depan dada, agar tidak terlalu terlihat. Sesekali ia mengintip ke arah pintu. Louise bilang, dia akan makan malam terlebih dahulu. Tapi kenapa sampai sekarang belum selesai?Virgi menghampiri meja kecil yang ada di sudut ruangan, di dapatinya jam tangan Louise yang sedari pulang ia lepaskan. Aroma parfum Louise menyengat di jam tangan itu, ya Aroma parfum tipe A yang biasa digunakan Louise untuk menjatuhkan mangsa nya."Ah!" Desahan kecil mulai terdengar dari mu
"Bukan seperti itu!" Teriak Virgi yang mencoba menutupi rasa malunya. "Dia itu... adik ku, adik tiri tepatnya. Anak dari pria kejam yang kau kemarin. Kau menarik, sayang.." Goda Louise dengan sedikit penjelasan. Kedua alis Virgi kembali tenang. Dia hanya tak ingin menjadi simpanan dari tunangan orang lain, itu menjijikkan. "Nyatanya, aku punya tunangan. Ini hanya sebatas pernikahan bisnis keluarga. Orang tua tiriku yang menjodohkan ku. Tapi aku sama sekali tidak mencintainya, Dia cantik dengan perawakan dewasa," Jelas Louise panjang. Ia ingin menguji Virgi sekali lagi. Virgi menghela nafasnya panjang, sembari membalikkan posisi badannya dari hadapan Louise. "Aku penasaran dengan wanita itu. Pasti dia cantik," Batin Virgi. Louise mengernyit kan kedua alisnya melihat sikap Virgi yang acuh tak acuh. "Pria tua itu tidak berhak m
''Nona?'' Rayen menghampiri Virgi yang terjatuh.Gadis pembuat masalah -- Louise''Seret dia keluar!'' Titah pria paruh baya itu, yang tak lain adalah Ayah Louise.''Tunggu!''Kelima Bodyguard itu menghentikan langkah nya saat mendengar suara Louise yang lantang.''Aku akan merancang kembali beberapa Mawar besi dalam satu minggu. Jangan sentuh wanita ku. dan jangan pernah ganggu kehidupan ku lagi,'' Ucap Louise dengan suara tenang.''Aku tidak yakin, anak seperti mu bisa memegang tanggung jawab penuh.''Perkataan itu tak menusuk telinga Louise. Ia hanya menghampiri Virgi dan menatap nya rendah, Jas yang di kenakan nya melayang jatuh ke tubuh Virgi yang tengah tak berdaya. Perlahan tubuh Virgi terangkat. dan jatuh ke dekapan Louise.''Dasar anak br*ngsek!'' Teriak Ayah Louise dengan suara menggelar.