Malam itu juga ku ajak Mas Ilham mendatangi Bila. Aku tak mau dibohongi jadi untuk memastikannya aku datangi rumah Bila.
"Bu Asih, Bila ada?" tanyaku."Ada silahkan masuk!" Perintah Bu Asih .Kami masuk dan melihat Bila ada di ruang keluarga sedang menonton televisi."Kinan, ada apa?" tanya Bila."Bila, tolong jawab jujur!" Pintaku. "Apa benar kamu dan Mas Arfan yang sudah membuat wajahku rusak?" tanyaku.Bila wajahnya mendadak pucat, pasti dia tak menyangka kalau aku menanyakan hal itu."Jawab Bila, Mas Arfan sudah mengaku. Dan aku perlu kejujuran kamu juga," kataku."Ma-maaf Kinan, aku melakukannya karena Mas Arfan," ucap Bila. "Aku awalnya tak mau ikut, tapi Mas Arfan memaksa," kata Bila."Kalian jahat, aku gak akan maafkan kalian," kataku."Nak Kinan, Ibu minta tolong jangan laporkan Bila. Kasihan dia kalau di penjara," kata Bu Asih. "Lihat saja keadaannya dia sudah dapat karmanya," kata BuSejak itu Mas Ilham mencari supir baru untuk membantu dia menyetir. Pak Willi yang mencarikan supir untuk Mas Ilham. Pak Willi sangat perhatian dengan kami. Setelah penganiayaan para preman itu, Pak Willi datang dengan istrinya."Kamu harus punya supir," kata Pak Willi. "Jangan menolak, papa akan Carikan kamu supir sekaligus bodyguard," kata Pak Willi.Kamu memang sudah seperti anaknya sendiri. Salah sedikit saja kami pasti diomeli.Seminggu kemudian, aku mulai tenang karena tak ada yang mengganggu kami."Bu, aku ajak Marvel ke taman ya," kata Baby sitternya."Oh iya, hati-hati ya," kataku.Aku tak bisa ikut karena membantu Kiara membuat tugas rumah yang akan dibawa besok.Satu jam kemudian, baby sitter Marvel menelfonku."Bu, Marvel hilang, Bu," ucapnya sambil menangis sesegukan.Aku dapat mendengar banyak orang yang bertanya padanya, aku langsung meninggalkan Kiara."Bu, aku harus k
Setelah panggilan itu, tak ada suara lagi. Aku menceritakan pada Pak Willi. Kami melacak nomor panggilan supir Mas Ilham.Aku sedih sekali karena Mas Ilham tak kunjung di temukan. Dia bahkan tidak bisa dihubungi, kata supirnya mereka dalam bahaya."Bu, bagaimana ini? Mas Ilham tak ditemukan," kataku sedih bercampur khawatir."Sabar, ya. Ibu juga khawatir tapi ibu hanya bisa bantu dia agar Ilham selamat," kata ibu.Bukan hanya aku dan ibu yang merasa sepi tak ada Mas Ilham. Kiara dan Marvel juga sering rewel.Sudah dua hari Mas Ilham belum juga di temukan. Aku mulai merindukan suamiku.Siang itu saat aku di toko, Mas Arfan mendatangiku."Kinan, aku mendengar kabar hilangnya Ilham. Apa kamu merasa kesepian?" tanya Mas Arfan."Maksud kamu apa?" tanyaku.Aku lagi tak ingin diganggu karena hati tengah berduka. Tapi Mas Arfan malah datang dan menanyakan hal yang tak penting."Kalau kamu kesepian, aku
Kami di izinkan masuk menemui Mas Ilham walaupun dia belum sadar. Aku melihat banyak lebam di sekujur tubuhnya."Mas, ini aku istri mu," ucapku sembari duduk di sampingnya.Kata Dokter pihak keluarga harus membantu agar Mas Ilham cepat sadar. Maka dari itu, aku sering mengajaknya berkomunikasi."Mas, lihat Marvel kangen sama kamu loh. Bangun ya, biar kamu sembuh lalu bisa gendong Marvel lagi," ucapku.Sepanjang malam aku menemani Mas Ilham, sementara Ku minta baby sitter membawa Marvel pulang.Aku juga membacakan ayat suci Al-Qur'an di samping Mas Ilham.Tiba-tiba matanya terbuka perlahan. Aku segera memanggil dokter. Dokter memeriksanya."Alhamdulillah Pak Ilham sudah sadar," ucap Dokter."Ka..kalian siapa? Aku di mana?" tanya Mas Ilham pelan."Pak Ilham di rumah sakit," jawab Dokter.Mas Ilham menoleh ke arahku, aku tersenyum padanya. Namun, dia bersikap biasa saja tanpa membalas senyumku.
Tengah enak tiduran setelah salat magrib. Tiba-tiba Mas Ilham bangun."Ada apa, Mas?" tanyaku."Mau ke kamar mandi," jawabnya.Dia ke kamar mandi sementara aku masih tiduran. Ponselku berdering, panggilan dari Mas Arfan. Ku abaikan saja, hingga akhirnya diangkat Mas Ilham."Ngapain nelfon-nelfon istri orang?" tanya Mas Arfan."...,""Jangan ganggu istriku lagi," kata Mas Ilham lalu memutuskan panggilan telfon dari Mas Arfan.Setelah itu dia mengotak-atik ponselku."Aku blokir nomor dia," ucap Mas Ilham lalu meletakkan kembali ponselku."Kinan...Ilham...ayo makan!" Ajak ibu.Aku dan Mas Ilham lalu ke luar untuk makan bersama."Mas Ilham ngapain magrib-magrib dekem di kamar," kata Dina."Ya biarin kan aku punya istri," kata Mas Ilham.Mas Ilham makan banyak sekali, dia sangat lahap makan masakan ibu."Ini masakan ibu? Enak sekali ya," kata Mas Ilham."
Sampai rumah, aku melihat Marvel tengah bermain. Ku hampiri dia lalu ku cium pipi gembulnya."Bagaimana keadaan bapak, Bu?" tanya Bi Sri."Alhamdulillah Mas Ilham sudah sembuh dari amnesianya, Bi," jawabku."Alhamdulillah, semoga lekas bisa pulang," ucap Bi Sri.Kiara sudah berangkat ke sekolah. Sementara Dina dan Sofia sudah berangkat kerja. Padahal aku juga kangen dengan Kiara. Aku takut trauma yang Kiara pernah alami kembali terulang. Namun, mengetahui dia sudah ke sekolah artinya dia baik-baik saja.**Siangnya aku kembali ke rumah sakit, ternyata Sofia di sana. Jadi aku meminta Sofia mengajak Mama untuk segera pulang."Mbak, katanya ada orang yang dianiaya preman hingga meninggal loh," kata Sofia. "Ngeri banget ya," kata Sofia."Masak sih, kamu tahu dari mana?" tanyaku."Tadi perawat yang periksa Mas Ilham cerita. Katanya wajahnya penuh luka," jawab Sofia.Aku menjadi penasaran dengan oran
Keadaan Mas Arfan sangat memprihatinkan, aku terpaksa mengajak Kiara pulang karena Mas Arfan sedang di tangani dokter."Aku gak mau pulang," tolak Kiara."Kiara harus pulang," ucapku."Ya sudah biarkan saja kamu dan Kiara di sini dulu," kata Mas Ilham.Mas Ilham pamit pulang, sementara aku masih di rumah sakit menemani Kiara.Kini Mas Arfan berada antara hidup dan mati. Dokter bilang, usianya tak lama lagi karena keadaannya sangat parah. Mendengar hal itu, Kiara menangis.Walaupun Kiara sudah diabaikan oleh Mas Arfan selama ini, tapi dia masih mau berbuat baik pada Mas Arfan."Ma, apa papa akan pergi?" tanya Kiara."Mama tidak tahu, kita doakan saja yang terbaik buat papa," ucapku.Hingga siang hari keadaan Mas Arfan masih sama. Tak ada perkembangan sama sekali justru semakin buruk. Kiara terduduk lesu saat melihat keadaan Mas Arfan.**Sorenya Mas Ilham mengajak kami pulang. Namun, Ki
ku heran dengan saudara Mas Arfan, di saat Mas Arfan susah saja mereka tak ada tapi setelah tiada malah minta bagian."Dasar gak punya perasaan," ucapku.Kiara pulang dari sekolah, dia terlihat pucat sekali. Ku pegang keningnya, panas sekali."Sayang, kamu demam," ucapku. "Makan dulu setelah itu minum obat,'' kataku lalu ke dapur mengambilkan Kiara makan.Kiara makan di kamar setelah ku bantu ganti baju. Setelah makan ku suruh dia minum obat demam lalu istirahat. Aku berharap setelah minum obat demamnya segera sembuh.Hingga sore, demam Kiara belum juga sembuh. Jadi setelah Mas Ilham pulang aku ajak dia ke rumah sakit membawa Kiara.Sampai di rumah sakit dokter memeriksa Kiara. Ternyata Kiara harus di rawat di rumah sakit.Mas Ilham mengambil baju kami untuk di rumah sakit. Aku merasa kasihan karena Kiara tampak lemas sekali. Namun, setelah meminum obat demamnya sudah turun."Sayang, cepat sembuh ya," ucapku.
Masalah dengan keluarga Keno sudah selesai. Kini kami bisa bernafas lega karena bisa tenang.Mas Ilham mengajak kami untuk berlibur, setelah sekian lama kami semua menghadapi masalah yang bertubi-tubi."Sayang, bagaimana kalau kita liburan?" tanya Mas Ilham. "Kita ajak anak-anak sekalian," sambungnya."Boleh saja, Mas. Tapi ya kamu harus izinkan Kiara dulu," kataku."Tenang saja, nanti aku atur," kata Mas Ilham.Dua hari kemudian kami berangkat berlibur. Sengaja kami memilih hari Sabtu dan Minggu agar tak mengganggu sekolah Kiara. Tidak lupa kami mengajak baby sitter Marvel agar aku tak kewalahan menjaga mereka."Villa milik Pak Wiili ini tidak pernah di pakai. Mereka jarang sekali berlibur ke sana," kata Mas Ilham."Wah, kita dong yang duluan pakai," ucapku."Iyalah, lagian itu kan villa buat Putra, tapi malah Putra udah gak ada," kata Mas Ilham.Perjalanan hampir dua jam, kami tidak berhenti sama seka
Ternyata Allah menjawab doa anak-anak selang dua bulan kemudian aku hamil lagi. Mereka bergembira saat tahu aku tengah mengandung adiknya."Hore... hore punya adik," seru Kiara diikuti dengan Marvel sambil lompat-lompat.Kehamilan aku dan Dina beriringan, tentu aku tak akan bisa menemani dia lahiran. Namun, keluarga Brian sudah siap menemani Sofia lahiran.Papa senang melihat aku bahagia bersama Mas Ilham. Rasa sakit hati yang dulu diciptakan Mas Arfan seketika hilang sudah. Digantikan dengan kebahagiaan yang diberikan Mas Ilham.Tak hanya diriku, Ana juga merasakan hal yang sama. Dia mencurahkan semuanya padaku. Bahkan dia sempat menangis saat kami bercerita dan ingat saat-saat masih bersama Mas Arfan."Semua hanya masa lalu," kataku. "Sekarang kebahagiaan kita sudah di depan mata, meskipun bukan dengan Mas Arfan," kataku."Iya, Mbak. Hanya saja aku masih merasa bersalah pernah masuk dalam rumah tangga Mbak Kinan," katanya."Semua sudah berlalu, dulu memang aku sempat membencimu. Nam
Ku lihat banyak orang berkerumun, bahkan orang yang berada di dalam gedung pernikahan Sofia ada yang ikut melihat.Ku dengar dari beberapa orang bahwa yang kecelakaan adalah orang yang tadi diusir di pesta pernikahan Sofia."Aduh dia pasti kena karma," kata seseorang.Aku kembali ke gedung, ku lihat Mas Ilham sedang bersama Brian."Ada apa, Mbak?" tanya Sofia."Wanita itu kecelakaan sepertinya," jawabku. "Ku lihat tadi mereka bertengkar," ucapku."Ya ampun!" ucap Sofia.Acara pernikahan Sofia telah selesai. Kini Sofia akan tinggal di rumah ibu. Rumahku kembali sepi, karena hanya kami sekeluarga yang tinggal di sana.Rumah kembali seperti semula, hanya ada aku, Mas Ilham dan anak-anak."Mas, sepi ya?" tanyaku."Ya memang begitu, kan mereka udah punya keluarga sendiri-sendiri," jawab Mas Ilham. "Bagaimana kalau kita liburan?" tanya Mas Ilham."Liburan kemana, Mas?" tanyaku."Ke tempat yang sederhana saja," jawab Mas Ilham. "Nanti aku akan siapkan semua," ucapnya.Kamu akhirnya pasrah de
Kamu semua terkejut saat pria itu menyatakan niatnya untuk menikahi Sofia di atas panggung.Sofia mengangguk pelan," Ya aku menerima kamu," ucap Sofia.Ku lihat kedua mempelai merasa malu melihat Sofia mendapatkan jodohnya di depan mata mereka. Padahal baru satu menit yang lalu dia diejek."Nah, lihat kan kalau aku bisa dapat yang lebih baik," kata Sofia.Sofia lalu mengajak aku dan pria itu keluar dari acara tersebut. Aku terheran-heran, aku kira pasti Sofia tengah membuat drama."Akting kalian bagus," ucapku setelah sampai di tempat parkir."Akting, siapa yang akting Mbak?" tanya pria itu. "oh ya aku Brian, teman SMA nya Sofia," jawab Brian memperkenalkan diri."Jadi kamu beneran melamar Sofia?" tanyaku."Iya benar," jawab Brian."Sofia, Mbak gak mau kejadian kemarin ke ulang lagi. Lebih baik kamu pikirkan matang-matang, setidaknya sebelum menikah kalian memantapkan hati kalian dulu," kataku.
Sofia dan suaminya langsung pamit pulang. Kami tak bisa mencegahnya. Kamu hanya mendoakan kehadiran teman Sofia tidak membuat rumah tangga Sofia yang baru seumur jagung menjadi hancur."Aku jadi Sofia gak mau gantiin," kata Dina. "Sekarang dia kembali, bagaimana kalau sampai dia tidak terima dan merebut suami Sofia lagi?" tanya Dina."Kita berdoa saja semoga tidak seperti itu," jawab Mas Ilham.Aku merasa kasihan pada Sofia, dia harus menjalani asmara yang begitu rumit.Seharian Dina main di rumah, dia sedang libur. Dia bermain dengan anak-anak. Sorenya dia pulang di jemput Seno."Loh katanya Sofia ada di sini kok udah sepi," kata Seno."Udah pulang waktu aku datang," kata Dina."Mereka baik-baik saja, kan?" tanya Seno."Kamu tidak tahu, Sen," ucapku.Dina hendak pulang tapi dia melihat Sofia datang naik taksi."Loh katanya mau tinggal sama mertua kamu," kataku."Suamiku diminta sama t
Siang itu ku lihat Sofia pulang dengan wajah kusut. Dia terlihat memikirkan sesuatu."Ada apa, Dek? Temanmu sudah pulang?" tanyaku.Dia menggeleng, sepertinya masalahnya semakin rumit."Kak, aku mau nikah," kata Sofia."Hah," aku terkejut mendengar apa yang barusan dia katakan."Menikah dengan siapa?" tanyaku."Aku disuruh menggantikan pengantin perempuan besok, Mbak," jawabnya."Bukankah itu keinginan kamu, menikah dengan orang yang kamu cintai?" tanyaku heran melihat sikap dia yang justru lemas."Justru itu, aku merasa hanya sebagai tempat pelarian saja karena pengantin wanitanya kabur,' jawab Sofia. "Kak Ilham pasti kaget kalau aku akan menikah besok," kata Sofia."Itu sih tentu, nanti aku bantu bicara sama Mas Ilham," ucapku.Aku segera menelfon Mas Ilham, agar dia pulang lebih awal. Biar bagaimanapun, kami harus menemui keluarga calon mempelai putra."Mas, pulang sekarang! Ada hal
Dua hari setelah pernikahan Dina dan Seno, mereka akan pindah ke rumah baru Seno. Kami mengantar Dina ke sana dengan membawa barang-barang Dina."Aku pasti akan sering kangen kak Kinan," kata Dina."Kalau kangen ya datang kemari lah," ucapku."Insyaallah ya, Kak," ucap Dina.Sampai di rumah Seno, di sana sudah ada keluarga Seno. Pembantu Seno membantu membawakan barang milik Dina ke kamar.Aku ikut melihat kamar Dina, kamarnya sangat luas hampir sama dengan kamarku di rumah. Rumahnya juga bagus dan sangat modern."Wah bakal betah nih kalau rumahnya sebagus ini," pujiku.Dina hanya tersenyum, setelah itu kami ke ruang tamu menyusul yang lain. "Dina, sekarang kamu udah sah istrinya Seno. Jadi mama harap kamu harus saling jaga sama Seno," kata Mama Seno."Iya, Ma," kata Dina.Anak-anak bermain, mereka suka karena rumah Seno ada kolam renangnya. Mereka bermain air di sana."Seno,kamu udah
Pagi itu Dina tampak pergi dengan terburu-buru. Aku melihat ada wajah kecemasan pada dirinya."Kamu kenapa?" tanyaku."Tadi keluarga Mas Seno menelfon, katanya Mas Seno kecelakaan, Mbak," jawab Dina."Ya sudah kalau gitu aku ikut," ucapku.Aku dan Dina ke rumah sakit di mana Seno di rawat. Pernikahan mereka tinggal satu Minggu lagi tetapi Seno malah kecelakaan.Sampai di rumah sakit, kami bertemu dengan keluarga Seno."Dina, Seno belum sadar," kata Mama Seno.Dina langsung lemas, ku ajak dia duduk. Aku tahu Dina pasti terpukul."Din, sepertinya pernikahan kalian harus ditunda kalau Seno tidak sadar juga," kata Papa Seno.Dina Kembali lemas, harapannya segera menikah pupus. Dia harus menunggu Seno sembuh dulu.**Dina menunggui Seno di rumah sakit, selang satu jam kemudian Seno sadar. Lukanya tidak terlalu parah hanya saja dia perlu waktu untuk dirawat beberapa saat."Sayang, a
Pagi itu Mas Ilham membangunkan diriku, setelah pertempuran semalam aku sampai bangun kesiangan."Sayang, bangun!" Perintahnya.Di tak lupa mengecup keningku dengan penuh kasih sayang. Aku yang baru setengah sadar dari tidurku hanya tersenyum melihat perlakuan Mas Ilham."Hari ini aku antar kamu ke salon ya," ucap Mas Ilham."Ngapain ke salon?" tanyaku heran. Mas Ilham tak pernah mengantarku ke salon sama sekali. Tapi pagi ini dia ingin mengantarku ke salon."Cepat mandi!" Suruhnya.Aku segera mandi, setelah itu sarapan berdua saja dengan Mas Ilham. Ternyata yang lain sudah sibuk dengan urusan masing-masing."Mbak, nitip Marvel ya. Aku mau ajak mamanya ke salon," kata Mas Ilham saat melihat baby sitter Marvel."Baik, Pak," ucapnya lalu berlalu meninggalkan kami.Selesai makan kami berangkat ke salon, Mas Ilham memilihkan perawatan terlengkap untuk diriku."Mas, ini perlu waktu beberap
"Apa Pak Willi tersangka utamanya?" tanya Sofia saat mendengar jawabanku.Aku mengangguk, mereka sangat marah karena apa yang dilakukan Pak Willi sudah diluar batas."Dia harus dihukum," ucap Sofia."Mas Ilham tidak akan membiarkan dia hidup tenang," kataku.Pagi itu kami tengah sarapan, Mas Ilham belum pulang dari kantor polisi. Aku meminta Bi Sri pesan makanan untuk acara tahlilan nanti malam."Kinan...Kinan...keluar kamu!" Suara Vira terdengar.Setelah aku membuka pintu, Vira menyerang ku. Dia langsung saja menjambak rambutku."Aku sudah peringatkan kamu, kan. Kalau Mas Willi punya rencana kamu sih gak mau dengar. Sekarang aku mau kamu bujuk Ilham untuk mencabut laporannya," ucap Vira."Maaf gak bisa, yang salah harus tetap mendapat hukuman," balasku.Dina dan Sofia langsung menyusulku, melihat yang datang Vira, emosi mereka meluap."Masih gak punya malu kamu, udah jelas suami kamu salah mas