Sampai rumah, aku melihat Marvel tengah bermain. Ku hampiri dia lalu ku cium pipi gembulnya.
"Bagaimana keadaan bapak, Bu?" tanya Bi Sri."Alhamdulillah Mas Ilham sudah sembuh dari amnesianya, Bi," jawabku."Alhamdulillah, semoga lekas bisa pulang," ucap Bi Sri.Kiara sudah berangkat ke sekolah. Sementara Dina dan Sofia sudah berangkat kerja. Padahal aku juga kangen dengan Kiara. Aku takut trauma yang Kiara pernah alami kembali terulang. Namun, mengetahui dia sudah ke sekolah artinya dia baik-baik saja.**Siangnya aku kembali ke rumah sakit, ternyata Sofia di sana. Jadi aku meminta Sofia mengajak Mama untuk segera pulang."Mbak, katanya ada orang yang dianiaya preman hingga meninggal loh," kata Sofia. "Ngeri banget ya," kata Sofia."Masak sih, kamu tahu dari mana?" tanyaku."Tadi perawat yang periksa Mas Ilham cerita. Katanya wajahnya penuh luka," jawab Sofia.Aku menjadi penasaran dengan oranKeadaan Mas Arfan sangat memprihatinkan, aku terpaksa mengajak Kiara pulang karena Mas Arfan sedang di tangani dokter."Aku gak mau pulang," tolak Kiara."Kiara harus pulang," ucapku."Ya sudah biarkan saja kamu dan Kiara di sini dulu," kata Mas Ilham.Mas Ilham pamit pulang, sementara aku masih di rumah sakit menemani Kiara.Kini Mas Arfan berada antara hidup dan mati. Dokter bilang, usianya tak lama lagi karena keadaannya sangat parah. Mendengar hal itu, Kiara menangis.Walaupun Kiara sudah diabaikan oleh Mas Arfan selama ini, tapi dia masih mau berbuat baik pada Mas Arfan."Ma, apa papa akan pergi?" tanya Kiara."Mama tidak tahu, kita doakan saja yang terbaik buat papa," ucapku.Hingga siang hari keadaan Mas Arfan masih sama. Tak ada perkembangan sama sekali justru semakin buruk. Kiara terduduk lesu saat melihat keadaan Mas Arfan.**Sorenya Mas Ilham mengajak kami pulang. Namun, Ki
ku heran dengan saudara Mas Arfan, di saat Mas Arfan susah saja mereka tak ada tapi setelah tiada malah minta bagian."Dasar gak punya perasaan," ucapku.Kiara pulang dari sekolah, dia terlihat pucat sekali. Ku pegang keningnya, panas sekali."Sayang, kamu demam," ucapku. "Makan dulu setelah itu minum obat,'' kataku lalu ke dapur mengambilkan Kiara makan.Kiara makan di kamar setelah ku bantu ganti baju. Setelah makan ku suruh dia minum obat demam lalu istirahat. Aku berharap setelah minum obat demamnya segera sembuh.Hingga sore, demam Kiara belum juga sembuh. Jadi setelah Mas Ilham pulang aku ajak dia ke rumah sakit membawa Kiara.Sampai di rumah sakit dokter memeriksa Kiara. Ternyata Kiara harus di rawat di rumah sakit.Mas Ilham mengambil baju kami untuk di rumah sakit. Aku merasa kasihan karena Kiara tampak lemas sekali. Namun, setelah meminum obat demamnya sudah turun."Sayang, cepat sembuh ya," ucapku.
Masalah dengan keluarga Keno sudah selesai. Kini kami bisa bernafas lega karena bisa tenang.Mas Ilham mengajak kami untuk berlibur, setelah sekian lama kami semua menghadapi masalah yang bertubi-tubi."Sayang, bagaimana kalau kita liburan?" tanya Mas Ilham. "Kita ajak anak-anak sekalian," sambungnya."Boleh saja, Mas. Tapi ya kamu harus izinkan Kiara dulu," kataku."Tenang saja, nanti aku atur," kata Mas Ilham.Dua hari kemudian kami berangkat berlibur. Sengaja kami memilih hari Sabtu dan Minggu agar tak mengganggu sekolah Kiara. Tidak lupa kami mengajak baby sitter Marvel agar aku tak kewalahan menjaga mereka."Villa milik Pak Wiili ini tidak pernah di pakai. Mereka jarang sekali berlibur ke sana," kata Mas Ilham."Wah, kita dong yang duluan pakai," ucapku."Iyalah, lagian itu kan villa buat Putra, tapi malah Putra udah gak ada," kata Mas Ilham.Perjalanan hampir dua jam, kami tidak berhenti sama seka
Kami semua terkejut karena ada orang yang sengaja memecahkan kaca. Mas Ilham mengambil sebuah batu yang dibungkus dengan kertas putih. Ternyata ada tulisannya, "Jual Villa ini segera, kalau tidak kalian tak akan tenang," begitulah tulisan yang ada di dalam kertas.Setelah itu, Mas Ilham mencoba menghubungi pihak RT setempat bersama Pak Karno. Urusan ini harus segera di selesaikan.Pak Willi tak akan mau untuk menjual villa tersebut karena itu milik Putra.Di saat Mas Ilham dan Pak Karno pergi, kami dikejutkan dengan bangkai yang ada di jendela kamarku."Bu Min...," Panggilku.Bu Min berlari tergopoh-gopoh ku tunjukkan bangkai ayam yang ada di dekat jendela luar kamarku."Ya ampun! Apa-apaan ini?" tanya Bu Min ikut terkejut.Kiara dan baby sitter Marvel pun ikut terkejut melihatnya. Bu Min langsung ke luar rumah dan menyingkirkan bangkai itu segera.Kami tak merasa punya salah, tetapi malah kami dikejutkan dengan
"Baiklah, aku tidak akan memenjarakan dia asal dia mau jujur siapa yang sudah menyuruh dia," jawab Pak Willi setelah melakukan panggilan.Pagi itu kami ke kantor polisi, aku ikut karena penasaran dengan pelakunya.Sampai di kantor polisi, wanita tadi menangis di depan suaminya."Pak jujur saja siapa yang menyuruh bapak?" tanya Istrinya.Pria itu melihat ke arah kami bergantian," Tidak, aku tak akan jujur," jawabnya."Kalau bapak jujur mereka tidak akan memenjarakan bapak," kata sang istri. "Lihat, Pak! Sebentar lagi aku melahirkan, tapi kenapa bapak malah ingin di penjara dari pada jujur," bujuknya."Baiklah, aku di suruh Surono," jawab pria itu.Pak Willi memerintahkan agar polisi menangkap Surono. Dia tak mau memberi maaf pada Surono.Masalah di villa sudah selesai, jadi kamu segera kembali ke kota. Aku senang karena Pak Willi tidak memenjarakan pria itu."Sayang, maaf ya liburannya jadi gak seru," ka
"Waalaikumsalam," ucap kami kompak."Mbak, itu janda tetangga baru kita," bisik Bu Siti di telingaku.Aku berdiri dan mendekati wanita yang sudah lama tak aku lihat. Dia datang bersama dua orang anak."Ana, ini beneran kamu?" tanyaku penasaran."Iya, Mbak," jawab Ana. "Aku sudah menjalani operasi jadi sekarang udah bisa bicara lagi. Dan jariku juga sudah aku operasi," ucap Ana.Semua orang menganga melihat aku yang tampak akrab dengan janda yang habis mereka bicarakan."Mbak Kinan, kamu kenal dia?" tanya Bu Siti heran."Iya, Bu. Dia Ana. Mantan maduku," jawabku.Seketika mereka semua melongo mendengar jawabanku."Oh ya, An. Kenalkan ini Bila tetangga kita juga. Dia juga mantan istri Mas Arfan," ucapku memperkenalkan Bila pada Ana.Mereka berkenalan juga dengan Bu Asih dan Bu Siti."Aku sengaja beli rumah yang dekat sama rumah Mbak Kinan. Aku kangen banget sama Mbak Kinan dan Kiara. Oh
Aku tak bisa berucap apa-apa, setelah melihat foto yang dikirim Erina. Pikiranku tak karuan hingga aku linglung beberapa saat dan aku sadar saat ibu memanggil."Kinan, kamu di dalam?" tanya Ibu."Iya, Bu," ucapku. Segera ku ambil ponselku dan ku simpan. Ibu gak boleh tahu soal Mas Ilham.Ibu masuk ke kamar, dia tampak melihat aneh diriku."Kamu sakit, wajahmu pucat," kata ibu."Gak, Bu. Hanya butuh istirahat saja," ucapku."Ya udah istirahat saja," kata ibu. Ibu keluar kamar lalu aku berbaring di tempat tidur. Ku buka ponselku lagi dan menelpon Mas Ilham sayangnya tak diangkat.Aku menelfon Pak Willi, tetapi juga nomornya malah tak aktif. Akhirnya aku pasrah dan berdoa agar pikiran negatif ini salah.Hingga malam, Mas Ilham belum memberi kami kabar. Ibu ku tanya juga belum di telfon Mas Ilham. Hingga akhirnya sebelum tidur ku telfon istri Pak Willi."Assalamualaikum, Ma," ucapku."Waalaikumsala
"Mereka siapa, Mas?" tanyaku. "apa hubungannya dengan kamu?" tanyaku."Dia istriku," jawab Mas Ilham.Seketika kakiku lemas, kakiku tak bisa menopang tubuhku lagi. Aku terjatuh ke lantai pelan. Kenyataan pahit ini sungguh menyiksa hati."Mas Ilham, mengapa...," Vira hendak berbicara tapi di cegah oleh Mas Ilham."Kinan maafkan aku, aku terpaksa melakukannya," ucap Mas Ilham.Ku lihat Vira menarik tangan Mas Ilham, diajaknya Mas Ilham ke belakang. Entah apa yang mereka bicarakan di belakang sana. Namun, aku merasa duniaku seketika runtuh. Kali ini lebih menyakitkan dari pada saat diduakan Mas Arfan."Mengapa semua terjadi?" tanyaku lirih.Mas Ilham dan Vira kembali. Mereka membantu aku untuk duduk di sofa."Maafkan aku, Mbak," ucap Vira. "Aku tahu apa yang aku lakukan salah, aku harap Mbak Kinan gak akan berpisah dari Mas Ilham. Mas Ilham mencintai Mbak Kinan," kata Vira.Cinta, jika memang dia mencintai