Aku merasakan panas di wajahku. Rasanya tak karuan sekali. Tidak berapa lama seseorang menyiram ku lagi dengan air panas lagi dan air jeruk sehingga sangat perih.
"Cukup," ucapku.Tenagaku sudah benar-benar habis. Aku kembali tak sadarkan diri. Dan entah apa yang mereka lakukan saat aku tak sadarkan diri.**Aku terbangun, ku lihat ruangan serba putih. Ku dengar suara orang berbicara."Kita belum menemukan keluarganya. Tunggu sampai mereka sadar," kata sekarang polisi yang berdiri tidak jauh dari tempatku."Dokter, pasien sadar," kata seorang perawat.Tubuhku sangat lemas sekali, aku tak punya tenaga untuk melakukan apapun.Ku lihat Dokter mendekat dan memeriksaku."Alhamdulillah dia sadar," kata Dokter."Apa sudah bisa di tanya alamatnya atau mungkin keluarganya?" tanya Polisi."Ibu bisa mendengar saya," kata Dokter.Aku mengangguk pelan, karena mulutku susah sekali untuk beRumah bekas Hendra ternyata di tempati Bila dan Mas Arfan. Aku jadi khawatir dengan keadaan anakku Kiara. Aku takut Mas Arfan akan mengganggu kami."Sayang, kamu ngapain?" tanya Mas Ilham."Mas, yang tinggal di sana adalah Bila dan Arfan kan?" tanyaku.Aku tak lagi memanggil nama Arfan dengan embel-embel Mas. Aku sudah terlalu benci dengan dirinya."Iya, mereka juga ikut membantu saat kamu hilang," jawab Mas Ilham."Apa Mas Ilham tak menaruh curiga pada mereka?" tanyaku."Tidak, aku lihat mereka biasa saja," jawab Mas Ilham.Aku istirahat bersama Mas Ilham dan Marvel siang itu. Rasa capek membuat kamu tak ingin beranjak dari tempat tidur.Ternyata selama aku hilang, rumah Mas Ilham di kontrakan. Ibu dan adik Mas Ilham tinggal di sini sambil membantu menjaga Kiara dan Marvel.Malam itu kami makan malam bersama. Aku senang dengan adanya mereka rumah tampak ramai dan aku gak akan kesepian."Mbak Kinan, maafkan aku ya!" ucap Dina."Maaf untuk apa, Din?" tanyaku heran."Karena aku Mbak Kin
Bila dan Mas Arfan tak pernah berhenti menggangguku. Seperti sore itu, ku lihat Bila dan Mas Arfan berbicara dengan Kiara di teras rumah. Entah sejak kapan mereka mengobrol."Kiara, masuk sayang!" perintahku.Kiara menatapku aneh, dia tampak membenciku."Kiara malu punya mama yang jelek," ucap Kiara.Kiara masuk ke dalam rumah dengan tersungut-sungut."Kalian apakan anakku? Pasti kalian udah menghasut dia," ucapku."Ya ampun! Kiara itu kan anaknya Mas Arfan juga. Jadi kamu jangan halangi Mas Arfan buat dekat dengan Kiara," kata Bila."Papa macam apa yang tega mencelakai anaknya sendiri. Apa itu yang namanya papa?" tanyaku."Itu karena kamu ngotot gak mau balikan sama aku," jawab Mas Arfan.Ku tinggalkan mereka di teras. Aku malas meladeni mereka yang tak tahu diri.Sejak obrolan Kiara dan Bila di teras waktu itu. Kiara menunjukkan sikap tak sukanya padaku. Dia sering membentak ku dan mulai tak suka dengan keberadaan aku."Kiara, sudah ya main ponselnya. Ini udah malam," kataku saat me
Kiara sudah pindah ke rumah Mas Arfan dan Bila. Aku meminta penjelasan pada Mas Ilham mengapa dia mengizinkan Kiara ikut dengan mereka."Mas, maksudmu apa?" tanyaku heran."Biarkan saja Kiara ikut mereka. Seberapa tahan mereka menghadapi Kiara. Biar Kiara bisa membedakan enak mana tinggal sama kamu atau sama Bila," jawab Mas Ilham."Kalau Kiara betah di sana gimana, Mas?" tanyaku."Tugas kita hanya membuat Kiara tak betah di sana," jawab Mas Ilham.Mas Ilham lalu menceritakan rencananya agar membuat Kiara tak betah bersama Mas Arfan. Aku berharap rencana Mas Ilham berhasil.**Hari pertama di rumah Mas Arfan, ku lihat Mas Arfan mengantar Kiara ke sekolah seperti biasa tapi sendirian tidak dengan Bila.Aku masih memantau melalui kamera yang aku pasang di tas Kiara.Mas Arfan masih bersikap biasa saja pada Kiara. Dia memperlakukan Kiara dengan baik.Sesuai rencana malamnya Mas Ilham meminta untuk
Setelah ku selidiki, ternyata Mas Ilham dan sekertarisnya tak ada hubungan apapun hanya sebatas rekan kerja saja. Aku yang dulu pernah kerja di sana tentu banyak mengenal karyawan lama.Pagi itu seperti biasa Mas Arfan dan Bila kembali meminta sarapan pada kami. Padahal anggota keluargaku sudah banyak masih ditambah mereka berdua."Kalian tuh ngapain sih minta makan terus?" tanya Dina kesal. "Gak tahu malu amat," ucap Dina."Alah cuma makan aja jangan pelit. Ingat aku ini tuh papanya Kiara," bantah Mas Arfan.Sebel rasanya terus-menerus melihat mantan suamiku itu di rumah tiap pagi. Udah pengangguran makan aja minta melulu. Bila juga gak tahu malu banget.Mereka bukan tanggung jawab keluargaku tapi dengan enaknya makan tiap pagi di rumahku."Kalau kamu papanya Kiara, kenapa kamu gak ngasih nafkah untuk Kiara? Justru kamu datang merepotkan aku," bantahku."Tenang saja entar kalau aku sudah dapat kerjaan gak akan minta ma
Entah mengapa aku malah kepo dengan pekerjaan baru Mas Arfan. Pasalnya setiap pergi dia tampak rapi, namun saat pulang ku lihat wajahnya sangat kusut dan terlihat capek."Kinan, ngapain kamu di situ?" tanya Bu Minah saat aku mengintip Mas Arfan yang baru pulang kerja."Penasaran aja, Bu. Mas Arfan kerja apa ya? Kok berangkat rapi banget tapi pulang-pulang wajahnya tampak lelah," jawabku."Udah jangan ngepoin hidupnya orang, entar kamu yang dikepoin sendiri," tegur Bu Minah.Aku lalu ke kamar segera mandi sebelum Mas Ilham pulang. Mas Ilham bilang, dia sudah berbicara dengan Pak Willi soal operasi wajahku nanti.Selesai mandi ku lihat Mas Ilham baru saja pulang. Ku minta dia segera mandi agar tubuhnya seger lagi. Mas Ilham menurut, ku siapkan baju ganti untuk Mas Ilham.Aku ke dapur menemani Bi Sri memasak. Ada Bu Minah juga sedang membuat kue."Sore-sore buat kue mau buat siapa, Bu?" tanyaku."Ibu ada pesanan,"
Aku tak lagi membahas soal Mas Arfan ataupun pekerjaannya. Aku tak mau membuat Ilham cemburu. Soalnya setelah aku berada di kamar waktu itu dengannya. Dia mengungkapkan kalau cemburu melihat aku kepo dengan hidupnya Mas Arfan."Arfan hanya masa lalu mu, jadi jangan korek info apapun tentang dia. Apa kamu mau bikin aku cemburu?" tanya Mas Ilham dan sontak membuat aku ingin ketawa.Dan mulai saat itu aku gak peduli lagi dengan Mas Arfan apapun itu.Seperti biasa, aku keluar rumah dengan Marvel dan Kiara. Tidak lupa kami di temani Baby sitternya Marvel. Kami hanya jalan-jalan sekitar komplek saja sore itu."Mbak Kinan, Mbak Kinan sudah lihat perhiasan Mbak Bila belum?'' tanya Bu Siti."Udah, Bu. Kan habis beli perhiasan di posting di WA," jawabku."Mbak Kinan gak beli juga perhiasan sama kaya Mbak Bila?" tanya Bu Siti."Gak, Bu. Di rumah ada aja jarang aku pakai," jawabku.Setelah kepergian Bu Siti, aku bertemu Bil
"Ya udah kamu buat nasi goreng udang aja," kataku."Oke kalau itu," kata Sofia.Pagi itu Mas Ilham berangkat kerja, diikuti dengan Sofia dan Dina. Kini tinggal aku dan ibu saja dan beberapa pekerja.Setelah itu aku pergi ke toko sebentar. Aku mau memantau toko. Karena besok hari Minggu dan aku akan menjual baju lama yang belum laku.Ku siapkan semua baju lama, ku siapkan juga menekin dan beberapa gantungan. Setelah selesai aku pulang.Ternyata di depan rumahku ada seorang pria. Dia sedang berbicara dengan ibu. Aku melihat juga ada mobil yang terlihat masih baru."Assalamualaikum, Bu. Ibu beli mobil?" tanyaku."Eh enggaklah," jawab Bu Minah. "Mas ini nanya rumahnya Bila, tapi orangnya gak ada," kata Bu Minah."Orangnya sudah di telfon, Mas?" tanyaku."Sudah, Mbak. Katanya sebentar lagi pulang," jawab pria itu.Entah mengapa aku kepo sekali dengan mobil baru Bila. Ternyata saat aku panas-panasin
Aku geram ku dekati mereka dengan penuh amarah."Oh jadi dia orang bayaran Mbak Sindi," kataku.Wanita itu dan Mbak Sindi langsung terkejut ada aku di belakang mereka. Tidak lama kemudian Mas Ilham datang dengan menggendong Marvel."Loh dia kan wanita yang minta baju tadi," kata Mas Ilham," kata Mas Ilham."Iya, dia orang suruhan Mbak Sindi, Mas," ucapku."Ya ampun, Mbak. Kenapa Mbak Sindi tega. Mbak udah diberi pekerjaan sama Kinan. Tiap bulan juga diberi baju baru buat anak Mbak Sindi. Kurang baik apa Kinan sama Mbak Sindi?" tanya Mas Ilham."Sudahlah, Mas. Biarkan saja," kataku. "tapi ingat, Mbak. Besok gak usah kerja lagi di tempatku," ucapku."Kinan, jangan pecat aku," kata Mbak Sindi. Aku tak peduli lagi pada dia yang mengiba.Aku ajak Mas Ilham segera kembali ke lapak. Aku sangat kesal sekali hingga memilih diam sambil bermain dengan Marvel.Tepat pukul 11.00 baju yang kami jual hampir habis. Aku
Ternyata Allah menjawab doa anak-anak selang dua bulan kemudian aku hamil lagi. Mereka bergembira saat tahu aku tengah mengandung adiknya."Hore... hore punya adik," seru Kiara diikuti dengan Marvel sambil lompat-lompat.Kehamilan aku dan Dina beriringan, tentu aku tak akan bisa menemani dia lahiran. Namun, keluarga Brian sudah siap menemani Sofia lahiran.Papa senang melihat aku bahagia bersama Mas Ilham. Rasa sakit hati yang dulu diciptakan Mas Arfan seketika hilang sudah. Digantikan dengan kebahagiaan yang diberikan Mas Ilham.Tak hanya diriku, Ana juga merasakan hal yang sama. Dia mencurahkan semuanya padaku. Bahkan dia sempat menangis saat kami bercerita dan ingat saat-saat masih bersama Mas Arfan."Semua hanya masa lalu," kataku. "Sekarang kebahagiaan kita sudah di depan mata, meskipun bukan dengan Mas Arfan," kataku."Iya, Mbak. Hanya saja aku masih merasa bersalah pernah masuk dalam rumah tangga Mbak Kinan," katanya."Semua sudah berlalu, dulu memang aku sempat membencimu. Nam
Ku lihat banyak orang berkerumun, bahkan orang yang berada di dalam gedung pernikahan Sofia ada yang ikut melihat.Ku dengar dari beberapa orang bahwa yang kecelakaan adalah orang yang tadi diusir di pesta pernikahan Sofia."Aduh dia pasti kena karma," kata seseorang.Aku kembali ke gedung, ku lihat Mas Ilham sedang bersama Brian."Ada apa, Mbak?" tanya Sofia."Wanita itu kecelakaan sepertinya," jawabku. "Ku lihat tadi mereka bertengkar," ucapku."Ya ampun!" ucap Sofia.Acara pernikahan Sofia telah selesai. Kini Sofia akan tinggal di rumah ibu. Rumahku kembali sepi, karena hanya kami sekeluarga yang tinggal di sana.Rumah kembali seperti semula, hanya ada aku, Mas Ilham dan anak-anak."Mas, sepi ya?" tanyaku."Ya memang begitu, kan mereka udah punya keluarga sendiri-sendiri," jawab Mas Ilham. "Bagaimana kalau kita liburan?" tanya Mas Ilham."Liburan kemana, Mas?" tanyaku."Ke tempat yang sederhana saja," jawab Mas Ilham. "Nanti aku akan siapkan semua," ucapnya.Kamu akhirnya pasrah de
Kamu semua terkejut saat pria itu menyatakan niatnya untuk menikahi Sofia di atas panggung.Sofia mengangguk pelan," Ya aku menerima kamu," ucap Sofia.Ku lihat kedua mempelai merasa malu melihat Sofia mendapatkan jodohnya di depan mata mereka. Padahal baru satu menit yang lalu dia diejek."Nah, lihat kan kalau aku bisa dapat yang lebih baik," kata Sofia.Sofia lalu mengajak aku dan pria itu keluar dari acara tersebut. Aku terheran-heran, aku kira pasti Sofia tengah membuat drama."Akting kalian bagus," ucapku setelah sampai di tempat parkir."Akting, siapa yang akting Mbak?" tanya pria itu. "oh ya aku Brian, teman SMA nya Sofia," jawab Brian memperkenalkan diri."Jadi kamu beneran melamar Sofia?" tanyaku."Iya benar," jawab Brian."Sofia, Mbak gak mau kejadian kemarin ke ulang lagi. Lebih baik kamu pikirkan matang-matang, setidaknya sebelum menikah kalian memantapkan hati kalian dulu," kataku.
Sofia dan suaminya langsung pamit pulang. Kami tak bisa mencegahnya. Kamu hanya mendoakan kehadiran teman Sofia tidak membuat rumah tangga Sofia yang baru seumur jagung menjadi hancur."Aku jadi Sofia gak mau gantiin," kata Dina. "Sekarang dia kembali, bagaimana kalau sampai dia tidak terima dan merebut suami Sofia lagi?" tanya Dina."Kita berdoa saja semoga tidak seperti itu," jawab Mas Ilham.Aku merasa kasihan pada Sofia, dia harus menjalani asmara yang begitu rumit.Seharian Dina main di rumah, dia sedang libur. Dia bermain dengan anak-anak. Sorenya dia pulang di jemput Seno."Loh katanya Sofia ada di sini kok udah sepi," kata Seno."Udah pulang waktu aku datang," kata Dina."Mereka baik-baik saja, kan?" tanya Seno."Kamu tidak tahu, Sen," ucapku.Dina hendak pulang tapi dia melihat Sofia datang naik taksi."Loh katanya mau tinggal sama mertua kamu," kataku."Suamiku diminta sama t
Siang itu ku lihat Sofia pulang dengan wajah kusut. Dia terlihat memikirkan sesuatu."Ada apa, Dek? Temanmu sudah pulang?" tanyaku.Dia menggeleng, sepertinya masalahnya semakin rumit."Kak, aku mau nikah," kata Sofia."Hah," aku terkejut mendengar apa yang barusan dia katakan."Menikah dengan siapa?" tanyaku."Aku disuruh menggantikan pengantin perempuan besok, Mbak," jawabnya."Bukankah itu keinginan kamu, menikah dengan orang yang kamu cintai?" tanyaku heran melihat sikap dia yang justru lemas."Justru itu, aku merasa hanya sebagai tempat pelarian saja karena pengantin wanitanya kabur,' jawab Sofia. "Kak Ilham pasti kaget kalau aku akan menikah besok," kata Sofia."Itu sih tentu, nanti aku bantu bicara sama Mas Ilham," ucapku.Aku segera menelfon Mas Ilham, agar dia pulang lebih awal. Biar bagaimanapun, kami harus menemui keluarga calon mempelai putra."Mas, pulang sekarang! Ada hal
Dua hari setelah pernikahan Dina dan Seno, mereka akan pindah ke rumah baru Seno. Kami mengantar Dina ke sana dengan membawa barang-barang Dina."Aku pasti akan sering kangen kak Kinan," kata Dina."Kalau kangen ya datang kemari lah," ucapku."Insyaallah ya, Kak," ucap Dina.Sampai di rumah Seno, di sana sudah ada keluarga Seno. Pembantu Seno membantu membawakan barang milik Dina ke kamar.Aku ikut melihat kamar Dina, kamarnya sangat luas hampir sama dengan kamarku di rumah. Rumahnya juga bagus dan sangat modern."Wah bakal betah nih kalau rumahnya sebagus ini," pujiku.Dina hanya tersenyum, setelah itu kami ke ruang tamu menyusul yang lain. "Dina, sekarang kamu udah sah istrinya Seno. Jadi mama harap kamu harus saling jaga sama Seno," kata Mama Seno."Iya, Ma," kata Dina.Anak-anak bermain, mereka suka karena rumah Seno ada kolam renangnya. Mereka bermain air di sana."Seno,kamu udah
Pagi itu Dina tampak pergi dengan terburu-buru. Aku melihat ada wajah kecemasan pada dirinya."Kamu kenapa?" tanyaku."Tadi keluarga Mas Seno menelfon, katanya Mas Seno kecelakaan, Mbak," jawab Dina."Ya sudah kalau gitu aku ikut," ucapku.Aku dan Dina ke rumah sakit di mana Seno di rawat. Pernikahan mereka tinggal satu Minggu lagi tetapi Seno malah kecelakaan.Sampai di rumah sakit, kami bertemu dengan keluarga Seno."Dina, Seno belum sadar," kata Mama Seno.Dina langsung lemas, ku ajak dia duduk. Aku tahu Dina pasti terpukul."Din, sepertinya pernikahan kalian harus ditunda kalau Seno tidak sadar juga," kata Papa Seno.Dina Kembali lemas, harapannya segera menikah pupus. Dia harus menunggu Seno sembuh dulu.**Dina menunggui Seno di rumah sakit, selang satu jam kemudian Seno sadar. Lukanya tidak terlalu parah hanya saja dia perlu waktu untuk dirawat beberapa saat."Sayang, a
Pagi itu Mas Ilham membangunkan diriku, setelah pertempuran semalam aku sampai bangun kesiangan."Sayang, bangun!" Perintahnya.Di tak lupa mengecup keningku dengan penuh kasih sayang. Aku yang baru setengah sadar dari tidurku hanya tersenyum melihat perlakuan Mas Ilham."Hari ini aku antar kamu ke salon ya," ucap Mas Ilham."Ngapain ke salon?" tanyaku heran. Mas Ilham tak pernah mengantarku ke salon sama sekali. Tapi pagi ini dia ingin mengantarku ke salon."Cepat mandi!" Suruhnya.Aku segera mandi, setelah itu sarapan berdua saja dengan Mas Ilham. Ternyata yang lain sudah sibuk dengan urusan masing-masing."Mbak, nitip Marvel ya. Aku mau ajak mamanya ke salon," kata Mas Ilham saat melihat baby sitter Marvel."Baik, Pak," ucapnya lalu berlalu meninggalkan kami.Selesai makan kami berangkat ke salon, Mas Ilham memilihkan perawatan terlengkap untuk diriku."Mas, ini perlu waktu beberap
"Apa Pak Willi tersangka utamanya?" tanya Sofia saat mendengar jawabanku.Aku mengangguk, mereka sangat marah karena apa yang dilakukan Pak Willi sudah diluar batas."Dia harus dihukum," ucap Sofia."Mas Ilham tidak akan membiarkan dia hidup tenang," kataku.Pagi itu kami tengah sarapan, Mas Ilham belum pulang dari kantor polisi. Aku meminta Bi Sri pesan makanan untuk acara tahlilan nanti malam."Kinan...Kinan...keluar kamu!" Suara Vira terdengar.Setelah aku membuka pintu, Vira menyerang ku. Dia langsung saja menjambak rambutku."Aku sudah peringatkan kamu, kan. Kalau Mas Willi punya rencana kamu sih gak mau dengar. Sekarang aku mau kamu bujuk Ilham untuk mencabut laporannya," ucap Vira."Maaf gak bisa, yang salah harus tetap mendapat hukuman," balasku.Dina dan Sofia langsung menyusulku, melihat yang datang Vira, emosi mereka meluap."Masih gak punya malu kamu, udah jelas suami kamu salah mas