“Jika memang begitu dan kelak aku meminta menetap di atap yang berbeda. Apa Mas Zayn akan mengizinkannya?”
“Alasannya apa? Alysa juga tidak memperlakukanmu dengan buruk, dia pasti senang kalau kamu mau ikut tinggal bersama kami.”
Maha terdiam, dia tidak tahu harus menjawab apa karena tidak sanggup bicara dengan jujur pada Zayn. ‘Aku hanya takut jika nanti kita bertiga satu atap, Mas Zayn pasti tidak akan datang ke kamarku, dan jika Mas datang ke kamarku pun setelah aku menunaikan kewajibanku sebagai seorang istri. Aku ingin sekali kamu tidur terlelap di sisiku sampai kita terbangun. Apa Mas bisa tetap di sisiku sampai kedua mata ini terbangun?’ batinnya dalam hati.
***
“Kamu mau mengenalkan madumu sama kami? Kamu itu hatinya gimana sih?” tanya Anisa.
“Hatiku kenapa?” Alysa bertanya balik.
Anisa menghela napas panjang. “Kamu kan dulu nggak mau nih kalau nikah itu ada a
“Aku menyukainya karena Allah. Aku menganggumi sosok Mas Zayn yang ilmunya bisa membuat imanku tak pernah lemah. Kehadiran Mbak Alysa pun membuat perjalanan spritualku ini terasa menajkubkan,” balas Maha.“Aku hanya ingin bilang padamu tentang rasa cemburu seorang wanita. Jika wanita sedang cemburu, maka hilang lah akal sehatnya. Jadi, kamu harus bisa menjaga hati Alysa, dan jangan banyak menuntut Zayn untuk terus berada di sisimu. Istri pertama lah yang paling berhak diprioritaskan, dan meski nanti kamu melahirkan anak-anaknya Zayn, kamu harus tahu batasanmu seperti apa. Kamu bukan satu-satunya wanita, dan kamu jangan melupakan kebaikan Alysa padamu. Jika mungkin kelak Alysa sedang cemburu, aku sarankan kamu untuk mengalah. Jangan memercikan api di tengah kecemburuan Alysa.”Maha tersenyum. “Iya, Mbak. Aku selalu sadar posisiku ini, dan aku pun tahu jika aku bukan prioritas utama bagi Mas Zayn. Aku juga tidak akan membuat Mbak Alysa terluka karena kehadiranku.”Anisa mengangguk. “Alh
***“Assalamualaikum... ““Walaikumussalam... “Maha terkejut melihat Intan yang sudah berada di rumah ibunya. “Intan!” serunya terkejut.Intan hanya mengulas senyum singkat dan wanita itu langsung menatap Zayn dan juga Alysa yang ikut bersama Maha.“Ya Allah, anak-anak Ibu sudah pulang!” timpal Nia, wanita paruh baya itu sumringah karena melihat anak dan menantunya ke rumah.Maha langsung memeluk Nia. “Kangen sekali sama Ibu,” lirihnya.“Ibu juga, Nak. Alhamdulillah ya Ibu bisa peluk kamu lagi,” balas Nia terharu.“Bu, bagaimana keadaannya?” tanya Zayn. Pria itu langsung mengecup punggung tangan mertuanya dengan sopan.“Alhamdulillah, Nak. Ibu selalu sehat,” balas Nia.“Ibu... Alysa kangen banget sama Ibu,” ucap Alysa. Wanita itu pun memeluk Nia erat.“Terima kasih, Nak. Kamu selalu jagain Maha.”Alysa tersenyum. “Alysa pasti jagain Maha, Bu. Kan Maha adiknya Alysa.”“Ehem... “ Intan sengaja berdehem agar mereka tidak melupakan keberadaannya.“Ya Allah... Ibu sampai lupa kalau ada In
“Itu adalah salah satu alasannya,” balas Maha.“Selamat! Akhirnya kamu saat ini sedang mematahkan sayapmu! Kamu takkan lagi bisa terbang dengan bebas karena kamu sudah terjebak dalam luka yang kamu ciptakan sendiri.”Maha tersenyum. “Aku takkan pernah lelah meminta pada Allah untuk menguatkan hati dan meluaskan sabar ini.”Setelah Intan pamit, Maha langsung datang ke kamar Nia. Wanita paruh baya itu masih sibuk dengan jahitannya.“Ibu sakit ya kemarin?” tanya Maha.“Nggak, Nak. Ibu hanya capek saja,” balas Nia. “Bagaimana negara Turki? Apa indah? Turki itu bukankah negara impianmu? Ibu senang karena satu per satu mimpimu akan terwujud.”Maha mengangguk. “Iya, Bu. Turki negara yang sangat indah, tapi Maha tidak menikmati keindahan itu secara sempurna.”“Kenapa?” tanya Nia. “Apakah Alysa dan Zayn tidak memperlakukanmu dengan baik?&rdquo
Jika kubisa hentikan waktu, aku akan meminta waktu untuk mundur. Aku akan berlari menujunya dan mengungkapkan semuanya, namun waktu hanya berjalan ke depan, ia tidak akan pernah mau menoleh ke belakang. Apakah ini sebuah penyesalan?***“Maha, kamu kenapa ada di sini?” tanya Raka, dia terkejut melihat wanita itu berada di rumah Zayn.“R-Raka!” pekik Maha terkejut.“Kamu... ““Maha!” Alysa langsung menghampiri keduanya, dan wanita itu tersenyum karena Maha datang lebih awal. “Kenapa nggak bilang sama Mbak sih? Kalau tahu kamu mau pulang, tadi Mbak minta Mas Zayn untuk jemput kamu di rumah ibu,” tambahnya.“Nggak apa-apa, Mbak. Aku tahu kalau Mas Zayn pasti masih sibuk,” balas Maha tersenyum.“Kalian berdua saling kenal?” tanya Raka.Alysa tersenyum. “Iya. Kamu kenal sama Maha?”Raka mengangguk. “Ya, aku kenal sam
“Umma, ini ada kue dari ibu. Ibu membuatnya khusus untuk Umma,” ucap Maha.“Simpan saja di sana,” balas Sarah dengan dingin. Wanita paruh baya itu masih belum bisa menerima kehadiran Maha di rumah tangga anaknya.“Umma mau mencicipinya?” tawar Maha dengan suara yang lembut.“Eh, Bi Inah sini,” panggil Sarah. Alih-alih menjawab tawaran Maha, wanita paruh baya itu malah memanggil asisten rumah tangganya itu.“Iya, Nyai. Ada yang perlu Bibi kerjakan?” tanya Inah.“Itu kue buat kamu, makan ya bagikan sama yang lainnya juga,” balas Sarah.“Ini kan kue kesukaaan Nyai? Nyai mau memberikan semuanya?” tanya Inah.“Lidah saya nggak cocok, buat kamu saja,” balas Sarah dengan dingin.“Baik, Nyai. Nanti Bibi bagikan ke yang lainnya,” ucap Inah. “Matur nuhun, Nyai,” tambahnya.Maha hanya bisa membisu saat kue buatan
Maha hanya terdiam. Dia cenderung tak berbicara apa-apa. Semua mata orang-orang terasa seperti pisau belati yang menikamnya. Maha tahu kalau mereka pasti berpikir yang aneh-aneh tentangnya. Tentang seseorang yang mau saja dijadikan yang kedua.Maha memang sudah menyiapkan hatinya, pasti esok dan seterusnya dia akan dipandang sebelah mata seperti ini. Jadi, dia hanya meminta pada Sang Pencipta agar hatinya sekuat baja. Maha hanya menunduk melihat ponselnya, dia membaca pesan dari Intan yang saat ini sedang berada di rumah ibunya. Ada perasaan bersalah di hati Maha karena ibunya malam ini mendadak tidak enak badan, harusnya dia ada di samping Nia. Tapi, apa daya saat ini dirinya sudah menjadi seorang istri dan yang berhak atas dirinya itu adalah suaminya.Di sisi lain, ada pria lain yang menatap Maha dengan tatapan muram. Pria itu tidak lain adalah Raka. Hatinya tidak terima dan wanita itu kenapa harus memilih jadi yang kedua? Kenapa Maha harus mengorbankan hidupnya?
Maha tidak bisa tidur dengan nyenyak, dia memang takjub dengan kamar yang Alysa sediakan untuknya. Kamar ini mungkin kamar termewah yang perah dia tempati. Selama ini, dia dan ibunya memang tidak pernah merasakan kemewahan. Bahkan pernah dia dan Nia tidur beralaskan lantai yang dingin dan keras. Dia dan Nia memang mengalami hidup yang sangat sulit, terlalu banyak air mata dan luka yang keduanya rasakan.Maha pun tak kuasa menahan air matanya, mengingat luka itu, mengingat dia dan ibunya menderita membuat hati Maha perih. Luka yang membuatnya perih adalah bagaimana dia belum mampu membahagiakan ibunya sampai detik ini.“Ibu, maafkan Maha,” ucapnya. Air matanya pun turun sangat deras.Pintu diketuk, dan saat Maha ingin menghapus air mata itu, seseorang telah berdiri di daun pintu sambil menatapnya dengan perasaan campur aduk.Zayn mematung mendapati Maha yang kedua matanya sembab. Kedua mata mereka bertemu dan Zayn bisa merasakan tatapan itu ada
***Maha tertegun dengan pertanyaan suaminya. Dia tidak tahu kenapa Zayn bertanya seperti itu padanya. Apa Raka mengatakan pada Zayn kalau dia dan Raka adalah teman di masa lalu?“Aku dan Raka memang kenal, Mas. Kami dulu sama-sama sekolah di SMA yang sama, dan juga dulu kami sempat dekat juga, tapi hubungan kami dekat sebatas teman saja, dan tidak ada hubungan khusus,” balas Maha menjelaskan. Lalu dia melihat Zayn yang masih memasang wajah datar. Dengan hati-hati Maha bertanya lagi, “Ada apa, Mas? Apa Raka sudah mengatakannya sama Mas kalau kami dulu saling kenal?”Zayn menggelengkan kepalanya. “Raka nggak pernah bilang apa-apa tentang kamu. Mas hanya bertanya saja karena Alysa yang minta. Dia bilang sikap Raka terasa berbeda saat melihatmu.”“Oh, mungkin Raka terkejut karena akulah wanita kedua yang hadir di rumah tanggamu, Mas. Dia juga mungkin bertanya-tanya, kenapa aku ikhlas jadi yang kedua. Kami sudah sanga