(Tidak juga, sudah kubilang aku ingin menikmati waktu,) balasku dengan senyum miring. Kuletakkan kembali ponsel di atas permukaan meja kayu. Kunikmati sarapanku dengan pemandangan kebun teh dan danau yang tenang. Embun masih membasahi kelopak daun teh dan bunga Camelia tapi sikap Mas Alvin seakan membakar suasana."Ah, kenapa pula dia harus menelponku." Sambil menyobek lembaran roti dan menikmatinya dengan sesendok madu asli. Manisnya madu sayangnya tak semanis hidupku, aku harus menghadapi nasib yang getir dan berlembar lembar luka akibat perbuatan suami sendiri.Harusnya, setelah menikah, kami torehkan tinta emas dalam buku perjalanan hidup dan cinta kami, tapi sayang, buku itu terbakar bahkan sebelum setengah bab cerita berjalan. Semuanya hancur oleh pengkhianatan.Dan bodohnya aku, kendati ia sudah menyakiti, aku masih memberinya kesempatan untuk bersamaku dan anak anak. Dia pikir sikap mengalahku adalah bentuk ketakutan dan lemah, dia tak tahu bahwa bukan hanya dia saja yang bis
Kuhela napas sambil menggelengkan kepala, momen liburan yang harusnya aku lewati bersama anak-anak dengan penuh kegembiraan berubah jadi ketegangan dan kekhawatiran. Akan ia bawa kemana surat surat dan sertifikat yang dia ambil dari lemari, apakah dia akan menyerahkannya ke tangan mona? ataukah … dia akan menggadaikannya ke lintah darat demi mendapatkan uang belanja untuk sementara waktu? astagfirullah…Sinar bentar berwarna keemasan yang tadinya mencerahkan hatiku kini seperti panas api yang membara. Aku kesel dan rasanya tidak sabar ingin bertemu dengan Mas ALvin lalu menghajarnya sampai ia kapok dan minta ampun. Astaghfirullah Tuhan, tolong sabarkan diriku memiliki suami sepertinya“Bunda, kenapa Bunda hanya duduk saja di bawah pohon, kenapa tidak berkuda dengan kami?”“Bunda takut jatuh,” jawabku asal saja.“Tapi berkuda itu menyenangkan Bunda,” ujar gema dengann antusias.“Apa kalian masih betah di sini?”“YA. di sini menyenangkan,” jawabnya.“Kalau begitu nikmati waktu kalian
"Kepada siapa Pak Alvin menyewakan rumah ini?" tanyaku pada pekerja yang masih sibuk menggeser lemari dari atas truk untuk dipindahkan."Kepada Bapak yang itu," jawabnya sambil melirik seorang pria yang terlihat berdiri diujung teras sambil memainkan ponsel."Ada apa Bunda?" Tanya anak anak saat melihatku geram."Ga apa apa, tunggu di sini sebentar!" Kusuruh anak anak untuk menunggu.Kuhampiri lelaki berkemeja biru muda dan jam tangan mahal itu."Permisi Pak, bapak siapa?""Penyewa baru.""Kalau begitu perkenalkan saya Indira, pemilik resmi rumah ini, pemilik sertifikat dan hak. Saya tidak merasa menyewakan rumah pada siapapun, kamu pergi berlibur dan baru kembali.""Lalu, bukannya Pak Alvin adalah suami ibu?""Iya betul, tapi saya tidak memberinya wewenang untuk menyewakan rumah ini, kami bermukim di sini dan tidak akan pindah ke mana mana.""Kalau begitu bicaralah pada suami ibu, saya hanya tahunya membayar dan pindah.""Harusnya anda konfirmasi dulu ke saya. Rumah ini atas nama say
"Dua puluh juta. Apakah kau bercanda denganku?""Ya, seperti jumlah uang yang kau ambil dariku, kau mengambil semuanya tanpa sisa," jawabnya dari seberang sana tanpa perasaan."Tapi aku mengambil hak anak anak dan mengamankan aset yang ada!""Kau lupa bawa semua aset yang ada serta uang-uang yang terkumpul adalah hasil jerih payah siapa? mengapa kau serakah sekali sampai tidak menyisakan sedikitpun padahal itu juga adalah hakku!""Kalau memang hakmu untuk apa kau berikan atas namaku?""Agar aku bisa mengamankannya serta mengamankan perasaanmu!" jawabnya setengah berteriak.Apa? Mengamankan perasaan Apa gunanya mengamankan perasaanku jika dia akhirnya menghianati dan diam-diam main belakang."Apa gunanya ingin mengamankan perasaanku ketika kau telah beristri lagi. Kau terlambat," jawabku sambil tertawa sinis."Intinya ... ganti saja uang yang kau ambil itu, bayar ganti rugi padanya lalu kau bisa masuk lagi ke rumahmu.""Mana sertifikatku!""Ada sama Mami.""Kenapa ada padanya?""Aku
"Rumahmu atau rumah anak-anakmu tidak membenarkan kau untuk membiarkan tanganmu melayang ke wajah anakku." Ibu mertua berkacak pinggang sambil melotot kepadaku."Dia hanya harus disadarkan karena selama ini tidurnya terlalu miring jadi sepanjang waktu anakmu hanya bermimpi dan mengigau," jawabku sambil tertawa santai."Beraninya kau, hah!" Tiba-tiba Mas ALvin yang merasa harga dirinya direndahkan di depan istri baru dan ibunya, langsung menarik tanganku dan mencengkeramnya dengan kuat,tatapan matanya melotot serta kilat-kilat api yang ada dalam bola matanya tidak bisa menyembunyikan kemurkaan suamiku."Apa yang akan kau lakukan kau ingin memukulku? Aku membenarkan kamu memukulku jika aku memiliki kesalahan, tapi aku ingin tanya apa salahku?""Kau ya ... Jangan menguji kesabaranku! kau sudah mengambil segalanya dariku lalu meninggalkan suami tanpa tanggung jawab, kau pergi berlibur bersama anak-anak tanpa izin dariku, jadi ketika kita tidak bisa saling menghargai dan memberi izin, untu
Berat ayunan langkah kaki ini untuk berjalan, bahkan mobil yang ku kemudikan terasa bergerak di tempatnya saja. Setelah perlakuan Mas ALvin tadi, putuskan untuk tidak langsung pulang ke rumah demi membuatku tidak langsung menelan mentah-mentah kesedihan yang ada.Kubelokkan mlobilku ke jalan mawar nomor 10 di mana rumah ibuku menetap, aku berniat untuk menemui beliau dan menceritakan apa yang terjadi seraya meminta pendapat padanya.*"Assalamualaikum ...." Suaraku terdengar parau oleh diri sendiri. Kulangkahkan kaki melewati ruang tamu dan jajaran bufet yang terdapat banyak pajangan bingkai foto dan kenangan masa kecil kami."Kenapa kau terlihat lesu sekali. Apakah ada yang merenggut hakmu?"Aku tertawa getir sambil menjatuhkan bokong keluar di atas sofa, Ibu memperhatikan wajahku dia tahu bahwa aku sedang sedih. Meski Aku berusaha menyunggingkan senyum Ibu hanya menggelengkan kepala sambil menghela nafasnya."Ada apa lagi?" tanya beliau yang terlihat sedang memegang Alquran kecil d
Bodoh itu membalas pelukanku dan ciuman ku di dalam ruangan kerjanya beberapa saat kami berpaku terhingga kemudian dia tiba-tiba mendorongku dan membenahi pakaiannya yang berkali-kali kuremas."Menyingkir dariku, Kenapa kau berusaha merayuku?"Mendengar dia berpura-pura sok alim dan tidak bersalah, aku hanya tertawa sinis sambil mengusap bibirku, aku tidak peduli tentang apa yang dia lakukan setelah kami berciuman, yang penting aku sudah dapatkan rekaman mesum tentangnya, maka mudah bagiku melakukan pengeditan lalu mempostingnya. Aku mempertaruhkan banyak hal yang mengorbankan diriku sendiri untuk membalas satu orang yang telah merebut kebahagiaan keluargaku.Entah usahaku akan sepadan dengan hasilnya Aku tidak tahu, tapi yang pasti aku tidak akan berenti berusaha."Kenapa anda menolakku setelah baru saja menciumku?""Aku hanya khilaf," ujarnya."Berarti anda juga tidak bisa membendung nafsu kan?""Salahmu membuka pakaian di hadapanku Aku hampir saja rupa diri, dasar!""Berarti anda
"a-aapaa Mas?""Meski dia sudah menyamarkan CCTV tapi aku tahu persis bawa gestur dan kedatangannya itu adalah perbuatannya. Kenapa dia harus membakar mobil senilai ratusan juta sehingga itu dibebankan kepadaku agar aku bisa mengganti atau kalau tidak maka Putri kita akan masuk penjara, aku harus bagaimana ini naifa!"Mendengar teriakan itu di lantai. Bunda langsung jatuh terduduk dan menangis. Aku sendiri berlutut dan segera minta maaf sementara Ibuku hanya bisa tergugu sambil menutupi tangannya ke wajah."Sepertinya kita tidak punya pilihan lain selain mengantarkan anak kita ke kantor polisi karena sebagai orang tua kita sudah kewalahan dengan sikapnya! Semakin Aku berusaha memperbaiki keadaan semakin menjadi-jadi pula sikap anaknya itu, naifa!"Dengan tangan gemetar Bunda berusaha meraih ponsel yang ada di lantai itu sementara suara ayah terdengar sangat lantang. Ayah terdengar sangat murka dan mungkin kalau bertemu denganku dia pasti akan membunuhku."Suruh dia diam di rumah kar