"Rumahmu atau rumah anak-anakmu tidak membenarkan kau untuk membiarkan tanganmu melayang ke wajah anakku." Ibu mertua berkacak pinggang sambil melotot kepadaku."Dia hanya harus disadarkan karena selama ini tidurnya terlalu miring jadi sepanjang waktu anakmu hanya bermimpi dan mengigau," jawabku sambil tertawa santai."Beraninya kau, hah!" Tiba-tiba Mas ALvin yang merasa harga dirinya direndahkan di depan istri baru dan ibunya, langsung menarik tanganku dan mencengkeramnya dengan kuat,tatapan matanya melotot serta kilat-kilat api yang ada dalam bola matanya tidak bisa menyembunyikan kemurkaan suamiku."Apa yang akan kau lakukan kau ingin memukulku? Aku membenarkan kamu memukulku jika aku memiliki kesalahan, tapi aku ingin tanya apa salahku?""Kau ya ... Jangan menguji kesabaranku! kau sudah mengambil segalanya dariku lalu meninggalkan suami tanpa tanggung jawab, kau pergi berlibur bersama anak-anak tanpa izin dariku, jadi ketika kita tidak bisa saling menghargai dan memberi izin, untu
Berat ayunan langkah kaki ini untuk berjalan, bahkan mobil yang ku kemudikan terasa bergerak di tempatnya saja. Setelah perlakuan Mas ALvin tadi, putuskan untuk tidak langsung pulang ke rumah demi membuatku tidak langsung menelan mentah-mentah kesedihan yang ada.Kubelokkan mlobilku ke jalan mawar nomor 10 di mana rumah ibuku menetap, aku berniat untuk menemui beliau dan menceritakan apa yang terjadi seraya meminta pendapat padanya.*"Assalamualaikum ...." Suaraku terdengar parau oleh diri sendiri. Kulangkahkan kaki melewati ruang tamu dan jajaran bufet yang terdapat banyak pajangan bingkai foto dan kenangan masa kecil kami."Kenapa kau terlihat lesu sekali. Apakah ada yang merenggut hakmu?"Aku tertawa getir sambil menjatuhkan bokong keluar di atas sofa, Ibu memperhatikan wajahku dia tahu bahwa aku sedang sedih. Meski Aku berusaha menyunggingkan senyum Ibu hanya menggelengkan kepala sambil menghela nafasnya."Ada apa lagi?" tanya beliau yang terlihat sedang memegang Alquran kecil d
Bodoh itu membalas pelukanku dan ciuman ku di dalam ruangan kerjanya beberapa saat kami berpaku terhingga kemudian dia tiba-tiba mendorongku dan membenahi pakaiannya yang berkali-kali kuremas."Menyingkir dariku, Kenapa kau berusaha merayuku?"Mendengar dia berpura-pura sok alim dan tidak bersalah, aku hanya tertawa sinis sambil mengusap bibirku, aku tidak peduli tentang apa yang dia lakukan setelah kami berciuman, yang penting aku sudah dapatkan rekaman mesum tentangnya, maka mudah bagiku melakukan pengeditan lalu mempostingnya. Aku mempertaruhkan banyak hal yang mengorbankan diriku sendiri untuk membalas satu orang yang telah merebut kebahagiaan keluargaku.Entah usahaku akan sepadan dengan hasilnya Aku tidak tahu, tapi yang pasti aku tidak akan berenti berusaha."Kenapa anda menolakku setelah baru saja menciumku?""Aku hanya khilaf," ujarnya."Berarti anda juga tidak bisa membendung nafsu kan?""Salahmu membuka pakaian di hadapanku Aku hampir saja rupa diri, dasar!""Berarti anda
"a-aapaa Mas?""Meski dia sudah menyamarkan CCTV tapi aku tahu persis bawa gestur dan kedatangannya itu adalah perbuatannya. Kenapa dia harus membakar mobil senilai ratusan juta sehingga itu dibebankan kepadaku agar aku bisa mengganti atau kalau tidak maka Putri kita akan masuk penjara, aku harus bagaimana ini naifa!"Mendengar teriakan itu di lantai. Bunda langsung jatuh terduduk dan menangis. Aku sendiri berlutut dan segera minta maaf sementara Ibuku hanya bisa tergugu sambil menutupi tangannya ke wajah."Sepertinya kita tidak punya pilihan lain selain mengantarkan anak kita ke kantor polisi karena sebagai orang tua kita sudah kewalahan dengan sikapnya! Semakin Aku berusaha memperbaiki keadaan semakin menjadi-jadi pula sikap anaknya itu, naifa!"Dengan tangan gemetar Bunda berusaha meraih ponsel yang ada di lantai itu sementara suara ayah terdengar sangat lantang. Ayah terdengar sangat murka dan mungkin kalau bertemu denganku dia pasti akan membunuhku."Suruh dia diam di rumah kar
Wanita itu menjerit dan melungsur ke lantai degan ekspresi yang sangat kesakitan, dia memekik dan memegangi perutnya dengan ucapan mengadu da sakit yang luar biasa.“Ibu tolong saya ….” Dia menggapai ke arah ibuku, lupa akan hal yang baru saja ia ungkapkan dan penghinaan yang baru saja ia katakan tentangku. "Ada apa denganmu?" tanya Ibu yang terlihat langsung khawatir dengan menantunya Ibu Mas Alvin. Sekeras apapun ibu marah dia tetap punya perasaan iba dan perhatian pada orang lain. "Pergi panggilkan ambulance, telpon sekarang juga,? perintah Ibu.Mas Alvin yang nampak bingung langsung meraih ponsel, agak tergeragap dirinya saat akan menekan tombol nomor ambulance dan bicara di sana.“Tolong jemput istri saya ke jalan Melati nomor sepuluh ya,” ucap Mas alvin dengan panik.“Entahlah dia mengalami kontraksi dan histeris kesakitan, saya mohon untuk lebih cepat,” ujar mas Alvin.Setelah mengakhiri panggilan Mas Alvin kembali mendekati Mona dan memeluknya, menggotong tubuhnya dan m
Tujuh purnama berlalu, dua musim berganti setelah terakhir kali kami berjumpa di depan meja hijau. Kini aku sudah makin mandiri, usaha toko berkembang pesat sehingga aku mendapatkan keuntungan dan semakin banyak tabungan.Kuhabiskan waktu luang untuk berolahraga, mengikuti kelas memasak dan kursus kecantikan. Kujalani hari-hariku dengan bahagia tanpa memikirkan lagi orang yang pernah mencampakkan hati ini. Tak lupa juga kuperhatikan tumbuh kembang anak anak serta pendidikan mereka. Fokusku sekarang adalah membahagiakan diri sendiri dan anak anak. Aku sempat terpuruk dalam kesedihan di awal awal perceraian, merasa langkahku timpang dan hari hariku kesepian. Tapi, seiring berjalannya waktu, semua rasa itu menghilang dengan sendirinya. Luka mengering lalu sembuh berikut dengan hari hari penuh mendung yang bergulir digantikan dengan hari yang baru.Kupikir aku mungkin tak mampu berdiri setegak ini, tak mampu melangkah karena masih stuck di masa lalu. Tapi ternyata, menegarkan diri dan be
"Apa maksudmu bilang begitu kenapa kau mengancamku memangnya kutukan apa yang bisa kau turunkan pada diri ini?""Boleh jadi, anak itu akan celaka atau cacat gegara ucapan dan kesombongan ibunya," ucapku kesal.Jujur saja Sebenarnya aku tidak ingin mengucapkan kalimat seperti itu tapi karena mau nama mancing kemarahanku maka aku pun tak sengaja terlontarkan kalimat itu."Sudah, sudah, Indira aku minta maaf ya, atas ucapan Mona. Kamu tahu sendiri kan kalau wanita hamil agak sensitif dan mudah berprasangka buruk jadi kumohon kamu tolong pahamilah itu....""Aku tidak harus memahaminya dari sekarang dari dulu dia memang sudah kurang ajar," jawabku tertawa."Diam ya, jangan membuat perhatian semua orang teralihkan," ucapnya geram, Mona mencengkeram tangannya sendiri dengan kencang dan terlihat kesal sekali.Dia mungkin tidak terima dengan ucapan yang pertama kali kuucapkan, tentang anaknya akan celaka karena perbuatannya sendiri. Wajah wanita itu nampak merah padam dan nafasnya naik turun m
Saat aku hendak melangkah pergi, tak sengaja diri ini berpapasan dengan Mona yang kebetulan baru saja keluar dari ruang USG dan terlihat mencari sang suami."Kau lagi, kalian di sini?" tanyanya dengan napas yang seakan ingin sesak seketika."Ya. Aku akan pergi," ucapku sambil tersenyum miring, mengejek wanita yang terus cemburu denganku itu."Apa yang kalian bicarakan?""Itu, suamimu, mencoba merayuku," jawabku tertawa, sengaja kukatakan itu agar dia semakin panas hati dan geram."A-aku tidak mengatakan itu," ujar Mas Alvin membela diri."Oh ya? tapi istrimu mendengarnya," ujarku tergelak."Apa maksud kalian, kenapa ada pernyataan tidak ada kesempatan kedua.""Ya, karena aku tidak akan memberikan kesempatan kedua padanya sekuat apapun dia memohon untuk mendapatkan kesempatan itu." Aku tertawa sambil menjawab dan langsung melenggang pergi "Betul, Mas, kalau kamu ingin balikan sama dia?""Gak benar," jawab Mas Alvin mengelak."Tapi gak mungkin Indira bohong.""Kamu tahu, dia hanya menc