"Aku sudah bilang Mi, aku tidak mau menikahi wanita itu.""Kenapa? Bukannya dia hamil anakmu?""Tapi, aku sadar akan sifat-sifatnya yang buruk jika aku nekat menikahinya maka aku akan tersiksa lahir batin bahkan tak lama lagi akan jadi pasien Rumah sakit jiwa.""Mengapa kau yakin akan seperti itu?""Dengan keadaan seperti ini saja dia sudah membuatku menggila. Bagaimana kalau aku jadi suaminya nanti? Dia menyusahkanku.""Kau pula, kenapa tidak berkunjung dan pura pura menenangkan?" Aku masih menyimak percakapan ibu dan anak itu dengan berbagai penilaian di dalam hatiku. Secara tidak langsung sikap dan ucapan ibu mertua membuatku ilfil dan kecewa padanya. Begitu buruk dan rendah ia menatap orang orang yang mendekati anaknya, seakan kami para wanita mendekati Mas ALvin demi harta. Dulu ia memusuhiku, sekarang pun ia kesannya juga tak suka dengan Mona Angraini."Aku tidak suka berpura-pura Mami!""Apa kau tidak bisa menjaga reputasi keluarga! Siapa suruh kau berselingkuh!""Aku hanya
"Ini bajunya," ucapku sambil meletakkan gaun pengantin yang tertutup dengan plastic bag di depan wanita yang kini duduk menghadap kaca rias dan terlihat tidak bersemangat sama sekali."Ada apa? Kenapa kau belum mulai merias dirimu padahal sebentar lagi acara pernikahan akan dimulai?""Jika hanya menikahiku sejarah siri dan hanya disaksikan oleh saksi yang terkait maka seharusnya aku tidak membutuhkan gaun pengantin dan riasan.""Ibu mertua mungkin ingin memberimu sebuah formalitas dan membuat kau terlihat layak di depan orang-orang.""Layak? Dengan gaun milikmu dan pernikahan yang tertutup?""Ini demi kebaikan kalian semua, ibu mertua mungkin tidak ingin terlalu menunjukkan kesan bahwa kalian menikah karena kecelakaan.""Kehamilanku bukan kecelakaan, tapi buah percintaan.""Ya ya, aku paham ..." Kupilih untuk meninggalkannya sendirian, menjauh karena kupikir berdebat tak akan membuat situasi membaik."Apakah anakmu tahu tentang ini?""Tidak, dan jangan sampai mereka tahu," jawabku sa
Lalu sekarang, mari menyaksikan pernikahan penuh omong kosong yang pada akhirnya, ya, terjadi begitu saja.Di dekatku ada Mas Alvin dan Mona duduk berdampingan, di hadapan mereka ada seorang berpeci putih yang akan menikahkan mereka berdua. Ibu dan keluarga Mona berhalangan datang sehingga wali mereka wakilkan saja pada ustad yang akan menikahkan. Di depan pengantin ada dua orang saksi lain dan ibu mertua yang sudah duduk dengan wajah tenang, sangat tenang.Pernikahan pun dimulai, pembacaan khotbah nikah, lalu akad pun di mulai. Mas Alvin menggenggam tanganku dengan tangan kirinya saat ia harus berjabat dengan wali yang menikahkan. Kurasakan bahawa telapak tangannya gemetar dan dingin. Ia merasa sangat ragu dan gugup akan apa yang terjadi setelah ini."Sa-saya terima nikahnya Mona angraini binti Ilham Fatanah dengan Mas kawin cincin emas dua gram dibayar tunai.""Bagaimana saksi, sah?""Sah."Meski agak gugup ucapan ijab kabul berjalan lancar, semua orang menghela napas lega sementa
Meski telah membaringkan diri di peraduan dengan gaun satin yang halus dan tempat tidur yang hangat, disertai dengan keberadaan suami yang selalu ingin dekat-dekat denganku ... Seharusnya sudah tidak ada hal yang perlu kuhawatirkan. Namun entah kenapa kelopak mata ini tidak ingin terpejam.Aku jatuh dalam lamunan dan pemikiran panjang tentang hal-hal yang menyangkut masa depan dan hari esok. Aku berdoa semoga tidak ada lagi halangan serta berharap Tuhan melindungiku dari segala musibah dan bahaya yang mungkin terjadi.Akan ada banyak PR, Ada banyak hal dan keputusan yang akan kuambil di kemudian hari di mana itu akan mempengaruhi semua orang. Aku harus bersikap bijak dan objektif. Bersabar serta selalu berusaha anggun. Di mata keluarga Mas ALvin aku terlihat santai dan tidak terbebani sama sekali dengan pernikahan mereka tapi sebenarnya hati ini rapuh dan merasa sangat sedih. Aku hancur bersama dengan ijab kabul yang sudah diikrarkan dengan lancar. Aku bersedih dengan semua musibah y
"Kalau begitu biarkan aku memikirkannya," jawabku sambil membalikkan badan dan beranjak pergi.Tak payah banyak bicara dan diskusi, ujung ujungnya dia akan minta keistimewaan dan perlakuan khusus. Sudah diberi hati minta jantung, sudah diberi setumpuk kebaikan malah ingin selaut pengorbanan. Tidak tahu mau atau tidak punya hati sebutannya?"Siapa yang datang?"tanya Mas ALvin ketika aku kembali ke kamar dan dia sedang terlihat mengeringkan rambut, sehabis mandi."Mona.""Kenapa?""Apa lagi kalau bukan untuk mencari suami dan mencurahkan perhatian."Mas Alvin hanya mendesis sambil berdecak mendengarku mengatakan hal itu."Dia datang mengantarkan makanan untukmu.""Makanan?""Ya, Kenapa wajahmu terlihat heran seperti itu.""Seingatku dia tidak bisa masak.""Kalau begitu dia berusaha untuk menyenangkanmu.""Apa gunanya dia melakukan hal yang sia-sia?" tanya Mas Alvin."Dia terus berharap bahwa keadaan akan membaik," bisikku sambil mendekat dan membantu Mas Alvin mengenakan dasi. Kurapik
Tanpa mengindahkan perkataan mereka kubuka lemari lalu mengambil scarf milikku, kututup pintunya dengan kencang lalu hanya menatap mereka dengan mimik kesal dan segera meninggalkan kamar itu.Di belakangku Mas Alvin mencoba mengejar."Indira ... indi ....""Jangan kejar aku, aku akan pulang," ucapku sambil memberi isyarat penolakan dengan tangan."Aku akan pulang denganmu," ucapnya menghentikan langkahku, dari bawah ibu mertua sekilas melihat kami, namun ia diam saja."Tolong, bersikaplah adil dan bijak. Jika kau pulang denganku lalu bagaimana dengan perasaan Mona, dia pasti sangat kecewa dan merasa terenggut, karena kau baru saja memberinya kesempatan untuk memelukmu lalu tiba-tiba kau meninggalkannya itu pasti sangat mengecewakan.""Dia akan memahami ....""Aku yang salah sudah datang kemari di saat yang tidak tepat, jadi, pergilah pada istrimu, kau harusnya memberi nafkah batin kan?""Jangan menyindirku, aku tak akan melakukan itu,"jawabnya. "Sungguhkah!""Aku akan pulang denganmu
"Baiklah, bunda akan mengatakan yang sebenarnya karena Bunda sadar kalian bukan tipe anak-anak yang mudah dibohongi. Papa memang sudah menikah dengan tante Mona," jawabku."Apa?""Ya. Mereka sudah menikah."Kedua bola mata anakku terpaku, mereka syok dengan mulut terbuka lebar. Sepertinya mereka kehabisan kata kata dengan ungkapan jujurku barusan."Lalu, bagaimana dengan kita, Bunda?""Maukah kalian pergi bersama bunda?""Kemana?""Ke suatu tempat yang damai, tempat di mana kita tak akan bertemu mereka lagi.""Bagaimana kalau ayah merindukan kita.""Mungkin dia akan mulai berusaha mencari dan penting bagi kita untuk melihat seberapa besar usahanya?""Maksudnya bagaimana?""Kalau papa memang sayang kita, pasti dia akan mencari kita," jawabku."Tapi kita mau kemana, sekolah gimana?""Sekolah masih tetap lanjut, tapi kita akan pindah untuk melihat reaksi papa.""Bagaimana kalau papa malah marah dan Bunda berantem sama Papa?"Ah, benar juga, aku harus mengantisipasi kemungkinan bahwa dia
Meski Mas ALvin berusaha sekuat tenaga untuk mencegah diriku melanjutkan usaha untuk membuka toko namun aku tidak memperdulikannya. Kulanjutkan aktivitasku untuk memilih barang dan memesan kebutuhan yang kemudian nanti akan kujual di sana. Tidak kupedulikan bagaimana ancaman dan kemarahan Mas ALvin. Bagaimana dia memberi ultimatum dan seruan kalau aku terus membantah kata-katanya maka dia akan menghentikan uang untukku.Aku tidak mau takut dan gentar lagi, aku bertekad mulai sekarang akan menikmati hidupku dan menjalani semuanya dengan mandiri.Dua hari ku habiskan untuk belanja barang-barang toko, untuk mengaturnya ke atas rak dan lemari, dan melakukan persiapan terakhir untuk hari pembukaannya. Sore hari, Aku akan pergi berolahraga dan bertemu dengan beberapa teman. Menjelang petang Kami akan pergi ngopi lalu makan malam bersama kemudian aku baru pulang ke rumah.Jika aku telah sampai di rumah maka kusiapkan makan malam untuk anak-anak lalu menemani mereka di meja makan dan juga me
Sebulan kemudian setelah pertemuan mengharu biru itu. Mas Alvin tiba tiba menghubungiku. Secara mengejutkan aku yang sedang sibuk di toko melayani pembeli tiba-tiba mendapatkan panggilan dari nomor ponselnya.Agak heran juga mengingat sudah lama dia tidak menghubungiku. Terakhir kali kami bertemu, di saat aku dan dia mengunjungi Mona dan Elena di lapak jagung. Setelah pertemuan yang penuh dengan perasaan sedih itu, Mas Alvin kemudian mengantarkan mantan istri dan anaknya pulang ke rumah, melihat kondisi kos-kosan yang dihuni oleh Mona rasanya miris memang, Mas Alvin nampak sedih, tapi dia tidak bisa berbuat banyak. Ia hanya memberi uang kepada ibu dari putrinya itu, kemudian kami kembali ke ibukota."Halo, selamat pagi.""Pagi, gimana kabarnya?""Baik," jawabku."Gimana anak anak dan keluargamu?""Kami baik," jawabku lagi."Apa kau sibuk hari ini?""Ya, seperti biasa.""Sebenarnya aku ingin mengajakmu untuk mengunjungi elena."Untuk apa dia selalu mengajakku, Apakah canggung rasanya j
"Kupikir kau senang aku bercerai dengan Mona," ucapnya yang sukses menahan langkahku saat hampir saja menarik gagang pintu."Musibah dan ketidaknyamanan yang terjadi di antara kalian memang cukup menghibur untuk dilihat, tapi melibatkan bocah kecil dan membuat dia berada dalam situasi yang malang bukanlah hal yang bagus. Tolonglah sebagai ayahnya bertanggung jawablah, kasihan anak itu. Dia sudah sakit dan menderita dengan berbagai kekurangan yang dia miliki, mempertahankan rumah tanggamu dan tidak boleh menyerah sedikitpun atas anakmu.""Sudah ya, mendengarmu mengatakan ini saja sudah membuatku sangat tersinggung dan sakit hati, sudah cukup menceramahiku.""Kalau tidak demi Elena tentulah Aku tidak mau susah payah datang ke sini," jawabku sambil menjauh."Tunggu, baik ... baik, aku akan ikut denganmu," ucapnya sambil membereskan beberapa tumpukan kertas yang tadinya berserakan di atas meja kerjanya."Ada apa?" tanyaku heran. Sepertinya dia mulai terpengaruh dengan tingkahku yang ing
Sewaktu mobil meluncur Pergi aku kembali memikirkan bagaimana keadaan balita yang tadi masih dalam pelukan ibunya itu. Bagaimanapun dia tidak bersalah sehingga harus menanggung keadaan sepahit itu. Aku heran kenapa Mas ALvin tidak berusaha menahan anaknya tetap berada di sisinya dibandingkan mempercayakan bocah itu kepada Mona.Dia tahu sendiri bahwa keadaan mental dan emosional Mona tidak stabil juga dia tidak punya penghasilan tetap, Jadi bagaimana mungkin Mona bisa menjamin kehidupan Elena dengan benar."Kenapa diam sayang," tanya Mas Eko sambil mengendarai mobil dia menggenggam tanganku yang saat itu sedang menerawang memikirkan bocah tadi."Aku hanya memikirkan nasib bocah tadi dia ter batuk-batuk dalam keadaan kedinginan Mas Mana warung itu hanya ditutupi dengan terpal jadi sebagian air hujan tempias ke arah tempat tidurnya dan itu pasti membuatnya lembab," gumamku."Kau bahkan memperhatikan detail sekecil itu?""Iya.""Aku tidak bisa memaksamu untuk tidak memperhatikan orang la
Ada pemandangan yang mengejutkan ketika aku dan Mas Eko juga anak-anak kami tengah berlibur keluar daerah.Kami tiba di sebuah kota wisata yang cukup sejuk dengan perbukitan dan kebun teh yang membentang. Kuminta suami untuk menghentikan mobilnya di lapas seorang penjual jagung bakar. Terbit seleraku ingin mencicipi setelah dua jam perjalanan di tengah hujan dan cuaca dingin.Kubuka jendela mobil dan meminta pada si penjual agar memberiku jagung bakar dua puluh ribu."Baik, Bu, sebentar ya," jawab wanita itu sambil mendudukkan anak yang tadinya dia pangku seraya mengipasi jagung bakar."Turun aja Bund, pilih yang besar besar," ujar Mas Eko."Iya deh, aku turun," balasku yang segera merapatkan jaket dan turun dari mobil. "Ini jagungnya masih segar ya Bu, baru dipetik ya?" tanyaku pada wanita yang terus sibuk mengipasi dan membolak balikkan jagung di atas bara api."Iya Bu."Secara kebetulan aku dan dia saling berpandangan, aku terkejut, dia juga, entah kenapa begitu. Aku sekarang fam
"Tidak usah, Mas, aku rasa istrinya Mas ALvin akan mengatasi semuanya dan aku percaya bahwa itu tidak akan terjadi untuk berulang-ulang kali.""Aku sadar betul bahwa mantan suamimu tidak rela begitu saja kau berbahagia denganku tapi aku tidak menyangka bahwa manuvernya akan seserius ini, kupikir setelah menyadari bahwa kau ada yang punya, maka dia akan berhenti tapi ternyata dia semakin gigih saja.""Bukan aku saja yang mengalami setiap pengalaman seperti itu Mas, banyak orang yang menjalani perceraian tapi pasangannya belum benar-benar move on jadi mereka terganggu.""Aku pun tahu ... tapi aku tidak ingin kau termasuk dalam golongan itu. Aku ingin kita hidup tentram dan bahagia tanpa ada gangguan dari siapapun, dan ya, mantan suamimu yang mau gemar mencari gara-gara itu, dia benar-benar menguji kesabaranku.""Aku sudah tahu sejauh apa kesabaranmu Mas. Karena itu juga aku memilihmu sebagai suami," jawabku sambil mencoba menetramkan perasaannya."Katakan pada Alvin, jika dia masih tid
Melihat bahwa anak tiriku dan tentu saja anggota keluargaku yang lain merasa tidak nyaman dengan kedatangan Mas ALvin aku pun berjanji kepada mereka akan mengatasi situasi itu.Selesai makan dan beristirahat aku kemudian mandi dan mengganti pakaian sambil mengeringkan rambutku di balkon Aku kemudian mengirimkan pesan kepada ayahnya Rina dan gema.(Kenapa kau mencariku ke rumah suamiku Apa ada yang kau perlukan dariku? Kupikir hubungan kita sudah berakhir, jadi aku tidak akan pernah mendapatkan gangguan darimu, tapi nyatanya aku tidak pernah lepas dengan masalah itu!)Tak berselang lama pesan itu segera terbalas dan bunyinya.(Sejujurnya aku hanya rindu ingin melihatmu dan menyapamu.)(Kau sudah gila?)(Aku ingin melihat anak anak juga, mengapa setelah pernikahanmu rasanya sulit sekali untuk menemui anak-anak.)(Setelah mendapatkan sekolah baru dan tempat bimbingan belajar terbaik tentu saja intensitas kesibukan anak-anak meningkat belum lagi jadwal mengaji dan olahraga mereka jadi, h
"Astaga Mbak sombong sekali ya baru mendapatkan pebisnis seperti dia saja, kamu sudah luar biasa angkuhnya," ucapnya sambil melipat tangan di dada, ia mendesis dan mendelik penuh kebencian dan rasa iri."Tentu saja saya sangat bangga, suami saya adalah pria yang baik, romantis, pebisnis yang mandiri dan bukanlah budak korporasi seperti suamimu."Merasa disindir suaminya, wanita itu naik pitam dan kesal sekali."Tapi, sebudak-budaknya dia pernah jadi suamimu dan kamu pun pernah makan dari uangnya," ucap Mona dengan sinis.Melihat siatuasi kurang kondusif suamiku akhirnya ikut bicara juga."Begini, bisa kita bicara nanti saja, tolong minggirlah dari panggung karena beberapa tamu yang lain juga ingin bersalaman dan mengucapkan selamat," ucap Mas Eko dengan senyum kesal."Tsah .... anda tak sopan juga ya, padahal kami kemari menghadiri undangan Anda dengan baik.""Saya tidak ingat pernah mengundang Anda tapi, terima kasih atas kedatangannya," jawab Mas Eko."Hmm, pantas saja kalian ber
Setelah kepergian Mas ALvin aku lantas menyusuri pintu lalu naik ke lantai 2 lewat tangga samping. Saat ku buka ternyata anak-anak masih belum tidur Mereka berdiri di dekat jendela dan ternyata menyaksikan apa yang terjadi di antara aku dan ayahnya."Jadi papa dan Bunda bertengkar lagi?""Uhm, ti-tidak juga.""Apa, Papa ingin kembali pada Bunda?""Iya.""Kenapa Bunda tidak terima kalau masih ada kemungkinan?""Nggak mungkin dong Rina Papa udah menikah dengan perempuan lain sementara Bunda sudah terikat sama Om Eko.""Kalau gitu mestinya Papa tahu....""Mestinya sih sadar," balasku."Daritadi pagi sikap papa aneh.""Ya, benar. Tapi kalian tidak perlu memikirkannya karena setelah ini tidak akan ada gangguan lagi dalam kehidupan kita.""Maaf, menurut Bunda Papa adalah gangguan?""Bukan begitu ... Bunda hanya menghindari masalah agar istrinya tidak salah paham dan mencari gara-gara Bunda capek bertengkar dengan seseorang jadi, begitulah....""Baiklah, Bunda. Kalau begitu bunda nikah aja s
Anak-anak makan siang di sebuah restoran makanan khas Sunda. Telah memesan lauk dan lalapan khas yang selalu mengundang selera, kami pun berbincang membicarakan keseharian dan kegiatan sekolah anak anak. Rina dan Gema antusias bercerita ketika Mas Eko menanyai sementara aku menyimak sambil bermain ponsel.(Mas, ada apa kamu ke sekolahan anak anak? Kenapa denganmu hari ini, kemana mobilmu?)"Aku sengaja meninggalkannya di rumah karena ingin berjalan dan menikmati waktu, aku rindu anakku, Aku ingin menjumpai mereka tapi kalah cepat denganmu. Kulit mereka antusias sekali naik ke atas mobil itu dan kau juga terlihat sangat bahagia dan serasi dengan calon suamimu jadi aku merasa tidak berhak untuk mengganggu keadaan kalian.)(Tapi sepertinya kau nampak Frustrasi dan kecewa?)(Kecewa, enggaklah, ngapain aku kecewa, aku yang milih ninggalin kamu, jadi ngapain aku kecewa?) Agak berat sebelah sebenarnya karena baru siang tadi Dia terlihat sangat sedih saat menumpahkan ayam goreng di hadapank