Meski Mas ALvin berusaha sekuat tenaga untuk mencegah diriku melanjutkan usaha untuk membuka toko namun aku tidak memperdulikannya. Kulanjutkan aktivitasku untuk memilih barang dan memesan kebutuhan yang kemudian nanti akan kujual di sana. Tidak kupedulikan bagaimana ancaman dan kemarahan Mas ALvin. Bagaimana dia memberi ultimatum dan seruan kalau aku terus membantah kata-katanya maka dia akan menghentikan uang untukku.Aku tidak mau takut dan gentar lagi, aku bertekad mulai sekarang akan menikmati hidupku dan menjalani semuanya dengan mandiri.Dua hari ku habiskan untuk belanja barang-barang toko, untuk mengaturnya ke atas rak dan lemari, dan melakukan persiapan terakhir untuk hari pembukaannya. Sore hari, Aku akan pergi berolahraga dan bertemu dengan beberapa teman. Menjelang petang Kami akan pergi ngopi lalu makan malam bersama kemudian aku baru pulang ke rumah.Jika aku telah sampai di rumah maka kusiapkan makan malam untuk anak-anak lalu menemani mereka di meja makan dan juga me
Napasku mulai tersengal, ta malu melawan gejolak api asmara yang sedang membara, Mas Alvin menyingkap penutup tubuhku dan juga membuka bajunya, ia daratkan kecupan liar hampir ke setiap inchi permukaan kulit ini. Aku menggelinjang, ingin menahan agar tak terpengaruh dengan rangsangan itu, tapi aku tak mampu. Saat ia mulai melakukan hubungan denganku, aku hanya bisa memejamkan mata menahan apa yang terjadi padaku. Ingin melawan aku tak kuasa, tubuh ini mulai terbakar hasrat, aku harus melayaninya, aku akan memuaskannya meski hatiku sakit. Di sisi lain, sisi terdalam hatiku, aku juga merindukan sesi percintaan mesra dan mencurahkan rindu seperti ini.*Usai bercinta, suamiku terkapar di sofa, aku sendiri segera bangkit dan meraih jubah tidurku yang dibuang begitu saja olehnya ke lantai. Kukenakan pakaianku lalu berlalu sambil mendelik dengan kesal padanya."Aku yakin kau juga bahagia dengan apa yang baru saja kulakukan meski kau tidak menunjukkannya secara langsung," ucapnya sambil me
Kutemui wanita itu, wanita yang kuharap aku bisa menyumpahinya dengan segala sumpah serapah dan isi kebun binatang, tapi aku mengendalikan mulutku.Kutemui dia yang seperti biasa sedang tertidur di kamarnya pada hari sudah beranjak siang, sudah pukul sepuluh. Aku sedikit terkejut dan hanya bisa berdiri sambil menarik nafas dalam melihat betapa manjanya wanita ini dan tidak punya perasaannya dia padahal dia tinggal di rumah mertua dan hitungannya masih menumpang.Berbeda denganku dulu yang saat baru menikah, sudah bangun di jam 04.00 pagi untuk membersihkan rumah dan menyiapkan sarapan semua orang. Meskipun mertua punya asisten sejak awal, tapi aku tidak mau mengandalkan mereka dan tetap bersikap normal layaknya wanita yang bertanggung jawab dengan tugasnya.Lihatlah, sapi yang kini mengaku hamil itu, hmm, dia benar benar menguji kesabaran.lebih kesal lagi, setiap kali ibu mertua menyuruhku datang hanya untuk membimbing wanita itu dan mengajarkan dia tentang tugas rumah tangga. Wani
Selepas kepergian suamiku yang mendapatkan sikap dingin dari mertuanya aku dan ibu kembali saling berpandangan dalam pemikiran dan harapan masing-masing."Sudah lihat kan, fix, pria yang sama sekali ekspresinya tidak menunjukkan simpati, memang laya diberi pelajaran, sekali kali, biarkan dia tahu rasanya, tanpa dirimu ia akan terlunta lunta.""Tapi aku tidak yakin ia akan mencariku, justru, ia akan gunakan celah itu untuk meninggalkanku dan menyalahkan diri ini.""Dia tidak akan punya ruang untuk menyalahkanmu karena dari awal dia itulah yang bersalah. Kau harus dengarkan kata-kata Ibu," jawab ibuku sambil menuding diri ini dengan tatapan tajam."Baiklah, aku akan dengar kata kata ibu.""Terima kasih jika kau akan menghargaiku aku sangat terharu," jawab ibu yang lantas mengakhiri makannya dan segera bangun untuk memindahkan piring beliau ke wastafel."Biar kubantu ibu," ucapku pada wanita berambut pendek yang masih terlihat bugar dan cantik di usianya yang sudah hampir 50."Tidak kau
"A- ada apa Mas, kenapa kau marah sekali?""Coba kemari dan cicipi!" ucap Mas Alvin dengan wajah merah padam, berusaha menahan emosi dengan rahang mengatup ketat. Ia nampak kesal sekali, sampai sampai sendok di tangannya ia cengkeram kuat.Aku paham gestur suamiku, ada ketidaksukaan dalam hatinya yang membuat dia menjadi sangat sensitif seperti itu. Sebenarnya kalau Mas ALvin sangat mencintainya maka suamiku akan menahan diri untuk tidak marah. Tapi berhubung karena rasa tidak sukanya semakin menjadi-jadi, maka sedikit saja membuat kesalahan, Mona langsung dimarahi."Kenapa kau berdiri saja, ayo mendekat dan cicipi masakan buatanmu!" suruh Mas alvin dengan tegas.Wanita itu pucat, nampak takut tapi tak urung beringsut mendekat dan mencicipi makanan yang ada. Wanita itu terkejut saat tahu bahwa masakannya sudah rusak rasanya. Asin, pedas dan sangat tak layak dimakan."Ta-tapi, t-tadi, saat aku memasaknya, rasanya tidak begini," jawabnya gagu."Lalu siapa yang akan kau tuduh merusak ma
"Astaga harus kusembunyikan di mana wajahku di hadapan Mas ALvin..." Aku menggumam sambil menutup wajah dengan tangan di depan Mas Alvin, aku malu dan benar benar canggung dipergoki."A-apa kau menyaksikan semuanya?""Ya," jawabnya tegas."Apa kau marah?""Kalau aku memang marah, maka akan kulampiaskan semuanya di depan ibuku tadi. Aku menahan diriku demi karena aku mencintaimu, dan juga berhutang Budi atas pengorbanan dan diammu selama ini padahal aku berselingkuh.""Kau mencoba bersabar karena itu?" "Ya, disamping aku mencintaimu.""Apa kau tidak merasa kasihan pada Mona?""Tentu, tapi sudahlah, jangan dibahas lagi."Mas Alvin memutar kemudi berbelok ke kiri menuju komplek perumahan kami. Ia hentikan mobilnya di garasi dan memintaku untuk turun.Aku yang tadinya mau masuk ke rumah terheran melihat dia membuka gerbang dan hendak pergi."Mau kemana, Mas?""Aku akan kembali ke rumah mami untuk mengambil mobilmu.""Tapi, aku bisa mengambilnya sendiri besok," cegahku.Suamiku hanya me
"Hai, apa apaan ini?" Ibu mertua berteriak dan langsung menarik Mona dari hadapanku untuk melindunginya."Apa yang kau lakukan Indira?""Seperti yang Ibu lihat aku memberinya pelajaran atas semua kelancangan yang dia lakukan. Dia bermain cantik untuk memenangkan hati suamiku dan dirimu juga membuat Ibu menjadi benci dan muak padaku.""Aku tidak butuh pengaruh Mona untuk membuatku benci denganmu. Dengan sikap arogan seperti ini saja sudah membuatku tidak nyaman," jawab Ibu mertua dengan tatapan tajam."Terserah apa yang ingin ibu katakan, tapi suatu saat ibu akan mengerti sifat aslinya.""Mbak, aku berubah lho, untuk membuat Mbak menyuakiku, tapi tetap saja, mbak sangat membenci dan mencoba menyakitiku, aku tahu semalam, masakan itu Mbak yang merusaknya!"Mendengar Mona mengatakan itu aku makin meradang, kuhampiri dia, kujambak rambutnya, Mona meronta ingin dilepas sementara ibu mertua berteriak panik memanggil penjaga dan asisten agar mereka datang memisahkan kami."Tolong, Pak Bimo,
mom, jangan lupa baca cerita terbaru ya."Apa maksudmu? apa kau pikir aku sapi perahan yang bisa kau permainkan. Sudah kau ambil tabungan dan aset-aset yang ada, sampai tidak menyisakan sedikitpun kecuali uang bensin dan sekarang kau ingin meminta semua gajiku? Gajiku tidak seberapa sehingga kau harus mengambilnya!""Gaji seorang manajer ratusan juta," jawabku. Aku tahu persis apa tugas dan perannya selama ini, juga tahu berapa penghasilan yang ia dapatkan."Ya Tuhan, gajiku tidak selalu sebanyak itu.""Aku tidak peduli," jawabku."Lalu bagaimana dengan pengeluaranku dan kau tahu sendiri aku punya seseorang yang harus kutanggung?""Itu masalahmu, bukan masalahku."Kutinggalkan dia begitu saja, sambil meraih tas dan melenggang pergi, suamiku bangun dan mengejar diri ini. Dia mencekal tanganku dengan tatapan berkilat."Jadi ini rencanamu ketika ingin menikahkanku dengan Mona, kau ingin aku tersiksa, kesulitan dan bingung?" desisnya dengan tatapan seakan menusukku dari belakang."Anggap