Kutemui wanita itu, wanita yang kuharap aku bisa menyumpahinya dengan segala sumpah serapah dan isi kebun binatang, tapi aku mengendalikan mulutku.Kutemui dia yang seperti biasa sedang tertidur di kamarnya pada hari sudah beranjak siang, sudah pukul sepuluh. Aku sedikit terkejut dan hanya bisa berdiri sambil menarik nafas dalam melihat betapa manjanya wanita ini dan tidak punya perasaannya dia padahal dia tinggal di rumah mertua dan hitungannya masih menumpang.Berbeda denganku dulu yang saat baru menikah, sudah bangun di jam 04.00 pagi untuk membersihkan rumah dan menyiapkan sarapan semua orang. Meskipun mertua punya asisten sejak awal, tapi aku tidak mau mengandalkan mereka dan tetap bersikap normal layaknya wanita yang bertanggung jawab dengan tugasnya.Lihatlah, sapi yang kini mengaku hamil itu, hmm, dia benar benar menguji kesabaran.lebih kesal lagi, setiap kali ibu mertua menyuruhku datang hanya untuk membimbing wanita itu dan mengajarkan dia tentang tugas rumah tangga. Wani
Selepas kepergian suamiku yang mendapatkan sikap dingin dari mertuanya aku dan ibu kembali saling berpandangan dalam pemikiran dan harapan masing-masing."Sudah lihat kan, fix, pria yang sama sekali ekspresinya tidak menunjukkan simpati, memang laya diberi pelajaran, sekali kali, biarkan dia tahu rasanya, tanpa dirimu ia akan terlunta lunta.""Tapi aku tidak yakin ia akan mencariku, justru, ia akan gunakan celah itu untuk meninggalkanku dan menyalahkan diri ini.""Dia tidak akan punya ruang untuk menyalahkanmu karena dari awal dia itulah yang bersalah. Kau harus dengarkan kata-kata Ibu," jawab ibuku sambil menuding diri ini dengan tatapan tajam."Baiklah, aku akan dengar kata kata ibu.""Terima kasih jika kau akan menghargaiku aku sangat terharu," jawab ibu yang lantas mengakhiri makannya dan segera bangun untuk memindahkan piring beliau ke wastafel."Biar kubantu ibu," ucapku pada wanita berambut pendek yang masih terlihat bugar dan cantik di usianya yang sudah hampir 50."Tidak kau
"A- ada apa Mas, kenapa kau marah sekali?""Coba kemari dan cicipi!" ucap Mas Alvin dengan wajah merah padam, berusaha menahan emosi dengan rahang mengatup ketat. Ia nampak kesal sekali, sampai sampai sendok di tangannya ia cengkeram kuat.Aku paham gestur suamiku, ada ketidaksukaan dalam hatinya yang membuat dia menjadi sangat sensitif seperti itu. Sebenarnya kalau Mas ALvin sangat mencintainya maka suamiku akan menahan diri untuk tidak marah. Tapi berhubung karena rasa tidak sukanya semakin menjadi-jadi, maka sedikit saja membuat kesalahan, Mona langsung dimarahi."Kenapa kau berdiri saja, ayo mendekat dan cicipi masakan buatanmu!" suruh Mas alvin dengan tegas.Wanita itu pucat, nampak takut tapi tak urung beringsut mendekat dan mencicipi makanan yang ada. Wanita itu terkejut saat tahu bahwa masakannya sudah rusak rasanya. Asin, pedas dan sangat tak layak dimakan."Ta-tapi, t-tadi, saat aku memasaknya, rasanya tidak begini," jawabnya gagu."Lalu siapa yang akan kau tuduh merusak ma
"Astaga harus kusembunyikan di mana wajahku di hadapan Mas ALvin..." Aku menggumam sambil menutup wajah dengan tangan di depan Mas Alvin, aku malu dan benar benar canggung dipergoki."A-apa kau menyaksikan semuanya?""Ya," jawabnya tegas."Apa kau marah?""Kalau aku memang marah, maka akan kulampiaskan semuanya di depan ibuku tadi. Aku menahan diriku demi karena aku mencintaimu, dan juga berhutang Budi atas pengorbanan dan diammu selama ini padahal aku berselingkuh.""Kau mencoba bersabar karena itu?" "Ya, disamping aku mencintaimu.""Apa kau tidak merasa kasihan pada Mona?""Tentu, tapi sudahlah, jangan dibahas lagi."Mas Alvin memutar kemudi berbelok ke kiri menuju komplek perumahan kami. Ia hentikan mobilnya di garasi dan memintaku untuk turun.Aku yang tadinya mau masuk ke rumah terheran melihat dia membuka gerbang dan hendak pergi."Mau kemana, Mas?""Aku akan kembali ke rumah mami untuk mengambil mobilmu.""Tapi, aku bisa mengambilnya sendiri besok," cegahku.Suamiku hanya me
"Hai, apa apaan ini?" Ibu mertua berteriak dan langsung menarik Mona dari hadapanku untuk melindunginya."Apa yang kau lakukan Indira?""Seperti yang Ibu lihat aku memberinya pelajaran atas semua kelancangan yang dia lakukan. Dia bermain cantik untuk memenangkan hati suamiku dan dirimu juga membuat Ibu menjadi benci dan muak padaku.""Aku tidak butuh pengaruh Mona untuk membuatku benci denganmu. Dengan sikap arogan seperti ini saja sudah membuatku tidak nyaman," jawab Ibu mertua dengan tatapan tajam."Terserah apa yang ingin ibu katakan, tapi suatu saat ibu akan mengerti sifat aslinya.""Mbak, aku berubah lho, untuk membuat Mbak menyuakiku, tapi tetap saja, mbak sangat membenci dan mencoba menyakitiku, aku tahu semalam, masakan itu Mbak yang merusaknya!"Mendengar Mona mengatakan itu aku makin meradang, kuhampiri dia, kujambak rambutnya, Mona meronta ingin dilepas sementara ibu mertua berteriak panik memanggil penjaga dan asisten agar mereka datang memisahkan kami."Tolong, Pak Bimo,
mom, jangan lupa baca cerita terbaru ya."Apa maksudmu? apa kau pikir aku sapi perahan yang bisa kau permainkan. Sudah kau ambil tabungan dan aset-aset yang ada, sampai tidak menyisakan sedikitpun kecuali uang bensin dan sekarang kau ingin meminta semua gajiku? Gajiku tidak seberapa sehingga kau harus mengambilnya!""Gaji seorang manajer ratusan juta," jawabku. Aku tahu persis apa tugas dan perannya selama ini, juga tahu berapa penghasilan yang ia dapatkan."Ya Tuhan, gajiku tidak selalu sebanyak itu.""Aku tidak peduli," jawabku."Lalu bagaimana dengan pengeluaranku dan kau tahu sendiri aku punya seseorang yang harus kutanggung?""Itu masalahmu, bukan masalahku."Kutinggalkan dia begitu saja, sambil meraih tas dan melenggang pergi, suamiku bangun dan mengejar diri ini. Dia mencekal tanganku dengan tatapan berkilat."Jadi ini rencanamu ketika ingin menikahkanku dengan Mona, kau ingin aku tersiksa, kesulitan dan bingung?" desisnya dengan tatapan seakan menusukku dari belakang."Anggap
(Tidak juga, sudah kubilang aku ingin menikmati waktu,) balasku dengan senyum miring. Kuletakkan kembali ponsel di atas permukaan meja kayu. Kunikmati sarapanku dengan pemandangan kebun teh dan danau yang tenang. Embun masih membasahi kelopak daun teh dan bunga Camelia tapi sikap Mas Alvin seakan membakar suasana."Ah, kenapa pula dia harus menelponku." Sambil menyobek lembaran roti dan menikmatinya dengan sesendok madu asli. Manisnya madu sayangnya tak semanis hidupku, aku harus menghadapi nasib yang getir dan berlembar lembar luka akibat perbuatan suami sendiri.Harusnya, setelah menikah, kami torehkan tinta emas dalam buku perjalanan hidup dan cinta kami, tapi sayang, buku itu terbakar bahkan sebelum setengah bab cerita berjalan. Semuanya hancur oleh pengkhianatan.Dan bodohnya aku, kendati ia sudah menyakiti, aku masih memberinya kesempatan untuk bersamaku dan anak anak. Dia pikir sikap mengalahku adalah bentuk ketakutan dan lemah, dia tak tahu bahwa bukan hanya dia saja yang bis
Kuhela napas sambil menggelengkan kepala, momen liburan yang harusnya aku lewati bersama anak-anak dengan penuh kegembiraan berubah jadi ketegangan dan kekhawatiran. Akan ia bawa kemana surat surat dan sertifikat yang dia ambil dari lemari, apakah dia akan menyerahkannya ke tangan mona? ataukah … dia akan menggadaikannya ke lintah darat demi mendapatkan uang belanja untuk sementara waktu? astagfirullah…Sinar bentar berwarna keemasan yang tadinya mencerahkan hatiku kini seperti panas api yang membara. Aku kesel dan rasanya tidak sabar ingin bertemu dengan Mas ALvin lalu menghajarnya sampai ia kapok dan minta ampun. Astaghfirullah Tuhan, tolong sabarkan diriku memiliki suami sepertinya“Bunda, kenapa Bunda hanya duduk saja di bawah pohon, kenapa tidak berkuda dengan kami?”“Bunda takut jatuh,” jawabku asal saja.“Tapi berkuda itu menyenangkan Bunda,” ujar gema dengann antusias.“Apa kalian masih betah di sini?”“YA. di sini menyenangkan,” jawabnya.“Kalau begitu nikmati waktu kalian
Sebulan kemudian setelah pertemuan mengharu biru itu. Mas Alvin tiba tiba menghubungiku. Secara mengejutkan aku yang sedang sibuk di toko melayani pembeli tiba-tiba mendapatkan panggilan dari nomor ponselnya.Agak heran juga mengingat sudah lama dia tidak menghubungiku. Terakhir kali kami bertemu, di saat aku dan dia mengunjungi Mona dan Elena di lapak jagung. Setelah pertemuan yang penuh dengan perasaan sedih itu, Mas Alvin kemudian mengantarkan mantan istri dan anaknya pulang ke rumah, melihat kondisi kos-kosan yang dihuni oleh Mona rasanya miris memang, Mas Alvin nampak sedih, tapi dia tidak bisa berbuat banyak. Ia hanya memberi uang kepada ibu dari putrinya itu, kemudian kami kembali ke ibukota."Halo, selamat pagi.""Pagi, gimana kabarnya?""Baik," jawabku."Gimana anak anak dan keluargamu?""Kami baik," jawabku lagi."Apa kau sibuk hari ini?""Ya, seperti biasa.""Sebenarnya aku ingin mengajakmu untuk mengunjungi elena."Untuk apa dia selalu mengajakku, Apakah canggung rasanya j
"Kupikir kau senang aku bercerai dengan Mona," ucapnya yang sukses menahan langkahku saat hampir saja menarik gagang pintu."Musibah dan ketidaknyamanan yang terjadi di antara kalian memang cukup menghibur untuk dilihat, tapi melibatkan bocah kecil dan membuat dia berada dalam situasi yang malang bukanlah hal yang bagus. Tolonglah sebagai ayahnya bertanggung jawablah, kasihan anak itu. Dia sudah sakit dan menderita dengan berbagai kekurangan yang dia miliki, mempertahankan rumah tanggamu dan tidak boleh menyerah sedikitpun atas anakmu.""Sudah ya, mendengarmu mengatakan ini saja sudah membuatku sangat tersinggung dan sakit hati, sudah cukup menceramahiku.""Kalau tidak demi Elena tentulah Aku tidak mau susah payah datang ke sini," jawabku sambil menjauh."Tunggu, baik ... baik, aku akan ikut denganmu," ucapnya sambil membereskan beberapa tumpukan kertas yang tadinya berserakan di atas meja kerjanya."Ada apa?" tanyaku heran. Sepertinya dia mulai terpengaruh dengan tingkahku yang ing
Sewaktu mobil meluncur Pergi aku kembali memikirkan bagaimana keadaan balita yang tadi masih dalam pelukan ibunya itu. Bagaimanapun dia tidak bersalah sehingga harus menanggung keadaan sepahit itu. Aku heran kenapa Mas ALvin tidak berusaha menahan anaknya tetap berada di sisinya dibandingkan mempercayakan bocah itu kepada Mona.Dia tahu sendiri bahwa keadaan mental dan emosional Mona tidak stabil juga dia tidak punya penghasilan tetap, Jadi bagaimana mungkin Mona bisa menjamin kehidupan Elena dengan benar."Kenapa diam sayang," tanya Mas Eko sambil mengendarai mobil dia menggenggam tanganku yang saat itu sedang menerawang memikirkan bocah tadi."Aku hanya memikirkan nasib bocah tadi dia ter batuk-batuk dalam keadaan kedinginan Mas Mana warung itu hanya ditutupi dengan terpal jadi sebagian air hujan tempias ke arah tempat tidurnya dan itu pasti membuatnya lembab," gumamku."Kau bahkan memperhatikan detail sekecil itu?""Iya.""Aku tidak bisa memaksamu untuk tidak memperhatikan orang la
Ada pemandangan yang mengejutkan ketika aku dan Mas Eko juga anak-anak kami tengah berlibur keluar daerah.Kami tiba di sebuah kota wisata yang cukup sejuk dengan perbukitan dan kebun teh yang membentang. Kuminta suami untuk menghentikan mobilnya di lapas seorang penjual jagung bakar. Terbit seleraku ingin mencicipi setelah dua jam perjalanan di tengah hujan dan cuaca dingin.Kubuka jendela mobil dan meminta pada si penjual agar memberiku jagung bakar dua puluh ribu."Baik, Bu, sebentar ya," jawab wanita itu sambil mendudukkan anak yang tadinya dia pangku seraya mengipasi jagung bakar."Turun aja Bund, pilih yang besar besar," ujar Mas Eko."Iya deh, aku turun," balasku yang segera merapatkan jaket dan turun dari mobil. "Ini jagungnya masih segar ya Bu, baru dipetik ya?" tanyaku pada wanita yang terus sibuk mengipasi dan membolak balikkan jagung di atas bara api."Iya Bu."Secara kebetulan aku dan dia saling berpandangan, aku terkejut, dia juga, entah kenapa begitu. Aku sekarang fam
"Tidak usah, Mas, aku rasa istrinya Mas ALvin akan mengatasi semuanya dan aku percaya bahwa itu tidak akan terjadi untuk berulang-ulang kali.""Aku sadar betul bahwa mantan suamimu tidak rela begitu saja kau berbahagia denganku tapi aku tidak menyangka bahwa manuvernya akan seserius ini, kupikir setelah menyadari bahwa kau ada yang punya, maka dia akan berhenti tapi ternyata dia semakin gigih saja.""Bukan aku saja yang mengalami setiap pengalaman seperti itu Mas, banyak orang yang menjalani perceraian tapi pasangannya belum benar-benar move on jadi mereka terganggu.""Aku pun tahu ... tapi aku tidak ingin kau termasuk dalam golongan itu. Aku ingin kita hidup tentram dan bahagia tanpa ada gangguan dari siapapun, dan ya, mantan suamimu yang mau gemar mencari gara-gara itu, dia benar-benar menguji kesabaranku.""Aku sudah tahu sejauh apa kesabaranmu Mas. Karena itu juga aku memilihmu sebagai suami," jawabku sambil mencoba menetramkan perasaannya."Katakan pada Alvin, jika dia masih tid
Melihat bahwa anak tiriku dan tentu saja anggota keluargaku yang lain merasa tidak nyaman dengan kedatangan Mas ALvin aku pun berjanji kepada mereka akan mengatasi situasi itu.Selesai makan dan beristirahat aku kemudian mandi dan mengganti pakaian sambil mengeringkan rambutku di balkon Aku kemudian mengirimkan pesan kepada ayahnya Rina dan gema.(Kenapa kau mencariku ke rumah suamiku Apa ada yang kau perlukan dariku? Kupikir hubungan kita sudah berakhir, jadi aku tidak akan pernah mendapatkan gangguan darimu, tapi nyatanya aku tidak pernah lepas dengan masalah itu!)Tak berselang lama pesan itu segera terbalas dan bunyinya.(Sejujurnya aku hanya rindu ingin melihatmu dan menyapamu.)(Kau sudah gila?)(Aku ingin melihat anak anak juga, mengapa setelah pernikahanmu rasanya sulit sekali untuk menemui anak-anak.)(Setelah mendapatkan sekolah baru dan tempat bimbingan belajar terbaik tentu saja intensitas kesibukan anak-anak meningkat belum lagi jadwal mengaji dan olahraga mereka jadi, h
"Astaga Mbak sombong sekali ya baru mendapatkan pebisnis seperti dia saja, kamu sudah luar biasa angkuhnya," ucapnya sambil melipat tangan di dada, ia mendesis dan mendelik penuh kebencian dan rasa iri."Tentu saja saya sangat bangga, suami saya adalah pria yang baik, romantis, pebisnis yang mandiri dan bukanlah budak korporasi seperti suamimu."Merasa disindir suaminya, wanita itu naik pitam dan kesal sekali."Tapi, sebudak-budaknya dia pernah jadi suamimu dan kamu pun pernah makan dari uangnya," ucap Mona dengan sinis.Melihat siatuasi kurang kondusif suamiku akhirnya ikut bicara juga."Begini, bisa kita bicara nanti saja, tolong minggirlah dari panggung karena beberapa tamu yang lain juga ingin bersalaman dan mengucapkan selamat," ucap Mas Eko dengan senyum kesal."Tsah .... anda tak sopan juga ya, padahal kami kemari menghadiri undangan Anda dengan baik.""Saya tidak ingat pernah mengundang Anda tapi, terima kasih atas kedatangannya," jawab Mas Eko."Hmm, pantas saja kalian ber
Setelah kepergian Mas ALvin aku lantas menyusuri pintu lalu naik ke lantai 2 lewat tangga samping. Saat ku buka ternyata anak-anak masih belum tidur Mereka berdiri di dekat jendela dan ternyata menyaksikan apa yang terjadi di antara aku dan ayahnya."Jadi papa dan Bunda bertengkar lagi?""Uhm, ti-tidak juga.""Apa, Papa ingin kembali pada Bunda?""Iya.""Kenapa Bunda tidak terima kalau masih ada kemungkinan?""Nggak mungkin dong Rina Papa udah menikah dengan perempuan lain sementara Bunda sudah terikat sama Om Eko.""Kalau gitu mestinya Papa tahu....""Mestinya sih sadar," balasku."Daritadi pagi sikap papa aneh.""Ya, benar. Tapi kalian tidak perlu memikirkannya karena setelah ini tidak akan ada gangguan lagi dalam kehidupan kita.""Maaf, menurut Bunda Papa adalah gangguan?""Bukan begitu ... Bunda hanya menghindari masalah agar istrinya tidak salah paham dan mencari gara-gara Bunda capek bertengkar dengan seseorang jadi, begitulah....""Baiklah, Bunda. Kalau begitu bunda nikah aja s
Anak-anak makan siang di sebuah restoran makanan khas Sunda. Telah memesan lauk dan lalapan khas yang selalu mengundang selera, kami pun berbincang membicarakan keseharian dan kegiatan sekolah anak anak. Rina dan Gema antusias bercerita ketika Mas Eko menanyai sementara aku menyimak sambil bermain ponsel.(Mas, ada apa kamu ke sekolahan anak anak? Kenapa denganmu hari ini, kemana mobilmu?)"Aku sengaja meninggalkannya di rumah karena ingin berjalan dan menikmati waktu, aku rindu anakku, Aku ingin menjumpai mereka tapi kalah cepat denganmu. Kulit mereka antusias sekali naik ke atas mobil itu dan kau juga terlihat sangat bahagia dan serasi dengan calon suamimu jadi aku merasa tidak berhak untuk mengganggu keadaan kalian.)(Tapi sepertinya kau nampak Frustrasi dan kecewa?)(Kecewa, enggaklah, ngapain aku kecewa, aku yang milih ninggalin kamu, jadi ngapain aku kecewa?) Agak berat sebelah sebenarnya karena baru siang tadi Dia terlihat sangat sedih saat menumpahkan ayam goreng di hadapank