Bukannya terlalu banyak memberi hati atau mengalah, aku hanya menjadikan diriku manusia di saat aku memang harus bersikap selayak itu.Kutemani Mona sampai ia selesai dengan rangkaian tes, setelah semuanya kelar, aku mengajak dia keluar dan kembali ke mobil. Wanita bertubuh sedang dan sedikit mengalami perubahan bagian dada karena hamil itu terlihat menunduk dan diam saja."Kenapa diam?""Aku hanya ingin segera pulang.""Pulang? Adakah tempat pulang bagi orang yang membagikan hati dan tubuhnya ke banyak tempat?"Wanita itu terkejut dan memandangku dengan kaget lalu ada sedikit mimik wajahnya menunjukkan bahwa ia tak suka. "Bukan inginku untuk begini, aku memang tidur dengan banyak pria, tapi hatiku hanya untuk mas Alvin."Bagus, ia mengatakan lagi hal itu di hadapanku, sungguh berani dan tanpa kekhawatiran sekali. "Aku terkejut, seseorang yang sangat mengembuskan permusuhan denganku, kini semobil dan bahkan akan kuantar pulang," ujarku dengan tawa getir."Aku juga terkejut, kukira k
Bersamaan dengan semakin merangkaknya malam, mobilku meluncur membelah jalanan kota yang mulai sepi dan lengang, hanya ada beberapa mobil dan petugas kepolisian yang berjaga untuk antisipasi ketertiban lalu lintas kota.Tokoh-tokoh dan kantor terlihat sudah tutup, hanya ada security yang masih setia duduk menjaga pintu masuk ke dalam keadaan terkantuk-kantuk. Melihat demikian aku sadar, bahwa bukan aku satu-satunya yang masih berkeliaran dan tidak berada di rumahnya. Di jam seperti ini harusnya seorang Istri berada di rumah memeluk anak-anak atau mendampingi suaminya. Sayangnya, ada beberapa urusan yang menyibukkan hati dan menyita pikiran."Kenapa kau diam saja?"tanya pria yang hatinya sudah tidak punya perasaan lagi, dia duduk di dekatku hanya dengan jarak beberapa senti, tapi kami terasa sangat jauh sekali seakan-akan ada dinding tinggi yang membatasi kami. Aku telah memulangkan Mona ke rumahnya lalu pergi menjemput suamiku yang ternyata ada di rumah ibunya."Belakangan ini aku ba
Tanganku masih bergetar dan mata ini masih menatap nanar dengan air mata yang menggenang. Kertas berisi laporan hasil tes tempo hari kini sudah ada di tanganku dan kugenggam dengan erat. Hasilnya mengerutkan karena, wanita itu positif hamil dan tes menunjukkan ada kemungkinan besar bahwa DNA-nya sesuai dengan DNA Mas Alvin.Sekarang aku harus bagaimana, laporan ini seakan mengubah segalanya. Jika ibu mertua tahu dan Mas ALvin juga tahu maka sesegera mungkin rumah tangga ini akan berubah. Dia akan menikahi kekasihnya lalu ibu mertua akan menyambut pengantin baru sementara aku akan nelangsa menahan luka.Aku tidak tahu apakah aku akan bertahan atau tidak, haruskah aku pergi tapi bagaimana caranya, sungguhkah aku bisa membangun kemandirianku tanpa dirinya. Meski benar aku selalu terlihat terang bulan menantang tapi sejujurnya hati ini rapuh dan ketakutan. Aku tidak takut kehilangan suami aku hanya takut dengan hari-hari ke depan yang mungkin akan berat. Ditambah aku harus menyandang stat
Kutinggalkan suamiku yang masih berlutut dan menangis di lantai, dia tersedu-sedu dengan posisi menunduk sambil mencengkeram lututnya sendiri. Aku masih bisa mengembalikan badan untuk memperhatikan dia namun dia yang masih bergeming di sana seolah terpaku tubuhnya di lantai. Ah, biarlah, aku akan ke kamar.Ku tutup pintu kamar dengan sejuta rasa yang bergejolak di hatiku, kuputar kunci agar tidak seorangpun bisa masuk dan mengganggu ketentraman diri ini. Aku terduduk di belakang pintu dan tidak terasa air mataku tumpah begitu saja. Aku tidak menyangka bahwa akhir dari cerita panjang kami akan seperti ini.Kupikir dulu, kubayangkan saat pertama kali menikah bahwa kami akan bahagia selamanya akulah Cinderella yang sudah dilamar dan akan menjadi ratu di hatinya. Nyatanya, beberapa tahun bergulir, dia menghianatiku dan jatuh kupelukan wanita lain. Lihatlah, lihatlah betapa suksesnya dia menghamili seorang wanita lalu mendapat dukungan ibundanya untuk bisa menghalalkan apa yang haram.Lal
"apa yang ibu katakan?""Aku hanya ingin mengulik kebenaran sekaligus ingin tahu seperti apa karakter orang yang akan jadi bagian keluargaku. Aku ingin tahu apakah kau puas memisahkan Alvin dengan Indira?""Tidak, aku tidak bermaksud seperti itu, yang ada hantu dalam pikiranku hanya fokus tentang Aku dan Alvin.""Oh, tidakkah kau memikirkan bahwa setelah kejadian ini banyak kehidupan orang lain yang akan terpengaruh?""Mas Alvin sudah tidak bahagia dengan Mbak Indira. Oleh karena itu dia menjalin hubungan denganku dan membuat janji bahwa kita akan bersama selamanya.""Astaga, aku terkejut ketika kau mempercayai orang yang menghianati istrinya. Tidakkah kau berpikir bahwa sekarang dia menghianati Indira lalu di masa depan dia mungkin akan menghianatimu?"Nampaknya pertanyaan Ibu menohok sekali. Mona terlihat bingung sementara aku hanya menahan tawa."Sebenarnya apa dan bagaimana arah pembicaraan Ibu ini? Apakah sebenarnya Ibu mendukungku atau menolakku?""Aku harus bersikap objektif,
Kubuka pintu, dengan ekspektasi bahwa aku bisa merasakan keheningan dan menikmati kesendirianku selagi memikirkan konflik yang akhir-akhir ini terjadi. Namun alangkah kagetnya ketika sampai di ruang tengah karena kudapati Mas ALvin sedang tertidur pulas di sofa."Apa ... dia tidak kerja? Tapi, dia masih pakai baju kerja." Aku berpikir sambil mendekat. Wajah Mas Alvin terlihat pucat, tubuhnya sedikit menggigil sementara dengkuran halus yang disertai rintihan kecil itu menandakan bahwa ia sedang tak sehat.Kuraba keningnya dan terasa panas sekali. Aku terkejut karena suamiku adalah tipe orang yang jarang sekali sakit. "Astaga, dia demam." Aku menggumam sambil mendekat lebih dalam dan membangunkannya."Mas?" Kuguncang perlahan bahunya. Pria itu mengerjap dan sedikit kaget."Ada apa?""Kenapa kamu?""Aku gak enak badan.""Kupikir kau masih di kantor atau malah pergi ke rumah ibu," ujarku lirih."Aku ... merasa tak enak badan hari ini. Aku putuskan untuk izin pulang lebih cepat dan tidu
Malam ini terasa begitu dingin, udara berhembus pelan tapi hawa dingin itu seakan menyusup ke tulang dan membuat tubuh menggigil.Sekarang di sinilah aku, duduk berdua di kursi teras bersama Mas Alvin. Kami saling menatap dalam diam, sementara dua gelas kopi yang sejak tadi terhidang sudah mulai dingin dan kehilangan uap hangatnya."Jadi bagaimana?" Tanyaku membuka pembicaraan."Apa ini adalah akhir dari segalanya.""Sebaliknya, ini awal yang baru untukmu, Mas.""Hmm, aku pesimis tentang itu," jawabnya dengan senyum getir. " Apa kau tetap bersikeras agar aku menikah."Aku hanya tersenyum sambil mendesah pelan. "Lalu ... kalau bukan itu solusinya, lantas apa? Aku juga tidak sanggup melawan stigma dan pandangan buruk orang lain ketika mereka membicarakan kabar kau menghamili wanita lain tanpa tanggung jawab.""Jadi, aku harus menjadi laki-laki bertanggung jawab?""Berani berbuat, berarti berani menanggung konsekuensi.""Kau merelakanku?""Sejak tahu kau berselingkuh aku memutuskan unt
Pukul sembilan malam, aku sedang di kamar, membersihkan lemari, mengeluarkan beberapa baju dan memilih beberapa yang akan aku kusambangkan. Kupindahkan juga pakaian Mas Alvin, siapa tahu ia akan pindah ke rumah ibunya setelah percakapan sengit kamu tadi malam.Di jajaran baju yang kugantung masih tersimpan gaun pengantin yang kukenakan sebelas tahun lalu, gaun satin dengan bagian ekor tile panjang dipenuhi payet payet berkilau, perlahan kusentuh gaun itu dan air mataku jatuh begitu saja. "Maafkan aku, karena aku tak bisa menjaga janji suci yang kuucap saat memakai gaun ini." Aku menggumam pada diriku sendiri sambil menghela napas.Di samping gaun itu juga ada beberapa jas suami, kuturunkan salah satunya lalu mencium aroma yang tertinggal di sana. Kupeluk kemeja itu sambil menyesal dengan rasa sedih, mengapa kami bisa bermasalah sejauh ini. Harusnya ... jika perbuatan Mas Alvin tidak begitu jauh, kami mungkin masih bisa mempertahan rumah tangga. Tapi apa boleh buat dengan kejadian sek
Sebulan kemudian setelah pertemuan mengharu biru itu. Mas Alvin tiba tiba menghubungiku. Secara mengejutkan aku yang sedang sibuk di toko melayani pembeli tiba-tiba mendapatkan panggilan dari nomor ponselnya.Agak heran juga mengingat sudah lama dia tidak menghubungiku. Terakhir kali kami bertemu, di saat aku dan dia mengunjungi Mona dan Elena di lapak jagung. Setelah pertemuan yang penuh dengan perasaan sedih itu, Mas Alvin kemudian mengantarkan mantan istri dan anaknya pulang ke rumah, melihat kondisi kos-kosan yang dihuni oleh Mona rasanya miris memang, Mas Alvin nampak sedih, tapi dia tidak bisa berbuat banyak. Ia hanya memberi uang kepada ibu dari putrinya itu, kemudian kami kembali ke ibukota."Halo, selamat pagi.""Pagi, gimana kabarnya?""Baik," jawabku."Gimana anak anak dan keluargamu?""Kami baik," jawabku lagi."Apa kau sibuk hari ini?""Ya, seperti biasa.""Sebenarnya aku ingin mengajakmu untuk mengunjungi elena."Untuk apa dia selalu mengajakku, Apakah canggung rasanya j
"Kupikir kau senang aku bercerai dengan Mona," ucapnya yang sukses menahan langkahku saat hampir saja menarik gagang pintu."Musibah dan ketidaknyamanan yang terjadi di antara kalian memang cukup menghibur untuk dilihat, tapi melibatkan bocah kecil dan membuat dia berada dalam situasi yang malang bukanlah hal yang bagus. Tolonglah sebagai ayahnya bertanggung jawablah, kasihan anak itu. Dia sudah sakit dan menderita dengan berbagai kekurangan yang dia miliki, mempertahankan rumah tanggamu dan tidak boleh menyerah sedikitpun atas anakmu.""Sudah ya, mendengarmu mengatakan ini saja sudah membuatku sangat tersinggung dan sakit hati, sudah cukup menceramahiku.""Kalau tidak demi Elena tentulah Aku tidak mau susah payah datang ke sini," jawabku sambil menjauh."Tunggu, baik ... baik, aku akan ikut denganmu," ucapnya sambil membereskan beberapa tumpukan kertas yang tadinya berserakan di atas meja kerjanya."Ada apa?" tanyaku heran. Sepertinya dia mulai terpengaruh dengan tingkahku yang ing
Sewaktu mobil meluncur Pergi aku kembali memikirkan bagaimana keadaan balita yang tadi masih dalam pelukan ibunya itu. Bagaimanapun dia tidak bersalah sehingga harus menanggung keadaan sepahit itu. Aku heran kenapa Mas ALvin tidak berusaha menahan anaknya tetap berada di sisinya dibandingkan mempercayakan bocah itu kepada Mona.Dia tahu sendiri bahwa keadaan mental dan emosional Mona tidak stabil juga dia tidak punya penghasilan tetap, Jadi bagaimana mungkin Mona bisa menjamin kehidupan Elena dengan benar."Kenapa diam sayang," tanya Mas Eko sambil mengendarai mobil dia menggenggam tanganku yang saat itu sedang menerawang memikirkan bocah tadi."Aku hanya memikirkan nasib bocah tadi dia ter batuk-batuk dalam keadaan kedinginan Mas Mana warung itu hanya ditutupi dengan terpal jadi sebagian air hujan tempias ke arah tempat tidurnya dan itu pasti membuatnya lembab," gumamku."Kau bahkan memperhatikan detail sekecil itu?""Iya.""Aku tidak bisa memaksamu untuk tidak memperhatikan orang la
Ada pemandangan yang mengejutkan ketika aku dan Mas Eko juga anak-anak kami tengah berlibur keluar daerah.Kami tiba di sebuah kota wisata yang cukup sejuk dengan perbukitan dan kebun teh yang membentang. Kuminta suami untuk menghentikan mobilnya di lapas seorang penjual jagung bakar. Terbit seleraku ingin mencicipi setelah dua jam perjalanan di tengah hujan dan cuaca dingin.Kubuka jendela mobil dan meminta pada si penjual agar memberiku jagung bakar dua puluh ribu."Baik, Bu, sebentar ya," jawab wanita itu sambil mendudukkan anak yang tadinya dia pangku seraya mengipasi jagung bakar."Turun aja Bund, pilih yang besar besar," ujar Mas Eko."Iya deh, aku turun," balasku yang segera merapatkan jaket dan turun dari mobil. "Ini jagungnya masih segar ya Bu, baru dipetik ya?" tanyaku pada wanita yang terus sibuk mengipasi dan membolak balikkan jagung di atas bara api."Iya Bu."Secara kebetulan aku dan dia saling berpandangan, aku terkejut, dia juga, entah kenapa begitu. Aku sekarang fam
"Tidak usah, Mas, aku rasa istrinya Mas ALvin akan mengatasi semuanya dan aku percaya bahwa itu tidak akan terjadi untuk berulang-ulang kali.""Aku sadar betul bahwa mantan suamimu tidak rela begitu saja kau berbahagia denganku tapi aku tidak menyangka bahwa manuvernya akan seserius ini, kupikir setelah menyadari bahwa kau ada yang punya, maka dia akan berhenti tapi ternyata dia semakin gigih saja.""Bukan aku saja yang mengalami setiap pengalaman seperti itu Mas, banyak orang yang menjalani perceraian tapi pasangannya belum benar-benar move on jadi mereka terganggu.""Aku pun tahu ... tapi aku tidak ingin kau termasuk dalam golongan itu. Aku ingin kita hidup tentram dan bahagia tanpa ada gangguan dari siapapun, dan ya, mantan suamimu yang mau gemar mencari gara-gara itu, dia benar-benar menguji kesabaranku.""Aku sudah tahu sejauh apa kesabaranmu Mas. Karena itu juga aku memilihmu sebagai suami," jawabku sambil mencoba menetramkan perasaannya."Katakan pada Alvin, jika dia masih tid
Melihat bahwa anak tiriku dan tentu saja anggota keluargaku yang lain merasa tidak nyaman dengan kedatangan Mas ALvin aku pun berjanji kepada mereka akan mengatasi situasi itu.Selesai makan dan beristirahat aku kemudian mandi dan mengganti pakaian sambil mengeringkan rambutku di balkon Aku kemudian mengirimkan pesan kepada ayahnya Rina dan gema.(Kenapa kau mencariku ke rumah suamiku Apa ada yang kau perlukan dariku? Kupikir hubungan kita sudah berakhir, jadi aku tidak akan pernah mendapatkan gangguan darimu, tapi nyatanya aku tidak pernah lepas dengan masalah itu!)Tak berselang lama pesan itu segera terbalas dan bunyinya.(Sejujurnya aku hanya rindu ingin melihatmu dan menyapamu.)(Kau sudah gila?)(Aku ingin melihat anak anak juga, mengapa setelah pernikahanmu rasanya sulit sekali untuk menemui anak-anak.)(Setelah mendapatkan sekolah baru dan tempat bimbingan belajar terbaik tentu saja intensitas kesibukan anak-anak meningkat belum lagi jadwal mengaji dan olahraga mereka jadi, h
"Astaga Mbak sombong sekali ya baru mendapatkan pebisnis seperti dia saja, kamu sudah luar biasa angkuhnya," ucapnya sambil melipat tangan di dada, ia mendesis dan mendelik penuh kebencian dan rasa iri."Tentu saja saya sangat bangga, suami saya adalah pria yang baik, romantis, pebisnis yang mandiri dan bukanlah budak korporasi seperti suamimu."Merasa disindir suaminya, wanita itu naik pitam dan kesal sekali."Tapi, sebudak-budaknya dia pernah jadi suamimu dan kamu pun pernah makan dari uangnya," ucap Mona dengan sinis.Melihat siatuasi kurang kondusif suamiku akhirnya ikut bicara juga."Begini, bisa kita bicara nanti saja, tolong minggirlah dari panggung karena beberapa tamu yang lain juga ingin bersalaman dan mengucapkan selamat," ucap Mas Eko dengan senyum kesal."Tsah .... anda tak sopan juga ya, padahal kami kemari menghadiri undangan Anda dengan baik.""Saya tidak ingat pernah mengundang Anda tapi, terima kasih atas kedatangannya," jawab Mas Eko."Hmm, pantas saja kalian ber
Setelah kepergian Mas ALvin aku lantas menyusuri pintu lalu naik ke lantai 2 lewat tangga samping. Saat ku buka ternyata anak-anak masih belum tidur Mereka berdiri di dekat jendela dan ternyata menyaksikan apa yang terjadi di antara aku dan ayahnya."Jadi papa dan Bunda bertengkar lagi?""Uhm, ti-tidak juga.""Apa, Papa ingin kembali pada Bunda?""Iya.""Kenapa Bunda tidak terima kalau masih ada kemungkinan?""Nggak mungkin dong Rina Papa udah menikah dengan perempuan lain sementara Bunda sudah terikat sama Om Eko.""Kalau gitu mestinya Papa tahu....""Mestinya sih sadar," balasku."Daritadi pagi sikap papa aneh.""Ya, benar. Tapi kalian tidak perlu memikirkannya karena setelah ini tidak akan ada gangguan lagi dalam kehidupan kita.""Maaf, menurut Bunda Papa adalah gangguan?""Bukan begitu ... Bunda hanya menghindari masalah agar istrinya tidak salah paham dan mencari gara-gara Bunda capek bertengkar dengan seseorang jadi, begitulah....""Baiklah, Bunda. Kalau begitu bunda nikah aja s
Anak-anak makan siang di sebuah restoran makanan khas Sunda. Telah memesan lauk dan lalapan khas yang selalu mengundang selera, kami pun berbincang membicarakan keseharian dan kegiatan sekolah anak anak. Rina dan Gema antusias bercerita ketika Mas Eko menanyai sementara aku menyimak sambil bermain ponsel.(Mas, ada apa kamu ke sekolahan anak anak? Kenapa denganmu hari ini, kemana mobilmu?)"Aku sengaja meninggalkannya di rumah karena ingin berjalan dan menikmati waktu, aku rindu anakku, Aku ingin menjumpai mereka tapi kalah cepat denganmu. Kulit mereka antusias sekali naik ke atas mobil itu dan kau juga terlihat sangat bahagia dan serasi dengan calon suamimu jadi aku merasa tidak berhak untuk mengganggu keadaan kalian.)(Tapi sepertinya kau nampak Frustrasi dan kecewa?)(Kecewa, enggaklah, ngapain aku kecewa, aku yang milih ninggalin kamu, jadi ngapain aku kecewa?) Agak berat sebelah sebenarnya karena baru siang tadi Dia terlihat sangat sedih saat menumpahkan ayam goreng di hadapank