Aku menangis bukan karena takut kehilangan, hatiku hanya sedih, ya, hanya sebuah kesedihan yang butuh air mata untuk jatuh agar hati merasa lega. "Kau tidak mencintaiku lagi?" tanyanya memecah keheningan. Aku tak menjawab, lidahku kelu, tenggorokanku tercekat dan aku tak kuasa menjawab."Cinta? Tentu. Tapi sudah kubilang, semuanya sudah berakhir sekarang Mas."tak mampu disembunyikan suaraku tercekat dengan kentara.Aku menangis sedih dan tak bisa menguasai perasaanku."Tak perlu bercerai jika masih ada cinta," ucapnya lirih, sedang aku tak menjawab.Dentingan sendok yang beradu di piring Mas Alvin membuatku makin sedih memikirkan setelah perpisahan kami maka tidak akan ada yang makan seberisik dia. Kebiasaannya selalu minta ditemani dan kalau makan selalu bersemangat, sehingga sendok dan piring berdentingan.Kuusap mata dengan air lalu menyekanya dengan tisu, Mas Alvin paham bahwa aku sangat sedih dan berusaha menyimpan kesedihan itu agar tidak terlihat jelas di depan matanya."Lih
Ada yang berbeda hari ini, aku yang baru kembali dari pusat kebugaran untuk membentuk kembali tubuhku agar menjadi lebih indah kaget dengan suasana rumah yang sangat sepi. Biasanya anak-anak akan duduk di ruang tv sambil menyalakan channel Nickelodeon dengan volume cukup kencang sambil menumpahkan mainan, tapi sekarang rumah seakan tidak berpenghuni."Rina, gema!" Kupanggil kedua anakku namun mereka tidak menjawab, hanya asisten rumah tanggaku yang tiba-tiba menghampiri dan memberi tahu kalau kedua anakku pergi deng ayahnya."Ibu, tadi Bapak keluar dengan anak anak.""Kemana?""Mungkin jalan jalan.""Baiklah kalau begitu."Kuhela napas lalu meletakkan sepatu ke rak sepatu, kulewati kaca hias yang tertanam dinding sambil memperhatikan siluet tubuh yang masih memakai legging hitam dan crop top berwarna biru. "Nampaknya tubuhku tidak begitu buruk, wajahku juga tidak demikian jelek, harusnya aku lebih menghargai diriku dan membahagiakan mentalku," ujarku sambil tersenyum sendiri dan per
Melihat wanita itu terjerembab ke lantai aku dan kedua anakku langsung syok dan hanya bisa menahan nafas kami. Aku yang panik langsung mendekat, mencoba membangunkan Mona namun wanita itu bergeming tidak merespon apapun."Mona!"Kutepuk pipinya namun wanita itu tidak bangun-bangun juga."Mas, gimana dong ini ....""Biar saja mati!""Jangan gitu dong Mas," ucapku memelas. Aku syok sekali melihat wanita dipukuli degan sekeras itu, suara tangan Mas Alvin berbunyi kencang dan kuyakin itu sakit sekali."Beraninya dia mengatakan itu di depan anak-anakku.""Dia memang bersalah dan lancang sekali, aku memang membenci perbuatannya namun, tindakan dan reaksi mu sangat berlebihan, bisa saja wanita ini mati di tempat Mas ....""Dia tidak akan mati begitu saja."Suamiku yang sudah terlanjur geram langsung naik ke atas lalu pergi ke kamar dan menutup pintunya dengan kencang. Kuraba tubuh Mona yang terasa dingin, kucoba menyadarkan dia dan tak lama kemudian dia pelan-pelan mengerjap dan bibirnya s
Mendengar teriakan Mas ALvin yang sangat marah, Mona sangat kaget bahkan sempat hampir terlunjak dari posisinya. Dia menjadi pucat dan syok sekali saat suamiku bilang menyuruhnya keluar dari rumah kami."Apa yang kau tunggu, keluar dari rumah ini." Mas Alvi. Menghampirinya, menarik tubuh langsing wanita itu, sekuat tenaga Mona meronta hingga piring yang ada di meja tersenggol tangannya lalu terjatuh ke lantai dan ikut pecah juga. "Aku gak mau!""Keluar Jalang, kau tak berhak di sini!" Mas Alvin menyeretnya, menariknya dengan kasar, wanita itu menginjak beling dan terseret seret seperti binatang yang baru ditembak. Dia menjerit dan minta dikasihani."Mas, aku akan mati Mas, kakiku sakit ... Auh!""Kau memang mau mati kan? Jadi ayolah, mati benaran," ujar Mas Alvin. Melihat situasi tak kondusif yang berpotensi akan jadi perkara kriminal membuatku langsung bertindak dan melerai mereka."Cukup, ini rumahku, kalian berdua tidak berhak membuat keributan di sini dan mengganggu anak-anakku!"
"Aku sudah bilang Mi, aku tidak mau menikahi wanita itu.""Kenapa? Bukannya dia hamil anakmu?""Tapi, aku sadar akan sifat-sifatnya yang buruk jika aku nekat menikahinya maka aku akan tersiksa lahir batin bahkan tak lama lagi akan jadi pasien Rumah sakit jiwa.""Mengapa kau yakin akan seperti itu?""Dengan keadaan seperti ini saja dia sudah membuatku menggila. Bagaimana kalau aku jadi suaminya nanti? Dia menyusahkanku.""Kau pula, kenapa tidak berkunjung dan pura pura menenangkan?" Aku masih menyimak percakapan ibu dan anak itu dengan berbagai penilaian di dalam hatiku. Secara tidak langsung sikap dan ucapan ibu mertua membuatku ilfil dan kecewa padanya. Begitu buruk dan rendah ia menatap orang orang yang mendekati anaknya, seakan kami para wanita mendekati Mas ALvin demi harta. Dulu ia memusuhiku, sekarang pun ia kesannya juga tak suka dengan Mona Angraini."Aku tidak suka berpura-pura Mami!""Apa kau tidak bisa menjaga reputasi keluarga! Siapa suruh kau berselingkuh!""Aku hanya
"Ini bajunya," ucapku sambil meletakkan gaun pengantin yang tertutup dengan plastic bag di depan wanita yang kini duduk menghadap kaca rias dan terlihat tidak bersemangat sama sekali."Ada apa? Kenapa kau belum mulai merias dirimu padahal sebentar lagi acara pernikahan akan dimulai?""Jika hanya menikahiku sejarah siri dan hanya disaksikan oleh saksi yang terkait maka seharusnya aku tidak membutuhkan gaun pengantin dan riasan.""Ibu mertua mungkin ingin memberimu sebuah formalitas dan membuat kau terlihat layak di depan orang-orang.""Layak? Dengan gaun milikmu dan pernikahan yang tertutup?""Ini demi kebaikan kalian semua, ibu mertua mungkin tidak ingin terlalu menunjukkan kesan bahwa kalian menikah karena kecelakaan.""Kehamilanku bukan kecelakaan, tapi buah percintaan.""Ya ya, aku paham ..." Kupilih untuk meninggalkannya sendirian, menjauh karena kupikir berdebat tak akan membuat situasi membaik."Apakah anakmu tahu tentang ini?""Tidak, dan jangan sampai mereka tahu," jawabku sa
Lalu sekarang, mari menyaksikan pernikahan penuh omong kosong yang pada akhirnya, ya, terjadi begitu saja.Di dekatku ada Mas Alvin dan Mona duduk berdampingan, di hadapan mereka ada seorang berpeci putih yang akan menikahkan mereka berdua. Ibu dan keluarga Mona berhalangan datang sehingga wali mereka wakilkan saja pada ustad yang akan menikahkan. Di depan pengantin ada dua orang saksi lain dan ibu mertua yang sudah duduk dengan wajah tenang, sangat tenang.Pernikahan pun dimulai, pembacaan khotbah nikah, lalu akad pun di mulai. Mas Alvin menggenggam tanganku dengan tangan kirinya saat ia harus berjabat dengan wali yang menikahkan. Kurasakan bahawa telapak tangannya gemetar dan dingin. Ia merasa sangat ragu dan gugup akan apa yang terjadi setelah ini."Sa-saya terima nikahnya Mona angraini binti Ilham Fatanah dengan Mas kawin cincin emas dua gram dibayar tunai.""Bagaimana saksi, sah?""Sah."Meski agak gugup ucapan ijab kabul berjalan lancar, semua orang menghela napas lega sementa
Meski telah membaringkan diri di peraduan dengan gaun satin yang halus dan tempat tidur yang hangat, disertai dengan keberadaan suami yang selalu ingin dekat-dekat denganku ... Seharusnya sudah tidak ada hal yang perlu kuhawatirkan. Namun entah kenapa kelopak mata ini tidak ingin terpejam.Aku jatuh dalam lamunan dan pemikiran panjang tentang hal-hal yang menyangkut masa depan dan hari esok. Aku berdoa semoga tidak ada lagi halangan serta berharap Tuhan melindungiku dari segala musibah dan bahaya yang mungkin terjadi.Akan ada banyak PR, Ada banyak hal dan keputusan yang akan kuambil di kemudian hari di mana itu akan mempengaruhi semua orang. Aku harus bersikap bijak dan objektif. Bersabar serta selalu berusaha anggun. Di mata keluarga Mas ALvin aku terlihat santai dan tidak terbebani sama sekali dengan pernikahan mereka tapi sebenarnya hati ini rapuh dan merasa sangat sedih. Aku hancur bersama dengan ijab kabul yang sudah diikrarkan dengan lancar. Aku bersedih dengan semua musibah y
Sebulan kemudian setelah pertemuan mengharu biru itu. Mas Alvin tiba tiba menghubungiku. Secara mengejutkan aku yang sedang sibuk di toko melayani pembeli tiba-tiba mendapatkan panggilan dari nomor ponselnya.Agak heran juga mengingat sudah lama dia tidak menghubungiku. Terakhir kali kami bertemu, di saat aku dan dia mengunjungi Mona dan Elena di lapak jagung. Setelah pertemuan yang penuh dengan perasaan sedih itu, Mas Alvin kemudian mengantarkan mantan istri dan anaknya pulang ke rumah, melihat kondisi kos-kosan yang dihuni oleh Mona rasanya miris memang, Mas Alvin nampak sedih, tapi dia tidak bisa berbuat banyak. Ia hanya memberi uang kepada ibu dari putrinya itu, kemudian kami kembali ke ibukota."Halo, selamat pagi.""Pagi, gimana kabarnya?""Baik," jawabku."Gimana anak anak dan keluargamu?""Kami baik," jawabku lagi."Apa kau sibuk hari ini?""Ya, seperti biasa.""Sebenarnya aku ingin mengajakmu untuk mengunjungi elena."Untuk apa dia selalu mengajakku, Apakah canggung rasanya j
"Kupikir kau senang aku bercerai dengan Mona," ucapnya yang sukses menahan langkahku saat hampir saja menarik gagang pintu."Musibah dan ketidaknyamanan yang terjadi di antara kalian memang cukup menghibur untuk dilihat, tapi melibatkan bocah kecil dan membuat dia berada dalam situasi yang malang bukanlah hal yang bagus. Tolonglah sebagai ayahnya bertanggung jawablah, kasihan anak itu. Dia sudah sakit dan menderita dengan berbagai kekurangan yang dia miliki, mempertahankan rumah tanggamu dan tidak boleh menyerah sedikitpun atas anakmu.""Sudah ya, mendengarmu mengatakan ini saja sudah membuatku sangat tersinggung dan sakit hati, sudah cukup menceramahiku.""Kalau tidak demi Elena tentulah Aku tidak mau susah payah datang ke sini," jawabku sambil menjauh."Tunggu, baik ... baik, aku akan ikut denganmu," ucapnya sambil membereskan beberapa tumpukan kertas yang tadinya berserakan di atas meja kerjanya."Ada apa?" tanyaku heran. Sepertinya dia mulai terpengaruh dengan tingkahku yang ing
Sewaktu mobil meluncur Pergi aku kembali memikirkan bagaimana keadaan balita yang tadi masih dalam pelukan ibunya itu. Bagaimanapun dia tidak bersalah sehingga harus menanggung keadaan sepahit itu. Aku heran kenapa Mas ALvin tidak berusaha menahan anaknya tetap berada di sisinya dibandingkan mempercayakan bocah itu kepada Mona.Dia tahu sendiri bahwa keadaan mental dan emosional Mona tidak stabil juga dia tidak punya penghasilan tetap, Jadi bagaimana mungkin Mona bisa menjamin kehidupan Elena dengan benar."Kenapa diam sayang," tanya Mas Eko sambil mengendarai mobil dia menggenggam tanganku yang saat itu sedang menerawang memikirkan bocah tadi."Aku hanya memikirkan nasib bocah tadi dia ter batuk-batuk dalam keadaan kedinginan Mas Mana warung itu hanya ditutupi dengan terpal jadi sebagian air hujan tempias ke arah tempat tidurnya dan itu pasti membuatnya lembab," gumamku."Kau bahkan memperhatikan detail sekecil itu?""Iya.""Aku tidak bisa memaksamu untuk tidak memperhatikan orang la
Ada pemandangan yang mengejutkan ketika aku dan Mas Eko juga anak-anak kami tengah berlibur keluar daerah.Kami tiba di sebuah kota wisata yang cukup sejuk dengan perbukitan dan kebun teh yang membentang. Kuminta suami untuk menghentikan mobilnya di lapas seorang penjual jagung bakar. Terbit seleraku ingin mencicipi setelah dua jam perjalanan di tengah hujan dan cuaca dingin.Kubuka jendela mobil dan meminta pada si penjual agar memberiku jagung bakar dua puluh ribu."Baik, Bu, sebentar ya," jawab wanita itu sambil mendudukkan anak yang tadinya dia pangku seraya mengipasi jagung bakar."Turun aja Bund, pilih yang besar besar," ujar Mas Eko."Iya deh, aku turun," balasku yang segera merapatkan jaket dan turun dari mobil. "Ini jagungnya masih segar ya Bu, baru dipetik ya?" tanyaku pada wanita yang terus sibuk mengipasi dan membolak balikkan jagung di atas bara api."Iya Bu."Secara kebetulan aku dan dia saling berpandangan, aku terkejut, dia juga, entah kenapa begitu. Aku sekarang fam
"Tidak usah, Mas, aku rasa istrinya Mas ALvin akan mengatasi semuanya dan aku percaya bahwa itu tidak akan terjadi untuk berulang-ulang kali.""Aku sadar betul bahwa mantan suamimu tidak rela begitu saja kau berbahagia denganku tapi aku tidak menyangka bahwa manuvernya akan seserius ini, kupikir setelah menyadari bahwa kau ada yang punya, maka dia akan berhenti tapi ternyata dia semakin gigih saja.""Bukan aku saja yang mengalami setiap pengalaman seperti itu Mas, banyak orang yang menjalani perceraian tapi pasangannya belum benar-benar move on jadi mereka terganggu.""Aku pun tahu ... tapi aku tidak ingin kau termasuk dalam golongan itu. Aku ingin kita hidup tentram dan bahagia tanpa ada gangguan dari siapapun, dan ya, mantan suamimu yang mau gemar mencari gara-gara itu, dia benar-benar menguji kesabaranku.""Aku sudah tahu sejauh apa kesabaranmu Mas. Karena itu juga aku memilihmu sebagai suami," jawabku sambil mencoba menetramkan perasaannya."Katakan pada Alvin, jika dia masih tid
Melihat bahwa anak tiriku dan tentu saja anggota keluargaku yang lain merasa tidak nyaman dengan kedatangan Mas ALvin aku pun berjanji kepada mereka akan mengatasi situasi itu.Selesai makan dan beristirahat aku kemudian mandi dan mengganti pakaian sambil mengeringkan rambutku di balkon Aku kemudian mengirimkan pesan kepada ayahnya Rina dan gema.(Kenapa kau mencariku ke rumah suamiku Apa ada yang kau perlukan dariku? Kupikir hubungan kita sudah berakhir, jadi aku tidak akan pernah mendapatkan gangguan darimu, tapi nyatanya aku tidak pernah lepas dengan masalah itu!)Tak berselang lama pesan itu segera terbalas dan bunyinya.(Sejujurnya aku hanya rindu ingin melihatmu dan menyapamu.)(Kau sudah gila?)(Aku ingin melihat anak anak juga, mengapa setelah pernikahanmu rasanya sulit sekali untuk menemui anak-anak.)(Setelah mendapatkan sekolah baru dan tempat bimbingan belajar terbaik tentu saja intensitas kesibukan anak-anak meningkat belum lagi jadwal mengaji dan olahraga mereka jadi, h
"Astaga Mbak sombong sekali ya baru mendapatkan pebisnis seperti dia saja, kamu sudah luar biasa angkuhnya," ucapnya sambil melipat tangan di dada, ia mendesis dan mendelik penuh kebencian dan rasa iri."Tentu saja saya sangat bangga, suami saya adalah pria yang baik, romantis, pebisnis yang mandiri dan bukanlah budak korporasi seperti suamimu."Merasa disindir suaminya, wanita itu naik pitam dan kesal sekali."Tapi, sebudak-budaknya dia pernah jadi suamimu dan kamu pun pernah makan dari uangnya," ucap Mona dengan sinis.Melihat siatuasi kurang kondusif suamiku akhirnya ikut bicara juga."Begini, bisa kita bicara nanti saja, tolong minggirlah dari panggung karena beberapa tamu yang lain juga ingin bersalaman dan mengucapkan selamat," ucap Mas Eko dengan senyum kesal."Tsah .... anda tak sopan juga ya, padahal kami kemari menghadiri undangan Anda dengan baik.""Saya tidak ingat pernah mengundang Anda tapi, terima kasih atas kedatangannya," jawab Mas Eko."Hmm, pantas saja kalian ber
Setelah kepergian Mas ALvin aku lantas menyusuri pintu lalu naik ke lantai 2 lewat tangga samping. Saat ku buka ternyata anak-anak masih belum tidur Mereka berdiri di dekat jendela dan ternyata menyaksikan apa yang terjadi di antara aku dan ayahnya."Jadi papa dan Bunda bertengkar lagi?""Uhm, ti-tidak juga.""Apa, Papa ingin kembali pada Bunda?""Iya.""Kenapa Bunda tidak terima kalau masih ada kemungkinan?""Nggak mungkin dong Rina Papa udah menikah dengan perempuan lain sementara Bunda sudah terikat sama Om Eko.""Kalau gitu mestinya Papa tahu....""Mestinya sih sadar," balasku."Daritadi pagi sikap papa aneh.""Ya, benar. Tapi kalian tidak perlu memikirkannya karena setelah ini tidak akan ada gangguan lagi dalam kehidupan kita.""Maaf, menurut Bunda Papa adalah gangguan?""Bukan begitu ... Bunda hanya menghindari masalah agar istrinya tidak salah paham dan mencari gara-gara Bunda capek bertengkar dengan seseorang jadi, begitulah....""Baiklah, Bunda. Kalau begitu bunda nikah aja s
Anak-anak makan siang di sebuah restoran makanan khas Sunda. Telah memesan lauk dan lalapan khas yang selalu mengundang selera, kami pun berbincang membicarakan keseharian dan kegiatan sekolah anak anak. Rina dan Gema antusias bercerita ketika Mas Eko menanyai sementara aku menyimak sambil bermain ponsel.(Mas, ada apa kamu ke sekolahan anak anak? Kenapa denganmu hari ini, kemana mobilmu?)"Aku sengaja meninggalkannya di rumah karena ingin berjalan dan menikmati waktu, aku rindu anakku, Aku ingin menjumpai mereka tapi kalah cepat denganmu. Kulit mereka antusias sekali naik ke atas mobil itu dan kau juga terlihat sangat bahagia dan serasi dengan calon suamimu jadi aku merasa tidak berhak untuk mengganggu keadaan kalian.)(Tapi sepertinya kau nampak Frustrasi dan kecewa?)(Kecewa, enggaklah, ngapain aku kecewa, aku yang milih ninggalin kamu, jadi ngapain aku kecewa?) Agak berat sebelah sebenarnya karena baru siang tadi Dia terlihat sangat sedih saat menumpahkan ayam goreng di hadapank