"Maaf kalo Baba harus bicara seperti ini, bukannya baba enggak suka kamu jalin hubungan sama Yumna. Baba senang, kamu buat anak baba bahagia, kamu lelaki yang baik tapi untuk melanjutkan hubungan dengan Yumna ke jenjang yang lebih serius, Baba rasa itu bukan keputusan yang tepat. Baba yakin akan ada perempuan yang mempunyai keyakinan sama seperti kamu dan membuat kamu nyaman."
Mario Raja Gavarel memberanikan diri menatap pria paruh baya yang berstatus sebagai ayah dari Yumna Adhystya Malik, kekasihnya.
Kakinya bergerak gelisah, jantungnya terasa berdetak begitu cepatnya setelah mendengar kata demi kata yang ayah Yumna sampaikan.
"Tapi, Mario cinta sama Yumna, Ba."
Bhargara Malik menatap Mario yang memasang wajah penuh permohonan padanya, dia cukup mengerti perasaan Mario. Tapi, dia akan tetap pada keputusannya!
"Baba tau, tapi memang seharusnya kalian berpisah sekarang dari pada perasaan kalian tumbuh lebih besar lagi. Akan lebih sakit nantinya, Yo."
Jemari Mario bertaut, sedikit bergerak gemetar karena keputusan yang diucapkan ayah Yumna begitu membuatnya hampir kehabisan nafas.
Mungkin memang benar perkataan ayah Yumna, akan lebih sakit jika terus di lanjutkan tapi memang tidak ada harapan untuk bersama.
"Tolong kasih Mario waktu untuk membicarakan hal ini dengan Yumna, Ba. Mario ingin Yumna mendengar sendiri dari mulut Mario."
Bharga mengehela nafasnya lalu menganggukan kepalanya. "Baba minta secepatnya kamu bicara pada Yumna."
Mario mengangguk pasrah, mungkin memang ini sudah jalannya.
•••
"Engga ada harapan, Na."
Jemari Yumna bertaut gelisah, raut wajahnya di penuhi kesedihan. Matanya pun sedikit membengkak karena menangis, menangisi hubungannya yang memang tidak mendapatkan restu.
"Apa ini memang jalan terbaik untuk kita, Yo?"
Yumna mencintai pria itu, sangat. Tapi mereka memang seperti tidak di takdirkan untuk bersama.
Mario mengelus lembut kepala gadis yang telah menemaninya selama satu tahun ini, gadis yang berhasil membuatnya terperosok dalam hanya dengan melihat tatapan matanya.
"Aku enggak tahu apa ini jalan yang terbaik atau bukan tapi, aku hanya berharap kamu akan lebih bahagia nantinya. Aku harap jika kamu menikah, kamu akan mendapat kasih sayang dari orang tua suami kamu."
Tangan lelaki itu terulur mengusap deraian air mata yang kembali mengalir dari kelopak mata Yumna. Bukan hanya orang tua Yumna yang tidak setuju dengan hubungan mereka, tapi orang tuanya juga.
Mereka tidak bisa bersatu karena terhalang tembok perbedaan yang membentangi hubungan mereka, hingga restu pun tidak kunjung didapat.
"Kenapa Tuhan harus menciptakan perbedaan, Yo? Apa dia bahagia lihat manusia berdebat karena perbedaan itu?" lirih Yumna sambil menggenggam tangan Mario.
"Kita sama, Na. Caranya yang berbeda," ucap Mario, dia pun sama sakitnya seperti Yumna.
Gadis itu mengusap tato Salib yang terdapat di pergelangan tangan Mario, lalu mengalihkan pandangannya pada Al-Quran kecil miliknya yang dia letakan di dashboard mobil Mario , air matanya langsung kembali keluar dengan derasnya.
Itulah perbedaan mereka!
Antara suara adzan dan dentingan lonceng jelas sangat berbeda, mereka tidak bisa bersatu walaupun sekuat tenaga menyamakan langkah.
"Kamu benar-benar mau lepasin aku, Yo?" Yumna menatap Mario.
Setiap hari, setiap selesai sholat, Yumna selalu berdoa agar bisa di satukan dengan Mario, agar pria itu bisa menjadi pendamping hidupnya. Mario pun bercerita jika pria itu selalu memohon pada Tuhan Yesusnya dengan doa yang sama seperti Yumna.
Bukankah harusnya mereka mudah bersatu karena di bantu dua Tuhan? Tapi mengapa mereka harus berpisah?
"Sejujurnya aku enggak mau kita selesai, Na. Tapi, akan lebih sakit kalo kita terus lanjutin hubungan ini. Orang tua aku, orang tua kamu, mereka sama-sama enggak setuju. Otak gila aku mikir, gimana kalo aku bawa kamu pergi jauh dan kita nikah diam-diam tapi, aku enggak mungkin buat kamu jadi anak pembangkang, Na."
Menangis, hanya itu yang bisa mereka lakukan saat ini.
Mario tidak akan membuat kekasihnya jauh dari orang tuanya, dan Mario mengingat kalimat yang diucapkan orang tuanya sendiri 'Jika kamu mencintai dia, jangan rebut dia dari orang tua dan Tuhannya'
"Boleh aku peluk kamu untuk yang terakhir?" Yumna mengangkat kepalanya sambil berusaha menyunggingkan senyuman manisnya.
Pria itu tidak berbicara tapi langsung merengkuh Yumna yang berada di sebelahnya ke dalam pelukannya. "Kamu harus ingat, Na. Aku selalu cinta kamu, aku harap cinta suami kamu nanti bisa melebihi rasa cinta aku."
•••
"Una kenapa? Masih sakit?"
Yumna melirik sekilas gadis bernama Silvy Athania yang berada tepat di samping kubikelnya.
"Enggak, Ivy. Sudah lebih baik"
Silvy mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan itu, memastikan jika tidak ada atasan yang akan mengomelinya jika ketahuan mengobrol.
"Benar? Kemarin kamu muntah loh, enggak telat makan lagi 'kan? Terus kenapa mata kamu bengkak gitu?"
Yumna mengambil ponselnya lalu berkaca, memang benar kata gadis itu. Ternyata kaca mata yang dia pakai sama sekali tidak menutupi bengkak di matanya.
"Enggak apa-apa, Vy." Kepala Yumna menggeleng lemah tapi, matanya menunjukan tanda jika gadis itu akan menangis.
"Serius, Na. Ceri-
"Cerita! Cerita! Kalian pikir kantor ini tempat untuk curhat?!"
Yumna dan Silvy terlonjak kaget mendengar suara tinggi dari Direktur Utama sekaligus anak dari pemilik perusahaan tempat mereka bekerja.
"Maaf pak," cicit kedua gadis itu.
Mereka terkejut dengan kedatangan bos mereka yang mendadak!
"Kalian memang enggak punya otak ya? Kalian ada di perusahaan ini itu untuk bekerja! Bukan ngobrol! Apa semua karyawan di Divisi Pemasaran memang enggak ada otak semua?!"
Beberapa orang yang berada di ruangan itu mulai menatap Yumna dan Silvy, mereka menilai jika dua orang itu yang menyulut amarah Abira Zayyan Khairu hingga menyebut satu Divisi tidak memiliki otak.
"Saya salah, Pak. Saya minta maaf." Yumna beranjak dari tempat duduknya lalu berdiri di depan Abira kemudian membungkukan badannya.
"Ya memang salah kamu! Kamu enggak ngaku juga memang salah kamu!" Abira berkacak pinggang sambil menatap tajam gadis di depannya. "Yumna Adhystya Malik, banyak investor yang puji kamu, katanya kamu itu salah satu karyawan kompeten di perusahaan ini tapi, di mata saya kamu itu zonk! Kerjaan kamu salah semua!"
Sejujurnya Yumna sangat malas berurusan dengan Abira, bos gilanya itu tidak tanggung-tanggung jika memberi makian.
"Bodoh! Adanya kamu disini itu enggak ada fungsinya! Ke ruangan saya, sekarang!"
Kepala Yumna mengangkat di sertai tatapan terkejut. "Sekarang, Pak?"
"Ya sekarang! Kamu tuli?! Bolot?! Enggak denger apa yang saya ucapin?!" Abira semakin meninggikan suaranya.
Kesabarannya tidak cukup untuk menjawab pertanyaan yang di lontarkan Yumna.
Dia segera berjalan menjauh dari tempat Yumna berdiri. "Sekarang Yumna! Kamu tuli?! Kamu mau saya lempar keluar dari jendela?!"
Gadis itu bergidik ngeri saat membayangkan tubuh tinggi Abira menggeret tubuhnya dan melemparnya ke bawah seperti anak kucing. Apalagi mereka berada di lantai 3, bisa-bisa seluruh tulangnya remuk!
"I-iya, Pak." Yumna segera berjalan mengikuti Abira yang masuk ke dalam lift.
Saat pintu lift tertutup, Yumna merapatkan tubuhnya dekat dengan pintu. Dia bisa merasakan tatapan tajam Abira menembus ke seluruh peredaran darahnya.
"Saya dengar kemarin kamu muntah-muntah, kamu sering di pakai sama Mario Raja Gavarel, Ya?"
Yumna membalikkan badannya hingga menghadap Abira, dahinya mengernyit tidak paham dengan ucapan pria itu. "Maksud bapak apa sih? Bapak jangan sembarangan ya."
"Karir Mario Raja Gavarel itu terbilang bagus, enggak mungkin kamu enggak dapet apa-apa setelah menghangatkan ranjangnya. Lain kali bilang sama dia, kalo main jangan lupa pakai pengaman biar enggak kejadian hamil di luar nikah!"
Mata Abira memandang Yumna remeh di sertai senyuman sinis yang sanggup membuat Yumna merasa tidak punya harga diri.
"Tarif kamu semalam berapa? Uang saya lebih banyak dari pada Mario Raja Gavarel, pacar kamu itu. Saya bisa dong booking kamu? Kamu murah 'kan?!"
Yumna menggelengkan kepalanya tidak paham, kenapa seorang Abira Zayyan Khairu bisa mengira dirinya hamil?!Jika alasan pria itu adalah karena melihat dirinya muntah-muntah kemarin, Abira salah besar! Dia muntah karena asam lambungnya naik, bukan karena hamil!Lagi pula antara dia dan Mario memang tidak pernah melakukan hubungan intim layaknya suami istri!"Bapak itu memang atasan saya tapi, ucapan bapak sama sekali enggak sopan walaupun saya memang bekerja di tempat bapak!"Abira melangkah semakin mendekat, hingga gadis itu tersudut. "Kamu murahan tapi jual mahal! Kamu sebut nominal saja, saya pasti bayar. Kamu menangis karena Mario enggak mau tanggung jawab atas kehamilan kamu 'kan?! Kamu terlalu murah!"Tangan Yumna mengepal kuat, kekesalannya semakin bertambah. Dia heran mengapa Abira selalu membicarakan hal yang tidak baik padanya, padahal dia sama sekali tidak pernah mengganggu pria gila itu!"Saya enggak hamil! Bapak
Canggung. Itu yang Yumna rasakan saat ini! Duduk kembali di samping Mario dan di hadapan Abira, sebenarnya tidak masalah jika dia harus duduk di samping Mario setelah hubungan mereka kandas tapi, tidak dengan di hadapan Abira! Saat memasuki jam pulang kantor tiba-tiba Abira memanggilnya kembali ke ruangan pria itu, dan mengajak Yumna makan malam bersama dengannya dan Mario. Gila! Yumna tidak tau, apa yang sebenarnya ada di dalam isi otak bosnya itu. Apa ini bentuk dua wajah Abira agar projeknya dan Mario berjalan lancar? Abira berpura-pura baik padanya di depan Mario agar mantan kekasihnya itu mengira jika Abira berkelakuan sangat baik padanya. Begitu 'kan? Pasti begitu! Abira kan tidak tau jika hubungan dia dan Mario telah selesai! Haish! Kepalanya jadi pusing sendiri! "Kamu kenapa, Na? Enggak suka sama makanannya?" Gadis meringis kecil, lalu menolehkan kepalanya kesamping, menghadap pada Ma
Menatap pantulan dirinya di cermin, kemudian membuang nafasnya dengan perlahan, itu sudah dia lakukan berkali-kali untuk mengusir rasa kecewa dan kesal di dadanya.Yumna menatap matanya di cermin, dia sudah cantik dengan balutan dress peach selutut dengan akses pita di pingganya, rambutnya pun sudah di kepang satu ke samping, andai saja yang mau melamarnya itu Mario. Pasti dia sangat bahagia!Dia tidak menyangka jika Bharga telah membuat rencana menjodohkan dia, jauh sebelum hubungannya dengan Mario putus. Dirinya pun tidak bisa mengelak, karena dua pihak keluarga sudah menyetujui.Tok tok tok"Na, Pak Dewa sudah datang, cepat turun ke bawah ya." Suara Kinanti, ibu Yumna, terdengar memanggil.Jantung Yumna berdetak hebat, dia berharap perjodohan ini tidak terjadi! Dia hanya mencintai Mario, dan tidak ingin bersama dengan pria lain!"I-iya Bun." Lain di hati, lain di mulut. Dia pun tidak bisa menyuarakan isi hatinya dan hanya bisa menerima.
Yumna mengumpulkan kekuatannya lalu melepaskan cekalan tangan Abira lalu menampar pria itu sekuat tenaga.Baru kali ini Yumna benar-benar merasa di rendahkan oleh orang lain! Bajingan mesum itu berani sekali menyentuh tubuhnya!"Saya tau, bapak memang engga punya norma kesopanan tapi, tolong jaga attitude bapak dirumah saya!"Kesal!Yumna sangat kesal dengan pria bernama Abira itu!Gadis itu kembali berusaha bangkit dari pangkuan Abira tapi, pria gila itu tetap tidak mau melepaskannya dan semakin menampilkan senyuman jahatnya.BughGerakan tubuh Yumna yang semakin brutal akhirnya membuat kursi itu tidak seimbang kemudian terjungkal kebelakanng. Yumna terkejut setengah mati saat dia jatuh tepat di atas tubuh Abira, keterkejutannya semakin bertambah saat Abira tidak menampilkan tampang kesakitan.Abira justru melilit pinggang Yumna dengan erat menggunakan tangannya, padahal gadis itu berusaha menahan tubuhnya dengan l