Menatap pantulan dirinya di cermin, kemudian membuang nafasnya dengan perlahan, itu sudah dia lakukan berkali-kali untuk mengusir rasa kecewa dan kesal di dadanya.
Yumna menatap matanya di cermin, dia sudah cantik dengan balutan dress peach selutut dengan akses pita di pingganya, rambutnya pun sudah di kepang satu ke samping, andai saja yang mau melamarnya itu Mario. Pasti dia sangat bahagia!
Dia tidak menyangka jika Bharga telah membuat rencana menjodohkan dia, jauh sebelum hubungannya dengan Mario putus. Dirinya pun tidak bisa mengelak, karena dua pihak keluarga sudah menyetujui.
Tok tok tok
"Na, Pak Dewa sudah datang, cepat turun ke bawah ya." Suara Kinanti, ibu Yumna, terdengar memanggil.
Jantung Yumna berdetak hebat, dia berharap perjodohan ini tidak terjadi! Dia hanya mencintai Mario, dan tidak ingin bersama dengan pria lain!
"I-iya Bun." Lain di hati, lain di mulut. Dia pun tidak bisa menyuarakan isi hatinya dan hanya bisa menerima.
Perlahan kaki Yumna melangkah keluar, melewati anak tangga dan berhenti tepat di samping orang tuanya yang sedang menyambut seorang pria.
Dahi Yumna mengernyit heran apalagi saat Bharga memperkenalkan pria itu padanya.
"Ini anak saya, Yumna ini Pak Dewa," ujar Bharga sambil memasang senyumannya.
Pria itu mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan gadis itu, dia memang tidak salah memilih! Gadis itu sangat cantik!
"Sadewa Zainal Khairu," ucap pria itu. "Anakmu cantik sekali, Bhar."
Yumna mengernyitkan dahinya, merasa pernah mendengar nama akhir dari pria itu.
Ragu-ragu dia membalas uluran tangan pria itu, menggenggam tangan pria yang berada di depannya. "Yumna"
Dia Dewa? Orang yang melamarnya?! Demi apa?! Bahkan pria itu nyaris seumuran dengan ayahnya! Apakah tidak salah Bharga menjodohkannya dengan pria paruh baya itu?
Ah! Perjodohan ini bahkan lebih buruk dari perkiraannya!
"Ya pasti cantik, anak saya. Silakan duduk, Pak." Bharga tersenyum ramah mempersilakan pria bernama Sadewa itu duduk.
Dengan raut wajah yang masih di landa kebingungan, Yumna mengikuti juga duduk mengikuti orang tuanya. Haruskah dia menikah dengan pria yang seumuran dengan ayahnya itu?!
Tuhan, cobaan apalagi yang harus dia lewati?
"Saya dengar Yumna sedang bekerja di Khai Corporation ya?" Sadewa tersenyum ramah pada gadis belia yang sedari tadi diam seribu bahasa.
Kepala Yumna mengangguk kaku, bingung harus bertingkah seperti apa di hadapan pria itu. "I-iya o-om."
Setelah kalimat itu meluncur dari bibirnya, Yumna langsung memejamkan mata sambil menggigit bibir dalamnya. Om! Bagaimana jika pria itu tersinggung atas panggilannya?
"Kenapa tutup mata? Saya enggak gigit loh." Kekehan kecil yang terdengar dari mulut Sadewa membuat Yumna membuka matanya.
Gadis itu menormalkan kembali ekspresinya, lalu berbisik pada Bharga. "Baba benar mau jodohin aku sama lelaki itu?"
Bharga tersenyum kecil lalu menepuk pundak Yumna. "Anak saya tanya, kamu lelaki yang mau di jodohkan sama dia?"
Sadewa dan Kinanti tertawa mendengar ucapan Bharga, sedangkan gadis itu menundukan kepalanya malu. Takut jika disangka tidak sopan.
"Enggak seperti itu, Yumna. Bukan saya tapi, anak saya. Nah ini anaknya, ini yang mau di jodohkan sama kamu, anak saya."
Kepala Yumna perlahan mengangkat saat mendengar langkah kaki memasuki ruang tamu di rumahnya. Mata Yumna membelak, dengan mulut sedikit menganga saat melihat pria yang saat ini juga menatapnya.
"Ini Abira Zayyan Khairu, anak saya. Nah yang itu Tisya Marumi, istri saya."
Jelas saja Yumna pernah mendengar nama akhir Sadewa, tentu saja karena nama itu merupakan nama akhir Abira!
Mengapa harus bos gilanya itu?!
Mengapa Abira Zayyan Khairu?!
•••
Sial! Benar-benar sial!
Mungkin jika Sadewa yang memang melamarnya itu lebih baik, dari pada di jodohkan dengan Abira si Manusia Gila Biang Masalah!
Lagipula mengapa pria itu tidak menolak?! Kemana Mak Lampir yang selalu mengikutinya?! Bagaimana nasib Dilara?!
"Yumna sudah mengenal Abira 'kan? Kebetulan sekali kamu bekerja di sana." Tisya tersenyum manis, dia senang anak semata wayangnya akan menikahi gadis cantik seperti Yumna.
Yumna membalas senyuman Tisya, meskipun hatinya sudah tidak karuan, di tambah tatapan Abira yang selalu mengarah padanya seperti sedang mengejek.
Mengapa dia baru mengetahui siapa pemilik perusahaan tempatnya bekerja?! Dia merasa bodoh sekarang, karena tidak mengenal Sadewa.
"Iya Mih, Abi bahkan sudah memperhatikan Yumna sejak Mami bilang kalo Abi di jodohkan. Abi enggak nyangka kalo calonnya secantik ini." Abira tersenyum hingga matanya menyipit dan deret gigi putihnya terlihat.
Yumna tidak berekspresi apapun, maaf saja, perkataan Abira tidak lebih dari sekadar suara kentut di telinganya. Tapi raut wajahnya kemudian berubah setelah mencerna kalimat Abira, artinya pria itu sudah tau perjodohan ini sebelum dirinya?!
"Abira bisa saja, memang jodoh itu tidak kemana ya. Ternyata jodohnya Una itu bosnya sendiri." Kinanti dengan lembut mengusapi kepala putri semata wayangnya.
"Abi enggak bohong, Bun. Abi selalu di buat kagum dengan cara Yumna berbicara, cara berpikirnya, cara Yumna menyelesaikan masalah pekerjaannya. Anak bunda sanggup membuat saya selalu terpanah." Abira menatap Yumna dengan penuh cinta layaknya seorang arjuna.
Tisya tersenyum mendengar hal itu, tidak menyangka bila Abira akhirnya menerima dengan lapang dada perjodohan yang dia buat.
"Sudah sana, kalian ngobrol berdua di taman belakang." Kinanti sedikit mendorong bahu Yumna agar anaknya itu lebih ekspresif, tidak seperti orang terpaksa. Padahal nyatanya iya!
Yumna menatap ibunya protes, dia tidak mau! Melihat Abira saja sudah sanggup membuat darahnya bergejolak hingga ubun-ubun.
"Sudah sana, Baba izinin." Bharga mengibaskan tangannya, mengode Yumna untuk segera mengajak Abira.
Mau tidak mau, suka tidak suka, akhirnya Yumna beranjak bangun dari tempat duduknya. "Mari, Pak."
"Kok manggilnya bapak sih? Ini bukan kantor, panggil Mas dong," ucap Abira sambil mengedipkan sebelah matanya.
Sumpah demi penyakit darah rendahnya yang kini berubah jadi darah tinggi, Yumna sangat jengkel dengan celetukan Abira!
Kemana wajah sombong dan angkuh milih pria itu?! Bukankah biasanya Abira selalu memasang tampang jijik setiap melihatnya?!
Satu kali tarikan nafas lagi Yumna lakukan.
"Ayo, Mas." Yumna tersenyum manis, teramat manis hingga mirip hantu di momo challange.
Akhirnya dengan amat sangat terpaksa, Yumna berjalan di depan Abira yang mengekorinya di belakang. Mereka sudah sampai di taman belakang rumah Yumna, taman itu tidak terlalu besar, penerangannya hanya menggunakan lampu taman yang berwarna jingga, terdapat kolam ikan serta air terjun kecil dan dua kursi santai.
"Silakan duduk, Pak," ketus Yumna, tentu saja dia tidak akan memasang wajah manis seperti di depan orang tua mereka!
Tanpa menjawab apapun, Abira segera duduk di kursi itu tapi, saat Yumna ingin berjalan ke kursi yang lain, Abira menarik lengan Yumna hingga gadis itu duduk di pangkuannya.
Belum sempat gadis itu memprotes, Abira lebih dulu merubah posisi Yumna hingga menghadap dirinya. Otomatis kaki Yuma berada di antara perut Abira.
"Ternyata kamu memang mudah sekali ya membuka kaki kamu lebar-lebar untuk pria, padahal ini permbicaraan pertama kita." Pria itu memasang senyuman miring, matanya kembali menajam seperti biasa.
Yumna bergerak untuk turun dari pangkuan Abira tapi, pria kurang ajar itu justru menahan tubuhnya dan mencekal kedua tangannya ke belakang tubuhnya sendiri. Posisi ini membuat Abira seperti memeluk Yumna, dan gadis itu seperti membusungkan dada.
"Bapak jangan kurang ajar ya! Saya bisa teriak! Harusnya bapak sadar, ini rumah saya!" sejujurnya Yumna panik, sangat panik! Dia sedang memakai dress selutut, posisi ini tentu saja membuat pahanya terekspose!
Abira menjilat bibirnya sendiri sambil terus menatap Yumna. "Ssshh,,, gerakan kamu bikin saya tegang, saya yakin kamu pasti handal banget soal urusan goyang di ranjang. Teriak saja, kamu pikir saya takut? Kamu yang menggoda saya dengan duduk di atas pangkuan saya."
Satu tangan Abira masih mencekal tangan Yumna, satu tangannya lagi dia gunakan untuk menyusuri paha Yumna lalu masuk ke dalam dress gadis itu dan berhenti tepat di panggang mulus Yumna.
Mata Yumna membelak, terlalu terkejut dengan yang di lakukan Abira padanya. Seumur hidupnya, baru kali ini ada pria yang berani menyentuhnya seperti itu!
Mulut gadis itu mendadak kelu, tidak bisa mengeluarkan suara. Terkejut dengan level tinggi!
Abira memasang tampang sinisnya ketika melihat tubuh Yumna yang membeku. Tangannya yang semula berada di pinggang, kini beralih pada bokong gadis itu.
Tangan Abira meremas kuat bongkahan kenyal itu. "Tingkah kamu seperti gadis perawan, bukannya kamu sudah ahli?
"Oh iya, kabar kandungan kamu gimana? Saya yakin, kamu pasti mengaborsi kandungan kamu. Iya 'kan?"
Abira semakin menampilkan seringai sinisnya, dia mendekatkan wajahnya di dada Yumna, lalu memberi kecupan pada kedua bukit kembar Yumna dari luar dress dan tangannya pun mulai meraba bagian tubuh Yumna yang lain.
Pria itu benar-benar gila!
Yumna mengumpulkan kekuatannya lalu melepaskan cekalan tangan Abira lalu menampar pria itu sekuat tenaga.Baru kali ini Yumna benar-benar merasa di rendahkan oleh orang lain! Bajingan mesum itu berani sekali menyentuh tubuhnya!"Saya tau, bapak memang engga punya norma kesopanan tapi, tolong jaga attitude bapak dirumah saya!"Kesal!Yumna sangat kesal dengan pria bernama Abira itu!Gadis itu kembali berusaha bangkit dari pangkuan Abira tapi, pria gila itu tetap tidak mau melepaskannya dan semakin menampilkan senyuman jahatnya.BughGerakan tubuh Yumna yang semakin brutal akhirnya membuat kursi itu tidak seimbang kemudian terjungkal kebelakanng. Yumna terkejut setengah mati saat dia jatuh tepat di atas tubuh Abira, keterkejutannya semakin bertambah saat Abira tidak menampilkan tampang kesakitan.Abira justru melilit pinggang Yumna dengan erat menggunakan tangannya, padahal gadis itu berusaha menahan tubuhnya dengan l
"Maaf kalo Baba harus bicara seperti ini, bukannya baba enggak suka kamu jalin hubungan sama Yumna. Baba senang, kamu buat anak baba bahagia, kamu lelaki yang baik tapi untuk melanjutkan hubungan dengan Yumna ke jenjang yang lebih serius, Baba rasa itu bukan keputusan yang tepat. Baba yakin akan ada perempuan yang mempunyai keyakinan sama seperti kamu dan membuat kamu nyaman."Mario Raja Gavarel memberanikan diri menatap pria paruh baya yang berstatus sebagai ayah dari Yumna Adhystya Malik, kekasihnya.Kakinya bergerak gelisah, jantungnya terasa berdetak begitu cepatnya setelah mendengar kata demi kata yang ayah Yumna sampaikan."Tapi, Mario cinta sama Yumna, Ba."Bhargara Malik menatap Mario yang memasang wajah penuh permohonan padanya, dia cukup mengerti perasaan Mario. Tapi, dia akan tetap pada keputusannya!"Baba tau, tapi memang seharusnya kalian berpisah sekarang dari pada perasaan kalian tumbuh lebih besar lagi. Akan lebih
Yumna menggelengkan kepalanya tidak paham, kenapa seorang Abira Zayyan Khairu bisa mengira dirinya hamil?!Jika alasan pria itu adalah karena melihat dirinya muntah-muntah kemarin, Abira salah besar! Dia muntah karena asam lambungnya naik, bukan karena hamil!Lagi pula antara dia dan Mario memang tidak pernah melakukan hubungan intim layaknya suami istri!"Bapak itu memang atasan saya tapi, ucapan bapak sama sekali enggak sopan walaupun saya memang bekerja di tempat bapak!"Abira melangkah semakin mendekat, hingga gadis itu tersudut. "Kamu murahan tapi jual mahal! Kamu sebut nominal saja, saya pasti bayar. Kamu menangis karena Mario enggak mau tanggung jawab atas kehamilan kamu 'kan?! Kamu terlalu murah!"Tangan Yumna mengepal kuat, kekesalannya semakin bertambah. Dia heran mengapa Abira selalu membicarakan hal yang tidak baik padanya, padahal dia sama sekali tidak pernah mengganggu pria gila itu!"Saya enggak hamil! Bapak
Canggung. Itu yang Yumna rasakan saat ini! Duduk kembali di samping Mario dan di hadapan Abira, sebenarnya tidak masalah jika dia harus duduk di samping Mario setelah hubungan mereka kandas tapi, tidak dengan di hadapan Abira! Saat memasuki jam pulang kantor tiba-tiba Abira memanggilnya kembali ke ruangan pria itu, dan mengajak Yumna makan malam bersama dengannya dan Mario. Gila! Yumna tidak tau, apa yang sebenarnya ada di dalam isi otak bosnya itu. Apa ini bentuk dua wajah Abira agar projeknya dan Mario berjalan lancar? Abira berpura-pura baik padanya di depan Mario agar mantan kekasihnya itu mengira jika Abira berkelakuan sangat baik padanya. Begitu 'kan? Pasti begitu! Abira kan tidak tau jika hubungan dia dan Mario telah selesai! Haish! Kepalanya jadi pusing sendiri! "Kamu kenapa, Na? Enggak suka sama makanannya?" Gadis meringis kecil, lalu menolehkan kepalanya kesamping, menghadap pada Ma