Bab 90
Brandy dan Mera dengan menyusuri pusat perbelanjaan terkemuka di kotanya. Untuk saat itu, Mera sejenak melupakan pertengkarannya bersama Kirana kemarin. Ia juga belum menceritakan kejadian itu kepada Brandy. Mera ingin melihat, sejauh mana sepak terjang Kirana.Mereka baru saja keluar dari toko yang menjual khusus yang penjual peralatan baby shop secara lengkap dengan kualitas istimewa kelas premium.Mereka memang sengaja menyusun planning hari ini untuk belanja bersama sebagai persiapan untuk kelahiran putra pertama mereka.Berbelanja secara langsung dan memilih bersama-sama segala persiapan dan pakaian bayi yang begitu lucu-lucu dan imut merupakan sebuah moment yang sangat berkesan bagi mereka berdua.Ya, mereka memang harus mempersiapkan persiapan matang untuk menyambut kehadiran sang buah Hati.Setelah sibuk memilah dan memilih, membuat mereka merasa letih, tenaga terasa terkuras. Brandy berinisiatif mengaBab 91 "Ya, itu Abraham!" Mera mengangguk mengiyakan. "Tapi siapa itu yang bersamanya?" Brandy mengernyit heran. "Ah biasalah ... Namanya masih sendiri, mungkin saja itu pacar barunya." timpal Mera tampak tenang. Padahal dalam hatinya ia tengah berontak menahan gejolak kecemburuan. Perlahan pemandangan tersebut merusak mood. Selera makan Mera yang tadi terlihat lahap, sekarang mendadak merasa kenyang. Dalam hati Mera bertanya-tanya siapa gerangan wanita cantik yang telah bersama Abraham di ujung sana. Namun hati warasnya berkata bahwa ia patut merasa bersyukur dengan pemandangan tersebut. Sebab apabila Abraham telah nyata-nyata memiliki wanita lain dalam hidupnya, berarti Mera dan Abraham memang harus benar-benar saling merupakan. Dan kebersamaan Abraham bersama wanita lain juga akan membantu mempercepat proses tersebut. Setidaknya, Abraham telah memiliki yang lain."Aku lebih baik kita hampiri s
Bab 92Mobil berjalan kian menjauh."Kita mau ke mana? Makan malam di mana?" Mera bertanya. Malam ini suaminya tersebut mengajaknya untuk makan malam di sebuah Cafe. "Ayolah, Sayang. Kamu pasti suka. Lagi pula kita makannya tidak sendirian loh." jawab Brandy. "Lalu siapa saja?" "Ada ibu, Ayah dan juga Kak Abraham. Oh ya, tadi ibu yang mengundang kita untuk makan malam bersama. Tadi Ibu sempat telepon kamu. Tapi katanya nomor kamu sedang tidak bisa dihubungi. Kak Abraham juga tadi udah telepon kamu. Tapi karena kamu tidak bisa dihubungi makanya mereka jadi menghubungiku."Mera sedikit tersentil mendengar nama Abraham disebut. "Oh ya tidak apa-apa. Aku ataupun kamu itu sama saja. Oh ya kalau boleh tahu, kita makan malam bareng baru ini dalam rangka apa ya? Apakah ada yang sedang berulang tahun? ibu atau ayah? Atau ada hal yang lain?" tanya Mera. "Tidak. Hanya makan malam biasa saja. Sebelumnya, jik
Bab 93Yang namanya leluarga, tak mungkin bisa di pisahkan. Akan letapi yang ada adalah mempererat ikatan. Akhirnya Mera hanya pasrah. Ia sadar, seharusnya ia tak mesti punya keinginan menjauhkan jarak, yang harus ia lakukan sebaiknya adalah bagaimana agar hubungan mereka bisa terjalin tetap sebagaimana semestinya, sebagaimana layaknya sebuah keluarga. Tentu saja dengan mengabaikan masa lalu. Mera mengunyah dan menikmati menu melezatkan yang disajikan untuknya. Aroma dan kelezatan yang begitu pas di lidah. Begitu lahap, hingga ia tak sadar sepasang mata sesekali mencuri pandang, menatap diam-diam ke arah Mera yang tengah bersantap. Abraham, ada kepuasan tersendiri bagi laki-laki tersebut ketika melihat Mera yang tidak lagi terkulai lemas seperti yang ia lihat beberapa hari yang lalu, tatkala ia baru kembali ke tanah air. Sekarang sosok Mera terlihat jauh lebih segar. Abraham buru-buru memalingkan wajah, sebab ia sadar tak
Bab 94"Oh ya kita pakai mobil kamu aja, Ya?" Ranty melirik Abraham. "Bukannya tadi kamu bawa mobil?" Abraham bertanya heran. "Ya, tadi aku memang membawa mobil sendiri, tapi tadi mobilku sempat mogok di tengah jalan, takutnya nanti malah mogok beneran. Jadi untuk antisipasi kita pakai mobil kamu aja deh." tutur Ranty panjang lebar. Abraham merasa tak terlalu masalah. Ranty tersenyum dalam hati, ia merasa setidaknya bisa beruntung hari ini. Abraham telah bersedia menemani plus duduk dalam satu mobil pula. Duduk bersebelahan dengan laki-laki setampan Abraham memang benar-benar sebuah kebanggaan tersendiri bagi perempuan seperti Ranty. Ranty tersenyum-senyum. Usahanya ternyata membuahkan hasil. Meski sebelumnya ia boleh dikatakan sedikit mengemis untuk meminta Abraham agar bersedia pergi bersamanya. Ini sama saja memberi Ranty kesempatan untuk bisa memamerkan laki-laki tampan tersebut kepada sang teman-teman di acara pe
Bab 95 "Jika benar, kenapa aku tidak tahu kalau ada liontin di sana?" Mera bertanya-tanya. "Ada apa, Sayang?" tanya Brandy tanla menalingkan wajahnya dari laptop. "Tidak. Tidak ada apa-apa." jawab Mera. Mera bersyukur barusan panggilan dari Bi Dian tidak di loudspeaker. Jadi Brandy tidak mendengar isi dari percakapan mereka. Mera keluar. Sambungan telepon masih belum ia matikan. "Bi, tolong jangan katakan pada siapapun soal liontin itu ya!" Mera memperingati sebelum percakapan tersebut di putuskan.***"Iya, Nyonya. Ini liontin yang saya temukan tadi." Bi Dian menyodorkan sebuah liontin emas putih ke tangan Mera. Mera takjub. Benda mungil tersebut begitu cantik. Merah terkesan. "Terima kasih banyak, Bi. Untung Bibi yang menemukannya. Kalau tidak, tentulah ini akan terbuang. Sekali lagi terima kasih banyak ya, Bi." ucap Mera bersyukur. "Ya sama-sama, Nyonya. S
Bab 96 Mera sibuk mengatur letak tatanan baju di dalam butiknya. Di usia kehamilannya yang telah menginjak sembilan bulan, wanita itu masih terlihat bersemangat mengembangkan bisnisnya."Mera!" sebuah suara menyapa.Mera menoleh.Seorang wanita menatapnya tajam."Ada apa Kirana?""Aku datang untuk menagih janji.""Janji apa?""Kapan kau akan melepaskan Brandy?" tanya Kirana."Kapan aku berjanji ingin melepaskan Brandy? Aku tak pernah berjanji seperti yang kau sebutkan?" jawab Mera."Kau sudah sungguh tidak takut dengan ancamanku?" Kirana mendelik."Buat apa aku takut? Ancamanmu tidak akan pernah membuatku gentar. Kau dengar aku ya, selama Brandy masih mencintaiku, aku tidak akan pernah melepaskannya." kembali Mera menjawab."Kami menikah karena saling mencintai. Kami menikah tidak karena keterpaksaan. Brandy mencintaiku, bukan mencintaimu. Sayangnya kau yang terl
Bab 97"Mera, sedikit lagi posisimu benar-benar akan tersingkirkan. Apa kau tahu kalau sekarang Abraham tengah dekat dengan seorang wanita cantik? Dia akan menemani Abraham. Dan gadis cantik itu, sepertinya Abraham ketika sedang jatuh cinta padanya. Setiap hari kekasih baru Abraham akan mengantarkan makanan ke tempat kerja laki-laki tersebut." Kirana berucap mencibir."Lah itu memang hak dia, itu sama sekali bukan berita penting. Kalau memang benar mereka pacaran Iya sudah memang yang wajar tuh perempuan mengantarkan makan siang untuk kekasihnya. Lalu maumu apa menyampaikan hal sepele seperti ini? Meski Abraham mendapatkan kekasih baru bahkan ia ingin menikah sekalipun itu tidak ada urusannya denganku. Bahkan aku juga turut bahagia dong berarti sebentar lagi aku akan mendapatkan teman baru dalam keluarga Jonathan. Apa yang kau katakan bukanlah berita buruk." ujar Mera."Maksudku bukan itu. Tapi yang kumaksud adalah jika Abraham sudah bersama wanita lain,
Bab 98 "Kelihatannya Kak Abraham udah begitu dekat sama Ranty." ujar Brandy ketika berkunjung ke rumah sang Ibu. "Ya alhamdulillah. Semuanya mengalir begitu saja. Ranti Ternyata wanita yang cukup memikat. Sepertinya aku tidak salah mendekatkan diri pada wanita itu." jawab Abraham. Merah sedikitpun tak menanggapi obrolan dua bersaudara di sampingnya. Hanya sebuah senyuman manis terpasang pada kedua sudut bibirnya. Obrolan tersebut terkadang membuatnya salah tingkah. Meskipun hatinya bergetar mendengar ungkapan-ungkapan cinta tentang Ranty yang Abraham ucapkan, Mera tak bisa berbuat apa-apa. Setitik rasa bersyukur terbersit di sudut hatinya yang tengah terpuruk. Bersyukur karena akhirnya Abraham mendapatkan seorang wanita tambatan hatinya, dengan begitu artinya Abraham dan Mera benar-benar tidak punya jalan lagi untuk kembali tersentuh dengan masa lalu. Namun kendati demikian, Mera sendiri juga merasa terpuruk. Karena
Bab 123"Aku tidak peduli apa yang kakak katakan. Jika kakak ingin mengatakan aku egois dan ingin menyalahkan aku atas semuanya, maka aku tidak akan mencegah."Sikap Brandy benar-benar berubah hari ini. Hingga Abraham pun memilih diam. Ia sendiri tidak mengerti ada apa dengan sang adik.Apakah Brandy berkata seperti itu karena lantaran sakit hati? Atau ada hal lain yang melatarbelakanginya? Abraham tak tahu itu. Yang pastinya Abraham merasa prihatin.***Sedangkan Brandy sendiri meluncurkan mobilnya meninggalkan Abraham begitu saja. Ia sama sekali benar-benar tidak peduli lagi dengan Abraham.Kali ini ego benar-benar Brandy utamakan."Aku akan menemuimu Mera! Aku akan mengajakmu pulang!"Tengah meluncurkan mobil, ponsel Brandy kembali bergetar, seseorang menghubunginya.Dengan cepat brandy menjawab. Ia sudah tahu siapa sosok yang tengah menghubunginya saat itu."Ada apa, Kirana? Mengapa kamu kembali menghubungiku?""Mampirlah ke apartemenku, Brandy! Kita bicarakan masakah ini baik-bai
Bab 122 "Kau benar-benar sudah menduakan Mera Brandy! Mengapa kau lakukan ini?" Abraham berkata dengan sorot mata tajam. Brandy tak bisa berkata apa-apa."Maafkan aku, Kak! Aku akui jika aku salah. Tapi, tapi apakah Kakak tidak jika aku hanya khilaf melakukannya. Benar-benar khilaf, Kak." jawab Brandy.Brandy tak berani menatap pandangan dari kedua mata kakaknya yang terlihat benar-benar kesal."Bisa-bisanya kamu mengatakan jika kamu tengah khilaf, Brandy! Jika kamu khilaf, apakah mungkin kamu bisa melewati masa-masa khilaf itu hingga semalaman suntuk? Itu sama sekali tidak bisa disebut dengan khilaf, Brandy. Sesuatu bisa disebut dengan Khilaf, apabila hal tersebut terjadi dalam waktu yang cuma sesaat. Tapi yang kalian lakukan sama sekali tidak dalam waktu sesaat. Maka aku sangat tidak percaya jika kau sebut kelakuan kalian dengan sebutan khilaf."Brandy membisu. Memang benar apa yang diucapkan oleh sang kakak."Kak. Bagaimana kalau kita lupakan saja soal ini. Aku ingin segera m
Bab 121"Brandy! Kirana? Apa yang kalian bicarakan?" Abraham menghampiri keduanya.Keduanya sontak terkejut.Mereka menoleh."Kak Abraham? Se... Sejak kapan Kakak berada di sini?" Brandy benar-benar dibuat terkejut luar biasa."Aku berdiri di sini sejak awal kalian ada di sini. Aku mendengar semua perkataan kalian!""A... apa?" Brandy tergagap."Apa yang sudah kamu lakukan terhadap wanita ini, Brandy?" Abraham menunjuk ke arah Kirana."A... apa yang kamu maksud? Aku tidak melakukan apapun?""Kalau kalian tidak pernah melakukan apapun, lalu apa yang kalian bicarakan barusan? Aku mendengar semua yang kalian bicarakan. Kalian tak bisa lagi berbohong!"Kirana gugup. Perlahan ia melepaskan pelukannya terhadap Brandy dan sedikit ia melangkah menjauh. Mukanya merah. Ada rasa malu menyelimuti perasaannya. Tapi entahlah, ada juga sesuatu yang membuat wanita itu malah bersyukur dengan adanya keberadaan Abraham di sana."Mungkinkah Kakak salah mendengar?" Brandy masih berusaha untuk berkilah.
Bab 120"Kak aku serius, Mera hilang Kak. Dia pergi sambil membawa Keano. Bagaimana ini? Aku benar-benar bingung. Apa aku harus ke rumah orang tuanya sekarang? Atau... atau adakah dia menghubungi Kakak sebelum pergi?" tanya Brandy berharap-harap cemas."Sudah kubilang padamu Brandy, Mera tidak pernah menghubungiku sama sekali. Aku aja nggak menyimpan nomor kontak Mera, begitu juga dengan merah. Semenjak pernikahan kalian, Kami tidak ada kontak-kontakan lagi. Bagaimanakah bisa kamu berpikir kalau Mera menghubungiku. Sudah Kubilang padamu, jangankan menghubungiku, berbicara secara langsung aja sama aku Mera terlihat malas dan enggan. Tidakkah kau lihat dan tidakkah kau perhatikan jika dia benar-benar menjaga jarak denganku?"Fyuuh!Brandy mengalah nafas panjang.Brandy menyadari betul Apa yang diucapkan oleh kakaknya adalah benar. Selama ini ia tak pernah melihat Abraham dan merah berbicara serius. Kalaupun berbicara, mereka terkesan seperlunya saja.Brandy memutuskan untuk mengakhiri p
Bab 119 "Mera! Dimana dirimu sekarang?" Brandy nampak gelisah. Hatinya galau tidak menentu.Brandy mulai memikirkan kemungkinan yang tidak tidak terjadi pada istri dan putranya. Sekalipun pada awalnya Brandy meragukan Keano sebagai darah daging, tapi sepertinya kasih sayang yang terlanjur ia curahkan pada Keano begitu lengket dan benar-benar telah membentuk sebuah ikatan batin yang demikian kuat.Ya, Brandy mengakui ia mencintai dan menyayangi anak itu setulus hati."Keano, pulanglah, Nak! daddy merindukanmu?" Brandy berguman lirih dan tertahan. "Aku harus mencarinya! Dia istri dan anakku!" tekad Brandy.Brandy memutuskan untuk memberanikan diri menghubungi keluarga mera.Kembali Brandy sibuk dengan ponselnya, mencari-cari nama kontak yang bersangkut-paut dengan seseorang yang ingin ia hubungi.Brandy bingung melihat tak satupun ada seseorang yang bersangkut-paut dengan keluarga Lia di kontak ponselnya."Kemana larinya nomor kontak mertuaku?" Brandy merasa heran.Untuk memasti
Bab 118[Brandy, sesuai dengan apa yang kamu katakan aku melakukan apa yang aku inginkan. Tolong jangan cari aku! Karena ini adalah salah satu yang aku inginkan darimu!]Sebelum melangkah meninggalkan rumah, sebuah catatan dengan tinta hitam yang Mera torehkan di atas kertas putih sengaja wanita itu tinggalkan di atas Bantal di kamarnya.Sebelum beranjak Mera memperbaiki letak gendongan Keano."Jangan nakal ya, Nak! Sayang Mama." sebuah kecupan lembut mendarat di kening bayi mungil tersebut.Dengan langkah pasti, Mera melangkah meninggalkan rumah dan tanpa menolehkan kepala lagi.Sebuah taksi online yang sengaja ia pesankan dari sebuah aplikasi khusus telah menunggu di hadapan rumah. Tanpa bicara sepatah kata pun Mera naik ke taksi pesanannya.Mobil meluncur ke arah yang telah diberitahukan oleh Mera sebelumnya."Semoga saja kepergianku kali ini akan menyelesaikan semua masalah yang ada. Semoga dengan ketidak adanya aku di sana akan membuat dua orang itu kembali akrab sebagaimana sed
Bab 117"Sebaiknya kamu jangan bersikap seperti itu kepada istrimu, Brandy! Sebab bagaimanapun sebagai seseorang yang telah mengenal Mera jauh sebelumnya, maka aku sudah tahu bagaimana sikap Mera yang sebenarnya. Dia sama sama sekali bukan wanita yang buruk. Kau tahu, Brandy, setelah dia menjadi istrimu, sama sekali Mera tak pernah bersikap tak wajar padaku, meskipun kami pernah memiliki masa lalu bersama. Bahkan bicara denganku saja dia tak pernah terkesan tak wajar, justru ia tak pernah ingin mengobrol denganku lagi, kemudian Mera tak pernah melemparkan senyum padaku. Apalagi senyum yang menyiratkan ketidakwajaran. Dia benar-benar menjauhiku. Aku yakin sekali, itu adalah bentuk cintanya padamu dan bagaimana usahanya dalam menjaga perasaanmu sebagai suami." ucap Abraham. Dalam hati laki-laki itu sangat menyayangkan sikap Brandy yang terlihat cuek dan tak peduli dengan kejujuran dari wanita sebaik Mera."Aku tahu Kakak memang jauh lebih mengenal Mera daripada aku. Bagaimana tidak, to
Bab 116"Mera apa yang kau katakan? Aku tidak pernah menyalahkanmu dalam hal ini. Aku sudah bilang jika akulah yang bersalah, Mera!Bukan kamu! Jika ada hal buruk yang harus ditimpakan atas semua ini, maka timpakan saja semuanya padaku, bukan pada kalian!" Abraham bangun dari duduknya."Kau tidak perlu membelaku, Abraham! Akulah yang bersalah! Sebenarnya sudah lama aku merasakan ini, menyadari kesalahanku sendiri. Jujur saja aku merasa benar-benar tak pantas memasuki keluarga kalian. Tepatnya tak pantas berdiri di antara kalian berdua, menghancurkan persaudaraan kalian, dan membuat kalian hampir saja bercerai-berai seperti ini. Membuat kalian berselisih paham. Aku hanya orang lain yang datang dan tanpa sengaja merusak sebuah ikatan persaudaraan kalian." Mera berkata lirih tanpa ekspresi."Tidak Mera! Tolong jangan katakan itu!" Abraham kembali bersuara.Sedangkan Brandy tetap diam. Meski hatinya tak bisa berbohong jika tengah gundah gulana. Sebenarnya hatinya pilu mendengar ucapan Mera
Bab 115"Patutkah kau mempertanyakan itu padaku Brandy?" Abraham mempertanyakan sebuah pertanyaan."Kak, aku bertanya karena aku memang merasa patut mengutarakan pertanyaan ini. Kalau aku merasa tak patut, tentu saja aku tidak akan mengutarakannya." Brandy mencoba menjawab."Brandy, bagaimana jika aku katakan bahwa seseorang yang aku ceritakan padamu dulu padamu, kamu tak mungkin mengenalnya. Karena dia adalah orang yang ada di masa laluku dan aku tidak ingin mengingatnya kembali. Pertanyaanmu sama saja dengan mengulang luka yang dulu pernah ia torehkan." Abraham menjawab pertanyaan sang adik.Itulah jawaban yang terbersit di benak Abraham saat ini.Meski Abraham sendiri merasa berdosa telah kembali mengukang sebuah kebohongan, tak bisa nicara dengan kejujuran. Karena jujur akan memberi peluang luka lebih besar untuk Brandy. Itulah secuil pertimnangan yang Abraham pikirkan untuk sementara ini."Jujurlah, Kak! Apakah wanita yang kakak sebutkan telah menyakiti Kakak dahulu bukan Mera is