Bab 20 Luka Di Kepala Abraham
"Bagaimana, menantuku? Apa hidangannya lezat?" Tanya Nyonya Jonathan meminta pendapatku.
"Tentu saja, Bu. Lezat sekali." Aku menjawab.
"Masakan ini tadi Abraham yang request, ternyata seafood jenis ini memang enak," ujar Nyonya Jonathan.
Abraham yang request? Hadeeh ....
"Kakak memang ngerti betul mana masakan enak," lanjut Brandy.
"Abraham, apa ini?" Nyonya Jonathan menyentuh kening Abraham. Semua orang yang berada di sana ikut melirik ke arah Abraham.
Aku terkhenyak.
Itu adalah luka membiru akibat lemparan gelas yang ku lemparkan padanya sewaktu di villa. Astaga, aku tidak mengira akan membekas separah itu.
"Itu bekas tertimpa guci, Bu." Timpal Brandy.
Bab 21 Salahkah Cinta?Hingga langkah terakhir Abraham meniti tangga pesawat, aku tidak sudi meskipun untuk sekedar meliriknya. "Sayang, nanti aku akan ke suatu tempat yang pasti membuatmu kagum," Brandy menggenggam jemariku. "Kemana?" "Kejutan yang aku katakan kemarin selagi di villa,""Oh iya,"Aku mengangguk."Kamu tidak menyangka Abraham akan memilih untuk tinggal di Jerman," Gumam Ibu Mertuaku.***Penerbangan jarak jauh selama 13 jam ke Jerman tentu akan terasa membosankan dan capek pun pasti akan memenuhi imajinasi para penumpang. Oleh karena itu Abraham memilih naik pesawat kelas bisnis Singapore Airlines.Kota tujuan Abraham adalah Dusseldorf. Di koylta itu ia berharap akan bisa menenangkan pikiran, dan melupakan semua memori tentang Meranti yang terlanjur bersarang di benaknya. Dimulai dari Bandara Internasional Soekarno Hatta di Tan
Bab 22 Hadiah Yang Menimbulkan TanyaBrandy membukakan pintu mobil. Lalu memberi isyarat padaku agar segera masuk.Riki, lelaki yang sudah seperti asisten pribadi Brandy, segera mengarahkan laju mobil ke tempat yang telah Brandy sebutkan sebelumnyaDi dalam mobil, aku duduk menyilangkan dada, sedang pandangan mataku terarah keluar. Seolah ada yang aku perhatikan di sana.Tidak, tidak ada yang menarik di luar sana! Hanya saja ada rasa bergolak mengiringi kepergian Abraham ke negeri Hitler tersebut.Di samping perasaan benci yang membuncah, namun ada juga rasa yang tak biasa. Entahlah apa yang terjadi. Yang jelas naluriku berkata bahwa mungkin saja kepergian pria itu tidak akan berlangsung lama. Aku kembali merasa takut jika seandainya naluri itu benar-benar menjadi kenyataan."What's Happen? Kok melamun?" Brandy mengibas-ngibaskan telapak tangannya didepan wajah Mera."Mikirin apa?" Lanjut Brandy."Nggak, hehee." Jawabku c
Bab 23 Berusaha Untuk Terlihat BiasaKucoba memperhatikan rumah mewah tersebut dengan teliti.Kurasa ada yang mengganjal.Bukankah itu rumah yang ditunjukkan Abraham di layar ponselnya sehabis ia melakukan perbuatan bejat di villa waktu itu?Astaga, ada apa ini sebenarnya?"Oh ya? Ini rumah sebagai hadiah untukku?""Benar sekali, apa kau senang?""Mmm, iya senang sekali. Terimakasiih.. tetimakasih banyak," ucapku.Langkah kaki ini mengikuti jejak Brandy.Untuk sementara, biarlah semua tanya yang muncul kuusahakan agar tetap tersimpan.Bukan karena apa-apa, tapi butuh waktu untuk mengungkap semuanya.Riki membukakan pintu.Seketika mulutku menganga,"Astaga!" Aku menutup mulut.Semua elemen, di dominasi oleh nuansa biru. Warna favoritku.Desain interior bergaya klasik-kontemporer, membuat ruangan ini terlihat elegan dan futuristik.Kurasa ruangan ini begitu menyatu de
Bab 24 Hot Husband(Harap bijak dalam memilih bacaan. Tulisan di bab ini tidak di perkenankan buat pembaca di bawah umur. Bocil harap menyingkir... Wkwkwk😁)"Letakkan minumannya di atas meja," perintahnya."Bbbaik ...." Riki langsung buru-buru meletakkan minuman ke tempat yang disebut brandy."Kalau sudah selesai, pergilah,""Iiiya," dengan cepat Riki meninggalkan ruangan."Damn it ...!" gerutunya.Brandy meraih gelas berisi minuman dari atas meja. Menyeruputnya."Mau, Sayang?" Ia menawarkan padaku."Mm, tidak."Gelas yang tadi di tangannya kini kembali ia taruh ke atas meja.Kini tangan itu beralih pada posisi sebelumnya. Melingkari pinggangku.Wajah Brandy mendekati leher.Hiiiiii... Aku bergidik ketika jambang yang di cukur tipis pada wajahnya mengenai kulit leherku.Sesekali aku mengelak dan menjauhkan kepala dari wajahnya. Namun wajah Brandy malah mengikuti kemana pergerakan kepal
(25) Kehidupan Yang BerbedaSementara itu di sebuah night club, Abraham menenggak Bir. Matanya menyaksikan beberapa wanita berpakaian terbuka. Meliuk-liuk kesana kemari. Mengundang hasrat kelaki-lakiannya.Seorang wanita berpakaian nyaris tel*njang menemani duduknya. Ia telah membayar mahal untuk gadis itu. Wanita berambut pirang bermata mata biru itu memberikan pelayanan terbaik untuk sang cassanova baru di klub."Mera, mungkin kehidupan ini lebih baik. Daripada harus terburuk menanggung kekecewaan yang disebabkan olehmu. Sementara disana kau bahagia bersama Brandy, biarkan di sini aku berbahagia dengan dunia malam.Ya, kehidupan di klub malam bukan sesuatu hal tabu di masyarakat Dusseldorf, Jerman.Hampir setiap malam, Abraham mendatangi klub-klub kesohor yang terkenal dengan destinasi sek*nya.Semua itu ia lakukan semata-mata untuk melupakan kekecewaan yang masih saja belum menghilang. Sosok Mera masih saja stay pada posisi te
Bab 26 Mualnya Mera Mentari telah mengakhiri tugasnya untuk menerangi dunia. Berganti peran kepada sang rembulan. Meski cahaya bulan remang dan tidak seterang si raja siang, namun justru remang itu menciptakan syahdu bagi sebuah pasangan yang sedang duduk menikmati waktu mereka di restauran legendaris. Menikmati makan malam berdua seperti ini memang kerap mereka lakukan. Sebelumnya, memang pernikahan mereka tidak dilandasi dengan pacaran, makanya mereka belum pernah menikmati waktu berduaan seperti ini sebelum menikah. Seolah judul buku bunda asma Nadia, "Nikah Tanpa Pacaran". Itulah yang terjadi. Namun justru setelah ikrar pernikahan itu terjadi, mereka merasakan manisnya kebersamaan. "Kok kamu suka sekali makan seafood, sayang?" Brandy membelai rambut hitam istrinya. "Ya mau bagaimana lagi. Itu makanan kesukaanku sejak dulu." Mera
Bab 27 Hamil "Maaf, Nyonya Brandy. Bisa dingat Tanggal berapa terakhir kali menstruasi?" Tanya Dokter Faris. Dugh... Pertanyaan yang membuatku tersadar jikalau sudah tidak kedatangan tamu bulanan beberapa minggu. Astaga ...! Apa aku hamil? Tanya yang membuatku bimbang. Sedangkan Brandy seketika mengembangkan senyum lebar mendengar pertanyaan Dokter Haris. "Apa mungkin istriku hamil, Dok?" Brandy hertanya dengan semangat empat lima. "Kemungkinan besarnya seperti itu. Makanya saya tanya tanggal terakhir kali menstruasi." "Wiiih, kalau Istriku ini hamil, artinya tidak lama lagi aku akan dipanggil Daddy. Ayo ingat, Tanggal berapa, Sayang." Tanya Brandy menyambar. Akhirnya, ku sebutkan tanggal d
Bab 28 Ngidam "Mengapa terlalu lambat memberitahu ibu? Coba hubungi ibu sedari tadi. Ah kamu, selalu saja membuat ibu kesal, Brandy. Ibu sudah bilang kan sebelumnya, kalau ada apa-apa, cepat hubungi ibu." Brandy yang mengormati orangtuanya hanya bisa meminta maaf ketika beliau marah. Sebentar kemudian terdengar langkah seseorang masuk ke kamar. Tidak salah lagi dia adalah nyonya Jonathan. "Nak, maaf ibu terlambat datang. Apa kepala Mera masih pusing, atau apa yang Mera rasakan?" Tanya mertuaku dengan nada khawatir. "Bu ...!" Brandy memotong ucapan ibunya. "Ada apa?" "Sebenarnya Mera hamil." "Apa? Hamil? Benarkah?" Muka Nyonya Jonathan memperlihatkan rona seakan tidak percaya. Bra
Bab 123"Aku tidak peduli apa yang kakak katakan. Jika kakak ingin mengatakan aku egois dan ingin menyalahkan aku atas semuanya, maka aku tidak akan mencegah."Sikap Brandy benar-benar berubah hari ini. Hingga Abraham pun memilih diam. Ia sendiri tidak mengerti ada apa dengan sang adik.Apakah Brandy berkata seperti itu karena lantaran sakit hati? Atau ada hal lain yang melatarbelakanginya? Abraham tak tahu itu. Yang pastinya Abraham merasa prihatin.***Sedangkan Brandy sendiri meluncurkan mobilnya meninggalkan Abraham begitu saja. Ia sama sekali benar-benar tidak peduli lagi dengan Abraham.Kali ini ego benar-benar Brandy utamakan."Aku akan menemuimu Mera! Aku akan mengajakmu pulang!"Tengah meluncurkan mobil, ponsel Brandy kembali bergetar, seseorang menghubunginya.Dengan cepat brandy menjawab. Ia sudah tahu siapa sosok yang tengah menghubunginya saat itu."Ada apa, Kirana? Mengapa kamu kembali menghubungiku?""Mampirlah ke apartemenku, Brandy! Kita bicarakan masakah ini baik-bai
Bab 122 "Kau benar-benar sudah menduakan Mera Brandy! Mengapa kau lakukan ini?" Abraham berkata dengan sorot mata tajam. Brandy tak bisa berkata apa-apa."Maafkan aku, Kak! Aku akui jika aku salah. Tapi, tapi apakah Kakak tidak jika aku hanya khilaf melakukannya. Benar-benar khilaf, Kak." jawab Brandy.Brandy tak berani menatap pandangan dari kedua mata kakaknya yang terlihat benar-benar kesal."Bisa-bisanya kamu mengatakan jika kamu tengah khilaf, Brandy! Jika kamu khilaf, apakah mungkin kamu bisa melewati masa-masa khilaf itu hingga semalaman suntuk? Itu sama sekali tidak bisa disebut dengan khilaf, Brandy. Sesuatu bisa disebut dengan Khilaf, apabila hal tersebut terjadi dalam waktu yang cuma sesaat. Tapi yang kalian lakukan sama sekali tidak dalam waktu sesaat. Maka aku sangat tidak percaya jika kau sebut kelakuan kalian dengan sebutan khilaf."Brandy membisu. Memang benar apa yang diucapkan oleh sang kakak."Kak. Bagaimana kalau kita lupakan saja soal ini. Aku ingin segera m
Bab 121"Brandy! Kirana? Apa yang kalian bicarakan?" Abraham menghampiri keduanya.Keduanya sontak terkejut.Mereka menoleh."Kak Abraham? Se... Sejak kapan Kakak berada di sini?" Brandy benar-benar dibuat terkejut luar biasa."Aku berdiri di sini sejak awal kalian ada di sini. Aku mendengar semua perkataan kalian!""A... apa?" Brandy tergagap."Apa yang sudah kamu lakukan terhadap wanita ini, Brandy?" Abraham menunjuk ke arah Kirana."A... apa yang kamu maksud? Aku tidak melakukan apapun?""Kalau kalian tidak pernah melakukan apapun, lalu apa yang kalian bicarakan barusan? Aku mendengar semua yang kalian bicarakan. Kalian tak bisa lagi berbohong!"Kirana gugup. Perlahan ia melepaskan pelukannya terhadap Brandy dan sedikit ia melangkah menjauh. Mukanya merah. Ada rasa malu menyelimuti perasaannya. Tapi entahlah, ada juga sesuatu yang membuat wanita itu malah bersyukur dengan adanya keberadaan Abraham di sana."Mungkinkah Kakak salah mendengar?" Brandy masih berusaha untuk berkilah.
Bab 120"Kak aku serius, Mera hilang Kak. Dia pergi sambil membawa Keano. Bagaimana ini? Aku benar-benar bingung. Apa aku harus ke rumah orang tuanya sekarang? Atau... atau adakah dia menghubungi Kakak sebelum pergi?" tanya Brandy berharap-harap cemas."Sudah kubilang padamu Brandy, Mera tidak pernah menghubungiku sama sekali. Aku aja nggak menyimpan nomor kontak Mera, begitu juga dengan merah. Semenjak pernikahan kalian, Kami tidak ada kontak-kontakan lagi. Bagaimanakah bisa kamu berpikir kalau Mera menghubungiku. Sudah Kubilang padamu, jangankan menghubungiku, berbicara secara langsung aja sama aku Mera terlihat malas dan enggan. Tidakkah kau lihat dan tidakkah kau perhatikan jika dia benar-benar menjaga jarak denganku?"Fyuuh!Brandy mengalah nafas panjang.Brandy menyadari betul Apa yang diucapkan oleh kakaknya adalah benar. Selama ini ia tak pernah melihat Abraham dan merah berbicara serius. Kalaupun berbicara, mereka terkesan seperlunya saja.Brandy memutuskan untuk mengakhiri p
Bab 119 "Mera! Dimana dirimu sekarang?" Brandy nampak gelisah. Hatinya galau tidak menentu.Brandy mulai memikirkan kemungkinan yang tidak tidak terjadi pada istri dan putranya. Sekalipun pada awalnya Brandy meragukan Keano sebagai darah daging, tapi sepertinya kasih sayang yang terlanjur ia curahkan pada Keano begitu lengket dan benar-benar telah membentuk sebuah ikatan batin yang demikian kuat.Ya, Brandy mengakui ia mencintai dan menyayangi anak itu setulus hati."Keano, pulanglah, Nak! daddy merindukanmu?" Brandy berguman lirih dan tertahan. "Aku harus mencarinya! Dia istri dan anakku!" tekad Brandy.Brandy memutuskan untuk memberanikan diri menghubungi keluarga mera.Kembali Brandy sibuk dengan ponselnya, mencari-cari nama kontak yang bersangkut-paut dengan seseorang yang ingin ia hubungi.Brandy bingung melihat tak satupun ada seseorang yang bersangkut-paut dengan keluarga Lia di kontak ponselnya."Kemana larinya nomor kontak mertuaku?" Brandy merasa heran.Untuk memasti
Bab 118[Brandy, sesuai dengan apa yang kamu katakan aku melakukan apa yang aku inginkan. Tolong jangan cari aku! Karena ini adalah salah satu yang aku inginkan darimu!]Sebelum melangkah meninggalkan rumah, sebuah catatan dengan tinta hitam yang Mera torehkan di atas kertas putih sengaja wanita itu tinggalkan di atas Bantal di kamarnya.Sebelum beranjak Mera memperbaiki letak gendongan Keano."Jangan nakal ya, Nak! Sayang Mama." sebuah kecupan lembut mendarat di kening bayi mungil tersebut.Dengan langkah pasti, Mera melangkah meninggalkan rumah dan tanpa menolehkan kepala lagi.Sebuah taksi online yang sengaja ia pesankan dari sebuah aplikasi khusus telah menunggu di hadapan rumah. Tanpa bicara sepatah kata pun Mera naik ke taksi pesanannya.Mobil meluncur ke arah yang telah diberitahukan oleh Mera sebelumnya."Semoga saja kepergianku kali ini akan menyelesaikan semua masalah yang ada. Semoga dengan ketidak adanya aku di sana akan membuat dua orang itu kembali akrab sebagaimana sed
Bab 117"Sebaiknya kamu jangan bersikap seperti itu kepada istrimu, Brandy! Sebab bagaimanapun sebagai seseorang yang telah mengenal Mera jauh sebelumnya, maka aku sudah tahu bagaimana sikap Mera yang sebenarnya. Dia sama sama sekali bukan wanita yang buruk. Kau tahu, Brandy, setelah dia menjadi istrimu, sama sekali Mera tak pernah bersikap tak wajar padaku, meskipun kami pernah memiliki masa lalu bersama. Bahkan bicara denganku saja dia tak pernah terkesan tak wajar, justru ia tak pernah ingin mengobrol denganku lagi, kemudian Mera tak pernah melemparkan senyum padaku. Apalagi senyum yang menyiratkan ketidakwajaran. Dia benar-benar menjauhiku. Aku yakin sekali, itu adalah bentuk cintanya padamu dan bagaimana usahanya dalam menjaga perasaanmu sebagai suami." ucap Abraham. Dalam hati laki-laki itu sangat menyayangkan sikap Brandy yang terlihat cuek dan tak peduli dengan kejujuran dari wanita sebaik Mera."Aku tahu Kakak memang jauh lebih mengenal Mera daripada aku. Bagaimana tidak, to
Bab 116"Mera apa yang kau katakan? Aku tidak pernah menyalahkanmu dalam hal ini. Aku sudah bilang jika akulah yang bersalah, Mera!Bukan kamu! Jika ada hal buruk yang harus ditimpakan atas semua ini, maka timpakan saja semuanya padaku, bukan pada kalian!" Abraham bangun dari duduknya."Kau tidak perlu membelaku, Abraham! Akulah yang bersalah! Sebenarnya sudah lama aku merasakan ini, menyadari kesalahanku sendiri. Jujur saja aku merasa benar-benar tak pantas memasuki keluarga kalian. Tepatnya tak pantas berdiri di antara kalian berdua, menghancurkan persaudaraan kalian, dan membuat kalian hampir saja bercerai-berai seperti ini. Membuat kalian berselisih paham. Aku hanya orang lain yang datang dan tanpa sengaja merusak sebuah ikatan persaudaraan kalian." Mera berkata lirih tanpa ekspresi."Tidak Mera! Tolong jangan katakan itu!" Abraham kembali bersuara.Sedangkan Brandy tetap diam. Meski hatinya tak bisa berbohong jika tengah gundah gulana. Sebenarnya hatinya pilu mendengar ucapan Mera
Bab 115"Patutkah kau mempertanyakan itu padaku Brandy?" Abraham mempertanyakan sebuah pertanyaan."Kak, aku bertanya karena aku memang merasa patut mengutarakan pertanyaan ini. Kalau aku merasa tak patut, tentu saja aku tidak akan mengutarakannya." Brandy mencoba menjawab."Brandy, bagaimana jika aku katakan bahwa seseorang yang aku ceritakan padamu dulu padamu, kamu tak mungkin mengenalnya. Karena dia adalah orang yang ada di masa laluku dan aku tidak ingin mengingatnya kembali. Pertanyaanmu sama saja dengan mengulang luka yang dulu pernah ia torehkan." Abraham menjawab pertanyaan sang adik.Itulah jawaban yang terbersit di benak Abraham saat ini.Meski Abraham sendiri merasa berdosa telah kembali mengukang sebuah kebohongan, tak bisa nicara dengan kejujuran. Karena jujur akan memberi peluang luka lebih besar untuk Brandy. Itulah secuil pertimnangan yang Abraham pikirkan untuk sementara ini."Jujurlah, Kak! Apakah wanita yang kakak sebutkan telah menyakiti Kakak dahulu bukan Mera is