(25) Kehidupan Yang Berbeda
Sementara itu di sebuah night club, Abraham menenggak Bir. Matanya menyaksikan beberapa wanita berpakaian terbuka. Meliuk-liuk kesana kemari. Mengundang hasrat kelaki-lakiannya.
Seorang wanita berpakaian nyaris tel*njang menemani duduknya. Ia telah membayar mahal untuk gadis itu. Wanita berambut pirang bermata mata biru itu memberikan pelayanan terbaik untuk sang cassanova baru di klub.
"Mera, mungkin kehidupan ini lebih baik. Daripada harus terburuk menanggung kekecewaan yang disebabkan olehmu. Sementara disana kau bahagia bersama Brandy, biarkan di sini aku berbahagia dengan dunia malam.
Ya, kehidupan di klub malam bukan sesuatu hal tabu di masyarakat Dusseldorf, Jerman.
Hampir setiap malam, Abraham mendatangi klub-klub kesohor yang terkenal dengan destinasi sek*nya.
Semua itu ia lakukan semata-mata untuk melupakan kekecewaan yang masih saja belum menghilang. Sosok Mera masih saja stay pada posisi te
Bab 26 Mualnya Mera Mentari telah mengakhiri tugasnya untuk menerangi dunia. Berganti peran kepada sang rembulan. Meski cahaya bulan remang dan tidak seterang si raja siang, namun justru remang itu menciptakan syahdu bagi sebuah pasangan yang sedang duduk menikmati waktu mereka di restauran legendaris. Menikmati makan malam berdua seperti ini memang kerap mereka lakukan. Sebelumnya, memang pernikahan mereka tidak dilandasi dengan pacaran, makanya mereka belum pernah menikmati waktu berduaan seperti ini sebelum menikah. Seolah judul buku bunda asma Nadia, "Nikah Tanpa Pacaran". Itulah yang terjadi. Namun justru setelah ikrar pernikahan itu terjadi, mereka merasakan manisnya kebersamaan. "Kok kamu suka sekali makan seafood, sayang?" Brandy membelai rambut hitam istrinya. "Ya mau bagaimana lagi. Itu makanan kesukaanku sejak dulu." Mera
Bab 27 Hamil "Maaf, Nyonya Brandy. Bisa dingat Tanggal berapa terakhir kali menstruasi?" Tanya Dokter Faris. Dugh... Pertanyaan yang membuatku tersadar jikalau sudah tidak kedatangan tamu bulanan beberapa minggu. Astaga ...! Apa aku hamil? Tanya yang membuatku bimbang. Sedangkan Brandy seketika mengembangkan senyum lebar mendengar pertanyaan Dokter Haris. "Apa mungkin istriku hamil, Dok?" Brandy hertanya dengan semangat empat lima. "Kemungkinan besarnya seperti itu. Makanya saya tanya tanggal terakhir kali menstruasi." "Wiiih, kalau Istriku ini hamil, artinya tidak lama lagi aku akan dipanggil Daddy. Ayo ingat, Tanggal berapa, Sayang." Tanya Brandy menyambar. Akhirnya, ku sebutkan tanggal d
Bab 28 Ngidam "Mengapa terlalu lambat memberitahu ibu? Coba hubungi ibu sedari tadi. Ah kamu, selalu saja membuat ibu kesal, Brandy. Ibu sudah bilang kan sebelumnya, kalau ada apa-apa, cepat hubungi ibu." Brandy yang mengormati orangtuanya hanya bisa meminta maaf ketika beliau marah. Sebentar kemudian terdengar langkah seseorang masuk ke kamar. Tidak salah lagi dia adalah nyonya Jonathan. "Nak, maaf ibu terlambat datang. Apa kepala Mera masih pusing, atau apa yang Mera rasakan?" Tanya mertuaku dengan nada khawatir. "Bu ...!" Brandy memotong ucapan ibunya. "Ada apa?" "Sebenarnya Mera hamil." "Apa? Hamil? Benarkah?" Muka Nyonya Jonathan memperlihatkan rona seakan tidak percaya. Bra
Bab 29 Tidak Enak BadanMalam hari di sebuah apartemen, Abraham sibuk dengan komputer yang ada di depan matanya. Kepalanya agak pusing. Tapi ia tetap memaksakan diri.Seorang wanita seksi yang ikut duduk disampingnya berusaha untuk mencuri-curi perhatian. Namun perhatian Abraham sama sekali tidak beralih dari layar laptop. Tidak menggubris wanita yang sedari tadi mepet-mepet dengan pakaian yang kurang bahan.Namun, penampilan itu sama sekali tidak membangkitkan gairah Abraham.Abraham meraih coklat yang ia sediakan di atas meja. Belakangan seleranya sedang di kuasai oleh makanan yang di sebut "cokelat" tersebut.Karenanya, tadi siang Abraham sengaja membeli benda manis itu dalam jumlah banyak. Sampai-sampai teman wanitanya di buat geleng-geleng kepala melihat aksinya.Abraham terlihat begitu menikmati.Eeiiit ...Tiba-tiba pandangan Abraham tertuju pada postingan sang adik di akun media sosial.Matanya membaca postingan
Bab 30 Seperti Sindrom Couvade"Saya rasa, tubuh Anda baik-baik saja, Tuan Abraham. Tidak ada tanda-tanda penyakit yang serius." Dokter Dave menyampaikan apa yang bisa ia jelaskan."Tapi badan saya benar-benar tidak enak, Dok. Perut saya terasa mual, aroma-aroma tertentu terasa sangat mengganggu, makanan tertentu membuat seisi perut mau keluar. Tentu saja karena sensasi mual itu. Nafsu makan berkurang, kepala pusing. Sungguh baru kali ini saya di serang penyakit tak nyaman seperti ini. Saya kira pasti ada serangan penyakit tertentu pada tubuh saya," ucap Abraham mereka-reka dengan keyakinan tinggi."Hmmm ... gejala penyakit yang anda keluhkan tadi lebih mirip dengan gejala couvade syndrome," ucap Dokter Dave."Maksudnya? Apa... Apa ...?""Ya, Tuan Abraham, couvade syndrome atau kehamilan simpatik, ini adalah fenomena kesehatan pria yang mengalami gejala-gejala yang dirasakan oleh ibu hamil. Beberapa di antaranya adalah mual-mual, pusing, hingga sak
Bab 31 Kuharap Anggapan Ini Salah"Tapi kalau nyata-nyata yang di kandung itu putraku, aku tetap akan bertanggung jawab. Namun atas putraku, bukan pada siapa yang mengandungnya. Cukup kubayar saja si pemilik rahim. Anggap saja aku menyewa rahimnya untuk tempat tinggal darah dagingku selama sembilan bulan. setelah anak itu lahir, akan ku ambil alih. Tak kan kubiarkan putraku hidup dalam gelapnya kehidupan malam.***"Kami benar-benar tidak menemukan seorang pun yang tengah mengandung diantara wanita-wanita yang bisa kami temui, Tuan." Seorang pria berbadan kekar yang ditugaskan oleh Abraham untuk mencari tahu jikalau ada keberadaan wanita hamil diantara wanita yang pernah Abraham tiduri selama ini."Apa benar begitu?" Abraham memastikan."Kami tidak tahu, tepatnya kami tidak tahu persis siapa saja yang pernah berhubungan dengan Tuan selama ini," ucap pria itu kembali.Yuuupzz...! Abraham sadar, bahwa ia sendiri tidak
Bab 32 Mengapa Harus Nama Itu?Namun sekuat ia mencoba untuk tak mengingat dan berusaha untuk mengalihkan kekhawatiran, maka sekuat itu pula pikiran itu melesak, memaksa dan mengganggu konsentrasi."Mera, wanita itu tidak mungkin hamil karena ulahku!" Ucap AbrahamAbraham merenung.Di balik penolakannya terhadap naluri yang sangat tidak diharapkan, terbersit sebuah rasa penasaran tinggi. Ingin sekali ia menanyakan bagaimana kabar dan kondisi Mera dan janinnya?Rasa ingin tahu akan usia kehamilan Mera juga membuat Abraham kian tak bisa tidur.Bagaimana tidak, jikalau kehamilan Mera dikarenakan benih dari Abraham, tentu saja usia kehamilan itu belum lama.Namun, bagaimana cara ia menebak? Amat sulit. Sebab Brandy pun menikahi Mera belum terlalu lama. Sama halnya dengan perbuatan naif yang Abraham lakukan pada Mera waktu itu.Pikiran Abraham dibuat kacau oleh naluri yang diakibatkan ulahnya sendiri."Aku sanga
Bab 33 Mengenang Masa Lalu Memang Menyakitkan"Non Mera, ada telepon dari Den Abraham," ucapnya dengan nafas dengan terengah.Uupps ....Aku tersentak.Mengapa nama pria menjengkelkan itu yang harus Bi Sumi sebut?Entah ketika nama itu disebut, Ada naluri yang sulit untuk diutarakan. Semacam naluri yang aneh."Matikan saja, Bi," ucapku cepat."Kok...?""Bilang saja kalau aku sedang tidak fit. Atau suruh dia menghubungi Brandy langsung," ujarku lagi.Kulihat wajah Bi Sumi mengisyaratkan sesuatu.Whatever...!Aku tak peduli."Maaf Den Abraham. Non Mera sedang kurang enak badan," ucap Bi Sumi sesopan mungkin.Aku membatin dalam hati, pria seperti Abraham tidak patut untuk dihormati.Kulihat Bu Sumi mematikan handphone."Non Mera sih bagaimana, bisa-bisa Den Abraham mendengar ucapan Non tadi," Bi Sumi terlihat panik."Haa ...?" Aku sadar jika terlalu ceroboh.
Bab 123"Aku tidak peduli apa yang kakak katakan. Jika kakak ingin mengatakan aku egois dan ingin menyalahkan aku atas semuanya, maka aku tidak akan mencegah."Sikap Brandy benar-benar berubah hari ini. Hingga Abraham pun memilih diam. Ia sendiri tidak mengerti ada apa dengan sang adik.Apakah Brandy berkata seperti itu karena lantaran sakit hati? Atau ada hal lain yang melatarbelakanginya? Abraham tak tahu itu. Yang pastinya Abraham merasa prihatin.***Sedangkan Brandy sendiri meluncurkan mobilnya meninggalkan Abraham begitu saja. Ia sama sekali benar-benar tidak peduli lagi dengan Abraham.Kali ini ego benar-benar Brandy utamakan."Aku akan menemuimu Mera! Aku akan mengajakmu pulang!"Tengah meluncurkan mobil, ponsel Brandy kembali bergetar, seseorang menghubunginya.Dengan cepat brandy menjawab. Ia sudah tahu siapa sosok yang tengah menghubunginya saat itu."Ada apa, Kirana? Mengapa kamu kembali menghubungiku?""Mampirlah ke apartemenku, Brandy! Kita bicarakan masakah ini baik-bai
Bab 122 "Kau benar-benar sudah menduakan Mera Brandy! Mengapa kau lakukan ini?" Abraham berkata dengan sorot mata tajam. Brandy tak bisa berkata apa-apa."Maafkan aku, Kak! Aku akui jika aku salah. Tapi, tapi apakah Kakak tidak jika aku hanya khilaf melakukannya. Benar-benar khilaf, Kak." jawab Brandy.Brandy tak berani menatap pandangan dari kedua mata kakaknya yang terlihat benar-benar kesal."Bisa-bisanya kamu mengatakan jika kamu tengah khilaf, Brandy! Jika kamu khilaf, apakah mungkin kamu bisa melewati masa-masa khilaf itu hingga semalaman suntuk? Itu sama sekali tidak bisa disebut dengan khilaf, Brandy. Sesuatu bisa disebut dengan Khilaf, apabila hal tersebut terjadi dalam waktu yang cuma sesaat. Tapi yang kalian lakukan sama sekali tidak dalam waktu sesaat. Maka aku sangat tidak percaya jika kau sebut kelakuan kalian dengan sebutan khilaf."Brandy membisu. Memang benar apa yang diucapkan oleh sang kakak."Kak. Bagaimana kalau kita lupakan saja soal ini. Aku ingin segera m
Bab 121"Brandy! Kirana? Apa yang kalian bicarakan?" Abraham menghampiri keduanya.Keduanya sontak terkejut.Mereka menoleh."Kak Abraham? Se... Sejak kapan Kakak berada di sini?" Brandy benar-benar dibuat terkejut luar biasa."Aku berdiri di sini sejak awal kalian ada di sini. Aku mendengar semua perkataan kalian!""A... apa?" Brandy tergagap."Apa yang sudah kamu lakukan terhadap wanita ini, Brandy?" Abraham menunjuk ke arah Kirana."A... apa yang kamu maksud? Aku tidak melakukan apapun?""Kalau kalian tidak pernah melakukan apapun, lalu apa yang kalian bicarakan barusan? Aku mendengar semua yang kalian bicarakan. Kalian tak bisa lagi berbohong!"Kirana gugup. Perlahan ia melepaskan pelukannya terhadap Brandy dan sedikit ia melangkah menjauh. Mukanya merah. Ada rasa malu menyelimuti perasaannya. Tapi entahlah, ada juga sesuatu yang membuat wanita itu malah bersyukur dengan adanya keberadaan Abraham di sana."Mungkinkah Kakak salah mendengar?" Brandy masih berusaha untuk berkilah.
Bab 120"Kak aku serius, Mera hilang Kak. Dia pergi sambil membawa Keano. Bagaimana ini? Aku benar-benar bingung. Apa aku harus ke rumah orang tuanya sekarang? Atau... atau adakah dia menghubungi Kakak sebelum pergi?" tanya Brandy berharap-harap cemas."Sudah kubilang padamu Brandy, Mera tidak pernah menghubungiku sama sekali. Aku aja nggak menyimpan nomor kontak Mera, begitu juga dengan merah. Semenjak pernikahan kalian, Kami tidak ada kontak-kontakan lagi. Bagaimanakah bisa kamu berpikir kalau Mera menghubungiku. Sudah Kubilang padamu, jangankan menghubungiku, berbicara secara langsung aja sama aku Mera terlihat malas dan enggan. Tidakkah kau lihat dan tidakkah kau perhatikan jika dia benar-benar menjaga jarak denganku?"Fyuuh!Brandy mengalah nafas panjang.Brandy menyadari betul Apa yang diucapkan oleh kakaknya adalah benar. Selama ini ia tak pernah melihat Abraham dan merah berbicara serius. Kalaupun berbicara, mereka terkesan seperlunya saja.Brandy memutuskan untuk mengakhiri p
Bab 119 "Mera! Dimana dirimu sekarang?" Brandy nampak gelisah. Hatinya galau tidak menentu.Brandy mulai memikirkan kemungkinan yang tidak tidak terjadi pada istri dan putranya. Sekalipun pada awalnya Brandy meragukan Keano sebagai darah daging, tapi sepertinya kasih sayang yang terlanjur ia curahkan pada Keano begitu lengket dan benar-benar telah membentuk sebuah ikatan batin yang demikian kuat.Ya, Brandy mengakui ia mencintai dan menyayangi anak itu setulus hati."Keano, pulanglah, Nak! daddy merindukanmu?" Brandy berguman lirih dan tertahan. "Aku harus mencarinya! Dia istri dan anakku!" tekad Brandy.Brandy memutuskan untuk memberanikan diri menghubungi keluarga mera.Kembali Brandy sibuk dengan ponselnya, mencari-cari nama kontak yang bersangkut-paut dengan seseorang yang ingin ia hubungi.Brandy bingung melihat tak satupun ada seseorang yang bersangkut-paut dengan keluarga Lia di kontak ponselnya."Kemana larinya nomor kontak mertuaku?" Brandy merasa heran.Untuk memasti
Bab 118[Brandy, sesuai dengan apa yang kamu katakan aku melakukan apa yang aku inginkan. Tolong jangan cari aku! Karena ini adalah salah satu yang aku inginkan darimu!]Sebelum melangkah meninggalkan rumah, sebuah catatan dengan tinta hitam yang Mera torehkan di atas kertas putih sengaja wanita itu tinggalkan di atas Bantal di kamarnya.Sebelum beranjak Mera memperbaiki letak gendongan Keano."Jangan nakal ya, Nak! Sayang Mama." sebuah kecupan lembut mendarat di kening bayi mungil tersebut.Dengan langkah pasti, Mera melangkah meninggalkan rumah dan tanpa menolehkan kepala lagi.Sebuah taksi online yang sengaja ia pesankan dari sebuah aplikasi khusus telah menunggu di hadapan rumah. Tanpa bicara sepatah kata pun Mera naik ke taksi pesanannya.Mobil meluncur ke arah yang telah diberitahukan oleh Mera sebelumnya."Semoga saja kepergianku kali ini akan menyelesaikan semua masalah yang ada. Semoga dengan ketidak adanya aku di sana akan membuat dua orang itu kembali akrab sebagaimana sed
Bab 117"Sebaiknya kamu jangan bersikap seperti itu kepada istrimu, Brandy! Sebab bagaimanapun sebagai seseorang yang telah mengenal Mera jauh sebelumnya, maka aku sudah tahu bagaimana sikap Mera yang sebenarnya. Dia sama sama sekali bukan wanita yang buruk. Kau tahu, Brandy, setelah dia menjadi istrimu, sama sekali Mera tak pernah bersikap tak wajar padaku, meskipun kami pernah memiliki masa lalu bersama. Bahkan bicara denganku saja dia tak pernah terkesan tak wajar, justru ia tak pernah ingin mengobrol denganku lagi, kemudian Mera tak pernah melemparkan senyum padaku. Apalagi senyum yang menyiratkan ketidakwajaran. Dia benar-benar menjauhiku. Aku yakin sekali, itu adalah bentuk cintanya padamu dan bagaimana usahanya dalam menjaga perasaanmu sebagai suami." ucap Abraham. Dalam hati laki-laki itu sangat menyayangkan sikap Brandy yang terlihat cuek dan tak peduli dengan kejujuran dari wanita sebaik Mera."Aku tahu Kakak memang jauh lebih mengenal Mera daripada aku. Bagaimana tidak, to
Bab 116"Mera apa yang kau katakan? Aku tidak pernah menyalahkanmu dalam hal ini. Aku sudah bilang jika akulah yang bersalah, Mera!Bukan kamu! Jika ada hal buruk yang harus ditimpakan atas semua ini, maka timpakan saja semuanya padaku, bukan pada kalian!" Abraham bangun dari duduknya."Kau tidak perlu membelaku, Abraham! Akulah yang bersalah! Sebenarnya sudah lama aku merasakan ini, menyadari kesalahanku sendiri. Jujur saja aku merasa benar-benar tak pantas memasuki keluarga kalian. Tepatnya tak pantas berdiri di antara kalian berdua, menghancurkan persaudaraan kalian, dan membuat kalian hampir saja bercerai-berai seperti ini. Membuat kalian berselisih paham. Aku hanya orang lain yang datang dan tanpa sengaja merusak sebuah ikatan persaudaraan kalian." Mera berkata lirih tanpa ekspresi."Tidak Mera! Tolong jangan katakan itu!" Abraham kembali bersuara.Sedangkan Brandy tetap diam. Meski hatinya tak bisa berbohong jika tengah gundah gulana. Sebenarnya hatinya pilu mendengar ucapan Mera
Bab 115"Patutkah kau mempertanyakan itu padaku Brandy?" Abraham mempertanyakan sebuah pertanyaan."Kak, aku bertanya karena aku memang merasa patut mengutarakan pertanyaan ini. Kalau aku merasa tak patut, tentu saja aku tidak akan mengutarakannya." Brandy mencoba menjawab."Brandy, bagaimana jika aku katakan bahwa seseorang yang aku ceritakan padamu dulu padamu, kamu tak mungkin mengenalnya. Karena dia adalah orang yang ada di masa laluku dan aku tidak ingin mengingatnya kembali. Pertanyaanmu sama saja dengan mengulang luka yang dulu pernah ia torehkan." Abraham menjawab pertanyaan sang adik.Itulah jawaban yang terbersit di benak Abraham saat ini.Meski Abraham sendiri merasa berdosa telah kembali mengukang sebuah kebohongan, tak bisa nicara dengan kejujuran. Karena jujur akan memberi peluang luka lebih besar untuk Brandy. Itulah secuil pertimnangan yang Abraham pikirkan untuk sementara ini."Jujurlah, Kak! Apakah wanita yang kakak sebutkan telah menyakiti Kakak dahulu bukan Mera is