Olive berdiri dari duduknya dan bersimpuh di dekat tempat duduk Callis. Tentu saja tindakan tiba-tiba itu membuat Callis terkejut. Callis segera berdiri dan menarik Olive untuk berdiri. Olive menolak dan tetap bersikukuh untuk tetap bersimpuh.
“Callis, Victor sungguh mencintaimu. Hanya kau yang dapat membuat Victor tidak dapat mengontrol emosi dan perasaannya. Tolong kembali kepada Victor agar aku tidak terkecik dengan rasa bersalah.”
***
Callis menjadi bimbang setelah pembicaraannya bersama Olive tadi siang. Di dalam taksi, Callis mencoba untuk menemukan pilihan terbaik yang harus dilakukannya. Sejujurnya, di dalam hati Callis, dirinya menginginkan untuk kembali ke sisi Victor. Setelah apa yang dilaluinya, nyatanya Callis masih saja menaruh rasa kepada Victor.
“Dave? Kau di sini?” tanya Callis karena menemukan Dave yang sedang duduk santai di ruang tamu saat Callis memasuki rumah Meghan.
“Bagaimana pertemuanmu dengan
Jika dulu Victor sangat ingin tahu keberadaan adik angkatnya, saat ini Victor sama sekali tidak ingin mengetahuinya. Bukan dirinya tidak sayang kepada adik yang baru beberapa bulan hidup bersamanya sebelum menghilang. Namun, Victor sama sekali belum menyiapkan dirinya dengan kenyataan bahwa wanita yang dicintainya ialah adiknya sendiri.Setelah jeda cukup lama, Victor memejamkan matanya. dirinya mencoba untuk meyakinkan dirinya sendiri jika apa yang dikatakannya sebentar lagi adalah hal yang terbaik. Dirinya juga meyakinkan kepalanya untuk tidak menarik kembali kata-katanya. “Lupakan penawaran itu. Kau bisa mengambil mobil itu tanpa membawa Callis kepadaku. Aku sudah melepaskannya.”Ada hening sebelum Leo kembali bersuara. [Apa kau bercanda, Mr. Barnett. Kau tidak akan menyesal jika melepaskannya?]“Jika kau bertemu dengannya, katakan padanya jika dirinya bisa mengambil Reis kapan saja di mansion keluargaku. Aku akan tetapa memberikan tanggung
Callis segera mendudukkan tubuhnya di hadapan Dave dan Meghan. Jantungnya berdentum saat melihat Dave hanya diam. Callis hanya bisa berdoa dalam hati agar apa yang diucapkan oleh Dave adalah hal yang diinginkannya. Semoga saja Victor salah, batin Callis.“Sepertinya Victor sudah mengatakannya padamu,” ujar Dave setelah hening beberapa saat.“Jadi … apa yang dikatakan oleh Victor adalah kebenaran?” tanya Callis dengan lirih.Dave hanya bisa menganggukkan kepalanya. “Ceritanya cukup panjang dan aku tidak memiliki kuasa untuk menceritakannya kepadamu, Callis.”Callis menundukkan kepalanya saat setetes air mata luruh. Setelah menghapus butiran air mata itu, Callis kembali mendongakkan kepalanya dan menatap Dave dengan matanya yang masih berkaca-kaca.“Jika aku adalah Nathalie Wilson, lalu kenapa Victor menjauhiku?”***Callis mendengarkan penjelasan Dave dengan tak percaya. Callis selama 26 tahun ini mengira bahwa dirinya adalah seorang yatim piatu. Ternyata, dirinya adalah anak bungsu da
Callis segera menyejajarkan langkahnya dengan langkah cepat Zero. Setelah Callis duduk di mobil, Zero segera mengendarai mobil dengan kecepatan penuh. Dirinya sangat-sangat khawatir dengan kondisi Shirin saat ini. Mengingat, janin Shirin sangat lemah hingga dirinya harus bed rest selama masa kehamilannya. “Istrimu akan baik-baik aja, Zero.” Zero melongokkan kepalanya saat mendengar ucapan Callis yang mencoba untuk menenangkannya. “Semoga saja.” Jujur saja, saat ini Zero sangat bersyukur karena ada Callis di sisinya. Adik perempuannya ini, secara tidak langsung, membuat sedikit kegundahan di hatinya menghilang. Perasaan ini tidak berubah sejak dulu. Saat ibunya melahirkan Nathalie, adiknya, Zero sangat senang. Bahkan dirinya lah yang menunggui adiknya di ruang prnanganan bayi pada saat itu. *** Callis mencoba mengimbangi langkah lebar Zero. Saat sudah sampai di lorong ruangan istri dari Zero, Callis menjadi ragu. Walaupun dirinya adalah anak kandung dari Wilson, tapi dirinya dan se
“Daddy akan ikut menjelaskan tentang masa lalu kepada Victor bersama dengan Zero.” “Tapi, Dad-” “Tolong turuti ucapan Daddy, ya. Daddy lakukan semua ini untuk kebahagiaanmu, Callis. Daddy sangat tahu bahwa kau masih mengharapkan Victor di sisimu.” Callis hanya bisa menganggukkan kepalanya setelah mendengar permohonan Mr. Wilson. Walaupun muncul harapan, Callis mencoba untuk menekan harapannya itu. Melihat Victor yang benar-benar menjauhinya membuat Callis sadar sepenuhnya bahwa masa depannya dengan Victor sudah tidak ada. *** Sudah satu bulan telah berlalu sejak Shirin, istri dari Zero, melahirkan. Sejak saat itu pula Mr. Wilson memintanya untuk tinggal di Mansion keluarga Wilson. Walaupun sudah satu bulan terlewati, Callis masih saja merasa canggung jika berada di tengah-tengah keluarga Wilson. “Callista, makan malam sudah siap.” Callis segera membuka pintu kamarnya dan langsung disambut oleh senyuman Isabella, ibu kandung Zero dan Callis. Setelah kehadiran Callis, kesehatan Isa
Callis berjongkok agar tingginya sama dengan Reis. Tangan kanannya bergerak mengelus kepala Reis dengan lembut. “Oke, nanti Mom bobo’ sama Reis. tapi, Reis janjinya kalo bobo’nya cepet?” ujar Callis dengan mengangkat jari kelingkingnya di hadapan Reis. Reis dengan cepat mengeratkan jari kelingking mungilnya kepada Callis untuk membuat pinky promise. Setelah itu, Reis menarik tangan Callis menuju kamar yang selalu ditempatinya sejak dia tinggal di mansion keluarga Daddynya, Keluarga Barnett. Callis melihat kamar Reis yang penuh dengan mainan. Ada banyak sekali robot dan mobil mainan. Bahkan, ada pula beberapa cosplay superhero favorit Reis. Saking banyak dan mahalnya mainan-mainan yang berada di rumah pribadi Reis, Callis sampai tidak dapat mengira-ngira berapa uang yang dikeluarkan oleh Anastasya untuk mengisi kamar Reis. “Mommy, Reis pengen Mommy, Daddy, sama Reis kumpul lagi,” ujar Reis sebelum dirinya sibuk dengan mainan-mainan yang dimilikinya. Callis tertegun mendengar ucapan
Callis terdiam setelah mendengar ucapan Victor. Dirinya sama sekali tidak menyangka bahwa Zero dan Mr. Wilson bergerak secepat itu. Melegakan memang, tetapi Callis harus benar-benar menyerah jika Victor menolaknya setelah mendengar semua penjelasan dari kakak serta ayah kandungnya.“Aku akan datang besok,” ujar Callis. Jujur saja, dirinya juga penasaran tentang masa lalu yang berkaitan denggan dirinya dan Victor. Callis harap, permasalahannya dengan Victor akan segera selesai.“Hanya itu saja?” tanya Victor. Setelah itu, Victor beranjak dari taman belakang untuk menuju ke ruang kerjanya.“Em… Victor,” panggil Callis dengan ragu-ragu. “Bolehkah aku menginap di sini?” lanjut Callis saat dirinya melihat Victor berhenti walau tidak membalikkan tubuhnya.“Lakukan terserahmu,” ujar Victor dengan tak acuh dan melanjutkan langkahnya menuju ruang kerja.Callis menghembuskan nafasnya panjang seraya mengurut dadanya. “Semangat, Callis. Semuanya bakal baik-baik aja,” ucap Callis untuk menyemangat
Senyum Callis mengembang saat mendengar ucapan Victor. Dengan bergegas, Callis berdiri dan berjalan menuju pintu ruang kerja Victor.“Aku mengatakan akan membantumu, bukan mengerjakan tugasmu. Jangan pergi dan tetap duduk di sini,” ujar Victor.Callis menampilkan senyum bodohnya. “Aku akan kembali dengan brownies yang lezat.”“Nyonya Barnett, browniesnya sudah matang.”Callis rasanya ditarik kembali ke dunia nyata saat mendengar ucapan dari kepala maid yang mengejutkannya.“Maafkan saya telah mengejutkanmu, Nyonya Barnett. Tapi, saya takut browniesnya gagal jika tidak diangkat sekarang.”Callis melihat jam di tangannya. “Oh Tuhan! Aku terlambat.” Dengan cepat, Callis menyiapkan brownies buatannya ke dalam kotak makan dan segera berangkat menuju ke kantor Victor. saat ini, Callis sudah cukup terlambat karena jam sudah menunjjukkan pukul 13.30.***Callis berjalan menuju ke ruangan Victor dengan langkah lebar dan tergesa. Sebenarnya, sudah tidak ada harapan lagi, mengingat sekarang suda
“Aku membawakanmu ‘lemon’,” ujar Zero dengan dua gelas di masing-masing tangannya. Saat ini, Callis dan Zero sedang duduk si salah satu ruangan VIP karena Callis risih apabila berkumpul dengan banyak orang mabuk. “Minumlah,” ujar Zero dengan memberikan segelas ‘lemon’ kepada Callis.Callis meminumnya tanpa ragu. Dalam sekali tegukan, Callis menghabiskan ‘lemon’ itu. “Rasanya menyegarkan,” ujar Callis setelahnya.Zero tertawa. “Kau boleh meminum punyaku jika kau mau,” ujar Zero dengan menyongsongkan gelasnya pada Callis. “Ah ya, aku lupa memberi tahumu. Victor Barnett ada di sini. Kau bisa menghubunginya.”Callis yang sudah kehilangan setengah kewarasannya hanya bisa menganggukkan kepalanya. Zero tersenyum saat melihat Callis ketagihan dengan ‘lemon’ tersebut. Yah tentu saja! Zero sudah mencampurkan alkohol dan obat perangsang di minuman Callis.“Aku akan pergi sebentar,” ujar Zero yang hanya ditanggapi dengan gumaman tak jelas oleh Callis.“Antarkan lagi minuman itu kepadanya, dan pa