Callis segera menyejajarkan langkahnya dengan langkah cepat Zero. Setelah Callis duduk di mobil, Zero segera mengendarai mobil dengan kecepatan penuh. Dirinya sangat-sangat khawatir dengan kondisi Shirin saat ini. Mengingat, janin Shirin sangat lemah hingga dirinya harus bed rest selama masa kehamilannya. “Istrimu akan baik-baik aja, Zero.” Zero melongokkan kepalanya saat mendengar ucapan Callis yang mencoba untuk menenangkannya. “Semoga saja.” Jujur saja, saat ini Zero sangat bersyukur karena ada Callis di sisinya. Adik perempuannya ini, secara tidak langsung, membuat sedikit kegundahan di hatinya menghilang. Perasaan ini tidak berubah sejak dulu. Saat ibunya melahirkan Nathalie, adiknya, Zero sangat senang. Bahkan dirinya lah yang menunggui adiknya di ruang prnanganan bayi pada saat itu. *** Callis mencoba mengimbangi langkah lebar Zero. Saat sudah sampai di lorong ruangan istri dari Zero, Callis menjadi ragu. Walaupun dirinya adalah anak kandung dari Wilson, tapi dirinya dan se
“Daddy akan ikut menjelaskan tentang masa lalu kepada Victor bersama dengan Zero.” “Tapi, Dad-” “Tolong turuti ucapan Daddy, ya. Daddy lakukan semua ini untuk kebahagiaanmu, Callis. Daddy sangat tahu bahwa kau masih mengharapkan Victor di sisimu.” Callis hanya bisa menganggukkan kepalanya setelah mendengar permohonan Mr. Wilson. Walaupun muncul harapan, Callis mencoba untuk menekan harapannya itu. Melihat Victor yang benar-benar menjauhinya membuat Callis sadar sepenuhnya bahwa masa depannya dengan Victor sudah tidak ada. *** Sudah satu bulan telah berlalu sejak Shirin, istri dari Zero, melahirkan. Sejak saat itu pula Mr. Wilson memintanya untuk tinggal di Mansion keluarga Wilson. Walaupun sudah satu bulan terlewati, Callis masih saja merasa canggung jika berada di tengah-tengah keluarga Wilson. “Callista, makan malam sudah siap.” Callis segera membuka pintu kamarnya dan langsung disambut oleh senyuman Isabella, ibu kandung Zero dan Callis. Setelah kehadiran Callis, kesehatan Isa
Callis berjongkok agar tingginya sama dengan Reis. Tangan kanannya bergerak mengelus kepala Reis dengan lembut. “Oke, nanti Mom bobo’ sama Reis. tapi, Reis janjinya kalo bobo’nya cepet?” ujar Callis dengan mengangkat jari kelingkingnya di hadapan Reis. Reis dengan cepat mengeratkan jari kelingking mungilnya kepada Callis untuk membuat pinky promise. Setelah itu, Reis menarik tangan Callis menuju kamar yang selalu ditempatinya sejak dia tinggal di mansion keluarga Daddynya, Keluarga Barnett. Callis melihat kamar Reis yang penuh dengan mainan. Ada banyak sekali robot dan mobil mainan. Bahkan, ada pula beberapa cosplay superhero favorit Reis. Saking banyak dan mahalnya mainan-mainan yang berada di rumah pribadi Reis, Callis sampai tidak dapat mengira-ngira berapa uang yang dikeluarkan oleh Anastasya untuk mengisi kamar Reis. “Mommy, Reis pengen Mommy, Daddy, sama Reis kumpul lagi,” ujar Reis sebelum dirinya sibuk dengan mainan-mainan yang dimilikinya. Callis tertegun mendengar ucapan
Callis terdiam setelah mendengar ucapan Victor. Dirinya sama sekali tidak menyangka bahwa Zero dan Mr. Wilson bergerak secepat itu. Melegakan memang, tetapi Callis harus benar-benar menyerah jika Victor menolaknya setelah mendengar semua penjelasan dari kakak serta ayah kandungnya.“Aku akan datang besok,” ujar Callis. Jujur saja, dirinya juga penasaran tentang masa lalu yang berkaitan denggan dirinya dan Victor. Callis harap, permasalahannya dengan Victor akan segera selesai.“Hanya itu saja?” tanya Victor. Setelah itu, Victor beranjak dari taman belakang untuk menuju ke ruang kerjanya.“Em… Victor,” panggil Callis dengan ragu-ragu. “Bolehkah aku menginap di sini?” lanjut Callis saat dirinya melihat Victor berhenti walau tidak membalikkan tubuhnya.“Lakukan terserahmu,” ujar Victor dengan tak acuh dan melanjutkan langkahnya menuju ruang kerja.Callis menghembuskan nafasnya panjang seraya mengurut dadanya. “Semangat, Callis. Semuanya bakal baik-baik aja,” ucap Callis untuk menyemangat
Senyum Callis mengembang saat mendengar ucapan Victor. Dengan bergegas, Callis berdiri dan berjalan menuju pintu ruang kerja Victor.“Aku mengatakan akan membantumu, bukan mengerjakan tugasmu. Jangan pergi dan tetap duduk di sini,” ujar Victor.Callis menampilkan senyum bodohnya. “Aku akan kembali dengan brownies yang lezat.”“Nyonya Barnett, browniesnya sudah matang.”Callis rasanya ditarik kembali ke dunia nyata saat mendengar ucapan dari kepala maid yang mengejutkannya.“Maafkan saya telah mengejutkanmu, Nyonya Barnett. Tapi, saya takut browniesnya gagal jika tidak diangkat sekarang.”Callis melihat jam di tangannya. “Oh Tuhan! Aku terlambat.” Dengan cepat, Callis menyiapkan brownies buatannya ke dalam kotak makan dan segera berangkat menuju ke kantor Victor. saat ini, Callis sudah cukup terlambat karena jam sudah menunjjukkan pukul 13.30.***Callis berjalan menuju ke ruangan Victor dengan langkah lebar dan tergesa. Sebenarnya, sudah tidak ada harapan lagi, mengingat sekarang suda
“Aku membawakanmu ‘lemon’,” ujar Zero dengan dua gelas di masing-masing tangannya. Saat ini, Callis dan Zero sedang duduk si salah satu ruangan VIP karena Callis risih apabila berkumpul dengan banyak orang mabuk. “Minumlah,” ujar Zero dengan memberikan segelas ‘lemon’ kepada Callis.Callis meminumnya tanpa ragu. Dalam sekali tegukan, Callis menghabiskan ‘lemon’ itu. “Rasanya menyegarkan,” ujar Callis setelahnya.Zero tertawa. “Kau boleh meminum punyaku jika kau mau,” ujar Zero dengan menyongsongkan gelasnya pada Callis. “Ah ya, aku lupa memberi tahumu. Victor Barnett ada di sini. Kau bisa menghubunginya.”Callis yang sudah kehilangan setengah kewarasannya hanya bisa menganggukkan kepalanya. Zero tersenyum saat melihat Callis ketagihan dengan ‘lemon’ tersebut. Yah tentu saja! Zero sudah mencampurkan alkohol dan obat perangsang di minuman Callis.“Aku akan pergi sebentar,” ujar Zero yang hanya ditanggapi dengan gumaman tak jelas oleh Callis.“Antarkan lagi minuman itu kepadanya, dan pa
“Senang mendengarnya. Saya kira terjadi sesuatu kepada Miss Efigenia. Namun sayangnya, Mr. Barnett sedang tidak ada di ruangan. Beliau sedang keluar untuk-” Ucapan satpam itu terhenti saat Victor turun dari mobilnya dan memberikan kunci mobilnya pada petugas valet. Namun, bukan itu yang membuat satpam ataupun Callis terdiam. Keberadaan wanita cantik, yang Callis ketahui salah seorang model terkenal, di samping Victor dengan lengan Victor yang merangkul wanita itu lah yang membuat kedua orang yang tadi berbincang terdiam. Satpam menatap Callis dengan kasihan. “Aku tidak apa-apa. Tolong jangan beritahu Mr. Barnett jika aku berkunjung ke sini,” ujar Callis dengan serak. Wanita itu segera pergi dari sana sebelum Victor mengetahui keberadaannya. Dari sekian banyak hal yang telah terlalui, yang paling membuat Callis merasa sakit hati ialah ternyata dirinya tidak seistimewa itu dalam kehidupan Victor. Setelah ini, Callis akan fokus kepada kuliahnya agar dirinya bisa segera keluar dari kota
Well, jangan anggap Callis adalah mahasiswa yang tidak memiliki teman sama sekali. Salah besar. Callis merupakan salah satu mahasiswa yang cukup dikenal di program studinya karena beberapa kali menjadi panitia di acara kampus. Selain itu, Callis juga mudah membaur dan ramah. Selain itu, Callis juga aktif mengikuti beberapa kegiatan yang dilakukan oleh perkumpulan mahasiswa yang satu negara dengannya, Indonesia. “Apa rencanamu kedepannya, Callista?” tanya Ale. “Mungkin sekarang adalah hari terakhirku di sini. besok aku akan terbang ke Singapura karena aku diterima di salah satu perusahaan di sana.” “Astaga! Kenapa jauh sekali?” tanya Angel dengan penuh drama. Callis terkekeh, sedangkan Ale memutar bola matanya dengan malas. Kekasih dari Angel itu merasa sedikit malu dengan kelakuan Angel. “Aku diterima di Roberto Paradise Hotel and Residences.” *** Callis telah menjelaskan apa yang terjadi di masa lalu versi dirinya. Namun, tidak ada ekspresi berarti dari Victor. Lelaki itu hanya