Senyum Callis mengembang saat mendengar ucapan Victor. Dengan bergegas, Callis berdiri dan berjalan menuju pintu ruang kerja Victor.“Aku mengatakan akan membantumu, bukan mengerjakan tugasmu. Jangan pergi dan tetap duduk di sini,” ujar Victor.Callis menampilkan senyum bodohnya. “Aku akan kembali dengan brownies yang lezat.”“Nyonya Barnett, browniesnya sudah matang.”Callis rasanya ditarik kembali ke dunia nyata saat mendengar ucapan dari kepala maid yang mengejutkannya.“Maafkan saya telah mengejutkanmu, Nyonya Barnett. Tapi, saya takut browniesnya gagal jika tidak diangkat sekarang.”Callis melihat jam di tangannya. “Oh Tuhan! Aku terlambat.” Dengan cepat, Callis menyiapkan brownies buatannya ke dalam kotak makan dan segera berangkat menuju ke kantor Victor. saat ini, Callis sudah cukup terlambat karena jam sudah menunjjukkan pukul 13.30.***Callis berjalan menuju ke ruangan Victor dengan langkah lebar dan tergesa. Sebenarnya, sudah tidak ada harapan lagi, mengingat sekarang suda
“Aku membawakanmu ‘lemon’,” ujar Zero dengan dua gelas di masing-masing tangannya. Saat ini, Callis dan Zero sedang duduk si salah satu ruangan VIP karena Callis risih apabila berkumpul dengan banyak orang mabuk. “Minumlah,” ujar Zero dengan memberikan segelas ‘lemon’ kepada Callis.Callis meminumnya tanpa ragu. Dalam sekali tegukan, Callis menghabiskan ‘lemon’ itu. “Rasanya menyegarkan,” ujar Callis setelahnya.Zero tertawa. “Kau boleh meminum punyaku jika kau mau,” ujar Zero dengan menyongsongkan gelasnya pada Callis. “Ah ya, aku lupa memberi tahumu. Victor Barnett ada di sini. Kau bisa menghubunginya.”Callis yang sudah kehilangan setengah kewarasannya hanya bisa menganggukkan kepalanya. Zero tersenyum saat melihat Callis ketagihan dengan ‘lemon’ tersebut. Yah tentu saja! Zero sudah mencampurkan alkohol dan obat perangsang di minuman Callis.“Aku akan pergi sebentar,” ujar Zero yang hanya ditanggapi dengan gumaman tak jelas oleh Callis.“Antarkan lagi minuman itu kepadanya, dan pa
“Senang mendengarnya. Saya kira terjadi sesuatu kepada Miss Efigenia. Namun sayangnya, Mr. Barnett sedang tidak ada di ruangan. Beliau sedang keluar untuk-” Ucapan satpam itu terhenti saat Victor turun dari mobilnya dan memberikan kunci mobilnya pada petugas valet. Namun, bukan itu yang membuat satpam ataupun Callis terdiam. Keberadaan wanita cantik, yang Callis ketahui salah seorang model terkenal, di samping Victor dengan lengan Victor yang merangkul wanita itu lah yang membuat kedua orang yang tadi berbincang terdiam. Satpam menatap Callis dengan kasihan. “Aku tidak apa-apa. Tolong jangan beritahu Mr. Barnett jika aku berkunjung ke sini,” ujar Callis dengan serak. Wanita itu segera pergi dari sana sebelum Victor mengetahui keberadaannya. Dari sekian banyak hal yang telah terlalui, yang paling membuat Callis merasa sakit hati ialah ternyata dirinya tidak seistimewa itu dalam kehidupan Victor. Setelah ini, Callis akan fokus kepada kuliahnya agar dirinya bisa segera keluar dari kota
Well, jangan anggap Callis adalah mahasiswa yang tidak memiliki teman sama sekali. Salah besar. Callis merupakan salah satu mahasiswa yang cukup dikenal di program studinya karena beberapa kali menjadi panitia di acara kampus. Selain itu, Callis juga mudah membaur dan ramah. Selain itu, Callis juga aktif mengikuti beberapa kegiatan yang dilakukan oleh perkumpulan mahasiswa yang satu negara dengannya, Indonesia. “Apa rencanamu kedepannya, Callista?” tanya Ale. “Mungkin sekarang adalah hari terakhirku di sini. besok aku akan terbang ke Singapura karena aku diterima di salah satu perusahaan di sana.” “Astaga! Kenapa jauh sekali?” tanya Angel dengan penuh drama. Callis terkekeh, sedangkan Ale memutar bola matanya dengan malas. Kekasih dari Angel itu merasa sedikit malu dengan kelakuan Angel. “Aku diterima di Roberto Paradise Hotel and Residences.” *** Callis telah menjelaskan apa yang terjadi di masa lalu versi dirinya. Namun, tidak ada ekspresi berarti dari Victor. Lelaki itu hanya
Callis menitipkan belanjaannya di tempat penitipan. Setelah itu, dirinya bergerak untuk menuju ke tempat di mana Victor menunggunya. Di sana, terdapat Victor yang sedang menikmati ice cream dengan tenang, sangat kontras pemudi yang menatap Victor dengan menunjukkan ekspresi tertarik yang ketara.“Cih.” Callis berdecih melihat segerombolan pemudi itu. Di umur segitu, mereka harusnya fokus belajar. Bukannya malah nongkrong tidak jelas di kafe. Lagi pula, apakah mereka tidak sadar jika Victor terlihat jauh lebih tua dibandingkan mereka. Atau malah mereka mencari lelaki seumur Victor untuk dijadikan ayah gula?Sebelum menghampiri Victor, Callis memasang senyum yang sangat manis. Dirinya lalu bergerak dengan riang mendekati Victor. “Ah, maaf sekali, Sayang. Karena menungguku, kau harus menunggu di sini dengan bosan,” ujar Callis dengan manja. Tak lupa, Callis juga membubuhkan satu kecupan di pipi kanan Victor.***Victor mengernyitkan alisnya saat melihat gelagat aneh dari Callis. “Apa yan
Callis dan Victor berjalan beriringan. Setelah sampai di unitnya, Victor segera memasuki kamar pribadinya untuk membersihkan tubuh. Callis berdiri di tengah ruang tamu, tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Callis ingin membersihkan dirinya. Namun, kamar yang digunakan selama di sini adalah kamar utama, dengan kata lain kamar Victor. Rasanya, Callis akan merasa canggung jika masuk ke kamar tersebut tanpa permisi. Lama tidak tinggal di unit Victor membuat Callis menjadi asing padahal tidak ada yang berubah dari tempat tinggal Victor tersebut.Tak lama, Victor keluar dari kamarnya dan segera menghampiri Callis. Victor sudah mengganti tuksedonya dengan pakaian yang lebih santai. Rambut Victor terlihat sedikit basah dan berantakan. Ketampanan Victor meningkat berkali-kali lipat dengan penampilan tersebut.“Kau tidak ingin membersihkan diri?” tanya Victor dengan heran.“Aku… Um… Aku.” Callis bingung harus bagaimana untuk menyuarakan kecanggungannya.“Aku akan keluar sebentar.” Victor men
Callis! Ini bukan pengalaman pertamamu! Jangan berlaga seperti orang suci! Teriak Callis dalam hatinya.Akan tetapi, tidak bisa. Callis tidak bisa mengontrol dirinya. Victor dan posisi mereka yang terbilang cukup intim membuatnya tidak bisa mengendalikan dirinya. Kaki Callis terasa sangat lemas seperti jeli. Namun, dirinya tidak akan terjatuh dan membuatnya malu.Tuhan! Tolong hamba, jerit Callis.“I love you, Baby Girl.” Belum sedetik Callis mencerna ucapan Victor, bibir Callis langsung menjadi sasaran Victor.***Callis terbangun saat dirinya merasa pelukan hangat yang semalaman telah memanjakannya menghilang. Matanya mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya matahari yang ternyata sudah terang. Callis terlambat bangun!Callis segera beranjak dari tidurnya begitu sadar bahwa dirinya sudah sangat terlambat untuk bangun. Kepala Callis sontak terasa pening karena berdiri dengan cepat dari tidurnya.“Hi, dear. Jangan terburu-buru. Reis sudah berangkat ke sekolah diantar oleh ma
Callis masih setia mengelus punggung Reis yang masih sesenggukan di dadanya. Bahkan, Reis duduk di pangkuan Callis karena masih tidak ingin lepas dari ibunya. “Nangisnya udahan dong, sayang.” Callis mencoba melepaskan pelukan Reis padanya.Pelukan Reis terlepas. Callis akhirnya dapat melihat wajah Reis yang memerah sebab tangis. Bahkan, mata Reis masih basah karena air mata yang belum kering. Air mata Reis kembali menetes saat menatap wajah ibu yang sangat dirindukannya.“Gantengnya Mommy jadi jelek soalnya nangis mulu,” ledek Callis dengan mengelap wajah Reis yang basah karena air mata dan keringat. “Reis kangen banget sama Mommy,” rengek Reis dengan kembali memeluk Callis, tapi tidak seerat tadi. “Mommy juga kangen banget sama anak Mommy yang paling ganteng ini.”“Mommy, aku laper banger,” rengek Reis yang dijawab dengan kekehan oleh Callis.***Callis dan Reis sampai di Four Season, salah satu restoran yang berkolaborasi dengan TBGroup. Sejak mereka hidup dengan Victor, lelaki it