Olive lalu terkekeh saat tidak mendapatkan sautan dari Callis. “Ternyata kalian memiliki hubungan di masa lalu. Kenapa kau mau kembali pada Victor? Kau kehabisan uang dan menjadikan anakmu menjadi alat untuk memeras Victor?” tanya Olive dengan nada mencemooh.
“Kau salah, Olive. Victor lah yang mendatangi kami. Victor bahkan memaksa kami untuk tinggal di sini.” Callis memilih untuk jujur pada Olive.
Olive lalu bertepuk tangan dengan pelan. “Sudah ku duga,” ucap Olive dengan seringainya. “Kau tahu kenapa Victor memaksa anakmu untuk tinggal di sini?” tanya Olive dengan seringai yang masih bertahan di bibirnya.
Callis tidak pernah memikirkan alasan Victor yang memboyong mereka kembali ke Australia. “Karena Reis adalah anaknya dan Victor ingin dekat dengan darah dagingnya,” ucap Callis dengan ragu. Sejujurnya, Callis juga tidak tahu alasan Victor bertindak sejauh ini.
Olive tertawa seolah apa yang tel
Zero melihat sekilas ponselnya. Sepertinya ada pesan yang masuk dan itu terlihat penting karena air muka Zero yang berubah menjadi tegang. Zero menarik tangan Callis dan mengenggamnya. “Aku akan menjelaskan padamu nanti, Callista. Sekarang istriku sedang ada di rumah sakit. Aku harus ke sana,” ucap Zero.Callis mengangguk dan melepaskan genggaman tangan Zero. Callis dan Zero berdiri dan hendak keluar dari ruangan itu. “Callis, percaya padaku. Dari dulu, aku selalu menganggapmu sebagai adikku. Dan sekarang aku tidak ingin kehilangan adikku lagi.”***Callis berjalan dengan gontai menuju kubikelnya. Dalam hatinya, Callis mempertimbangkan langkah apa yang akan dipilihnya setelah ini, mempercayai Zero dan menjelaskan semuanya kepada Victor atau membiarkan kesalahpahaman ini tetap berlalu. Apapun langkah yang dipilihnya, hasilnya akan tetap sama. Reis akan menjadi pewaris kerajaan bisnis TBGroup.Selama sisa jam, Callis tidak berpapasan
“Victor, kau sudah melewati batasmu,” ucap Callis terengah setelah Victor melepas pangutannya. Callis dapat melihat sorot mata gairah dalam bola mata Victor.“Kau ingin mendapatkan status di sini, kan? Aku akan memberikannya kepadamu. Sekarang cukup layani aku.” Victor menyentuh kancing piyama Callis.“Victor, aku tidak bisa. Ini salah.” Callis mencoba menyingkirkan tangan Victor darinya. Callis memang mencintai Victor, tapi bukan berarti dirinya akan mengulangi kesalahannya lagi. Meskipun di budaya Victor, having sex adalah hal yang bisa, namun tidak bagi budaya Callis. Callis hanya ingin melakukannya jika Victor dan dirinya sudah sama-sama jujur dengan perasaan mereka. Bukan di saat keduanya dilingkupi emosi seperti ini. Bagi Callis, tidak ada yang namanya having sex, dirinya hanya mengenal making love dan tersebut sakral baginya.“Persetan dengan hal salah, Callie. Aku menginginkanmu sekarang.” Pikiran Victor se
Callis sedang menyiapkan makan malam untuk Reis saat Victor memasuki dapur dengan masih mengenakan setelan kerja lengkap. Callis menunduk, tidak ingin memandang wajah Victor yang terlihat seperti tidak ada hal yang terjadi tadi malam. Selain malu, Callis juga merasa kecewa dengan Victor. Callis merasa seperti wanita panggilan yang akan terbangun sendirian di kamar setelah melakukan malam yang panas.“Reis, malam ini Mommy tidak bisa membacakan dongeng kepadamu. Kau bisa langsung tidur. Daddy sedang ada urusan dengan Mommy,” ucap Victor setelah Reis menghabiskan makanan yang ada di piringnya. Reis hanya mengangguk tanpa bantahan dan kembali ke kamar setelah makanan di atas piringnya tandas.Setelah Reis menghilang, Victor melemparkan setumpuk dokumen kepada Callis. “Kita sudah sah menjadi pasangan suami istri di mata hukum.”***“Victor, bukan itu maksud ucapanku semalam. Kau salah paham,” ujar Callis saat dirinya sudah
“Apakah masalah Callis?” tanya Dave dengan santai. “Jika kau memang tidak bisa dengan Callis, lepaskan dia untukku. Lalu, kau bisa hidup bahagia dengan Olive.”“Kau ingin berkelahi denganku?” desis Victor dengan menatap tajam Dave yang terlihat sangat santai dengan memutar pelan gelas minumannya.Dave tertawa. “Jika ku katakan bahwa aku tertarik dengan Callis, apa kau akan melepasnya? Toh kau tidak memiliki ikatan yang kuat dengannya. Aku bahkan bisa menganggap anakmu seperti anakku sendiri.”“Hentikan omong kosongmu, Dave. Callie sekarang sah menjadi istriku.”Dave tersedak. Setelah tenggorokannya dapat berjalan semestinya, Dave menatap Victor dengan tajam. “Jangan bercanda, Victor. Aku tahu Callis tidak akan mau menjadi istrimu.”Victor terkekeh sinis melihat wajah Dave yang terlihat sangat tidak bersahabat. “Nyatanya dia memang istriku sekarang.”“Ku
“Profit dari kerja sama ini sangat tinggi, Mom. Selain itu, kita juga harus membayar penalti yang sangat besar untuk pembatalan kerja sama itu. Aku juga tidak menyukai Wilson Inc., tapi ini hanya kerja sama antarperusahaan. Tidak lebih,” jelas Victor “Aku tahu, tapi aku tidak ingin ada urusan lagi dengan Wilson Inc.,” ujar Anastasya dengan mimik muka yang terlihat gelisah. “Memangnya ada apa?” tanya Victor sekali lagi. Anastasya sepertinya menyembunyikan sesuatu dan Victor penasaran akan hal tersebut. Ibunya itu hampir tidak pernah memikirkan sesuatu secara berlebihan seperti ini. “Tidak ada apa-apa. Hanya saja…” Anastasya mencoba memilih kata-kata yang cocok untuk diucapkannya. “Hanya saja sedari awal, hubungan Barnett dengan Wilson tidak pernah baik.” “Sebenarnya apa yang kau sembunyikan, Mom?” tanya Victor akhirnya. “Tidak ada, anakku.” “Maka aku tidak bisa membatalkan kerja sama ini.” “Kau ingin membatalkan kerja sama ini a
Anastasya menuntun Victor untuk duduk di kursi tunggu. Wajah Victor terlihat sangat gusar. Berkali-kali dirinya mengecek jam yangan dan juga pintu ruang operasi. Menurut dokter, operasi ini hanya berjalan satu jam. Namun sekarang sudah hampir dua jam dan mereka belum keluar dari sana.Tak lama, dokter keluar dari ruang operasi. Victor dapat menghembuskan sedikit nafas lega saat melihat dokter dan beberapa suster keluar dari sana. Paling tidak, Victor tidak melihat wajah dokter yang seperti tadi. Ada sedikit cahaya di sana.“Operasi berjalan lancar.”***Victor setia menemani Callie saat Callie masih belum sadarkan diri. Bahkan di pemakaman calon anaknya, Victor memilih untuk tidak hadir. Sudah dua hari sejak operasi itu, Callie masih setia memejamkan matanya.“Callie, aku mohon bangunlah. Jangan menyiksaku seperti ini.” Victor terus saja mengajak berbicara Callie agar Callie cepat sadar. Tangannya tak henti-henti mengelus je
Demi tuhan! Jika Victor tahu hamil bisa semenyakitkan itu, Victor memilih untuk tidak menghamili Callie. Baginya, sudah cukup Reis berada di antara keduanya. Victor tidak butuh banyak anak daripada dirinya harus melihat Callie kesakitan.“Victor?”“Dave?” Victor terkejut melihat ada Dave di sini. “Untuk apa kau di sini?”Dave mengendikkan bahunya. “Salah satu teman seprofesiku sedang sakit dan aku sedang mengunjunginya di sini,” jawab Dave. Victor tak ambil pusing dengan jawaban Dave. Toh hal tersebut tidak berpengaruh apapun padanya. “Lalu untuk apa kau di sini?”“Callie dirawat di sini,” ucap Victor dengan lesu.“Sial! Apa kau menyakitinya?” tanya Dave dengan mengcengkram kedua kerah kemeja Victor.“Jika dengan memukulku kau bisa mengembalikan senyumannya, lalu pukul aku hingga sekarat.”***Setelah tiga hari pemulihan, Callie dipe
Victor mencoba mengelus rambut Callie dengan lembut walaupun Callie beberapa kali mencoba menyingkirkan tangan Victor dari rambutnya. “Kau tidak akan melupakannya karena pikiran negatif yang ada di kepala cantikmu itu.”“Lepaskan aku, Victor.”Victor menyeringai. “Apa aku harus melakukan ini agar kau kembali menyebut namaku dan kembali hidup?” tanya Victor dengan kekehan di mulutnya. Pasalnya, sejak kejadian itu, Callie tidak pernah lagi menyebut nama Victor.“Aku sudah memanggil namamu, jadi enyahlah dari atasku.”***Callis menyeduh teh di pantry untuk menenangkan hati dan pikirannya. Setelah kegugurannya itu, Callis seperti tidak memiliki semangat untuk hidup. Rasanya, semua yang dilakukannya hanya akan menyakitinya. Sepertinya, tidak ada tempat untuknya bahagia di dunia ini. Bahkan Reis, satu-satunya harapan Callis sekarang sudah direbut oleh keluarga Barnett. Sejak dirinya keluar dari rumah sakit