Shara bercermin di depan sebuah cermin kecil yang sedang ia pegang di tangannya. Wajahnya menjadi lesu tatkala ia mendapati keningnya yang sudah membiru. Entah apa yang akan ia katakan kepada orangtuanya tentang luka yang ada di dahinya ini. Adam yang memperhatikan Shara dari balik kemudi mobilnya hanya bisa menghela napas sambil geleng-geleng kepala.
"Mau ngaca sampai lebaran gajah juga muka kamu gitu-gitu aja, nggak akan berubah."
Mendapati perkataan Adam, Shara menoleh dan menatap laki-laki bermulut comel ini.
"Iya, aku tau kalo muka aku nggak akan berubah kecuali bakalan oplas di Korea, tapi ini gimana nutupinnya?"
"Bikin poni Dora."
Plak.....
Shara menepuk lengan Adam yang membuat Adam tertawa cekikikan. Adam tidak bisa membayangkan wajah Shara yang memiliki poni depan di usia 34 tahun ini.
"Nggak, nggak sudi aku di poni depan. Udah kaya Edel aja."
"Ya udah kalo gitu terima aja kenyataannya kalo kamu barusan
Tin....Tin.....Suara klakson mobil di halaman rumah Shara membuatnya segera menuruni tangga sambil berlarian. Di sela-sela ia berlarian, mulutnya tidak berhenti mengoceh tentang kebiasaan adiknya ini."Askar, Lo lama-lama gue gampar juga kalo nggak bisa sabar." Oceh Shara sambil berlarian menuju ke halaman depan rumah orangtuanya.Tampak di sana sebuah SUV mewah berwarna hitam sudah siap di depan teras rumah. Shara segera melangkah mendekati mobil dan membuka pintunya."Lo kalo kasih tebengan yang sabar dikit kenapa, sih?""Siapa suruh lo ikut gue, Mbak?""Mama. Mama yang ambil kunci mobil gue. Mama bilang seharusnya gue udah dipingit. Nggak tau apa Mama gimana bosennya di rumah terus."Kini Askara hanya tertawa cekikikan. Memang sejak semalam Mama dan Papa mereka menyita kunci mobil Shara. Mereka tidak akan mengijinkan Shara berkendara seorang diri di hari-hari dekat tanggal pernikahannya. Kini setelah sang
Adam dan Shara keluar dari kantor KUA dan mereka berdua berjalan kaki menuju puskesmas pembantu yang ada di samping kantor KUA. Adam memilih berdeham ketika melihat Shara yang sejak tadi memilih diam dan tidak banyak bicara. Bahkan saat ia berdeham pun Shara masih diam saja tidak menoleh."Kamu kenapa sih, Bi? Dari tadi diam aja?"Shara memilih menggelengkan kepalanya. Ia masih sibuk dengan pikirannya sendiri tentang pilihan Adam tadi. Mas kawin sebuah lantunan surat Ar-Rahman. Apakah ia pantas mendapatkan laki-laki seperti ini? Dirinya yang memiliki pergaulan liar ketika berpacaran dengan Dion, pernah menjadi seorang DJ, bahkan dirinya masih belum menutup auratnya, benar-benar membuat Shara malu sendiri. Sungguh sepertinya ia sangat beruntung sedangkan Adam sangat buntung karena memilihnya sebagai calon pendamping hidup."Kamu kurang setuju dengan rencana mahar pernikahan kita?"Shara masih menggelengkan kepalanya."Terus kenapa kamu masih diam aj
Nada memperhatikan sang Mama yang sedang memegang keningnya siang ini saat mereka baru saja selesai makan siang di salah satu restoran yang ada di mall dekat kantor mereka. Sejak tadi Nada sudah menunggu Mamanya untuk membuka mulutnya, namun semuanya sia-sia belaka. Mamanya tampak stress siang ini. Sepertinya segala sesuatu tentang kakaknya memang lebih bisa menyita perhatian sang Mama daripada dirinya. Mungkin karena daripada dirinya, Adam adalah anak yang lebih dekat dengan Mamanya. Bisa di bilang Adam adalah anak kesayangan sang Mama. "Ada apalagi sih, Ma?" "Mama pusing, Nad." "Minum parasetamol, Ma." Jawab Nada singkat yang justru membuat sang Mama menatapnya dengan tatapan galak. Nada terperanjat ketika sang Mama justru langsung mengomelinya laksana ia anak kecil yang baru saja melakukan kesalahan. "Kamu nggak tau kan, Mama pusing pas si Adam bilang sama Mama semalam, dia mau kasih mahar Shara itu hafalan surat Ar-Rahman. Memang
Baru saja Nada memasuki kamarnya setelah ia dan keluarganya mengikuti acara makan malam bersama keluarga Papa mertuanya di rumah Eyang Ningrum. Namun sejak tadi handphonenya tidak berhenti berbunyi. Tidak perlu heran, tentunya teman-temannya pasti sudah heboh setelah mendapatkan undangan after wedding party milik Adam dan Shara yang ia kirimkan ke alamat kantor mereka masing-masing hari ini. Nada memilih membiarkan handphonenya berbunyi dan balasan demi balasan muncul di sana yang ia abaikan begitu saja.Kini saat suaminya justru masih sibuk untuk membakar lemak-lemak di tubuhnya setelah mereka menyantap makan malam besar di rumah anak Eyang Ningrum, Nada baru membuka handphonenya lagi. Ia membaca pesan demi pesan yang di kirim oleh ketiga sahabatnya, Salma, Deva dan Robert.Gabriella Salma menambahkan Robert AryawilagaSalma : *sending picture*Salma : gue udah dapat undangan after we
Shara duduk termenung sambil mengingat-ingat kejadian hari ini. Ia merasa bersalah karena mengomeli Adam laksana Adam adalah laki-laki yang baru saja ketauan selingkuh. Andai saja Mama Adam tidak membuatnya jengkel dengan semua hal yang berlebihan itu. Bagaimana tidak, Adam dan Mamanya membelikan Shara tas Harmen, Gucci, LV belum barang-barang branded lainnya yang sebetulnya tidak ia butuhkan.Ketika Gendhis memilih pergi terlebih dahulu karena harus menghadiri acara arisan bersama teman-temannya, Shara mengajak Adam berbicara berdua di studio musik yang ada di rumah orangtua Adam.Saat mereka ada di dalam sana, akhirnya Shara meluapnya semua yang ada di dalam dirinya."Nyet, aku nggak suka dengan semua ini.""Nggak suka apanya?" Tanya Adam ketika ia belum paham arah pembicaraannya dengan Shara saat ini."Kamu kasih aku hal-hal mewah yang sebenarnya aku juga sedang nggak butuh. Biaya pernikahan kita udah besar, Nyet. Terus kenapa kamu masih kasih a
Malam ini Shara dan Adam duduk di pinggir alun-alun selatan Yogyakarta sambil menatap dua pohon beringin besar yang ada di depan mereka. Suasana yang mulai sepi menemani mereka malam ini. Para pedagang sudah mulai menutup dagangan mereka. Berbagai macam mainan seperti sepeda hias, bahkan sampai mobil-mobilan kayuh juga sudah mulai pulang satu per satu dini hari ini."Bi, kamu nggak mau olahraga malam-malam?""Olahraga apa?" Tanya Shara dengan bingung."Genjot itu." Kata Adam sambil menunjuk ke mobil kayuh yang ada di pinggir jalan.Shara hanya menghela napas panjang kemudian ia menggelengkan kepalanya."Ogah, Nyet." Jawab Shara singkat."Kenapa?""Itu yang kayuh kalo bisa berempat masih mending bebannya nggak berat, tapi kalo kita cuma kayuh berdua? Duh, mending jalan kaki keliling alun-alun, Nyet."Setelah mengatakan itu Shara memilih berdiri dari posisi duduknya dan langsung berjalan menyeberangi jalan untuk menuju ke arah du
Siang ini Shara berjalan dengan kaki yang terasa sakit. Entah ia harus merasa beruntung atau sial sejak semalam. Bagaimana tidak merasa sial, ia baru sampai di rumah pukul lima pagi dan Adam baru pulang dari rumah orangtuanya pukul tujuh pagi. Baru beberapa jam Shara menutup matanya, Ero telah meneleponnya dan memintanya datang ke butik.Dengan mata yang sebenarnya enggan untuk terbuka, akhirnya Shara bangkit dari ranjangnya yang empuk dan berjalan menuju ke kamar mandi. Ia sengaja mandi dengan air dingin agar matanya dapat terbuka lebar, namun tetap saja dirinya merasa mengantuk. Selesai melakukan kegiatan paginya di kamar mandi, Shara berjalan menuju ke walk in closet yang ada di dalam kamarnya dan segera mengambil kaos oblong beserta celana jeans panjang sobek-sobeknya yang memang 'dirinya sekali.'Mengingat dirinya tidak boleh menyetir seorang diri mendekati hari pernikahannya, Shara memilih mengunakan motor matic miliknya yang ada di garasi."O
Adam sedang merenung di balik meja kerjanya tentang pertengkarannya tadi pagi dengan sang Papa. Entah bisa di sebut pertengkaran atau hanya perbedaan pendapat dengan suara yang sama-sama keras, tapi yang jelas bagi dirinya yang jarang berselisih paham dengan orangtuanya terlebih sang Papa tentunya ini ia artikan sebagai pertengkaran."Dam, itu sudah tradisi. Keluarga kita akan membawa semuanya ke sana untuk seserahan. Termasuk beras, minyak, gula, telur, teh, bumbu dapur, bahkan kambing juga bawa.""Ribet, Pa. Nggak usah."Adam tau dirinya dan Papanya sudah sama-sama panas. Bahkan sang Papa menyebut tentang masalah biaya."Kalo kamu takut keluar biaya. Papa yang akan biayain semuanya."Adam harus menarik napas panjang berkali-kali sebelum akhirnya ia hanya mengatakan kepada Papanya tentang sebuah keputusan yang menurutnya sangat adil dan bijaksana."Kita ikutin apa maunya Shara dan keluarganya
Setelah mengatar Galen dan Edel ke sekolah mereka, pagi ini Juna dan Nada segera menuju ke rumah Adam yang berada di daerah Kalasan. Jangan tanya bagaimana padatnya lampu merah pagi ini karena tentu saja di jam-jam orang berangkat kerja seperti ini jalan Laksda Adisucipto cukup membuat banyak orang tiba-tiba cosplay menjadi Valentino Rossi."Kalo bukan karena kamu yang ngajakin aku, Nad, mending aku ke kantor dan kerja aja. Kerjaanku numpuk ini.""Kemarin kita sudah menuruti keinginan Adam buat enggak ditengok, karena itu kita ngikutin kemauan Tiara buat bikin acara penyambutan di rumahnya si Monyet.""Memang siapa yang punya kunci rumahnya?""Aku," kata Nada sambil memamerkan kunci rumah Adam di depan wajah suaminya yang kini sedang berada di balik kemudi mobil.Juna menggelengkan kepalanya melihat kunci rumah Adam yang memiliki gantungan boneka Pucca itu. Melihat reaksi Juna, Nada menarik kunci itu dan memasukkan kembali ke dalam tasnya. Obrolan khas suami istri terjadi di dalam mob
Adam baru bisa bernapas dengan lega kala Mamanya pamit untuk ke kantor, namun sepertinya rasa lega yang ia rasakan terlalu cepat berakhir karena handphonenya sudah penuh dengan hujatan dari saudara-saudaranya.Nada : Nyet... sebenarnya lo anggap kita di group ini apa? Bisa-bisanya lo enggak kasih kabar kalo Mbak Shara opname di rumah sakit.Luna : Shara opname?Nada : Iya, Mbak. Gue dikasih tahu Mama soalnya Mama ijin berangkat siang hari ini karena mau jenguk Mbak Shara dulu.Ruben : Bagus.... si Monyet minta didepak dari dari group ini secara terang-terangan.Juna : Gimana bisa kita depak dia, Ben... dia kan admin group-nya :DCaramel : Oh... begitu ya mainnya sekarang, mas Adam? Kalo ada apa-apa enggak pernah kasih tahu keluarga. Awas aja kalo bininya sampai mikir keluarga lakinya cuek-cuek dan enggak ada yang perhatian.Adam yang membaca pesan di group whatsapp itu hanya bisa menghela napas panjang. Niat hati ingin merahasiakan semua ini agar Shara bisa beristirahat dengan nyaman
Shara memilih memfokuskan pandangannya pada layar handphone miliknya sejak Sony dan Ayu masuk ke ruangan ini. Apalagi dokter Merry baru saja melakukan kunjungan dan menerangkan kondisinya secara detail saat ini kepada Adam berbonus kepada Sony serta Ayu. Tentu saja Sony dan Ayu menanyakan kondisi Shara saat ini secara detail kepada dokter Merry melebihi pertanyaan-pertanyaan yang Adam berikan. "Selalu saja begitu kamu itu, Shar. Apa sih susahnya menahan diri? Toh kalian ini sudah lama 'kan mengharapkan kehadiran momongan.""Mama kaya enggak pernah ditinggal lama sama Papa terus ketemu lagi. Bisa coba dibayangkan gimana 'kan rasanya."Jika tidak ingat ini di rumah sakit, Ayu pasti sudah mengomeli Shara tiada henti. Sayangnya Sony sudah meminta istrinya itu untuk diam dan tidak meneruskan perdebatan ini. Suara ketukan di pintu ruangan Shara dirawat ini membuat Adam segera berdiri dan berjalan untuk membukanya. Tidak mungkin perawat karena jika perawat pasti setelah mengetuk pintu akan
"Sebagai tindakan preventifnya, saya sarankan ibu Shara untuk bedrest selama beberapa hari di rumah sakit."Mendengar ucapan dokter Merry ini, Adam tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Bagaimana bisa Shara merahasiakan semuanya ini dari dirinya sejak pagi sampai siang. Untung saja saat ini dirinya menemani Shara ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya jika tidak entah apa yang akan terjadi. Bisa-bisa Shara tetap akan menyembunyikan keadaannya dengan mengatakan akan menginap di rumah orangtuanya selama beberapa hari. "Baik, Dok."Ucapan Shara yang terdengar pasrah ini membuat Adam menoleh. Andai tidak ada dokter Merry di hadapannya, Adam mungkin akan memarahi Shara secara habis-habis. Sudah menjadi kesepakatan mereka untuk selalu terbuka dalam hal apapun namun Shara memilih menyembunyikannya. Kini saat dokter Merry meminta Adam dan Shara mengurus semua bekas yang diperlukan untuk melakukan rawat inap, segera saja mereka berdua keluar dari ruang praktek dokter Merry. Samb
Terik sinar matahari yang menyapa kedua mata Adam membuatnya segera menggunakan kacamata hitamnya. Ia baru saja sampai di Yogyakarta Internasional Airports dan langsung menuju ke parkiran karena Nada sudah menjemputnya di sana. Sengaja Adam tidak memberitahukan kepada Shara tentang detail jadwal penerbangannya dari Berlin ke Jakarta. Ia bahkan sempat menginap selama semalam di Jakarta terlebih dahulu sebelum pulang ke Jogja.Begitu Adam sudah masuk ke sisi penumpang depan, Nada langsung tancap gas untuk keluar dari parkiran bandara."Gimana, Nyet kabar lo?""Seperti yang lo lihat.""Baguslah, sepertinya lo sehat.""Haruslah, Nad. Makanya gue nginep di Jakarta dulu semalam biar jetlag gue hilang. Biar waktu balik ke sini, gue bisa langsung lovey dovey-an sama Babi."Mendengar perkataan Adam ini, Nada menjadi teringat kejadian ketika ia berada di PGS kemarin. Meskipun ia sudah berjanji kepada Shara untuk tidak membocorkan masalah ini kepada Adam, namun entah kenapa ia merasa resah. Peng
Malam ini Adam duduk di kursi dapur yang ada di rumah Angi. Sengaja malam ini dirinya datang ke sini setelah mendapatkan kabar jika keluarga Joe sudah kembali ke Berlin setelah liburan keluarga yang mereka lalui."Tumben lo diam, Nyet?" Tanya Angi sambil membawakan minuman untuk Adam yang sudah datang sejak tadi ke rumahnya untuk bertemu Joe. Baru setelah urusan Adam dan Joe selesai di ruang kerja, Adam menuju ke dapur dan menunggu Angi selesai menidurkan Bathara di sana."Lo maunya gue tanyain apa?""Biasanya lo paling enggak bisa lihat orang pulang liburan tapi enggak bawa oleh-oleh.""Itu dulu. Sekarang sejak Shara hamil, gue akan pelan-pelan merubah sifat sampah gue. Ya meskipun enggak bisa seratus persen karena itu bawaan orok, tapi seenggaknya gue kurangin."Angi yang kini duduk di samping Adam hanya bisa menatap sepupunya itu dengan tatapan sedih. Ia belum siap kehilangan sosok gila Adam yang sudah menemaninya sejak kecil dengan segala tingkah nyentriknya. Mungkin saja tanpa ke
Seminggu setelah kepulangannya ke Indonesia, Shara akhirnya diselimuti rasa bosan. Aktivitasnya hanya berenang, yoga dan nonton TV seharian. Rasanya ia benar-benar membutuhkan pekerjaan untuk membuat otaknya tidak tumpul. Meksipun Adam tidak melarangnya utnuk bekerja, namun Adam tidak mengizinkannya untuk bekerja di kantor lagi yang mengharuskan ia naik turun tangga apalagi menyetir cukup jauh. Sejak tiga hari yang lalu bahkan Shara harus pindah kamar ke kamar tamu yang ada di lantai satu daripada setiap ia bertelepon ria dengan Adam, Adam terus menerus membahas hal ini.Selama seminggu ini juga Askara selalu menemaninya setiap malam di rumah. Kedua orangtuanya juga sudah dua kali datang menjenguknya, begitupula dengan mertuanya.Suara bel pintu rumah yang berbunyi membuat Shara segera berdiri dan berjalan ke arah depan. Sebelum membukanya, Shara mengintip dari jendela. Shara terkejut melihat Galen dan Edel ada di teras rumahnya bersama kedua orangtuanya.Apa Nada sama Juna enggak ker
Sejak Shara memberitahukan tentang kabar kehamilannya kemarin melalui sambungan telepon dan rencananya untuk pulang ke Indonesia bersama mertuanya, Ayu dan Sonny semakin tidak sabar menanti kepulangan anak perempuannya itu. Mereka tidak menyangka jika Tuhan sebaik ini kepada keluarga mereka. Shara akhirnya hamil secara alami. Ini benar-bensr mukjizat bagi keluarga mereka. Apalagi mengingat masalah rahim yang dialami Shara kemarin hingga ia harus berobat ke Jerman. "Pa, kita jemput Shara ke Bandara, yuk?" "Papa maunya gitu, tapi enggak bisa, Ma. Soalnya jadwalnya bentrok sama waktu operasi.""Hmm.... Ya sudah, Pa. Tapi kalo Mama ajak Shara tinggal di sini aja selama Adam belum balik ke Indonesia, Papa setuju enggak?""Setuju aja, Ma tapi apa Gendhis sama Suryawan enggak akan iri kalo Shara ikut kita?""Ya harusnya enggak, Pa. Bagaimanapun juga lebih enak ikut orangtua sendiri daripada ikut mertua. Di sisi lain kita ini 'kan dokter, jadi kalo Shara ada keluhan tentang kesehatannya, ki
Sepi. Itulah hal pertama yang Adam temui ketika ia masuk ke rumah yang ia tinggali bersama Shara selama ini. Tidak ia sangka jika kehadiran Shara lebih dari setahun belakangan ini membuat hidupnya lebih berwarna. Tanpa Shara di rumah ini, suasananya menjadi seperti kuburan. Mengingat ia baru saja datang dari bandara, Adam segera menuju ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Selesai melakukan semua itu, ia memilih untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjang tempat tidur. Sebelum ia lupa, Adam segera mengambil handphonenya yang ada di atas meja dekat ranjang lalu mengirimkan pesan kepada istrinya. Adam : Bi, aku sudah sampai di rumah. Sekarang aku mau tidur dulu. Nanti kalo sudah bangun, aku telepon ya? Selesai mengetikkan semua itu, Adam menyenggol tombol send di handphone miliknya. Memgingat lelah setelah perjalanan, Adam langsung memejamkan matanya dan berharap esok hari dirinya sudah memiliki cukup kekuatan untuk menyelesaikan pekerjaannya. ***Shara yang baru saja membaca pesan dari