Tapi aku tidak melakukannya.
Aku tidak menelepon atau sekadar mengirim pesan untuk menanyakan kabarnya.
Kenapa?
Karena Rati tidak melakukan hal yang sama.
Dia tampak tidak keberatan sama sekali sekalipun sudah lebih dari sebulan kami tidak saling bicara. Dan hidupnya terlihat baik-baik saja.
Satu-satunya orang yang kuhubungi pada waktu senggangku adalah Xai. Hubungan kami sekarang sudah jauh lebih baik. Aku ingin memastikan kepadanya bahwa aku tidak akan pernah meninggalkannya.
Ya, aku memutuskan untuk kembali. Setelah kupikir-pikir, mau sampai kapan juga aku mengejar karierku di Jakarta? Aku sudah pasti bahagia menjalaninya, tapi kalau anakku sendiri tersiksa dan harus hidup bersama orang asing sekalipun orang itu mencintai ibuknya, aku tidak bisa membiarkan hal itu terjadi.
Aku akan kembali dan membuat hubungan jelas apa pun yang dijalani Rati dan Atmi tidak mudah. Dan karena itu aku harus kembali ke sisinya dan berada di sana setid
Niatku untuk pamer tidak jadi kulakukan. Buat apa juga memamerkan bahwa aku sekarang pelatih kebugaran tersertifikasi. Aku akan kerja di sebuah kota kecil yang jauh dari Jakarta dan mereka tidak mungkin melihatku lagi setelah hari ini. Karena itu aku memilih untuk menerima setiap pujian yang datang dari rekan artis dan kru tanpa banyak bicara.“Lo enggak mau balik main ftv lagi? Emangnya gaji lo cukup untuk biaya hidup lo? Gue libuar syuting seminggu aja udah uring-uringan karena enggak ada pemasukan.”Mendapat pertanyaan itu membuatku bungkam. Jika ditanya apakah mau kembali, aku tentu saja mau. Tapi alasannya bukan karena penghasilan yang kurang mencukupi, tapi karena aku merasa akting adalah jalanku.“Mungkin nanti. Sekarang anak gue baru masuk SMA. GUe harus mengawasinya supaya enggak salah jalan kayak bapaknya dulu.”Jawabanku itu mengundang gelak tawa semua orang. Namun, tidak lama, semua orang terdiam dan kembali ke tempat m
Aku pulang.Setidaknya sampai Xai tamat, aku akan tetap di kampung ini bersama mereka dan aku akan bekerja di Daimen untuk sementara waktu. Setidaknya dua setengah tahun lagi sampai Xai tamat sekolah, aku akan balik lagi ke Jakarta.Tidak. Jangan khwatir aku akan kembali pada Pak Rajesh, mengemis di hadapannya memohon agar diberi peran kecil seperti yang sudah belasan tahun kulakukan. Dia bilang aktingku buruk? Tidak masalah. Aku masih bisa melakukan hal yang lain untuk tetap menyandang status sebagai seorang aktor. Aku bisa main film, atau mencoba peran kecil lainnya di sinetron.Sembari bekerja, aku akan mulai membangun sesuatu untuk memperomosikan diriku sendiri. Aku akan mencoba agar semakin dikenal oleh banyak orang menggunakan akun media sosialku.Gina pernah bilang bahwa ada banyak sekali pelanggan Daimen yang menanyakan akun pribadiku. Dulu, aku tidak mengerti kenapa aku harus repot-repot membuat akun media sosial dan berkomunikasi dengan orang ya
Aku ditolak dua kali pagi ini. Pertama, aku bangun lebih pagi karena sehabis berhubungan badan dengan Rati, aku langsung tertidur. Ketika terjaga, aku menggerayangi tubuh Rati yang terlelap di sebelahku, tapi dia menolak karena harus menyiapkan sarapan untuk kami bertiga. Yang kedua, ketika aku bilang pada Xai akan mengantarnya dengan mobil baru, dia tidak mau. Padahal, sudah kubilang aku tidak akan mengantar sampai masuk ke parkiran sekolah, hanya sampai di depan gerbang, tapi dia tetap menolak.Karena tidak harus mengantar Xai hari ini, aku memutuskan untuk datang lebih siang ke Daimen. Aku masih sempat mandi di rumah sendiri, lalu berleha-leha sejenak sebelum berangkat. Ketika aku melangkahkan kaki masuk ke Daimen, Gina bersorak heboh. Membuat semua orang menatapnya heran.“Lihat tubuhmu sekarang. Kau jadi makin seksi!”Aku hanya tertawa saja, lalu berjalan masuk ke ruangan pribadiku. Ya, sekarang aku punya ruangan sendiri. Seharusnya aku be
Aku berpura-pura tidak pernah mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut Rati. Dia pun melakukan hal yang kurang lebih serupa, bersikap seolah tidak pernah menanyakan apakah aku benar-benar membencinya. Pagi ini, dia menyiapkan sarapan seperti biasa dan membangunkan aku dan Xai setelah semuanya selesai. Aku bersikeras masih ingin tidur, tapi Rati mengabaikan ucapanku. Dia sampai mengancam akan menyiramku dengan air kalau tidak segera bangun dari tempat tidur. “Memangnya aku ini anak sekolahan!” gerutuku seraya berjalan ke dapur. Sudah ada Xai di meja makan dan dia sudah selesai mandi dan memakai seragamnya dengan rapi. Rambutnya basah. “Pagi amat siap-siapnya?” “Sekarang aku enggak harus nungguin Ayah lagi, jadi aku bisa berangkat lebih pagi dan jemput temanku.” “Teman apa pacar?” Sindiranku tidak ditanggapi oleh Xai. Dia lantas menatapku dengan ekspresi memohon. “Aku mau belajar nyetir, Yah. Boleh?” Aku balas mengabaikannya dan Xai ti
Namanya Roya dan aku penasaran seperti apa rasanya berada di atas dirinya. Dan sekarang aku sedang mempertimbangkan apakah harus dia yang jadi cewek pertama yang harus kudekati. Sayang sekali, pertemuan pertama kami tidak berjalan begitu lancar.Usai memberitahu namanya kepadaku, dia lebih banyak diam dan mengikuti pengarahanku untuk mencoba berbagai alat di hari pertamanya. Setelah menyelesaikan serangkaian pelatihan kuberikan, dia langsung berjalan meninggalkanku dengan langkah yang melenggak-lenggok. Pinggulnya bergoyang seiring langkahnya.Setelah kegiatanku hari ini selesai, aku meninggalkan Daimen. Aku pulang lebih cepat karena berencana mengajarkan Xai menyetir sore ini.Kami mengarah ke jalanan kampung yang sepi dan kuserahkan kemudi pada Xai. Aku mengenalkan kepadanya fungsi rem, gas, dan kopling, juga cara mengatur tuas persneling. Tidak butuh waktu lama bagi Xai untuk memahaminya. Mobil melaju dengan tersendat pada mulanya, tetapi perlahan tapi pasti
“Ayah, kenapa diam saja? Enggak suka sama lagunya?”Aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Mau bagaimana lagi? Aku cukup kaget saat mendengarkan judul lagu yang diciptakan oleh Xai untukku dan lebih kaget lagi saat mendengar lirik demi lirik yang dia nyanyikan.Wajahku tidak bisa berbohong. Aku telah menunjukkannya dengan terlalu jelas. Aku tidak menyukainya. Namun, untuk menutupi hal itu, aku meninggalkan kursiku untuk mendekati Xai, lalu memeluknya. Tidak terlalu lama, tapi tidak juga terlalu sebentar. Aku berusaha menghargai usahanya sekalipun hasil akhirnya mengusik harga diriku jauh di dalam sana.“Terima kasih banyak, ya, Xai. Lagunya bagus,” ucapku dengan canggung.Kuharap Xai tidak menyadarinya. Namun, Rati jelas-jelas lebih dari sadar apa yang tengah kurasakan saat ini, tetapi dia memilih untuk bungkam.Rati mendorong semangkuk penuh sambal paru, melarang Xai mencomotnya lebih dari satu. Aku menggeleng, lalu mendek
Mobilku berhenti di sebuah tempat yang bahkan tidak kuketahui namanya. Sebuah taman kecil yang sepi. Aku baru tahu bahwa di kota kecil ini memiliki taman di setiap kecamatannya.Di bawah penerangan lampu jalan yang samar-samar, Roya naik ke atas pangkuanku dan memberiku hadiah yang sangat kuharapkan, yang bahkan tidak kudapatkan dari istriku sendiri. Aku membenamkan wajah di antara bukit kembar yang terasa hangat di dalam genggamanku. Kuhidu aromanya dalam-dalam. Bau tubuh yang khas bercampur dengan parfum menghasilkan aroma yang memabukkan. Ketika jari jemariku mulai aktif memberikan remasan dan memilin puncaknya, Roya mengerang dan bergerak-gerak gelisah di atas pangkuanku.Seperti yang kubayangkan selama pertemuan pertama kami tadi. Miliknya memang terasa pas di dalam genggaman. Tidak terlalu besar sehingga membuatnya terkesan tidak normal, juga tidak kelewat kecil. Ukurannya sangat pas dan sangat natural. Ketika aku mendekatkan mulutku pada puncak dadanya, Roya men
Ketika pagi tiba, aku terjaga dengan semangat yang terisi penuh. Aku bangun dari ranjang bahkan sebelum Rati datang untuk mengguncang-guncangkan tubuhku seperti yang selalu dia lakukan selama ini. Kupikir ini adalah efek dari berhubungan badan dengan Rati semalam.Sepulang dari kencan dadakan bersama Roya, kupikir aku terpaksa memuaskan diriku sendiri dengan menggunakan tangan semalam. Namun, melihat Rati dengan sukarela membuka kakinya untukku, aku pun dapat menyalurkan beban berat yang kutahan seharian kemarin.Ya, jujur saja, harus kuakui bahwa aku telah bergairah sejak pertama kali bertemu dengan Roya di Daimen, melatihnya selama satu jam, lalu disambung lagi dengan hadiah yang diberikannya untukku dan telapak tangannya yang halus mengusap-usap milikku sepanjang perjalanan menuju ke rumahnya. Untung saja ada Rati semalam. Namun, setelah ini tidak ada lagi yang perlu kucemaskan karena sesuai perintah Roya, aku cukup membawa kondom setiap saat dan jika kami bertemu l
“Sebelum magang di Daimen kamu kerja di mana?” Saras menyelipkan rambutnya ke balik daun telinga sebelum menjawabku. “Di SPBU, Pak,” jawabnya tanpa ragu. “Pasti banyak yang langganan beli bahan bakar karena kamu yang melayani.” Saras tersenyum manis kemudian tertawa saja. Dia tidak mengiakan, tapi tidak pula membantah. Dugaanku memang benar. Kecantikannya mengundang banyak pria jadi tertarik dan berusaha melakukan apa pun untuk menarik perhatiannya. Apalagi dirinya memang cukup andal dalam memberikan pelayanan. “Biasanya kalau melayani pembeli di SPBU bilang apa?” Saras tersenyum rikuh, tapi dia menjawab, “Dimulai dari nol, ya, Pak.” Aku balas tersenyum dan kuusap anak rambutnya yang terlepas dari balik daun telinga. Dengan sengaja aku berlama-lama menelusuri rambutnya yang halus dengan ujung jariku. “Silakan, mari kita mulai dari nol,” balasku. Saras diam saja dan kembali mengabaikanku. Dia asyik sendiri padahal aku masih ingi
Aku tiba di indekos menjelang tengah malam dan tidak ada seorang pun yang melihatku datang. Aku langsung masuk dan membanting pintu dari dalam hingga tertutup rapat. Tidak akan kubiarkan seorang pun mengganggu hidupku mulai saat ini. Aku tidak akan segan lagi memberikan balasan langsung di tempat jika ada yang berani mencoba mengusik hidupku. Aku akan memulai menata hidup yang baru di tempat ini dan hal yang pertama yang paling kubutuhkan saat ini adalah tidur. Aku tidak peduli sekalipun seprai kasurnya kusut dan beraroma agak sengit karena bekas dipakai beberapa hari yang lalu dan tak sempat diganti. Aku butuh istirahat setelah serangkaian kejadian tak terduga malam ini dan kuharap kejutan yang datang beruntun ini berhenti sekarang juga jika aku sudah terlelap. Entah sudah berapa lama aku tertidur tapi sepertinya di luar sudah lewat tengah hari. Aku terjaga dengan badan yang terasa jauh lebih segar. Saat aku turun dari ranjang dan memeriksa telepon ge
Hari sudah gelap ketika aku menepikan mobil di pekarangan rumah. Di teras terlihat Xai dan beberapa remaja yang tinggal di sekitar sini sedang bernyanyi sambil memetik gitar. Aku menyapa mereka sebentar lalu masuk ke dalam rumah. Rati sudah menyiapkan makan malam dan aku langsung mengambil piring lalu makan sendirian di meja makan. Rati tidak menyambutku seperti biasanya. Dia berdiam diri di kamar dan aku tidak keberatan sama sekali.Aku melirik Rati sekilas saat mengambil handuk yang tergantung di kamar. Dia tampak sibuk mengerjakan sesuatu di laptopnya. Aku mandi dan menggosok seluruh bagian tubuhku keras-keras seakan ingin meluruhkan dosa dari permukaan kulit meski hal semacam itu mustahil terjadi.Hanya dengan memakai handuk yang terlilit di pinggang, aku kembali ke kamar dan terkejut saat melihat Rati yang tidak lagi sibuk bekerja. Dia sepertinya sudah menungguku dan langsung mengunci pintu dari dalam. Aku terlalu heran dibuatnya sampai-sampai tidak sadar ketika R
Aku terjaga dan tidak ada lagi Roya di atas tubuhku. Atau di sisi mana pun di atas ranjang. Di kamar mandi juga dia tidak ada. Itu berarti dia telah pergi meninggalkan aku sendirian di kamar ini. Aku mengintip layar telepon genggam dan mendapati bahwa sudah lewat tengah malam. Aku tidak tahu pukul berapa Roya menyelinap pergi tapi kuharap dia bisa pulang dengan selamat sampai ke rumahnya. Apa pun yang akan terjadi pada rumah tangganya, aku tidak berhak untuk ikut campur terlalu jauh. Maka dari itu aku memutuskan untuk tidak menghubunginya sampai dia sendiri yang memberiku kabar.Karena rasa lengket di sekujur tubuhku, aku memutuskan untuk membilas tubuh. Tidak ada tanda-tanda bahwa kamar mandi ini terpakai selain bathtub. Itu artinya Roya pulang tanpa membersihkan diri sama sekali. Tidak bisa kubayangkan jika aku jadi Abu, entah apa yang akan kulakukan kepada Roya yang kembali ke rumah dalam keadaan berantakan dan bekas perselingkuhan tampak jelas di setiap jengkal tubuhnya.
Tubuh Roya menggelepar di atas seprai yang kusut. Aku terus memainkan jariku di atas titik sensitifnya serta menggoyangkan pinggul sesekali untuk menggerakkan milikku yang terbenam di dalam liang sempitnya.“Lima belas,” kataku keras-keras.Jariku yang tadinya bermain-main di titik sensitifnya kini kupindahkan ke bawah, mendorong masuk ke dalam liangnya yang menganggur. Awalnya hanya dua jari yang kulesakkan ke dalam, tetapi aku mulai menambah jari ketiga dan keempat pada saat yang hampir bersamaan. Aku menggerakkan empat jariku yang terbenam di liang basahnya beriringan dengan entakkan pinggulku sendiri. Permukaan jariku sudah basah dan terasa lengket karena sudah terjadi percampuran antara cairan milik Roya dan juga benih yang kutumpahkan di dalam dirinya sebanyak dua kali.Empat jariku kuganti posisinya dari yang semula hanya menusuk keluar masuk biasa menjadi menukik dan berusaha merogoh satu titik di dalam liangnya yang kabarnya jauh lebih sensi
Aku menyentak tangan Roya yang sedang ingin berlari menyusul Abu. Kutahan dia agar tidak meninggalkanku begitu saja. Semua mata sudah tertuju kepada kami dan aku tidak punya pilihan selain membawa Roya meninggalkan Daimen, tapi aku harus menunggu sejenak setidaknya sampai si berengsek Abu menghilang.Roya diam saja ketika aku menariknya turun dari Daimen dan membawanya naik ke mobilku. Pandangannya menerawang dan dia menyeka air mata yang baru akan mengalir turun sebelum sempat membasahi pipinya.“Siapa Abu?”Tidak ada jawaban.“Roya, aku tanya sekali lagi. Siapa Abu?”Roya masih terus bungkam, mengatupkan bibirnya rapat-rapat.“Siapa Abu, berengsek!”“Dia suamiku! Apa kamu sebodoh itu untuk menyadarinya! Dia suamiku, sialan!”Jawaban Roya membuatku menjadi terdiam menggantikannya. Kini Roya mulai mengucapkan sumpah serapah yang dia tujukan kepadaku. Lengkap dengan pukulan yang di
Aku bangun lebih siang hari ini dan langsung mandi. Xai dan Rati tentu sudah tidak ada lagi di rumah. Aku memutuskan untuk memakai langsung pakaian olahragaku dan berangkat bekerja setelah selesai sarapan—aku tidak menduga bahwa Rati masih menyisakan makanan untukku setelah apa yang kuucapkan padanya subuh tadi.Sepanjang perjalanan, aku memikirkan akan seperti apa nasib hubunganku bersama Roya setelah ini. Dari apa yang dia katakan sebelum turun dari mobilku, jelas Roya ingin meneruskan. Namun, entah mengapa aku punya firasat bahwa kami tidak akan bertemu lagi setelah ini.Setibanya aku di Daimen, telepon genggamku berbunyi. Panggilan masuk dari Roya.“Aku akan ke Daimen sore ini. Kita tidak bisa lagi menggunakan ruanganmu?” tanya Roya dengan suara berbisik.“Atasanku melarang. Sofaku bahkan diganti dengan yang baru karena warnanya berubah akibat terlalu sering kena keringat dan kamu tahu sendirilah terkena apa lagi,” godaku
Sepanjang perjalanan pulang ke rumahnya, Roya terus saja bungkam. Dia menolak sekalipun aku menanyakan dia ingin makan apa. Kami tidak sempat memesan makan malam karena tidak ada jeda yang cukup untuk memesan makanan. Kami berhubungan badan tanpa henti. Terlebih lagi sesi terakhir yang di luar dugaan karena sejujurnya aku sudah tidak lagi sanggup tetapi aku tidak sudi harga diriku dilukai oleh Roya dengan menganggap aku hanya berada di peringkat tiga besar sekalipun aku telah memberikan begitu banyak kepuasan padanya.Sesi terakhir berlangsung lebih lama dari sesi yang lain setelah digabungkan menjadi satu. Penyebabnya adalah aku telah mencapai puncak lebih banyak dari yang bisa kulakukan dalam satu waktu. Seharusnya kuberikan tubuhku sendiri jeda setidaknya tiga jam sebelum memulai ronde berikutnya, tapi aku terus melakukannya karena ingin membuktikan kepada Roya bahwa aku layak untuk menempati peringat pertama dalam penilaiannya yang sialan itu.Selama melakukannya,
Aku sudah membenahi celana sebelum turun dari mobil, tapi sesampainya di kamar indekos, bahkan sebelum pintu berhasil kututup rapat, Roya sudah menyentak celanaku sampai terlepas lagi. Dia mendorong tubuhku untuk bersandar pada daun pintu dan saat itulah dia mulai berlutut untuk menyerangku sekali lagi. Segala jurus dia lakukan untuk membuatku takluk dan melepaskan benihku di dalam mulutnya. Namun, aku tidak membiarkan hal itu terjadi. Aku mencoba bertahan sekuat tenaga dan tidak membiarkan diriku berada di bawah kendali Roya.Kalaupun aku harus mencapai puncak, aku ingin melakukan di dalam dirinya. Tanpa penghalang.Aku menarik tubuh Roya untuk bangkit dari lantai dan kudorong dia sampai jauh terjerembap di atas kasur. Dengan bagian belakang tubuhnya mengarah ke padaku, Roya langsung menarik kakinya naik ke ranjang dan memosisikan tubuhnya menungging ke arahku. Roya mengundangku untuk datang padanya, tapi aku tidak ingin terburu-buru. Aku berjongkok di hadapan milikny