Seperti yang terjadi pada hari pertama kami menggunakan kamar indekos ini, malam ini sekali lagi kami kebablasan dan sampai lupa waktu. Sudah hampir pukul delapan malam ketika kami memutuskan untuk menyudahi sesi panjang berhubungan intim yang disponsori oleh suplemen dan sekotak kondom.
“Menginaplah bersamaku,” bisikku pada Roya yang masih kupeluk tubuhnya.
Bukannya mengiakan, Roya malah mendorong tubuh seksinya itu untuk bangkit dengan susah payah. Dia mencoba duduk lalu pelan-pelan berdiri. Sebelum melakukan itu, dia menepuk dadaku beberapa kali lalu pergi ke kamar mandi dengan langkah yang diseret. Aku tidak bisa menahan tawa ketika melihat Roya berjalan seperti kepiting. Roya menatapku sengit, lalu ikut tertawa sebelum menghilang di balik pintu kamar mandi.
Aku sepertinya terlelap karena kelelahan dan tidak menyadari seberapa lama waktu sudah berlalu, Roya sudah kembali dari kamar mandi dan memakai kembali pakaiannya seperti saat d
“Pelan-pelan, Owen!”Aku mendorong tubuh Roya semakin merunduk di atas sofa agar bokongnya semakin pas dengan tinggi pinggulku. Aku tidak ingin mengambil risiko membungkukkan tubuh lalu membuat pinggul dan pinggangku sendiri pegal atau sampai cedera. Setelah kurasa pas, aku menarik jariku dari liang sempit Roya yang sejak tadi terasa menyesap ujung-ujung jariku yang kuselipkan masuk ke dalam dirinya. Belum pernah ada yang mencoba masuk ke dalam sana, liang yang lain dari yang biasa digunakan. Aku menagih janjinya untuk mewujudkan apa pun yang kuinginkan dan dari siang tadi aku menghabiskan waktu hanya untuk membujuk Roya dan mencoba melonggarkan jalan masuk agar aku tak terlalu menyakitinya saat berada di dalam liang tersebut.Tidak ada pelumas yang kusiapkan karena aku sendiri pun tidak pernah menyangka akan dapat melakukan hal ini. Fantasiku yang kedua yang akan kuwujudkan hari ini adalah mencoba berhubungan dengan cewek lewat sisi belakangnya. Menontonny
Ucapannya mungkin bernada bercanda, tapi aku melihat mata Gina yang intens menatapku seakan berusaha memperingatkan. Aku hanya terkekeh untuk menanggapinya. Terserah dia mau bilang apa. Aku tidak peduli sekalipun Gina akan menggonggong di hadapan Bapak, dia bebas melakukannya. Aku tidak khawatir karena dia tidak punya bukti. Kurangkul Abu sekali lagi dan kubawa dia ke ruang ganti untuk anggota tetap Daimen. “Ganti saja dengan kaus dan celana pendek. Bawa, kan, Bang?” Kulirik ransel di punggungnya dan Abu membenarkan dugaanku. “Nanti aku tunggu di dekat sepeda statis. Kita akan mulai dari sana.” Untuk meyakinkan Abu bahwa olahraga bersamaku layak dia coba, sengaja kuberikan pola latihan paling ringan untuk dia ikuti. Dia masih segar bugar ketika kami mengakhiri sesi hari ini dan dia bilang cukup senang karena masih bisa berdiri di atas kedua kakinya sendiri. “Kupikir aku akan pingsan atau semacamnya, Bang,” aku Abu padaku. Aku tertawa bersamanya. “Oke,
“Apa maumu!”Gina menarik kantung itu menjauh dariku dan dia memasang ekspresi mengejeknya yang biasa. “Kau tahu apa yang kuinginan,” ucapnya santai.Aku menggeleng cepat. “Tidak, Gina! Kita rekan kerja dan aku tidak akan melakukannya dengan rekan kerjaku sendiri. Itu tidak profesional!”Gina mendesis. “Tapi kau melakukannya dengan klienmu!”“Kau... kau tahu dari mana?”Gina hanya tersenyum simpul, lalu memintaku pergi menjauh darinya. “Sana pergi. Bapak sedang dalam perjalanan kemari. Beri aku jawaban secepatnya dan akan kupastikan kau akan menyesal jika terus menolakku, Bos.”Sekali lagi Gina mengejekku dengan menggunakan istilah itu. Aku berjalan cepat kembali ke ruanganku dan segera membenahi barang-barang pribadiku. Jika memang aku akan kehilangan pekerjaan terbaik ini, aku harus bersiap-siap dari sekarang. Selama aku memasukkan berkotak-kotak kondom juga s
Aku tidak akan terpancing kali ini dan mempertaruhkan nilaiku di mata Bapak. Kalau aku bocorkan apa yang terjadi, belum tentu ia akan percaya padaku seratus persen dan jika aku memilih untuk tidak cerita, maka perhatiannya akan berbalik padaku dan membuatku juga berada di posisi yang tidak mengenakkan. Apa yang sebaiknya kulakukan?“Ceritakan padaku atau gajimu bulan ini kutahan?”Ancaman itu tidak membuatku goyah. Aku terus berdiam diri padahal sesungguhnya aku ketakutan.“Atau kau sebenarnya butuh uang tambahan juga? Bonus? Itu yang kau inginkan? Aku akan memberimu bonus dua kali lipat kalau kau mau bicara jujur.”Aku tetap diam. Tidak ingin kelepasan bicara lalu mengacaukan segalanya.“Ya sudah kalau kau maunya seperti itu. Kuharap apa pun informasi yang kau miliki kuharap itu cukup sepadan dengan posisimu di sini. Simpan saja dulu dan kalau ada masalah yang berhubungan dengan Gina, akan kupastikan kau orang pertama
Aku sudah membenahi celana sebelum turun dari mobil, tapi sesampainya di kamar indekos, bahkan sebelum pintu berhasil kututup rapat, Roya sudah menyentak celanaku sampai terlepas lagi. Dia mendorong tubuhku untuk bersandar pada daun pintu dan saat itulah dia mulai berlutut untuk menyerangku sekali lagi. Segala jurus dia lakukan untuk membuatku takluk dan melepaskan benihku di dalam mulutnya. Namun, aku tidak membiarkan hal itu terjadi. Aku mencoba bertahan sekuat tenaga dan tidak membiarkan diriku berada di bawah kendali Roya.Kalaupun aku harus mencapai puncak, aku ingin melakukan di dalam dirinya. Tanpa penghalang.Aku menarik tubuh Roya untuk bangkit dari lantai dan kudorong dia sampai jauh terjerembap di atas kasur. Dengan bagian belakang tubuhnya mengarah ke padaku, Roya langsung menarik kakinya naik ke ranjang dan memosisikan tubuhnya menungging ke arahku. Roya mengundangku untuk datang padanya, tapi aku tidak ingin terburu-buru. Aku berjongkok di hadapan milikny
Sepanjang perjalanan pulang ke rumahnya, Roya terus saja bungkam. Dia menolak sekalipun aku menanyakan dia ingin makan apa. Kami tidak sempat memesan makan malam karena tidak ada jeda yang cukup untuk memesan makanan. Kami berhubungan badan tanpa henti. Terlebih lagi sesi terakhir yang di luar dugaan karena sejujurnya aku sudah tidak lagi sanggup tetapi aku tidak sudi harga diriku dilukai oleh Roya dengan menganggap aku hanya berada di peringkat tiga besar sekalipun aku telah memberikan begitu banyak kepuasan padanya.Sesi terakhir berlangsung lebih lama dari sesi yang lain setelah digabungkan menjadi satu. Penyebabnya adalah aku telah mencapai puncak lebih banyak dari yang bisa kulakukan dalam satu waktu. Seharusnya kuberikan tubuhku sendiri jeda setidaknya tiga jam sebelum memulai ronde berikutnya, tapi aku terus melakukannya karena ingin membuktikan kepada Roya bahwa aku layak untuk menempati peringat pertama dalam penilaiannya yang sialan itu.Selama melakukannya,
Aku bangun lebih siang hari ini dan langsung mandi. Xai dan Rati tentu sudah tidak ada lagi di rumah. Aku memutuskan untuk memakai langsung pakaian olahragaku dan berangkat bekerja setelah selesai sarapan—aku tidak menduga bahwa Rati masih menyisakan makanan untukku setelah apa yang kuucapkan padanya subuh tadi.Sepanjang perjalanan, aku memikirkan akan seperti apa nasib hubunganku bersama Roya setelah ini. Dari apa yang dia katakan sebelum turun dari mobilku, jelas Roya ingin meneruskan. Namun, entah mengapa aku punya firasat bahwa kami tidak akan bertemu lagi setelah ini.Setibanya aku di Daimen, telepon genggamku berbunyi. Panggilan masuk dari Roya.“Aku akan ke Daimen sore ini. Kita tidak bisa lagi menggunakan ruanganmu?” tanya Roya dengan suara berbisik.“Atasanku melarang. Sofaku bahkan diganti dengan yang baru karena warnanya berubah akibat terlalu sering kena keringat dan kamu tahu sendirilah terkena apa lagi,” godaku
Aku menyentak tangan Roya yang sedang ingin berlari menyusul Abu. Kutahan dia agar tidak meninggalkanku begitu saja. Semua mata sudah tertuju kepada kami dan aku tidak punya pilihan selain membawa Roya meninggalkan Daimen, tapi aku harus menunggu sejenak setidaknya sampai si berengsek Abu menghilang.Roya diam saja ketika aku menariknya turun dari Daimen dan membawanya naik ke mobilku. Pandangannya menerawang dan dia menyeka air mata yang baru akan mengalir turun sebelum sempat membasahi pipinya.“Siapa Abu?”Tidak ada jawaban.“Roya, aku tanya sekali lagi. Siapa Abu?”Roya masih terus bungkam, mengatupkan bibirnya rapat-rapat.“Siapa Abu, berengsek!”“Dia suamiku! Apa kamu sebodoh itu untuk menyadarinya! Dia suamiku, sialan!”Jawaban Roya membuatku menjadi terdiam menggantikannya. Kini Roya mulai mengucapkan sumpah serapah yang dia tujukan kepadaku. Lengkap dengan pukulan yang di