“Apa? Jadi suami Wan Wan berasal dari panti asuhan?”Perkataan Pengxi membuat mata semua karyawan Ma Yuan Food yang ada di dalam restoran itu tertuju pada Lu Wan Wan. Bibir mereka menganga dan kening mereka mengerut dalam. Tak percaya, kalau wanita secantik dan selembut Lu Wan Wan akan memiliki seorang suami yatim piatu. Hong Hong yang duduk di samping Pengxi, lantas menyikut lengan pria itu. “Hust! Pelankan suaramu! Apa kau tidak bisa bicara dengan mode normal?”“Ye! Suaraku sudah begini dari sejak dari orok!” elak Pengxi sambil mengusap-usap lengannya yang terkena sikutan Hong Hong. “Memangnya kau sudah tahu, kalau suami Wan Wan itu berasal dari panti asuhan?”“Mana kutahu.” Hong Hong mengangkat pundaknya.“Kau sendiri tidak tahu, tapi malah menyikut lenganku yang tidak bersalah.”“Selama ini Wan Wan tidak pernah cerita tentang kehidupan pribadinya.”“Itu memang benar sih.” Pengxi mengangguk-angguk. “Dia lebih tertutup dari kerang mutiara yang ada di dasar laut.”Anhe yang duduk di
“Maaf, teman-teman. Aku harus pergi dari sini,” pamit Lu Wan Wan.“Eh, Wan Wan! Kau akan pergi ke mana?”Pertanyaan dari rekan kerjanya itu seolah hanya angin lalu yang masuk ke dalam telinga kiri lalu keluar di telinga kanan Lu Wan Wan.Setelah menyambar tas tangan yang ada di belakang punggungnya, wanita muda itu langsung mengayunkan sepasang kakinya dengan cepat. Ketukan sepatu bertumit tinggi saling bersahutan, hingga akhirnya menghilang di balik tembok restoran.Hanya satu yang ada di dalam pikiran Lu Wan Wan saat ini, keselamatan Yin. Bagaimana bisa suaminya itu terlibat perkelahian di dalam hotel?Sebelas orang yang masih duduk melingkari meja panjang itu terkesiap melihat kepergian si empunya acara. Beberapa kepala mulai tertunduk. Pemilik bibir merah tampak menganga, tak tahu harus berkata apa, karena rasa bersalah mendadak menyelimuti hati mereka.“Ini salahmu, Anhe,” cetus Hong Hong tiba-tiba.“Hah? Enak saja! Kenapa aku yang harus disalahkan?” balas Anhe sewot.“Tenyu saja
Bruaakk!Suara gedebuk yang pelan pun terdengar. Dari semua tamu hotel yang berlalu lalang dan beberapa petugas resepsionis yang sedang berdiri melayani para tamu, tidak ada seorang pun peduli dengan apa yang terjadi pada Lu Wan Wan.Istri Yin terjatuh dan tubuhnya hampir menyentuh lantai, jika tidak segera ditopang oleh seorang wanita muda lain yang tak kalah cantik dari si petugas hotel. Wanita itu menarik kedua sudut bibirnya lebar sambil menatap kelopak mata Lu Wan Wan yang tertutup. Dia hanya memeluk Lu Wan Wan dengan sebelah tangan, sementara tangan yang lain digunakannya untuk menyerahkan selembar cek kepada petugas hotel tersebut.“Kerja bagus! Ini bayaranmu,” ucapnya.Sepasang mata milik petugas hotel tampak berbinar di bawah bulu mata yang lentik. Bagaimana dia tidak senang, saat melihat angka sebanyak lima ratus ribu Yuan tertera di sana. Ternyata wanita cantik yang berdiri di sampingnya itu tidak berkata bohong.Dia hanya melakukan seperti yang wanita itu suruhkan, yaitu
Tiga hari sebelum jebakan itu terjadi ….Gao Xiong terduduk lemah di salah satu sel yang ada di Penjara Shanghai. Dia tidak mampu menghitung, berapa lama udara dingin yang ada di dalam ruangan ini nyaris merenggut permukaan kulitnya.Celana panjang yang semula dia kenakan saat hari pertama menginjakkan kaki di tempat ini, terasa longgar di tubuhnya. Entah sudah berapa banyak gumpalan lemak yang terhilang, bersamaan dengan senyumnya yang tidak pernah lagi muncul menghiasi sudut bibirnya.“Tuan, bagaimana pun juga kau harus melakukan sesuatu. Jika Tuan terus tutup mulut, kasus ini hanya akan berjalan di tempat.” Pengacara Keluarga Gao itu mencoba menasehati kliennya dan itu terjadi dua hari yang lalu, di ruang kunjungan yang disediakan oleh polisi setempat.“Aku juga tidak ingin menunda-nunda. Aku hanya ingin tahu, siapa orang yang ada di balik laporanku ini? Apa dia rekan bisnisku? Saingan bisnisku? Atau ada orang yang mengkhianatiku?” desak Gao Xiong kalut.Pengacara Keluarga Gao itu
Apa yang dikatakan oleh Gao Xiong memang benar terjadi.Setelah membuat pengakuan dan menempatkan dirinya sebagai pelaku tunggal atas kasus perdata yang membelitnya, pihak kejaksaan dengan cepat memproses pengakuan Gao Xiong.Mereka langsung menandatangani surat pembebasan Judy Gao dan memindahkan Gao Xiong ke sebuah penjara yang ada di wilayah peradilan distrik setempat. Nasib pria paruh baya itu hanya tinggal menunggu waktu, setelah putusan pengadilan dibuat.Hukuman penjara dalam waktu yang lama atau eksekusi mati!Mereka memisahkan ayah dan anak itu di waktu bersamaan. Suara borgol serta terbukanya pintu jeruji menjadi kenangan terburuk dalam pikiran Judy. Sepasang matanya yang berwarna hijau tampak nanar di bawah juntaian helai rambutnya yang coklat.Dia tidak ingin bersedih. Dia juga tidak ingin menangis, karena seharusnya kemarahanlah yang ingin diluapkannya saat ini.Kenapa? Kenapa ayahnya melakukan hal ini?Dan siapa orang keparat yang telah membuat keluarga serta bisnis merek
Beberapa jam sebelum jebakan di Hotel Platinum terjadi.Lu Fen Fen yang baru saja mendapat kabar tentang pengusiran adik dan ibunya segera mendatangi Apartemen Mawar. Baru saja dirinya turun dari taksi, dia segera berlari memasuki lobi apartemen untuk mendapatkan mereka yang sedang duduk di atas sofa panjang.“Ibu! Shen Shen!” teriaknya.Li Na dan Lu Shen Shen langsung menengadahkan wajahnya begitu mendengar suara yang familiar di telinga mereka.Dari kejauhan bayangan seorang wanita muda dengan sepatunya yang bertumit tinggi berlarian di tengah ruangan. Ujung blazernya yang hitam melambai-lambai tertiup embusan pendingin udara.“Shen Shen, kakakmu datang,” ucap Li Na.Lu Shen Shen mengangguk. Sambil menggenggam erat tangan ibunya, putri kedua Lu Dong itu lantas berkata, “Itu memang kakak. Semoga kedatangan kakak akan membawa kabar baik bagi kita.”Di saat kepala Li Na baru saja terangguk dan tangan kanannya baru saja menyeka sudut matanya yang basah, di saat itulah putri sulungnya ti
Langkah Lu Fen Fen seketika terhenti di depan pintu kaca hotel yang baru saja terbuka lebar. Bukan hanya embusan pendingin udara yang membuat wajahnya membeku, tetapi kehadiran Ma Jia Wei serta Asisten Mok yang berdiri di halaman depan sembari menatap dirinya.“Gawat! Jia Wei juga ada di sini,” gumamnya yang tak sengaja memundurkan langkah menjauhi pintu hotel.“Tenang, Fen Fen. Ini bukan salahmu,” lanjutnya dengan gelengan kepala yang samar. “Anggap saja ini pertemuan ini hanya sebuah kebetulan.”Tarikan serta embusan napas yang panjang berhasil menyingkirkan rasa gugup yang semula menyelimuti wajah Lu Fen Fen. Putri sulung Lu Dong itu kembali bersikap tenang bak seorang tuan rumah yang menyambut kedatangan tamunya, yaitu Ma Jia Wei dan Asisten Mok.“Jia Wei, kau juga ada di sini?” tanyanya dengan senyumnya yang lebar.“Hotel adalah tempat umum. Semua orang juga boleh datang kemari,” jawab Ma Jia Wei sembari menolehkan kepalanya kanan kiri. Dia hendak mencari keberadaan Lu Wan Wan di
Lu Fen Fen ingin memuntahkan minuman yang baru saja diberikan oleh Mok dan Ma Jia Wei. Namun apa daya, di saat cairan yang telah mendapat campuran obat itu meluncur deras ke dalam kerongkongan, dia justru dikejutkan dengan sebuah kenyataan lain.“Nona Lu, resepsionis hotel yang kau bayar itu adalah mantan pacarku waktu di sekolah. Aku tinggal membisikkan sebuah kata cinta padanya, dia langsung membuka semua perbuatanmu pada Lu Wan Wan.”GLEK!Lu Fen Fen menelan salivanya dalam-dalam. Wajahnya pun kian memerah, seiring dengan telapak tangannya yang mengepal kuat dan tubuhnya yang hendak meronta.Dia sungguh tidak mengira, kalau pada akhirnya dirinya juga harus meneguk minuman yang sama seperti yang diminum oleh Lu Wan Wan.Dia ingin melarikan diri. Akan tetapi, bukan karena cekalan Mok yang membuat tubuhnya kian melemah, melainkan karena pengaruh obat perangsang yang baru saja dikonsumsinya.“Arrgghh …! Lepaskan aku!” teriak Lu Fen Fen dengan sedikit kekuatannya.“Ma Jia Wei, apa kau t
“Kau tak perlu melakukan hal itu, Ma Zimo!”Kehadiran suara bariton yang mendadak terdengar di dalam ruangan, membuat Ma Zimo dan Asun terkejut. Mereka lantas mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan yang ada di lantai dua.Embusan angin yang hendak menyambut datangnya fajar telah menerbangkan beberapa lembar kain gorden yang menutupi jendela yang terbuka. Tampak sesosok bayangan bersembunyi di balik kain putih yang menjuntai hingga ke lantai. Asun langsung membidikkan senjata apinya pada bayangan tersebut.DOR!DOR!DOR!Seharusnya satu tembakan, namun yang terdengar justru tiga letupan senjata api. Ujung senapan M2 mendadak mengepulkan asap tipis, sedangkan Asun yang sebelumnya berdiri tegak untuk melindungi Ma Zimo mendadak roboh dengan sebuah timah panas yang bersarang di dada kirinya.“Hah?” Mulut Ma Zimo menganga ketika melihat tubuh orang kepercayaannya terkapar tak bernyawa.Yin memutuskan untuk keluar dari tempat persembunyiannya. Sambil meniup ujung senjata apinya y
M2 yang malam itu sedang bertugas menjaga pintu gerbang tempat kediaman Keluarga Ma tampak lari tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumah. Sebuah kotak kardus yang lebih besar daripada kotak sepatu berada dalam tangannya.Dia berlari mendapatkan Ma Zimo dan Asun yang saat itu sedang berdiri di balkon lantai dua.“Lapor, Tuan. Ada sebuah paket untuk Anda.” M2 berucap sambil menyerahkan kotak kardus tersebut.Ma Zimo tak langsung menerima. Pria paruh baya itu justru mengernyit menatap kotak coklat yang masih tersegel rapi. Memang benar, pada salah satu bagian kotak terselip namanya tanpa nama pengirim.Aneh, pikir Ma Zimo. Lantas dia menyuruh Asun untuk membuka kotak tersebut.“Kurang kerjaan saja! Siapa yang mengirim paket pada dini hari seperti ini?” Asun menggerutu, sementara kedua tangannya telah bersiap hendak menyobek segel kardus dengan menggunakan sebuah anak kunci.“Aku tidak tahu,” jawab M2 yang melihat segel kotak tersebut terlepas.Bau amis yang menusuk langsung menyeruak dan meny
“Beraninya kalian Keluarga Ma mempermainkan Black Dragon!” geram Black Dragon dengan tatapan matanya yang menyalang tajam. Kepalan tangannya hampir saja membuat ponsel yang ada dalam genggaman tangan menjadi remuk redam.“A—apa maksud, Anda?” Ma Jia Wei tampak kebingungan. “Keluarga Ma tidak pernah mempermainkan siapa pun.”Pria berwajah dingin itu lantas memberikan ponselnya kepada Ma Jia Wei melalui salah seorang anak buahnya. Keterkejutan langsung melanda putra Ma Zimo.Dengan tangan dan tulang rahangnya yang gemetar, Ma Jia Wei pun berkata, “Tidak … ini sangat tidak mungkin. Sepupuku itu … dia tidak pernah ditemukan. Anda jangan mempercayai bualan orang yang tak jelas!”“Apa maksudmu?” Suara Black Dragon terdengar jauh lebih berat dari sebelumnya.“Ma Yin Fei telah menghilang selama dua puluh tahun lebih. Tidak ada seorang pun yang tahu, bagaimana rupa dan bentuk tubuhnya. Mungkin saja dia … sudah mati, karena penyakit jantung bawaannya. Atau … atau jika dia masih hidup, dia tidak
Ma Jia Wei yang berdiri lima langkah dari tempat Black Dragon itu menjadi terkejut, karena belum pernah dia mendapatkan perlakuan seperti ini dari seseorang.Kebanyakan justru orang-orang itulah yang memberi hormat kepadanya lebih dulu, bukan sebaliknya. Sayangnya, dia baru menyadari, kalau Shanghai Night Paradise bukanlah daerah kekuasaan Group Ma. Maka dengan sedikit membungkukkan badan, Ma Jia Wei akhirnya berkata, “Karena aku tidak mengerti kebiasaan kalian, jadi maafkan aku. Salam, Black Dragon.”Black Dragon hanya menyunggingkan senyum. Gestur tubuh yang diperlihatkan Ma Jia Wei itu tidak luput dari pengamatannya. Sungguh pria muda yang berdiri di hadapannya sambil mengenakan tuksedo hitam itu tidak memiliki adab dan sopan santun sedikit pun.Kehormatan serta nilai yang pernah Black Dragon berikan pada Ma Zimo, mendadak dipangkasnya menjadi setengah. Dengan tetap menampilkan wajah dan sorot mata yang dingin, dia mengayunkan dagunya ke arah Ma Jia Wei.“Apa yang membawamu kemar
Asun tahu, kalau seorang diri tidak akan mampu untuk menemui apalagi melawan kelompok mafia bawah tanah seperti Black Dragon. Pria paruh baya itu harus mengandalkan kemampuan tuan besarnya yang masih merupakan pemimpin keluarga kaya nomor satu se-Shanghai.“Bagaimana, apa kalian berhasil?” tanya Ma Zimo dari balik ponsel.Dengan sangat hati-hati Asun mulai berbicara. “Tuan, kita sedang menghadapi masalah.”Ma Zimo yang mendengar hal itu, lantas bangkit berdiri. Kelopak matanya yang kecil membeliak. “Masalah apa?”“Tuan, anak buah Black Dragon berhasil membawa pergi penipu itu,” jawab Asun.“Black … Dragon?” “Anda tidak salah dengar, Tuan.”Tidak ada kata umpatan yang keluar dari bibir Ma Zimo, karena sebenarnya pria paruh baya itu juga enggan berurusan dengan Black Dragon.Sebisa mungkin, Ma Zimo hanya akan menggunakan kekuatan anak buahnya sendiri untuk menekan saingan bisnis serta memperluas kerajaannya. Bukan karena dia takut, tetapi pria berperut buncit itu tidak sudi berbagi k
Malam masih belum berakhir. Setelah aksi bungkam yang dilakukan Feng Siyu di kantor polisi pusat, maka Kapten Chang dan beberapa anggota kepolisian akhirnya memindahkan pemuda itu ke kantor kejaksaan untuk menjalani interogasi tingkat lanjut.Pihak kejaksaan memutuskan untuk mengambil alih semua kasus yang melibatkan Feng Siyu, karena saking banyaknya perkara pidana dan perdata yang dituduhkan padanya. Pria yang memiliki bekas jerawat di wajah itu bukan hanya terlibat dalam kasus penggelapan dana, pencurian identitas, namun juga ada sangkut pautnya dengan kematian Ma Shin Fei serta percobaan pembunuhan yang dia lakukan terhadap Yin. Namun, rencana Kapten Chang tidak semulus yang dikira.Iring-iringan kendaraan polisi yang baru saja menempuh setengah perjalanan itu terpaksa berhenti, karena kehadiran dua mobil van putih yang tiba-tiba menghadang dan menghalangi. Ciiiitttt …!Suara rem yang diinjak secara mendadak hingga sampai mengeluarkan percikan api di jalan raya beraspal, membu
Malam itu menjadi malam yang sangat panjang bagi Shun Yuan alias Yin. Setelah membuka rahasia terbesar dalam dirinya, dia justru mendapat kejutan. Arthur Chen langsung mengembuskan napas terakhirnya di ranjang rumah sakit. Lelaki tua itu seakan ingin secepatnya pergi meninggalkan dunia menyusul si pemilik tubuh.“Beristirahatlah dengan tenang,” ujar Shun Yuan setelah menyimpan abu jenazah Arthur di rumah duka. “Aku ikut berduka cita,” hibur Lu Wan Wan yang ikut mendampingi Shun Yuan.Selepas memberi penghormatan terakhir, keduanya pun kembali ke gedung apartemen tak bernama itu. Dengan disaksikan dan dibantu oleh Lu Wan Wan, Shun Yuan membuka semua file-file peninggalan Arthur Chen.Hal pertama yang mereka cari adalah rekaman video kejadian kecelakaan yang terjadi di atas Jembatan Sungai Yang Tze beberapa bulan yang lalu. Mereka ingin mengetahui kebenarannya. Siapa yang sebenarnya terlibat dan siapa yang seharusnya dihukum.Mulut keduanya langsung menganga, begitu menyaksikan kalau
Teriakan Arthur yang menyangkal perkataan Feng Siyu itu membuat Yin menelengkan kepala. Dia menatap lelaki tua itu dengan sorot mata yang lebih dingin dari biasanya.“Yin … ini … bukan seperti yang kau kira,” ucap Arthur terbata-bata.“Jawab pertanyaanku! Apa benar kau juga berada di sana?” Yin meninggikan nada suaranya.Langkah tegap Yin yang mendominasi serta kedua tulang rahangnya yang mengeras, telah membuat tubuh Arthur seakan mengerut. Tanpa sadar punggung lelaki tua itu langsung membentur tepi meja. Namun, benturan itu tidak sebanding dengan suaranya yang tercekat di tenggorokan.Melihat kegugupan serta kegelisahan yang terpancara dari wajah Arhur, makin membuat Yin naik pitam. Mantan jenderal besar Dinasti Qing itu langsung menghardik lawan bicaranya. Serapat-rapatnya menyimpan bangkai, pada akhirnya pasti tercium juga. Dengan kepala yang tertunduk, akhirnya keluarlah pengakuan dari Arthur. “A—aku memang ada di sana.”Satu kalimat pengakuan itu lantas membuat Yin mengepalkan
Tuduhan yang dilontarkan Yin itu membuat manik mata Feng Siyu bergerak-gerak. Rupanya pria yang memiliki banyak bekas jerawat di wajah itu masih mengingat kejadian musim gugur tahun lalu. Di atas motor balap yang dikendarainya, dia menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bagaimana mobil listrik itu menabrak pagar jembatan lalu terjun bebas ke dalam sungai. Kebungkaman itu lantas membuat Yin menghampiri. Dengan sorot mata menyalang tajam serta kedua rahang yang mengeras, dia mencengkeram jaket hitam yang dikenakan Feng Siyu. Membuat pria itu bangkit sedikit menjauhi kursinya.“Jawab pertanyaanku! Apa kau yang melakukannya?!” Yin melotot dengan penekanan suara.Namun, itu tak membuat nyali Feng Siyu ciut. Pria itu justru memalingkan wajahnya ke arah lain. Sambil mencebikkan bibirnya, dia pun berkata, “Kau saja tidak tahu, lalu untuk apa aku menjawab.”“Kau!?” Yin langsung menunjukkan kepalan tangannya.“Tak perlu marah. Aku akan memberitahumu, tapi dengan satu syarat.”“Kau tak perlu