Sudah tiga jam Lu Dong meninggalkan tempat kediaman Keluarga Lu seorang diri. Selama itu pula mobil listrik yang dikemudikannya terus berputar-putar menyusuri jalanan yang ada di Kota Shanghai.Dia belum menghubungi Li Na dan kedua putrinya. Dia juga tidak mengkhawatirkan, kelak akan tinggal di mana istri dan anak-anaknya itu setelah mereka kehilangan rumah besar tersebut.“Yang seharusnya dikhawatirkan itu aku,” gumam Lu Dong yang berbicara di balik kemudi. “Fen Fen dan Shen Shen sudah dewasa. Mereka bisa mengurus diri sendiri dan ibunya. Jika aku tidak berhasil menemukan Mey Mey dan membuat dia memuntahkan semua yang telah kuberikan, selamanya Lu Dong tidak akan pernah bisa bangkit kembali.”Selepas mengatakan hal tersebut, Lu Dong membawa mobil listriknya menuju Perpustakaan Shanghai. Sudah sangat lama pria paruh baya itu tidak menginjakkan kakinya ke dalam gedung tinggi dengan menaranya yang berbentuk mercusuar.“Aku ingin mencari Mey Mey!” pintanya kepada Dong Mey—seorang pustaka
Suara bariton yang tiba-tiba terdengar di belakang punggungnya itu langsung membuat Yin terkejut.Mungkinkah orang yang berdiri di belakangnya ini telah mendengar pembicaraannya dengan Arthur?Meskipun baru bertemu satu kali dan mendengar gaya suaranya yang singkat, namun mantan jenderal besar Dinasti Qing yang mendapat kekuatan indera pendengaran yang tajam dari Dewa Kematian itu langsung mengenali, siapa pemilik suara tersebut.Tidak salah lagi. Dia adalah Asun!Orang kepercayaan Ma Zimo itu telah berdiri di hadapannya, setelah mantan jenderal besar Dinasti Qing itu memutar kedua tumitnya.Untuk mengendalikan kegugupan dan keterkejutannya di depan pria paruh baya tersebut, maka berpura-puralah Yin untuk menjadi seorang pribadi yang jenaka.“Aku sedikit bingung. Kau lebih muda dari Tuan Ma Zimo, tetapi lebih tua dariku. Lantas bagaimana caraku memanggilmu? Asun atau Paman Asun?” Yin menggaruk bagian kepalanya yang tidak gatal.“Paman Asun,” ucapnya dengan suara yang lebih rendah dari
Asun yang masih tetap menyangsikan kehebatan Yin, lantas bertanya kepada Ma Zimo. “Tuan, apa dia sanggup menjalankan tugas ini? Jika hanya mengalahkan Pei Yan dan orang-orangnya, anak buah kita juga sanggup.” “Kita lihat saja,” ujar Ma Zimo sembari menautkan kesepuluh jarinya di depan dada. Dia kemudian berkata kepada Yin. “Aku hanya memberimu waktu tiga hari.”“Tiga hari ….” Yin yang sejak tadi mendengar pembicaraan Asun dan Ma Zimo hanya tersenyum dingin. “Bagaimana jika aku gagal, apa Tuan akan memberiku hukuman?” tanyanya sembari memindahkan hiasan meja, yang semula berada di tengah kini digeser ke salah satu sudut meja yang paling dekat dengan Ma Zimo. “Ternyata kau pesimis juga.” Asun menyeringai.“Aku bukan orang yang pesimis. Aku hanya ingin memperhitungkan untung dan ruginya saja,” ucap Yin.“Mana boleh seperti itu!” hardik Asun. “Sungguh tidak sopan! Seharusnya kau berterima kasih karena Tuan Ma mempercayaimu dengan memberimu tugas, tapi kau malah perhitungan seperti ini!
Buku harian si pemilik tubuh.... [Rabu malam. Aku pulang sedikit terlambat dari jam kerjaku. Bukan tanpa alasan, aku merasa kasihan dengan Denise. Kuambil setengah pekerjaannya hari ini, karena dia sedang demam, tapi memaksakan diri untuk bekerja. Meskipun aku tahu, dia tidak akan pernah membagi gaji hariannya padaku. Denise memang egois, tapi hanya dialah satu-satunya teman yang kumiliki saat ini.] [Pukul sembilan malam. Metro yang kutunggu datang. Malam ini tidak seramai malam-malam sebelumnya. Hanya ada empat orang penumpang termasuk aku yang mengisi gerbong tersebut. Dua menit kemudian, aku baru menyadari, ada orang lain—bertudung jaket hijau—di belakangku—ikut masuk ke dalam metro. Aku yakin, dia adalah pria yang sama seperti yang kulihat dua hari yang lalu di depan rumah][Ada banyak bangku kosong di metro, tapi entah kenapa pria itu justru memilih duduk di seberang? Membuat kami saling menghadap. Aku ingin pindah, tapi metro telah melaju dan perutku akan mual, jika kupaksakan
“Apa? Jadi suami Wan Wan berasal dari panti asuhan?”Perkataan Pengxi membuat mata semua karyawan Ma Yuan Food yang ada di dalam restoran itu tertuju pada Lu Wan Wan. Bibir mereka menganga dan kening mereka mengerut dalam. Tak percaya, kalau wanita secantik dan selembut Lu Wan Wan akan memiliki seorang suami yatim piatu. Hong Hong yang duduk di samping Pengxi, lantas menyikut lengan pria itu. “Hust! Pelankan suaramu! Apa kau tidak bisa bicara dengan mode normal?”“Ye! Suaraku sudah begini dari sejak dari orok!” elak Pengxi sambil mengusap-usap lengannya yang terkena sikutan Hong Hong. “Memangnya kau sudah tahu, kalau suami Wan Wan itu berasal dari panti asuhan?”“Mana kutahu.” Hong Hong mengangkat pundaknya.“Kau sendiri tidak tahu, tapi malah menyikut lenganku yang tidak bersalah.”“Selama ini Wan Wan tidak pernah cerita tentang kehidupan pribadinya.”“Itu memang benar sih.” Pengxi mengangguk-angguk. “Dia lebih tertutup dari kerang mutiara yang ada di dasar laut.”Anhe yang duduk di
“Maaf, teman-teman. Aku harus pergi dari sini,” pamit Lu Wan Wan.“Eh, Wan Wan! Kau akan pergi ke mana?”Pertanyaan dari rekan kerjanya itu seolah hanya angin lalu yang masuk ke dalam telinga kiri lalu keluar di telinga kanan Lu Wan Wan.Setelah menyambar tas tangan yang ada di belakang punggungnya, wanita muda itu langsung mengayunkan sepasang kakinya dengan cepat. Ketukan sepatu bertumit tinggi saling bersahutan, hingga akhirnya menghilang di balik tembok restoran.Hanya satu yang ada di dalam pikiran Lu Wan Wan saat ini, keselamatan Yin. Bagaimana bisa suaminya itu terlibat perkelahian di dalam hotel?Sebelas orang yang masih duduk melingkari meja panjang itu terkesiap melihat kepergian si empunya acara. Beberapa kepala mulai tertunduk. Pemilik bibir merah tampak menganga, tak tahu harus berkata apa, karena rasa bersalah mendadak menyelimuti hati mereka.“Ini salahmu, Anhe,” cetus Hong Hong tiba-tiba.“Hah? Enak saja! Kenapa aku yang harus disalahkan?” balas Anhe sewot.“Tenyu saja
Bruaakk!Suara gedebuk yang pelan pun terdengar. Dari semua tamu hotel yang berlalu lalang dan beberapa petugas resepsionis yang sedang berdiri melayani para tamu, tidak ada seorang pun peduli dengan apa yang terjadi pada Lu Wan Wan.Istri Yin terjatuh dan tubuhnya hampir menyentuh lantai, jika tidak segera ditopang oleh seorang wanita muda lain yang tak kalah cantik dari si petugas hotel. Wanita itu menarik kedua sudut bibirnya lebar sambil menatap kelopak mata Lu Wan Wan yang tertutup. Dia hanya memeluk Lu Wan Wan dengan sebelah tangan, sementara tangan yang lain digunakannya untuk menyerahkan selembar cek kepada petugas hotel tersebut.“Kerja bagus! Ini bayaranmu,” ucapnya.Sepasang mata milik petugas hotel tampak berbinar di bawah bulu mata yang lentik. Bagaimana dia tidak senang, saat melihat angka sebanyak lima ratus ribu Yuan tertera di sana. Ternyata wanita cantik yang berdiri di sampingnya itu tidak berkata bohong.Dia hanya melakukan seperti yang wanita itu suruhkan, yaitu
Tiga hari sebelum jebakan itu terjadi ….Gao Xiong terduduk lemah di salah satu sel yang ada di Penjara Shanghai. Dia tidak mampu menghitung, berapa lama udara dingin yang ada di dalam ruangan ini nyaris merenggut permukaan kulitnya.Celana panjang yang semula dia kenakan saat hari pertama menginjakkan kaki di tempat ini, terasa longgar di tubuhnya. Entah sudah berapa banyak gumpalan lemak yang terhilang, bersamaan dengan senyumnya yang tidak pernah lagi muncul menghiasi sudut bibirnya.“Tuan, bagaimana pun juga kau harus melakukan sesuatu. Jika Tuan terus tutup mulut, kasus ini hanya akan berjalan di tempat.” Pengacara Keluarga Gao itu mencoba menasehati kliennya dan itu terjadi dua hari yang lalu, di ruang kunjungan yang disediakan oleh polisi setempat.“Aku juga tidak ingin menunda-nunda. Aku hanya ingin tahu, siapa orang yang ada di balik laporanku ini? Apa dia rekan bisnisku? Saingan bisnisku? Atau ada orang yang mengkhianatiku?” desak Gao Xiong kalut.Pengacara Keluarga Gao itu
“Kau tak perlu melakukan hal itu, Ma Zimo!”Kehadiran suara bariton yang mendadak terdengar di dalam ruangan, membuat Ma Zimo dan Asun terkejut. Mereka lantas mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan yang ada di lantai dua.Embusan angin yang hendak menyambut datangnya fajar telah menerbangkan beberapa lembar kain gorden yang menutupi jendela yang terbuka. Tampak sesosok bayangan bersembunyi di balik kain putih yang menjuntai hingga ke lantai. Asun langsung membidikkan senjata apinya pada bayangan tersebut.DOR!DOR!DOR!Seharusnya satu tembakan, namun yang terdengar justru tiga letupan senjata api. Ujung senapan M2 mendadak mengepulkan asap tipis, sedangkan Asun yang sebelumnya berdiri tegak untuk melindungi Ma Zimo mendadak roboh dengan sebuah timah panas yang bersarang di dada kirinya.“Hah?” Mulut Ma Zimo menganga ketika melihat tubuh orang kepercayaannya terkapar tak bernyawa.Yin memutuskan untuk keluar dari tempat persembunyiannya. Sambil meniup ujung senjata apinya y
M2 yang malam itu sedang bertugas menjaga pintu gerbang tempat kediaman Keluarga Ma tampak lari tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumah. Sebuah kotak kardus yang lebih besar daripada kotak sepatu berada dalam tangannya.Dia berlari mendapatkan Ma Zimo dan Asun yang saat itu sedang berdiri di balkon lantai dua.“Lapor, Tuan. Ada sebuah paket untuk Anda.” M2 berucap sambil menyerahkan kotak kardus tersebut.Ma Zimo tak langsung menerima. Pria paruh baya itu justru mengernyit menatap kotak coklat yang masih tersegel rapi. Memang benar, pada salah satu bagian kotak terselip namanya tanpa nama pengirim.Aneh, pikir Ma Zimo. Lantas dia menyuruh Asun untuk membuka kotak tersebut.“Kurang kerjaan saja! Siapa yang mengirim paket pada dini hari seperti ini?” Asun menggerutu, sementara kedua tangannya telah bersiap hendak menyobek segel kardus dengan menggunakan sebuah anak kunci.“Aku tidak tahu,” jawab M2 yang melihat segel kotak tersebut terlepas.Bau amis yang menusuk langsung menyeruak dan meny
“Beraninya kalian Keluarga Ma mempermainkan Black Dragon!” geram Black Dragon dengan tatapan matanya yang menyalang tajam. Kepalan tangannya hampir saja membuat ponsel yang ada dalam genggaman tangan menjadi remuk redam.“A—apa maksud, Anda?” Ma Jia Wei tampak kebingungan. “Keluarga Ma tidak pernah mempermainkan siapa pun.”Pria berwajah dingin itu lantas memberikan ponselnya kepada Ma Jia Wei melalui salah seorang anak buahnya. Keterkejutan langsung melanda putra Ma Zimo.Dengan tangan dan tulang rahangnya yang gemetar, Ma Jia Wei pun berkata, “Tidak … ini sangat tidak mungkin. Sepupuku itu … dia tidak pernah ditemukan. Anda jangan mempercayai bualan orang yang tak jelas!”“Apa maksudmu?” Suara Black Dragon terdengar jauh lebih berat dari sebelumnya.“Ma Yin Fei telah menghilang selama dua puluh tahun lebih. Tidak ada seorang pun yang tahu, bagaimana rupa dan bentuk tubuhnya. Mungkin saja dia … sudah mati, karena penyakit jantung bawaannya. Atau … atau jika dia masih hidup, dia tidak
Ma Jia Wei yang berdiri lima langkah dari tempat Black Dragon itu menjadi terkejut, karena belum pernah dia mendapatkan perlakuan seperti ini dari seseorang.Kebanyakan justru orang-orang itulah yang memberi hormat kepadanya lebih dulu, bukan sebaliknya. Sayangnya, dia baru menyadari, kalau Shanghai Night Paradise bukanlah daerah kekuasaan Group Ma. Maka dengan sedikit membungkukkan badan, Ma Jia Wei akhirnya berkata, “Karena aku tidak mengerti kebiasaan kalian, jadi maafkan aku. Salam, Black Dragon.”Black Dragon hanya menyunggingkan senyum. Gestur tubuh yang diperlihatkan Ma Jia Wei itu tidak luput dari pengamatannya. Sungguh pria muda yang berdiri di hadapannya sambil mengenakan tuksedo hitam itu tidak memiliki adab dan sopan santun sedikit pun.Kehormatan serta nilai yang pernah Black Dragon berikan pada Ma Zimo, mendadak dipangkasnya menjadi setengah. Dengan tetap menampilkan wajah dan sorot mata yang dingin, dia mengayunkan dagunya ke arah Ma Jia Wei.“Apa yang membawamu kemar
Asun tahu, kalau seorang diri tidak akan mampu untuk menemui apalagi melawan kelompok mafia bawah tanah seperti Black Dragon. Pria paruh baya itu harus mengandalkan kemampuan tuan besarnya yang masih merupakan pemimpin keluarga kaya nomor satu se-Shanghai.“Bagaimana, apa kalian berhasil?” tanya Ma Zimo dari balik ponsel.Dengan sangat hati-hati Asun mulai berbicara. “Tuan, kita sedang menghadapi masalah.”Ma Zimo yang mendengar hal itu, lantas bangkit berdiri. Kelopak matanya yang kecil membeliak. “Masalah apa?”“Tuan, anak buah Black Dragon berhasil membawa pergi penipu itu,” jawab Asun.“Black … Dragon?” “Anda tidak salah dengar, Tuan.”Tidak ada kata umpatan yang keluar dari bibir Ma Zimo, karena sebenarnya pria paruh baya itu juga enggan berurusan dengan Black Dragon.Sebisa mungkin, Ma Zimo hanya akan menggunakan kekuatan anak buahnya sendiri untuk menekan saingan bisnis serta memperluas kerajaannya. Bukan karena dia takut, tetapi pria berperut buncit itu tidak sudi berbagi k
Malam masih belum berakhir. Setelah aksi bungkam yang dilakukan Feng Siyu di kantor polisi pusat, maka Kapten Chang dan beberapa anggota kepolisian akhirnya memindahkan pemuda itu ke kantor kejaksaan untuk menjalani interogasi tingkat lanjut.Pihak kejaksaan memutuskan untuk mengambil alih semua kasus yang melibatkan Feng Siyu, karena saking banyaknya perkara pidana dan perdata yang dituduhkan padanya. Pria yang memiliki bekas jerawat di wajah itu bukan hanya terlibat dalam kasus penggelapan dana, pencurian identitas, namun juga ada sangkut pautnya dengan kematian Ma Shin Fei serta percobaan pembunuhan yang dia lakukan terhadap Yin. Namun, rencana Kapten Chang tidak semulus yang dikira.Iring-iringan kendaraan polisi yang baru saja menempuh setengah perjalanan itu terpaksa berhenti, karena kehadiran dua mobil van putih yang tiba-tiba menghadang dan menghalangi. Ciiiitttt …!Suara rem yang diinjak secara mendadak hingga sampai mengeluarkan percikan api di jalan raya beraspal, membu
Malam itu menjadi malam yang sangat panjang bagi Shun Yuan alias Yin. Setelah membuka rahasia terbesar dalam dirinya, dia justru mendapat kejutan. Arthur Chen langsung mengembuskan napas terakhirnya di ranjang rumah sakit. Lelaki tua itu seakan ingin secepatnya pergi meninggalkan dunia menyusul si pemilik tubuh.“Beristirahatlah dengan tenang,” ujar Shun Yuan setelah menyimpan abu jenazah Arthur di rumah duka. “Aku ikut berduka cita,” hibur Lu Wan Wan yang ikut mendampingi Shun Yuan.Selepas memberi penghormatan terakhir, keduanya pun kembali ke gedung apartemen tak bernama itu. Dengan disaksikan dan dibantu oleh Lu Wan Wan, Shun Yuan membuka semua file-file peninggalan Arthur Chen.Hal pertama yang mereka cari adalah rekaman video kejadian kecelakaan yang terjadi di atas Jembatan Sungai Yang Tze beberapa bulan yang lalu. Mereka ingin mengetahui kebenarannya. Siapa yang sebenarnya terlibat dan siapa yang seharusnya dihukum.Mulut keduanya langsung menganga, begitu menyaksikan kalau
Teriakan Arthur yang menyangkal perkataan Feng Siyu itu membuat Yin menelengkan kepala. Dia menatap lelaki tua itu dengan sorot mata yang lebih dingin dari biasanya.“Yin … ini … bukan seperti yang kau kira,” ucap Arthur terbata-bata.“Jawab pertanyaanku! Apa benar kau juga berada di sana?” Yin meninggikan nada suaranya.Langkah tegap Yin yang mendominasi serta kedua tulang rahangnya yang mengeras, telah membuat tubuh Arthur seakan mengerut. Tanpa sadar punggung lelaki tua itu langsung membentur tepi meja. Namun, benturan itu tidak sebanding dengan suaranya yang tercekat di tenggorokan.Melihat kegugupan serta kegelisahan yang terpancara dari wajah Arhur, makin membuat Yin naik pitam. Mantan jenderal besar Dinasti Qing itu langsung menghardik lawan bicaranya. Serapat-rapatnya menyimpan bangkai, pada akhirnya pasti tercium juga. Dengan kepala yang tertunduk, akhirnya keluarlah pengakuan dari Arthur. “A—aku memang ada di sana.”Satu kalimat pengakuan itu lantas membuat Yin mengepalkan
Tuduhan yang dilontarkan Yin itu membuat manik mata Feng Siyu bergerak-gerak. Rupanya pria yang memiliki banyak bekas jerawat di wajah itu masih mengingat kejadian musim gugur tahun lalu. Di atas motor balap yang dikendarainya, dia menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bagaimana mobil listrik itu menabrak pagar jembatan lalu terjun bebas ke dalam sungai. Kebungkaman itu lantas membuat Yin menghampiri. Dengan sorot mata menyalang tajam serta kedua rahang yang mengeras, dia mencengkeram jaket hitam yang dikenakan Feng Siyu. Membuat pria itu bangkit sedikit menjauhi kursinya.“Jawab pertanyaanku! Apa kau yang melakukannya?!” Yin melotot dengan penekanan suara.Namun, itu tak membuat nyali Feng Siyu ciut. Pria itu justru memalingkan wajahnya ke arah lain. Sambil mencebikkan bibirnya, dia pun berkata, “Kau saja tidak tahu, lalu untuk apa aku menjawab.”“Kau!?” Yin langsung menunjukkan kepalan tangannya.“Tak perlu marah. Aku akan memberitahumu, tapi dengan satu syarat.”“Kau tak perlu